PASAL KEEMPAT:
1. Asal Usul Mereka
Sebelum berbicara tentang Ya’-juj dan Ma’-juj kami melihat sangat tepat jika kita berbicara tentang asal mereka, dan apakah yang dimaksud dengan kata Ya’-juj dan Ma’-juj. Lafazh Ya’-juj dan Ma’-juj adalah dua isim ‘Ajam (non Arab), ada juga yang mengatakan berasal dari bahasa Arab. Jika demikian, dua kata ini diambil dari kata (أَجَّتِ النَّارُ أَجِيْجًا) maknanya adalah api yang menyala, atau diambil dari kata (اَلأُجَاجُ), maknanya adalah air mendidih yang amat sangat hingga bergolak (membeku). Ada juga yang mengatakan berasal dari kata (اَلأَجُّ) maknanya ada-lah cepatnya memusuhi. Ada juga yang mengatakan Ma’-juj berasal dari kata (مَاجَ) maknanya adalah goyah. Keduanya dengan wazan (يَفْعُولُ) pada kata Ya’juuj dan dengan wazan (مَفْعُولُ) pada kata kata Ma’-juuj, atau dengan wazan (فَاعُولُ) untuk keduanya. Jika keduanya ini memang berasal dari bahasa Arab. Adapun jika kedua berasal dari bahasa ‘Ajam (non Arab), maka keduanya tidak memiliki kata dasar, karena bahasa ‘Ajam tidak diambil dari bahasa Arab. Mayoritas ulama membaca dengan ungkapan (يَاجُوجُ) dan (مَاجُوجُ) tanpa menggunakan hamzah, yang berarti kedua alifnya sebagai tambahan. Asal kedua kata tersebut adalah (يَجَجَ) dan (مَجَجَ), adapun qira-ah (cara baca al-Qur-an) ‘Ashim menggunakan hamzah yang disukunkan. Semua yang telah disebutkan berkenaan dengan asal kata keduanya menyelarasi (cocok) dengan keadaan mereka, dan pengambilan kata dari lafazh (مَاجَ) yang bermakna goncang, diperkuat oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا
“Kami biarkan mereka (Ya’juj dan Ma’juj) di hari itu berbaur antara satu dengan yang lain…” [Al-Kahfi: 99]
Hal itu terjadi ketika mereka keluar dari dinding.[1] Ya’-juj dan Ma’-juj adalah manusia dari keturunan Adam dan Hawwa Alaihissallam, sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya mereka hanya berasal dari Adam dan bukan dari Hawwa [2]. Hal itu terjadi ketika Adam bermimpi, lalu air maninya bercampur dengan tanah, darinyalah Allah menciptakan Ya’-juj dan Ma’-juj.” Pendapat ini sama sekali tidak berlandaskan dalil, dan tidak disebutkan dalam sumber yang layak diterima perkataannya.[3]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kami sama sekali tidak mengetahui ungkapan seperti ini dari seorang ulama Salaf pun, kecuali dari Ka’ab al-Ahbar, dan ung-kapan ini dibantah oleh hadits marfu’ (yang menyatakan) bahwa mereka ber-asal dari keturunan Nuh, sementara Nuh dari keturunan Hawwa.[4]
Ya’-juj dan Ma’-juj berasal dari keturunan Yafits, nenek moyang bangsa Turk, sementara Yafits dari keturunan Nuh Alaihissallam.[5]
Dalil yang menunjukkan bahwa mereka dari keturunan Adam Alaihissallam adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: يَا آدَمُ! فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ. فَيَقُولُ: أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ؟ قَالَ: وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ فَعِنْدَهُ يَشِيبُ الصَّغِيرُ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا، وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَـا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ. قَالُوا: وَأَيُّنَا ذَلِكَ الْوَاحِدُ؟ قَالَ: أَبْشِرُوا فَإِنَّ مِنْكُمْ رَجُلاً وَمِنْ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ أَلْفًا.
