Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
46. TANAH ARAB KEMBALI HIJAU, DIPENUHI TUMBUHAN DAN SUNGAI-SUNGAI
Dan di antara tanda-tanda Kiamat adalah tanah Arab kembali hijau penuh dengan tumbuhan dan sungai. Dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga tanah Arab kembali hijau penuh dengan tumbuhan dan sungai-sungai.” [1]
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tanah Arab sebelumnya adalah hijau penuh dengan tumbuhan dan sungai-sungai dan akan kembali seperti semula. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata mengenai makna kembali menjadi penuh dengan tumbuhan dan sungai-sungai, “Maknanya adalah -wallaahu a’lam- sesungguhnya mereka meninggalkan dan enggan (mengurusnya), sehingga tanah tersebut terabaikan, tidak ditanami juga tidak disirami dengan air. Hal itu disebabkan oleh sedikitnya kaum pria, banyaknya peperangan, fitnah yang terus-menerus terjadi, dekatnya Kiamat, pendeknya cita-cita dan tidak adanya kesempatan dan perhatian untuk hal itu.” [2]
Menurut saya pendapat an-Nawawi rahimahullah dalam menjelaskan hadits ini perlu dipertimbangkan, karena tanah Arab adalah padang pasir yang tidak berair, sedikit tumbuhan, dan kebanyakan airnya berasal dari sumur juga air hujan, maka ketika tanah tersebut ditinggalkan, sementara pemiliknya tidak sempat untuk bercocok tanam, maka semua tumbuhannya akan mati dan tidak kembali menjadi hijau dengan rerumputan dan sungai-sungai. Yang nampak jelas dari hadits tersebut bahwa negeri-negeri Arab akan dilimpahi dengan air yang banyak, sehingga menjadi beberapa sungai, tumbuh di atasnya berbagai macam tumbuhan sehingga menjadi padang rumput, kebun-kebun, dan hutan-hutan.
Bukti yang mendukung pendapat ini adalah munculnya di zaman ini sumber-sumber air bagaikan sungai, dan tumbuh di atasnya berbagai macam tanaman, dan akan terbukti segala hal yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda pada perang Tabuk:
إِنَّكُمْ سَتَأْتُونَ غَدًا إِنْ شَاءَ اللهُ عَيْنَ تَبُوكَ، وَإِنَّكُمْ لَنْ تَأْتُوهَا حَتَّـى يُضْحِيَ النَّهَارُ، فَمَنْ جَاءَهَا مِنْكُمْ، فَلاَ يَمَسَّ مِنْ مَائِهَا شَيْئًا حَتَّـى آتِيَ، فَجِئْنَاهَا وَقَدْ سَبَقَنَا إِلَيْهَا رَجُلاَنِ وَالْعَيْنُ مِثْلُ الشِّرَاكِ تَبِضُّ بِشَيْءٍ مِنْ مَاءٍ، قَالَ: فَسَأَلَهُمَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ مَسَسْتُمَا مِنْ مَائِهَا شَيْئًا؟ قَالاَ نَعَمْ، فَسَبَّهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَقَالَ لَهُمَا: مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُولَ. قَالَ: ثُمَّ غَرَفُوا بِأَيْدِيهِمْ مِنَ الْعَيْنِ قَلِيلاً قَلِيلاً، حَتَّى اجْتَمَعَ فِي شَيْءٍ. قَالَ: وَغَسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ، ثُمَّ أَعَادَهُ فِيهَا، فَجَرَتِ الْعَيْنُ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ أَوْ قَالَ: غَزِيرٍ… حَتَّى اسْتَقَى النَّاسُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يُوشِكُ يَا مُعَاذُ إِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ أَنْ تَرَى مَا هَاهُنَا قَدْ مُلِئَ جِنَانًا.
