Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
42. BANYAKNYA PERSAKSIAN PALSU DAN MENYEMBUNYIKAN PERSAKSIAN YANG BENAR
Dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ… شَهَادَةُ الزُّورِ وَكِتْمَانُ شَهَادَةِ الْحَقِّ.
“Sesungguhnya menjelang datangnya Kiamat… (akan banyak) persaksian palsu dan menyembunyikan persaksian yang benar.” [1] شَهَادَةُ الزُّوْرِ (Persaksian palsu) adalah kebohongan yang disengaja dalam persaksian. Maka, sebagaimana persaksian palsu sebagai sebab pembatalan kebenaran, demikian pula menyembunyikan persaksian sebagai sebab pembatalan kebenaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
"... Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya…” [Al-Baqarah: 283]
Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Dahulu kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَـرِ الْكَبَائِرِ (ثَلاَثًا)؟ اَلإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ -أَوْ قَوْلُ الزُّوْرِ-، وَكَـانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ.
"Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa besar yang paling besar?’ (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali), ‘Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, persaksian palsu -ucapan bohong-.’” Ketika itu beliau bersandar, lalu duduk, senantiasa beliau mengulang-ulangnya hingga kami berkata (dalam hati), “Andaikata beliau diam.” [2]
Persaksian palsu dan menyembunyikan persaksian yang benar banyak terjadi pada zaman ini! Dengan sebab bahaya hal ini sangat besar, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkannya dengan kemusyrikan juga berbuat durhaka kepada kedua orang tua. Karena sesungguhnya memberikan persaksian palsu adalah sebab munculnya kezhaliman, berbuat semena-mena, dan menghilangkan hak orang lain dalam harta juga kehormatan. Munculnya hal ini merupakan dalil lemahnya keiman-an juga tidak adanya rasa takut kepada Allah Yang Maha Pengasih.
43. BANYAKNYA KAUM WANITA DAN SEDIKITNYA KAUM PRIA
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Sungguh aku akan memberitakan kepada kalian sebuah hadits yang tidak akan diriwayatkan oleh seorang pun sesudahku, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ الْعِلْمُ، وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا، وَتَكْثُرَ النِّسَاءُ، وَيَقِلَّ الرِّجَالُ، حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً الْقَيِّمُ الْوَاحِدُ.
"Di antara tanda-tanda Kiamat adalah sedikitnya ilmu, merajalelanya kebodohan, merajalelanya zina, banyaknya kaum wanita, dan sedikitnya kaum pria, hingga untuk lima puluh orang wanita hanya ada satu orang laki-laki yang mengurusnya.’”[1] Ada yang berpendapat bahwa hal itu disebabkan banyaknya fitnah (peperangan), sehingga banyak kaum pria yang terbunuh, karena mereka adalah orang-orang yang selalu melakukan peperangan dan bukan kaum wanita.[2]
Ada juga yang berpendapat bahwa hal itu disebabkan banyaknya penaklukan, yang berakibat banyak pula tawanan wanita, sehingga seorang laki-laki banyak mendapatkan para wanita tawanan yang bisa disetubuhi olehnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Pendapat tersebut perlu dipertimbangkan, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas-jelas menyatakan jumlah (laki-laki) yang sedikit dalam hadits Abu Musa… beliau bersabda:
مِنْ قِلَّةِ الرِّجَالِ وَكَثْرَةِ النِّسَاءِ.