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai Adam!’ Adam menjawab, ‘Aku men-jawab panggilan-Mu, segala kebaikan ada di kedua tangan-Mu.’ Lalu Allah berfirman, ‘Keluarkanlah rombongan penghuni Neraka!’ Dia bertanya, ‘Berapakah jumlah rombongan penghuni Neraka?’ Allah menjawab, ‘Untuk setiap seribu orang ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan.’ Saat itu rambut anak kecil mendadak beruban, setiap orang yang hamil keguguran kandungnya, dan engkau lihat manusia mabuk padahal mereka tidak mabuk, melainkan adzab Allah sangat pedih.’” Para Sahabat ber-tanya, “Siapakah di antara kami yang termasuk satu orang itu?” Nabi menjawab, “Bergembiralah, sesungguhnya satu orang dari kalian dan seribu orang dari Ya’-juj dan Ma’-juj.”[6] Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَنَّ يَأْجُـوْجَ وَمَأْجُوْجَ مِنْ وَلَدِ آدَمَ، وَأَنَّهُمْ لَوْ أُرْسِلُوْا إِلَـى النَّاسِ؛ لأَفْسَدُوْا عَلَيْهِمْ مَعَايِشَهُمْ، وَلَنْ يَمُوْتَ مِنْهُمْ أَحَدٌ؛ إِلاَّ تَرَكَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَلْفًا فَصَاعِدًا.
“Sesungguhnya Ya’-juj dan Ma’-juj dari keturunan Adam, dan sesungguhnya jika mereka diutus kepada manusia, niscaya akan merusak kehidupan mereka, dan tidaklah salah seorang dari mereka mati, kecuali meninggal-kan seribu keturunan dari mereka atau lebih.”[7]
2. Sifat-Sifat Mereka
Adapun sifat-sifat mereka yang telah dijelaskan di berbagai hadits, yakni mereka menyerupai orang-orang yang sejenis dengan mereka dari kalangan bangsa Turk, orang ‘Ajam yang tidak fasih bicaranya, dan bangsa mongol, matanya sipit, berhidung pesek, berambut pirang, berdahi lebar, wajah-wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit, bentuk tubuh dan warna kulit me-reka mirip bangsa Turk.[8] Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Harmalah, dari bibinya, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah sedangkan jari tangan beliau dibalut dengan perban karena tersengat kalajengking, lalu beliau bersabda:
إِنَّكُمْ تَقُوْلُوْنَ لاَ عَدُوَّ، وَإِنَّكُمْ لاَ تَزَالُوْنَ تُقَاتِلُوْنَ عَدُوًّا حَتَّـى يَأْتِيْ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ، عِرَاضُ الْوُجُوْهِ، صِغَارُ الْعُيُوْنِ، شُهْبُ الشَّعَافِ، مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُوْنَ، كَأَنَّ وُجُوْهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ.
‘Sesungguhnya kalian berkata tidak ada musuh sementara kalian senan-tiasa memerangi musuh hingga datang Ya’-juj dan Ma’-juj; bermuka lebar, bermata sipit, berambut pirang, mereka datang dari setiap arah, wajah-wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit.’” [9] Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebagian atsar tentang ciri-ciri mereka, akan tetapi riwayatnya lemah. Di antara yang dijelaskan dalam atsar-atsar tersebut bahwa mereka adalah tiga golongan:
a. Satu golongan dengan tubuh seperti al-‘urz, yaitu nama sebuah pohon yang sangat besar.
b. Satu golongan dengan postur tubuh empat hasta kali empat hasta.
c. Satu golongan dengan telinga mereka yang dapat dipertemukan dengan telinga yang lain. Dan ada pula atsar yang menyebutkan bahwa tinggi mereka satu jengkal dan dua jengkal, dan paling tinggi dari mereka adalah tiga jengkal.[10]
Yang ditunjuki oleh berbagai dalil shahih bahwa mereka adalah orang-orang yang kuat, tidak ada seorang pun sanggup membunuh mereka, dan mustahil jika tinggi mereka itu satu atau dua jengkal.
Dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhuma, bahwa Allah Ta’ala mewahyukan kepada ‘Isa Alaihissallam dengan keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj, dan tidak ada seorang pun yang mampu membunuh mereka. Dan Allah memerintahkan ‘Isa Alaihissallam agar menjauhkan kaum mukminin dari jalan mereka, lalu Dia berkata kepada mereka, “Kumpulkanlah hamba-hamba-Ku ke gunung Thur.”
Hal ini akan dijelaskan dalam pembahasan tentang keluarnya mereka dengan izin Allah Ta’ala.