“Sesungguhnya kalian -insya Allah- akan mendatangi mata air Tabuk esok hari, dan sesungguhnya kalian tidak akan mendatanginya sehingga siang sudah meninggi (waktu dhuha). Barangsiapa dari kalian mendatangi-nya, maka janganlah ia menyentuh airnya sedikit pun hingga aku tiba.” “Akhirnya kami datang dan ternyata ada dua orang yang telah menda-hului kami. Mata air itu bagaikan tali sandal yang mengucurkan sedikit air.” Mu’adz berkata, “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada keduanya, ‘Apakah kalian berdua telah menyentuh sedikit dari airnya?’ Keduanya menjawab, ‘Betul,’ kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencerca keduanya, dan mengatakan berbagai hal kepada keduanya.’” Mu’adz berkata, “Kemudian mereka menyiduk air dari mata air sedikit demi sedikit, sehingga air tersebut terkumpul di suatu wadah.” Mu’adz berkata, “Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencuci kedua tangan juga muka di dalamnya, lalu beliau mengembalikan air tersebut ke dalam mata air, kemudian mata air itu memancarkan air dengan jumlah yang sangat banyak,” atau ia berkata, “Dengan melimpah,” …sehingga semua orang bisa memakainya. Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hampir saja wahai Mu’adz! Seandainya umurmu panjang, niscaya engkau akan melihat tempat ini dipenuhi dengan kebun-kebun.’” [3]
47. BANYAK HUJAN DAN SEDIKIT TUMBUH-TUMBUHAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُمْطِرَ السَّمَاءُ مَطَرًا لاَ تُكِنُّ مِنْهَا بُيُوتُ الْمَدَرِ وَلاَ تُكِنُّ مِنْهَا إِلاَّ بُيُوتُ الشَّعَرِ.
"Tidak akan tiba Kiamat hingga langit menurunkan hujan. Rumah-rumah yang terbuat dari tanah liat tidak akan pernah bisa memberi naungan darinya kecuali rumah-rumah yang terbuat dari bulu (yakni tidak dapat menimbulkan tumbuh-tumbuhan yang dapat menutup rumah dari tanah liat kecuali rumah yang terbuat dari bulu).” [1]
Dan diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُمْطَرَ النَّاسُ مَطَرًا عَامًّا وَلاَ تُنْبِتُ اْلأَرْضُ شَيْئًا.
"Tidak akan tiba hari Kiamat hingga manusia dihujani dengan hujan secara merata, tetapi bumi tidak menumbuhkan sesuatu.’” [2]
Jika hujan sebagai sebab tumbuhnya berbagai macam tumbuhan di atas bumi, maka sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala mampu menjadikan sesuatu yang dapat menahan sebab tersebut, sehingga tidak bisa memberikan pengaruh apa pun. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang menciptakan sebab dan akibat, tidak ada sesuatu pun yang sulit bagi-Nya. D
ijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَتِ السَّنَةُ بِأَنْ لاَ تُمْطَـرُوا وَلَكِنَّ السَّنَةَ أَنْ تُمْطَرُوا وَتُمْطَرُوا وَلاَ تُنْبِتُ اْلأَرْضُ شَيْئًا.
“Bukanlah paceklik itu karena kalian tidak dituruni hujan, akan tetapi paceklik itu kalian dituruni hujan dan kalian dituruni hujan, namun bumi tidak menumbuhkan sesuatu.” [3]
48. SUNAGI FURAT MENAMPAKKAN TIMBUNAN EMAS
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَحْسِرَ الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ، يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ، فَيُقْتَلُ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَيَقُولُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ: لَعَلِّي أَكُونُ أَنَا الَّذِي أَنْجُو.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga sungai Furat [1] menampakkan timbunan emas. Manusia saling membunuh karenanya. Dari setiap seratus orang, terbunuh sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang dari me-reka berkata, ‘Semoga akulah yang beruntung (mendapatkannya).’” [2]
Yang dimaksud dengan timbunan emas ini bukanlah minyak bumi, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh Abu ‘Ubayyah di dalam ta’liqnya (komentar) terhadap kitab an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim karya Ibnu Katsir [3], hal itu berdasarkan berbagai alasan. Pertama : Nash dalam hadits mengatakan, “Timbunan emas.” Sementara minyak bumi bukanlah emas secara hakiki, karena emas adalah barang tambang yang telah dikenal. Kedua : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa air sungai menampakkan timbunan emas, sehingga manusia bisa melihatnya, sementara minyak bumi dikeluarkan dari dalam bumi melalui berbagai alat dengan jarak yang sangat dalam. Ketiga : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kekhususan kepada sungai Furat, tidak kepada lautan atau sungai-sungai. Adapun minyak bumi bisa kita saksikan dikeluarkan dari lautan begitu juga dikeluarkan dari dalam bumi dan berbagai tempat lainnya. Keempat : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia akan saling membunuh karena harta simpanan tersebut. Kita tidak menyaksikan bahwa mereka saling membunuh ketika keluarnya minyak bumi dari sungai Furat atau selainnya. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang yang mendatangi harta simpanan tersebut agar tidak mengambilnya sedikit pun.