“Karena sedikitnya kaum pria dan banyaknya kaum wanita.” [3] Yang jelas hal itu benar-benar sebagai tanda bukan karena sebab lainnya. Bahkan Allah mentakdirkan pada akhir zaman sedikitnya anak laki-laki yang dilahirkan, dan banyaknya anak wanita yang dilahirkan. Keadaan banyaknya wanita sebagai tanda Kiamat sesuai dengan menyebarnya kebodohan dan diangkatnya ilmu.[4]
Kami katakan: Tidak ada alasan yang menghalangi bahwa hal itu sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu Hajar, juga sebab-sebab lain yang menyebabkan sedikitnya kaum pria dan banyaknya kaum wanita, seperti terjadinya berbagai fitnah yang menimbulkan peperangan. Dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim hadits yang menunjukkan bahwa banyaknya kaum wanita dan sedikitnya kaum pria disebabkan perginya kaum pria berperang dan kaum wanita yang tinggal (di rumah), dan biasanya yang banyak membinasakan kaum pria adalah banyaknya peperangan. Lafazh Muslim adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَيَذْهَبُ الرِّجَالُ وَتَبْقَى النِّسَاءُ حَتَّـى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً قَيِّمٌ وَاحِدٌ.
"… dan pergilah kaum pria dan tetap tinggallah kaum wanita, sehingga lima puluh orang wanita berada di bawah (tanggung jawab) satu orang pria.” [5]
Yang dimaksud lima puluh di sini bukanlah jumlah secara hakiki, sebab dijelaskan di dalam hadits Abu Musa Radhiyallahu anhu
: وَيُرَى الرَّجُلُ يَتْبَعُهُ أَرْبَعُونَ امْرَأَةً يَلُذْنَ بِهِ.
“Dan akan disaksikan satu orang laki-laki diikuti oleh 40 wanita, mereka bersenang-senang dengannya.” [6]
Bilangan tersebut sebagai majaz yang berarti banyak, walallaahu a’lam.
44. BANYAKNYA KEMATIAN MENDADAK
Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dia memarfu’kannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ… أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفَجْأَةِ.
“Di antara tanda-tanda (dekatnya) hari Kiamat adalah… banyak terjadi kematian mendadak.” [1]
Ini adalah kejadian yang bisa kita saksikan pada zaman sekarang, di mana banyak orang yang mati secara mendadak. Sebelumnya Anda melihat seseorang berada dalam keadaan sehat dan bugar, kemudian dia mati secara tiba-tiba. Masyarakat zaman sekarang mengistilahkannya dengan “serangan jantung”, maka orang-orang yang berakal hendaklah selalu berhati-hati terhadap dirinya, kembali dan bertaubat kepada Allah Ta’ala sebelum datangnya kematian secara mendadak.
Imam al-Bukhari rahimahullah pernah berkata :
اِغْتَنِمْ فِي الْفَرَاغِ فَضْلَ الرُّكُوْعِ فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُكُ بَغْتَهْ كَمْ صَحِيْحٍ رَأَيْتُ مِنْ غَيْرِ سُقْمٍ ذَهَبَتْ نَفْسُهُ الصَّحِيْحَةُ فَلْتَهْ
"Gunakanlah waktu luang untuk mendapatkan keutamaan shalat, bisa jadi kematianmu itu terjadi dengan tiba-tiba. Berapa banyak aku melihat orang dalam keadaan sehat tak berpenyakit, jiwanya yang sehat lepas pergi. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan sungguh menakjubkan, tidak lama kemudian kematian mendadak juga menimpa beliau -al-Bukhari rahimahullah-.”[2]
45. MANUSIA TIDAK SALING MENGENAL
Diriwayatkan dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang tanda-tanda Kiamat, lalu beliau menjawab:
عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي، لاَ يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ، وَلَكِنْ أُخْبِرُكُمْ بِمَشَارِيطِهَا، وَمَا يَكُونُ بَيْنَ يَدَيْهَا، إِنَّ بَيْنَ يَدَيْهَا فِتْنَةً وَهَرْجًا، قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ! الْفِتْنَةُ قَدْ عَرَفْنَاهَا، فَالْهَرْجُ مَا هُوَ؟ قَالَ: بِلِسَانِ الْحَبَشَةِ: الْقَتْلُ. وَيُلْقَى بَيْنَ النَّاسِ التَّنَاكُرُ فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ أَنْ يَعْرِفَ أَحَدًا.