3. Dalil-Dalil Akan Keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj
Keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj pada akhir zaman adalah salah satu tanda dari tanda-tanda besar Kiamat. Kemunculan mereka telah ditunjuki oleh al-Kitab dan as-Sunnah.
a. Dalil-dalil dari al-Qur-an al-Karim:
1) Allah Ta’ala berfirman:
حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ فَإِذَا هِيَ شَاخِصَةٌ أَبْصَارُ الَّذِينَ كَفَرُوا يَا وَيْلَنَا قَدْ كُنَّا فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا بَلْ كُنَّا ظَالِمِينَ
“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari Berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang kafir. (Mereka berkata,) ‘Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zhalim.” [Al-Anbiyaa’: 96-97]
2) Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam kisah-Nya tentang Dzul Qarnain:
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرً افَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا
“Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain). Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, didapati di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan. Mereka berkata, ‘Wahai Dzul Qarnain, sesungguhnya Ya’-juj dan Ma’-juj itu (makhluk yang berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?’ Dzul Qarnain berkata, ‘Apa yang telah dianugerahkan Rabb-ku kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi.’ Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Dzul Qarnain) berkata, ‘Tiuplah (api itu).’ Ketika besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).’ Maka mereka (Ya’-juj dan Ma’-juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya. Dia (Dzul Qarnain) berkata, ‘(Dinding) ini adalah rahmat dari Rabb-ku, maka apabila janji Rabb-ku sudah datang, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabb-ku itu adalah benar.’ Kami biarkan mereka (Ya’-juj dan Ma’-juj) di hari itu berbaur antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semuanya.” [Al-Kahfi: 92-99]
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Allah memudahkan Dzul Qarnain [1], seorang raja shalih, untuk membangun sebuah dinding besar agar menjadi penghalang bagi Ya’-juj dan Ma’-juj yang telah melakukan kerusakan di muka bumi dan di tengah-tengah manusia. Apabila telah datang waktu yang ditentukan, dan Kiamat telah dekat, maka dinding tersebut akan terbuka dan Ya’-juj dan Ma’-juj akan keluar dengan sangat cepat, dalam jumlah yang sangat banyak, tidak ada seorang pun yang mampu menghadapinya, mereka berbaur di tengah-tengah manusia dan menyebarkan kerusakan di muka bumi. Ini adalah salah satu tanda dekatnya tiupan sangkakala, hancurnya dunia, dan tegaknya Kiamat [2], sebagaimana akan dijelaskan dalam beberapa hadits shahih.
b. Dalil-dalil dari as-Sunnah yang shahih Hadits-hadits yang menunjukkan akan keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj adalah banyak, mencapai derajat mutawatir secara makna, sebagiannya telah disebutkan dan pada kesempatan ini akan kami ungkapkan sebagian dari hadits-hadits tersebut, di antaranya:
1). Diriwayatkan dalam ash-Shahiihain dari Ummu Habibah binti Abi Sufyan, dari Zainab binti Jahsy Radhiyallahu anhuma, bahwasanya pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya dengan kaget, beliau berkata:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ، فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مِثْلُ هَذِهِ (وَحَلَّقَ بإِصْبَعِهِ اْلإِبْهَامَ والَّتِي تَلِيْهَا) فَقَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ: فَقُلْتُ: يَا رَسُـوْلَ اللهِ أََنُهْلِكُ وَفِيْنَا الصَّالِحُوْنَ؟ قَالَ: نَعَمْ، إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ.
Laa ilaaha illallaah, celakalah orang Arab karena kejelekan telah dekat, hari ini dinding penghalang Ya’-juj dan Ma’-juj telah terbuka seperti ini.” (Beliau melingkarkan kedua jarinya; ibu jari dan telunjuknya). Zainab binti Jahsy berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa sementara di antara kami masih ada orang-orang yang shalih?’ Beliau menjawab, ‘Ya, apabila kejelekan merajalela.’” [3]
2). Diriwayatkan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, di dalamnya diungkapkan:
إِذَا أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيْسَى: أَنِّيْ قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِيْ لاَ يَدَانِ لأَحَدٍ بِقِتَالِهمْ، فَحَرِّزْ عِبَادِيْ إِلَى الطُّوْرِ، وَيَبْعَثُ اللهُ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُوْنَ، فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبْرَيَّةَ، فَيَشْرَبُوْنَ مَـا فِيْهَا، وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُوْلُوْنَ: لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ، وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللهِ عِيْسَى وَأَصْحَابُهُ، حَتَّى يَكُوْنَ رَأْسُ الثَّوْرِ لأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِيْنَارٍ لأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ، فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيْسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ فِيْ رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُوْنَ فَرْسَى، كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ؛ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللهِ عِيْسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اْلأَرْضِ فَلاَ يَجِدُوْنَ فِي اْلأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلاَّ مَلأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ، فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيْسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الله، فَيُرْسِلُ اللهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللهُ.