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain dari Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu anhu, dia berkata:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ مُخْتَلِفَةُ أَعْنَاقُهُمْ فِي طَلَبِ الدُّنْيَا… إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: يُوشِكُ الْفُرَاتُ أَنْ يَحْسِرَ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَمَنْ حَضَرَهُ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْهُ شَيْئًا.
"Senantiasa manusia berbeda-beda lehernya di dalam mencari dunia… sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja sungai Furat kering dan menampakkan timbunan emas, barangsiapa mendatanginya, maka janganlah ia mengambilnya sedikit pun.” [4]
Siapa saja memaknai ‘timbunan emas’ dengan minyak bumi, maka pendapatnya mengharuskan larangan mengambil minyak bumi tersebut, padahal tidak seorang pun berpendapat demikian. [5] Baca Juga 35-37. Mengambil Ilmu dari Orang Bodoh. Banyaknya Para Wanita Yang Berpakaian Tetapi Telanjang Al-Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa sebab larangan mengambil emas adalah karena mengambilnya dapat menimbulkan fitnah dan pembunuhan.[6]
49. BINATANG BUAS DAN BENDA MATI BERBICARA DENGAN MANUSIA
Dan di antara tanda-tanda Kiamat adalah binatang buas berbicara dengan manusia. Benda-benda mati berbicara dengan manusia, dan mengabarkan apa yang terjadi ketika dia tidak ada. Juga berbicaranya sebagai anggota badan, seperti paha yang mengabarkan seorang laki-laki terhadap apa yang dilakukan oleh isterinya ketika tidak bersamanya.
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
جَاءَ ذِئْبٌ إِلَى رَاعِي غَنَمٍ، فَأَخَذَ مِنْهَا شَاةً، فَطَلَبَهُ الرَّاعِي حَتَّى انْتَزَعَهَا مِنْهُ. قَالَ: فَصَعِدَ الذِّئْبُ عَلَى تَلٍّ، فَأَقْعَى وَاسْتَذْفَرَ. فَقَالَ: عَمَدْتَ إِلَى رِزْقٍ رَزَقَنِيهِ اللهُ عَزَوَجَلَ انْتَزَعْتَهُ مِنِّـي. فَقَالَ الرَّجُلُ: تَاللهِ إِنْ رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ ذِئْبًا يَتَكَلَّمُ! قَالَ الذِّئْبُ: أَعْجَبُ مِنْ هَذَا رَجُلٌ فِي النَّخَلاَتِ بَيْنَ الْحَرَّتَيْنِ يُخْبِرُكُمْ بِمَا مَضَـى وَبِمَا هُوَ كَائِنٌ بَعْدَكُمْ -وَكَانَ الرَّجُلُ يَهُودِيًّا- فَجَاءَ الرَّجُلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَخْبَرَهُ، فَصَدَّقَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهَا أَمَارَةٌ مِنْ أَمَارَاتٍ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ، قَدْ أَوْشَكَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ فَلاَ يَرْجِعَ حَتَّـى تُحَدِّثَهُ نَعْلاَهُ وَسَوْطُهُ مَا أَحْدَثَ أَهْلُهُ بَعْدَهُ.
“Seekor serigala mendatangi seorang pengembala domba, lalu (serigala itu) mengambil seekor domba darinya. Kemudian pengembala itu me-rebutnya secara paksa darinya.” (Abu Hurairah) berkata, “Serigala itu naik ke tempat yang tinggi, dia duduk dan menggerak-gerakan ekornya. Dia berkata, ‘Engkau sengaja mengambil rizki secara paksa padahal Allah Azza wa Jalla telah memberikannya kepadaku.’ Orang tersebut berkata, ‘Demi Allah! Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini; seekor serigala dapat berbicara!’ Serigala itu berkata, ‘Yang lebih aneh lagi adalah seorang laki-laki yang berada di kebun-kebun kurma di antara dua perkampungan akan mengabarkan kepada kalian segala hal yang telah terjadi dan yang akan terjadi setelah kalian.’ -Orang tersebut adalah seorang Yahudi-. Kemudian laki-laki itu datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengabarkan kepadanya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkannya, beliau bersabda, “Sesungguhnya ia adalah salah satu tanda dari tanda-tanda Kiamat. Hampir saja seseorang keluar, lalu dia tidak kembali sehingga kedua sandalnya dan cambuknya berbicara kepadanya tentang sesuatu yang dilakukan oleh isterinya di saat ketidakhadirannya.” [HR. Ahmad][1]
Dan dalam riwayat beliau (Imam Ahmad) dari Abu Sa’id al-Khudri, kemudian beliau menyebutkan kisah tersebut sehingga dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَدَقَ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُكَلِّمَ السِّبَاعُ اْلإِنْسَ وَحَتَّـى تُكَلِّمَ الرَّجُلَ عَذَبَةُ سَـوْطِهِ وَشِرَاكُ نَعْلِهِ وَتُخْبِرَهُ فَخِذُهُ بِمَا أَحْدَثَ أَهْلُهُ بَعْدُهُ.