"Ilmunya ada di sisi Rabb-ku, tidak ada yang bisa menjelaskan tentang waktunya kecuali Dia. Akan tetapi, aku akan mengabarkan kepadamu tentang tanda-tandanya dan apa yang akan terjadi sebelumnya, sesungguhnya sebelum terjadi (Kiamat) akan ada berbagai fitnah dan al-harj.’ Para Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, fitnah telah kami ketahui, lalu apakah makna al-harj itu?’ Beliau menjawab, ‘(Al-harj) dalam bahasa orang Habasyah maknanya adalah pembunuhan, dan akan dilemparkan di antara manusia sikap tidak saling mengenal, sehingga hampir saja se-seorang tidak mengenal yang lainnya.’” [1]
Tidak saling mengenal terjadi ketika muncul banyak fitnah, ujian, banyaknya peperangan di antara manusia dan ketika kekayaan telah menguasai banyak manusia. Masing-masing bekerja hanya untuk kebutuhan dirinya tanpa mau peduli terhadap kemaslahatan orang lain, juga tidak memperhatikan hak-hak mereka. Akhirnya, tersebarlah sikap egois diiringi kebencian, banyak manusia hidup dalam bingkai hawa nafsu dan syahwat. Tidak ada nilai-nilai akhlak yang dengannya manusia bisa mengenal yang lainnya, tidak ada per-saudaraan keimanan yang menjadikan mereka berjumpa dengan landasan cinta karena Allah, dan menjadikan mereka saling membantu di dalam kebaikan dan ketakwaan.
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Muhammad bin Sauqah, beliau berkata, “Aku mendatangi Nu’aim bin Abi Hind, lalu beliau mengeluarkan secarik kertas, ternyata di dalamnya tertulis: Dari Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah dan Mu’adz bin Jabal kepada ‘Umar bin al-Khaththab: Salaamun ‘ailaika… Lalu dia membacakan surat tersebut, di dalamnya terdapat kalimat yang berbunyi, “Kami pernah berbincang-bincang bahwa urusan umat di akhir zaman akan kembali kepada kondisi di mana mereka bersaudara secara lahir akan tetapi bathin mereka bermusuhan.” Kemudian menyebutkan jawaban ‘Umar, kepada keduanya, di antara isinya adalah: “Dan kalian berdua telah menulis surat yang mengingatkan bahwa urusan umat akan kembali kepada kondisi di mana mereka bersaudara secara lahir namun mereka bermusuhan, sedangkan kalian tidak termasuk mereka, dan sekarang bukanlah zamannya, pada zaman itu akan muncul sikap cinta dan benci. Rasa cinta sebagian orang dengan yang lainnya hanya dalam kemaslahatan dunia mereka saja.” [2]
BACA SERIAL TANDA-TANDA KECIL KIAMAT:
- Tanda kecil Kiamat Bagian Pertama
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedua
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketiga
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keempat
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kelima
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keenam
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketujuh
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedelapan
BACA SERIAL TANDA-TANDA BESAR KIAMAT:
- Tanda Besar Kiamat Al-Mahdi
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dajjal
- Tanda Besar Kiamat Turunnya nabi 'Isa 'Alaihissalam
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Ya'juj wa Ma'juj
- Tanda Besar Kiamat Penenggelaman kedalam bumi
- Tanda Besar Kiamat Munculnya Asap
- Tanda Besar Kiamat Terbitnya Matahari dari barat
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dabbah dari perut bumi
- Tanda Besar Kiamat Adanya Api dari Yaman yang mengumpulkan manusia
_______
Footnote
[1]. Musnad Imam Ahmad (V/333), syarah Ahmad Syakir, telah terdahulu takhrijnya, dan hadits ini shahih. Lihat Tafsiir Ibni Katsir (VI/140), dan Fat-hul Baari (V/262).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kita asy-Syahaadaat, bab Maa Qiila fi Syahaadatiz Zuur (V/261, al-Fat-h), Shahiih Muslim , kitab al-Iimaan, bab al-Kabaa-ir wa Akbaruha (II/81-82, Syarh an-Nawawi).