“Ketika Allah mewahyukan kepada ‘Isa, ‘Sesungguhnya Aku telah me-ngeluarkan hamba-hamba-Ku, tidak ada seorang pun dapat mengalahkan-nya, maka kumpulkanlah hamba-hamba-Ku ke gunung Thur, kemudian Allah mengutus Ya’-juj dan Ma’-juj, mereka datang dari setiap tempat yang tinggi. Maka kelompok pertama dari mereka melewati danau Tha-bariyyah, mereka meminum airnya, lalu orang yang belakangan dari mereka berkata, ‘Di danau ini dulu pernah ada airnya.’ Nabiyullah ‘Isa dan para Sahabatnya dikepung, sehingga pada hari itu kepala seekor sapi lebih berharga daripada seratus dinar milik salah seorang dari kalian. Kemudian Nabiyullah ‘Isa dan para Sahabatnya berdo’a kepada Allah, lalu Allah mengutus ulat-ulat pada leher-leher mereka (Ya’-juj dan Ma’-juj), akhirnya mereka semua mati bagaikan satu jiwa yang mati. Kemudian Nabiyullah ‘Isa dan para Sahabatnya turun (dari gunung) ke bumi, dan ternyata mereka tidak mendapati satu jengkal pun di bumi kecuali penuh dengan bau busuk dan bangkai mereka. Selanjutnya Nabiyullah ‘Isa dengan para Sahabatnya berdo’a kepada Allah, maka Allah mengutus sekelompok burung yang lehernya bagaikan leher unta, lalu burung ter-sebut mengambil dan melemparkan bangkai-bangkai itu ke mana saja sesuai dengan kehendak Allah.”[4] Diriwayatkan oleh Muslim.
Dalam riwayat lain ada tambahan -setelah ungkapan- (لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ), “Kemudian mereka berjalan sehingga mereka sampai ke gunung al-khamr, yaitu gunung Baitul Maqdis, lalu mereka berkata, ‘Kita telah membunuh orang-orang yang ada di bumi, marilah kita bunuh makhluk yang ada di langit.’ Lalu mereka melemparkan anak panah mereka ke langit, lalu Allah mengembalikan panah-panah mereka yang telah dilumuri darah.”[5]
3). Dijelaskan dalam hadits Hudzaifah bin Asid Radhiyallahu anhu ketika menguraikan tanda-tanda Kiamat, diungkapkan di antaranya, “Ya’-juj dan Ma’-juj.” [6]
4). Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Ketika malam diisra’kannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berjumpa dengan Ibrahim, Musa, dan ‘Isa Alaihissallam, lalu mereka membicarakan tentang Kiamat… hingga beliau bersabda, ‘Maka mereka mengembalikan pembicaraan kepada ‘Isa.’ (Lalu beliau (‘Isa) menyebutkan terbunuhnya Dajjal, kemudian berkata,) ‘Selanjutnya manusia kembali ke negeri-negeri mereka, lalu dihadang oleh Ya’-juj dan Ma’-juj yang berdatangan dengan cepat dari setiap tempat yang tinggi, mereka tidak akan melewati air kecuali meminumnya, tidak juga melewati sesuatu kecuali menghancurkannya, kemudian mereka (para Sahabat ‘Isa) meminta pertolongan kepadaku, lalu aku berdo’a kepada Allah, maka Allah membinasakan mereka. Selanjutnya bumi menjadi bau karena bangkai mereka, kemudian mereka (para Sahabat ‘Isa) memohon kepadaku, lalu aku berdo’a kepada Allah, akhirnya Allah mengirimkan hujan dari langit yang membawa dan melemparkan jasad-jasad mereka ke lautan.” [7]
5). Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (lalu beliau menuturkan hadits, di dalamnya terdapat ungkapan:)
وَيَخْرُجُوْنَ عَلَـى النَّاسِ، فَيَسْتَقُوْنَ الْمِيَاهُ، وَيَفِرُّ النَّاسُ مِنْهُمْ فَيَرْمُوْنَ بِسِهَامِهِمْ فِي السَّمَاءِ، فَتَرْجِعُ مَخْضَبَةً بِالدِّمَاءِ، فَيَقُوْلُوْنَ: قَهَرْنَا أَهْلَ اْلأَرْضِ وَغَلَبْنَا مَنْ فِـي السَّمَاءِ قُوَّةً وَعُلُوًّا. قَالَ: فَيَبْعَثُ اللهُ عَلَيْهِمْ نَغَفًا فِـي أَقْفَائِهِمْ. قَالَ: فَيُهْلِكُهُمْ، وَالَّذِيْ نَفْسِى مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ دَوَابَّ اْلأَرْضِ لَتَسْمَنُ وَتَبْطَرُ وَتَشْكُـرُ شَكَرًا، وَتَسْكُـرُ سَكَرًا مِنْ لُحُوْمِهِمْ.