“Benar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan tiba hari Kiamat sehingga manusia dan binatang-binatang buas berbicara, ujung cambuk berbicara dengan pemiliknya, demikian pula tali sandal-nya, dan pahanya memberitakan kepadanya apa yang dilakukan oleh isterinya saat ketidakhadirannya.”[2]
BACA SERIAL TANDA-TANDA KECIL KIAMAT:
- Tanda kecil Kiamat Bagian Pertama
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedua
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketiga
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keempat
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kelima
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keenam
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketujuh
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedelapan
BACA SERIAL TANDA-TANDA BESAR KIAMAT:
- Tanda Besar Kiamat Al-Mahdi
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dajjal
- Tanda Besar Kiamat Turunnya nabi 'Isa 'Alaihissalam
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Ya'juj wa Ma'juj
- Tanda Besar Kiamat Penenggelaman kedalam bumi
- Tanda Besar Kiamat Munculnya Asap
- Tanda Besar Kiamat Terbitnya Matahari dari barat
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dabbah dari perut bumi
- Tanda Besar Kiamat Adanya Api dari Yaman yang mengumpulkan manusia
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab az-Zakaah, bab Kullu Nau’in minal Ma’ruuf Shadaqah (VII/97, Syarh an-Nawawi)
[2]. Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim.
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Fadhaa-il, bab Mukjizaatun Nabiyyi J (XV/40-41, Syarh Muslim).
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XIII/291 no. 7554), syarh Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.” Tertera pula di dalam kitab Majma’uz Zawaa-id (VII/331), al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan perawinya perawi ash-Shahiih.” Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/174) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[2]. Musnad Ahmad (III/140, Muntakhab Kanz). Disebutkan oleh al-Haitsami, beliau berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bazzar, dan Abu Ya’la… semua perawinya terpercaya.” (Majma’uz Zawaa-id VII/230). Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid, akan tetapi mereka tidak meriwayatkannya dengan jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim), tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/30, Syarh an-Nawawi).
_______
Footnote
[1]. (اَلْفُرَاتُ) dengan huruf Fa yang didhammahkan, setelah huruf ra yang tidak bersyiddah, dan di akhir- nya huruf ta, ada yang mengatakan: Kata tersebut adalah lafazh asing yang diarabkan, (اَلْفُرَاتُ) me-nurut bahasa Arab maknanya adalah air tawar, (اَلْفُرَاتُ) adalah sungai besar, hulunya menurut orang yang menyangkanya berasal dari Armenia, kemudian masuk ke negeri Romawi sampai ke Mal-thiyyah, lalu mengalir ke sungai-sungai kecil kemudian melewati ar-Riqqah, lalu menjadi sungai-sungai yang mengairi perkebunan di Irak. Bertemu dengan sungai Dajlah di Wasith, lalu keduanya keluar di teluk Arab (dahulunya laut India). Lihat Mu’jamul Buldaan (IV/241-242).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Khuruujun Naar (XIII/78, al-Fat-hul), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/18, Syarh an-Nawawi).
[3]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/208), tahqiq Muhammad Fahim Abu Ubayyah.
[4]. Shahiih Muslim
[5]. Lihat Ithaaful Jamaa’ah (I/489-490).
[6]. Lihat Fat-hul Baari (XIII/81).
_____
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XV/202-203, no. 8049) tahqiq dan syarh Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
[2]. Musnad Ahmad (III/83-84, Muntakhab Kanzul ‘Ummal).
Sumber: https://almanhaj.or.id/