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-‘Ilmu bab Raf’ul ‘Ilmi wa Zhuhuurul Jahli (I/178, dalam al-Fat-hul), Shahiih Muslim kitab al-Ilmi bab Raf’ul ‘Ilmi wa Qabdhahu wa Zhuhuurul Jahli wal Fitan fi Aakhiriz Zamaan (XVI/221, dalam Syarah an-Nawawi), dan Jaami’ at-Tirmidzi, bab Maa Jaa-a fii Asyraatis Saa’ah (VI/448) (no. 2301).
[2]. Lihat at-Tadzkirah (hal. 639), Syarh an-Nawawi Shahiih Muslim (VII/96-97), dan Fat-hul Baari (I/ 179).
[3]. Shahiih Muslim, kitab az-Zakaah, bab Kullu Nau-in minal Ma’ruuf Shadaqah (VII/96, Syarh an-Nawawi).
[4]. Fat-hul Baari (I/179).
[5]. Shahiih Muslim, kitab al-‘Ilmi, bab Raf’ul ‘Ilmi wa Qabdhahu wa Zhuhuurul Jahli wal Fitan (XVI/ 221, Syarh an-Nawawi).
[6]. Shahiih Muslim, (VII/96, Syarh an-Nawawi).
_______
Footnote
[1]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam ash-Shaghiir, dan al-Ausath dari gurunya al-Haitsam bin Khalid al-Mashishi, dan dia dha’if.” Maj’mauz Zawaa-id (VII/325). Al-Albani berkata, “Hasan,” lalu beliau menyebutkan para ulama yang meriwayatkannya, mereka adalah ath-Thabrani dalam al-Ausath, dan adh-Dhiya’ al-Maqdisi. Lihat Shahiih al-Jaami’ish-Shaghiir (V/214) (no. 5775).
[2]. Hadyus Saari Muqaddimah Fat-hul Baari (hal. 481) karya Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani, ditakhrij dan ditash-hih oleh Muhibbuddin al-Khatib, pencetakannya di bawah pengawasan oleh Qushay Muhibbuddin al-Khatib, disebarluaskan dan dibagikan oleh Lembaga Penelitian Ilmiyah dan Fatwa- Riyadh. Baca Juga 7-9. Munculnya Orang Yang Mengaku Sebagai Nabi. Meratanya Rasa Aman. Munculnya Api Hijaj
_______
Footnote
[1]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal). Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan perawinya adalah perawi ash-Shahiih.” Majma’uz Zawaa-id (V/309).
[2]. At-Tuwaijiri berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani.” Al-Haitsami berkata, “Para perawi yang meriwayatkan hadits ini terpercaya.” Ithaaful Jamaa’ah (I/504). Saya telah mencarinya di dalam kitab Majma’uz Zawaa-id akan tetapi saya sama sekali tidak mendapatkan nash ini, dan saya mendapatkan hadits dari Mu’adz bin Jabal, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَقْوَامٌ إِخْوَانُ الْعَلاَنِيَةِ أَعْدَاءُ السِّرِّيْرَةِ، قَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ! كَيْفَ يَكُوْنُ ذلِكَ؟ قَالَ: بِرَغْبَةِ بَعْضِهِمْ إِلىَ بَعْضٍ، وَبِرَهْبَةِ بَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ.
"Di akhir zaman nanti akan ada beberapa kaum yang saling bersaudara secara zhahir, akan tetapi hati mereka saling bermusuhan.’ Dia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana hal itu bisa terjadi?’ Beliau menjawab, ‘Disebabkan kecintaan sebagian dari mereka kepada yang lainnya, dan dengan sebab kebencian sebagian dari mereka kepada yang lainnya.” Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar, dan ath-Thabrani dalam al-Ausath, di dalamnya ada Abu Bakar bin Abi Maryam, hadits ini dha’if.” Ma-jma’uz Zawaa-id (VII/286).
Sumber: https://almanhaj.or.id