“Dan mereka keluar menuju manusia, maka mereka mengambil air dan manusia lari menjauhi mereka. Mereka melemparkan panah-panah mereka ke langit, lalu (panah-panah tersebut) kembali dengan penuh darah, mereka berkata, ‘Kita telah mengalahkan penghuni bumi dan telah mengungguli kekuatan dan ketinggian orang-orang yang ada di langit.’” Beliau bersabda, “Lalu Allah Azza wa Jalla mengutus ulat-ulat di leher-leher mereka.” Beliau bersabda, “Allah menghancurkan mereka. Demi Rabb yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya binatang-binatang bumi menjadi gemuk, penuh lemak dan susu, dan mabuk karena memakan daging mereka.”[8]
4. Dinding Ya’-juj dan Ma’-juj
Dzul Qarnain membangun dinding Ya’-juj dan Ma’-juj untuk menghalangi antara mereka dan tetangga mereka yang telah meminta pertolongan kepada Dzul Qarnain dari kejahatan Ya’-juj dan Ma’-juj.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam al-Qur-an al-Karim:
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
“Mereka berkata, ‘Wahai Dzul Qarnain, sesungguhnya Ya’-juj dan Ma’-juj itu (makhluk) yang berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?’ Dzul Qarnain berkata, ‘Apa yang telah dianugerahkan Rabb-ku kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.’” [Al-Kahfi: 94-95]
Ayat ini mengisahkan pembangunan dinding tersebut, adapun tempatnya berada di sebelah timur [1], sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ
“Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur)….” [Al-Kahfi: 90]
Tempat dinding penghalang tersebut tidak diketahui tempatnya dengan pasti. Sebagian raja dan para ahli sejarah berusaha untuk mengetahui tempat-nya, di antaranya adalah Khalifah al-Watsiq [2], beliau pernah mengutus beberapa gubernurnya bersama pasukan infantri untuk pergi guna melihat dinding tersebut, menelitinya dan menjelaskan kepadanya ketika kembali. Maka mereka menelusuri dari suatu negeri ke negeri lain, dan satu kerajaan ke kerajaan lainnya hingga mereka sampai kepadanya, dan melihat dinding tersebut yang terbuat dari besi juga timah. Mereka menyebutkan bahwa mereka melihat sebuah pintu yang sangat besar dengan kuncinya yang sangat besar, demikian pula mereka melihat susu-susu dan madu pada sebuah benteng di sana, dan dijaga oleh para penjaga dari kerajaan-kerajaan yang berbatasan dengannya, dan dinding tersebut sangat tinggi sekali, tidak dapat didaki juga gunung-gunung yang ada di sekitarnya tidak dapat didaki. Setelah itu mereka kembali ke negeri mereka, setelah mengembara lebih dari 2 tahun, dan menyaksikan banyak keajaiban.”[3]
Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya, akan tetapi beliau tidak menyebutkan sanadnya, maka hanya Allah-lah yang mengetahui kebenaran kisah tersebut.
Dan yang ditunjukkan dari beberapa ayat terdahulu bahwa dinding tersebut dibangun di antara dua gunung, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ
“Hingga apabila dia telah sampai di antara dua gunung….” [Al-Kahfi: 93]
(اَلسَّدَّانَ) maknanya adalah dua gunung yang berhadapan, kemudian Allah berfirman:
حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ
“… Hingga apabila potongan besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu….” [Al-Kahfi: 96]
Maknanya adalah apabila telah sama rata dengan kedua puncak gunung [4]. Dinding itu dibuat dengan menggunakan potongan-potongan besi, kemudian cairan timah dituangkan di atasnya sehingga menjadi sebuah penutup yang sangat kuat.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku telah melihat sebuah dinding bagaikan kain yang bergaris.” Rasul berkata, “Engkau telah melihatnya.”[5]
Sayyid Quthub berkata, “Ditemukan sebuah dinding penghalang di dekat kota Tirmidz [6] yang terkenal dengan pintu besi, di awal abad ke-15 Masehi. Seorang ilmuan Jerman yang bernama Sild Berger pernah melewatinya dan mengabadikannya dalam bukunya, demikian pula seorang ahli sejarah dari Spanyol Kla Pejo di dalam perjalannya pada tahun 1403 M, dan beliau berkata, ‘Penutup kota pintu besi ada di jalan antara Samarkan dan India….’ Bisa saja dinding penghalang tersebut adalah dinding penghalang yang dibangun oleh Dzul Qarnain.’” [7]
Kami katakan: Barangkali dinding penghalang ini hanya sekedar pagar-pagar yang mengelilingi kota Tirmidz, seperti yang dikatakan oleh Yaqut al-Hamawi dalam kitabnya Mu’jamul Buldaan dan bukan dinding penghalang yang dibangun oleh Dzul Qarnain.”
Demikian pula, tidak penting bagi kami menentukan tempat dinding penghalang tersebut dalam pembahasan ini. Bahkan kita harus berhenti sesuai dengan yang Allah kabarkan kepada kita semua.
Demikian pula yang diterang-kan dalam berbagai hadits shahih, yaitu bahwa dinding Ya’-juj dan Ma’-juj itu masih ada hingga datang waktu yang telah ditentukan untuk dirobohkan, kemudian disusul dengan keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj, hal itu terjadi ketika Kiamat telah dekat, sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Ta’ala:
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا
“Dzul Qarnain berkata, ‘(Dinding) ini adalah rahmat dari Rabb-ku, maka apabila janji Rabb-ku sudah datang. Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabb-ku itu adalah benar.’ Kami biarkan mereka (Ya’-juj dan Ma’-juj) di hari itu berbaur antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya.” [Al-Kahfi: 98-99]
Dalil yang menunjukkan bahwa dinding penghalang tersebut belum dihancurkan adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dinding penghalang itu, beliau bersabda:
يَحْفُرُونَهُ كُلَّ يَوْمٍ حَتَّى إِذَا كَادُوا يَخْرِقُونَهُ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَداً. قَالَ: فَيُعِيدُهُ اللهُ كَأَمْثَلِ مَا كَانَ حَتَّى إِذَا بَلَغَ مُدَّتَهُمْ وَأَرَادَ اللهُ أَنْ يَبْعَثَهُمْ عَلَى النَّاسِ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَداً إِنْ شَاءَ الله، وَاسْتَثْنَى. قَالَ: فَيَرْجِعُونَ هُوَ كَهَيْئَتِهِ حِينَ تَرَكُوهُ، فَيَخْرِقُونَهُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى النَّاسِ فَيَسْتَقُونَ الْمِيَاهَ، وَيَفِرُّ النَّاسُ مِنْهُمْ.
Mereka melubangi setiap hari, hingga ketika mereka hampir saja melubanginya, maka pemimpin di antara mereka berkata, ‘Kembalilah, esok hari kalian akan melubanginya.’” Rasul bersabda, “Lalu Allah mengembalikannya tokoh seperti semula, sehingga ketika mereka telah mencapai waktunya, dan Allah berkehendak untuk mengutus mereka kepada manusia, maka orang yang memimpin mereka berkata, ‘Kembalilah, esok hari insya Allah (dengan izin Allah) kalian akan melubanginya.’ Dia mengucapkan istisna (insya Allah).” Nabi bersabda, “Lalu mereka kembali sementara penutup tersebut tetap dalam keadaan ketika mereka tinggalkan, akhirnya mereka dapat melubanginya dan keluar ke tengah-tengah manusia, kemudian mereka meminum air dan manusia lari dari mereka.” [8]
Adapun hadits yang terdapat dalam ash-Shahiihain -seperti yang telah dijelaskan- bahwa dinding penghalang itu telah terbuka sedikit, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kaget karenanya.
Al-Ustadz Sayyid Quthub rahimahullah melihat dari sisi tarjiih bukan dari sisi yang yakin bahwa janji Allah untuk membuka penutup itu telah terjadi, dan Ya’-juj dan Ma’-juj telah keluar, mereka adalah bangsa Tatar yang muncul pada abad ke-7 Hijriyyah. Mereka telah menghancurkan kerajaan-kerajaan Islam dan hidup di muka bumi untuk melakukan kerusakan.[9]
Al-Qurthubi rahimahullah mengomentari bangsa Tatar ini dengan ungkapannya, “Dan telah keluar sebagian dari mereka -bangsa Turk- pada zaman ini, kaum-kaum yang tidak dapat dihitung kecuali oleh Allah, dan tidak ada yang dapat mengusir mereka dari kaum muslimin kecuali Allah, sehingga mereka seperti Ya’-juj dan Ma’-juj atau sebagai pembuka bagi kedatangan mereka.” [10]
Munculnya bangsa Tatar terjadi pada masa al-Qurthubi, beliau mendengar berbagai kerusakan dan pembunuhan yang mereka lakukan, lalu beliau mengira bahwa mereka adalah Ya’-juj dan Ma’-juj atau pembuka bagi keluar-nya Ya’-juj dan Ma’-juj.
Akan tetapi yang termasuk ke dalam tanda-tanda besar Kiamat -yaitu keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj di akhir zaman- belum terjadi sampai sekarang, karena hadits-hadits shahih menunjukkan bahwa kemunculan mereka terjadi setelah turunnya ‘Isa Alaihissallam. Beliaulah yang berdo’a kepada Allah untuk kehancuran mereka, sehingga Allah menghancurkan mereka, kemudian melemparkan mereka ke lautan, serta mengamankan negeri-negeri juga hamba-hamba-Nya dari kejahatan mereka.
BACA SERIAL TANDA-TANDA KECIL KIAMAT:
- Tanda kecil Kiamat Bagian Pertama
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedua
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketiga
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keempat
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kelima
- Tanda kecil Kiamat Bagian Keenam
- Tanda kecil Kiamat Bagian Ketujuh
- Tanda kecil Kiamat Bagian Kedelapan
BACA SERIAL TANDA-TANDA BESAR KIAMAT:
- Tanda Besar Kiamat Al-Mahdi
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dajjal
- Tanda Besar Kiamat Turunnya nabi 'Isa 'Alaihissalam
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Ya'juj wa Ma'juj
- Tanda Besar Kiamat Penenggelaman kedalam bumi
- Tanda Besar Kiamat Munculnya Asap
- Tanda Besar Kiamat Terbitnya Matahari dari barat
- Tanda Besar Kiamat Keluarnya Dabbah dari perut bumi
- Tanda Besar Kiamat Adanya Api dari Yaman yang mengumpulkan manusia
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab Lisaanul ‘Arab (II/206-207), Tartiibul Qaamus al-Muhitah (I/115-116), Fat-hul Baari (XIII/106), dan Syarah an-Nawawi untuk Shahiih Muslim (XVIII/3).
[2]. Lihat Fataawa al-Imam an-Nawawi yang dinamakan kitab al-Masaa-ilul Mantsuurah (hal. 116-117, disusun oleh muridnya Ala-uddin al-Aththar), disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam al-Fat-h (XIII/ 107) dan beliau menisbatkannya kepada an-Nawawi, beliau berkata, “Dan disebutkan dalam kitab Fataawaa Imam Nawawi.”
[3]. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/152-153) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Fat-hul Baari (XIII/107).
[5]. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/-153).
[6]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Anbiyaa’, bab Qishshatu Ya’-juuj wa Ma’-juuj (VI/382, al-Fat-h).
[7]. Minhatul Ma’buud fi Tartiib Musnad ath-Thayalisi, kitab al-Fitan wa ‘Alaamatus Saa’ah, bab Dzikru Ya’-juuj wa Ma’-juuj (II/219-Tartib Syaikh Ahmad ‘Abdurrahman al-Banna) cet. II, th. 1400 H, al-Maktabah al-Islamiyyah, Beirut. Al-Hakim meriwayatkan sebagian darinya dalam al-Mustadrak (IV/490), beliau berkata, “Ini adalah hadits shahih dengan syarat asy-Syaikhani, akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya,” dan di-sepakati oleh adz-Dzahabi. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabiir dan al-Ausath dan para perawinya tsiqat.” Majma’uz Zawaa-id (VIII/6). Ibnu Hajar berkata, “Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Hamid dengan sanad yang shahih dari ‘Abdullah bin Salam dengan semisalnya.” Fat-hul Baari (XIII/107). Dan Ibnu Katsir menyebutkan riwayat ath-Thabrani untuk hadits ini, kemudian beliau berkata, “Ini adalah hadits gharib, dan bisa jadi dari perkataan ‘Abdullah bin ‘Amr dari dua Sahabatnya. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/154) tahqiq Dr Thaha Zaini.
[8]. Lihat An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/153) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[9]. Musnad Imam Ahmad (V/271, dengan catatan pinggir kitab Muntakhah al-Kanz). Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan ath-Thabrani, perawi keduanya adalah perawi ash-Shahiih.” Majma’uz Zawaa-id (VIII/6).
[10]. Lihat Fat-hul Baari (XIII/107). Ibnu Katsir telah mengingkari sifat-sifat ini, beliau berkata, “Sesungguhnya orang yang mengatakan bahwa ini adalah sifat-sifat mereka, maka dia telah berkata tanpa ilmu mereka,” dan beliau berkata, “Tanpa dilandasi dengan dalil,” an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/153)
_______
Footnote
[1]. Dzul Qarnain, para ulama berbeda pendapat tentang nama aslinya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa namanya adalah ‘Abdullah bin adh-Dhahhak bin Ma’d. Ada juga yang mengatakan Mush’ab bin ‘Abdillah bin Qinan bin al-Uzd, kemudian dari Qahthan ada juga yang mengatakan tidak demikian. Dinamakan Dzul Qarnain karena dia telah mencapai daerah timur dan barat, yaitu daerah muncul dan terbenamnya tanduk syaitan, ada juga yang mengatakan tidak demikian. Dia adalah seorang hamba yang beriman lagi shalih, dia bukanlah Dzul Qarnain al-Iskandari al-Maqduni al-Misri yang kafir, dia datang lebih akhir setelah Dzul Qarnain yang diungkapkan dalam al-Qur-an, jarak waktu di antara keduanya lebih dari 2000 tahun. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (II/102-106), dan Tafsiir Ibni Katsir (V/185-186).
[2]. Lihat Tafsiir ath-Thabari (XVI/15-28, XVII/87-92), Tafsiir Ibni Katsir (V/191-196, V/366-372), dan Tafsiir al-Qurthubi (XI/341-342).
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Anbiyaa’, bab Qishshatu Ya’-juj wa Ma’-juj (VI/381, al-Fat-h), dan kitab al-Fitan (XIII/106, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/2-4, Syarh an-Nawawi).
[4]. Shahiih Muslim, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/68-69, Syarh an-Nawawi).
[5]. Shahiih Muslim, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/70-71, Syarh an-Nawawi).
[6]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/27, Syarh an-Nawawi).
[7]. Mustadrak al-Hakim (IV/488-489), al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih, akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi di dalam kitab Talkhish. Dan diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad (IV/189-190, no. 3556), tahqiq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.” Al-Albani berkata, “Dha’if.” Lihat Dha’iif al-Jaami’ish Shaghiir (V/20-21, no. 4712). Kami katakan: Beberapa hadits memperkuat hadits ini sehingga menjadikannya shahih. Wallaahu a’lam.
[8]. Sunan at-Tirmidzi, bab-bab Tafsiir, Suuratul Kahfi (VIII/597-599), at-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib,” dan Sunan Ibni Majah, kitab al-Fitan (II/1364-1365, no. 4080), tahqiq Syaikh Muhammad Fu-ad ‘Abdul Baqi. Dan diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (IV/488), beliau berkata tentangnya, “Hadits shahih dengan syarat asy-Syaikhaini, akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya,” dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h (XIII/109), “Perawinya adalah perawi ash-Shahiih hanya saja Qatadah adalah Mudallis.” Akan tetapi dijelaskan dalam riwayat Ibnu Majah bahwasanya Qatadah secara jelas menerangkan bahwa dia mendengarkannya dari gurunya, Abu Rafi’. Dan dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (II/265-266, no. 2272).
_______
Footnote
[1]. Lihat Tafsiir Ibni Katsir (V/191).
[2]. Beliau adalah seorang khalifah zaman ‘Abbasiyyah, namanya Harun bin Muhammad al-Mu’tashim bin Harun ar-Rasyid, dibai’at menjadi khalifah pada umur 26 tahun, dan wafat pada tahun 232 H di jalan Makkah ketika berusia 36 tahun. Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (X/308).
[3]. Tafsiir Ibni Katsir (V/193).
[4]. Lihat Tafsiir Ibni Katsir (V/191-192).
[5]. HR. Al-Bukhari secara mu’allaq di dalam Shahiihnya, pada bab Qishshatu Ya’-juj wa Ma’-juj (VI/381, al-Fat-h).
[6]. (Tirmidz) Yaqut berkata, “Sebuah kota yang terkenal dan merupakan salah satu kota besar, terletak di sisi sungai Jaihun dari sebelah timur, dikelilingi oleh pagar dan pasar-pasarnya yang ramai dengan perdagangan, dialah kota dinisbatkan kepadanya al-Imam Abu ‘Isa at-Tirmidzi penulis kitab al-Jaami’ush Shahiih dan al-‘Ilal. Mu’jamul Buldaan (II/26-27).
[7]. Tafsiir azh-Zhilal (IV/2293), dan lihat Asyraathus Saa’ah wa Asraaruha (hal. 75), karya Muhammad Salamah Jabr, cet. Syarikat asy-Syia’, Kuwait, cet. I, th. 1401 H.
[8]. HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim, telah diungkapkan takhrijnya sebelum ini, hadits ini shahih. Lihat hal. 158.
[9]. Lihat Fii Zhilaaliil Qur-aan (IV/2293-2294).
[10]. Tafsiir al-Qurthubi (XI/58).
Sumber: https://almanhaj.or.id/