Type Here to Get Search Results !

 


AL-'ALIM, AL-KHABIR, AL-LATIF

 

Al-‘Alim (الْعَلِيمُ) – Yang Maha Berilmu

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Nama Allah Subhanahu wa ta’ala Al-‘Alim datang dalam beberapa bentuk lafal, di antaranya seperti عَالِمٌعَلَّامٌ, dan yang paling banyak adalah lafal الْعَلِيْمُ, bahkan disebutkan lebih dari 150 kali di dalam Al-Quran. Arti dari nama Allah Al-‘Alim adalah Yang Maha Berilmu. Adapun berbicara tentang makna الْعَلِيْمُ, maka ada beberapa makna di antaranya:

    Yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui segala sesuatu

Ayat di dalam Al-Quran yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui sangatlah banyak. Di antaranya seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan Dia Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)

وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)

وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Dan (agar kamu mengetahui bahwa) ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“(Malaikat pemikul ‘Arsy berkata) Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama-Mu) dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala.” (QS. Ghafir: 70)

Beberapa ayat yang kita sebutkan di atas, semuanya datang dalam lafal كُلُّ شَيْءٍ, dan ini memberikan faedah kemumuan, bahwasanya ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala meliputi segala sesuatu tanpa terkecuali.

Mengapa dikatakan ilmu Allah meliputi segala sesuatu? Maka ada beberapa sebab,

    Karena sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala mencipta segala sesuatu, Allah Subhanahu wa ta’ala sudah menakdirkan atau merencanakan terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengetahui segala sesuatu tersebut. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al-Qamar: 49)

Oleh karenanya wajar kalau Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui segala sesuatu, karena sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan, Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengetahui segala sesuatu tersebut.

    Karena sudah merupakan konsekuensi bahwa yang mencipta tahu tentang ciptaannya. Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan kita semua, maka konsekuensinya adalah Allah tentu tahu segala hal yang berkaitan dengan kita. Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan alam semesta, maka Allah Subhanahu wa ta’ala juga tahu apa yang ada di alam semesta, karena semua adalah ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan dalam firman-Nya,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Kemudian juga dalam ayat yang telah kita sebutkan, yaitu di akhir surah Ath-Thalaq, dimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

Demikianlah konsekuensi Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai pencipta seluruh apa yang ada di alam semesta ini. Bahkan kita katakan konsekuensi itu bukan hanya bagi Allah, bahkan bagi manusia pun demikian. Bukankah seseorang yang membuat kue tahu tentang apa yang bikin? Dia tahu cara membuatnya, dia tahu campuran dari adonannya, bahkan dia tahu rasanya setelah jadi akan seperti apa. Demikianlah Allah Subhanahu wa ta’ala, ketika Dia yang menciptakan segala sesuatu, maka sangat wajar apabila Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui segala sesuatu tersebut.

    Yaitu ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala meliputi segala sesuatu

Di antara makna nama Allah Subhanahu wa ta’ala Al-‘Alim (الْعَلِيْمُ) yaitu ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala meliputi segala sesuatu. Cakupan ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala tersebut meliputi beberapa sisi di antaranya:

  1.     Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui sebelum terjadinya sesuatu
  2.     Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui yang telah terjadi
  3.     Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui yang sedang terjadi
  4.     Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui yang akan terjadi
  5.     Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui sesuatu yang tidak terjadi, dan bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala juga mengetahui seandainya hal tersebut terjadi. Untuk poin ini, ada banyak dalil yang menyebutkan akan hal ini. Di antaranya seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا خِلَالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

“Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka (orang-orang munafik) tidak akan menambah (kekuatanmu), malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu); sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah: 47)

Demikian juga Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Mereka itu sungguh pendusta.” (QS. Al-An’am: 28)

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

“Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Anbiya’: 22)

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَأَسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

“Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka, tentu Dia jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka berpaling, sedang mereka memalingkan diri.” (QS. Al-Anfal: 23)

Inilah beberapa ayat yang menyebutkan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala tahu apa yang tidak terjadi, dan bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala tahu bagaimana hal tersebut jika terjadi, hanya saja Allah kehendaki untuk tidak terjadi.

Inilah beberapa poin yang harus kita perhatikan berkaitan cakupan ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala.

    Yaitu ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala berbeda dengan ilmu makhluk-Nya

Perbedaan antara ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala dengan ilmu makhluk tentu sangatlah banyak. Beberapa di antaranya sebagai berikut,

    Ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala tidak kenai oleh lupa dan lalai, adapun makhluk ilmunya terkena lupa dan lalai. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan Nabi Musa ‘alaihissalam,

عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى

“Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauhul Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa.” (QS. Thaha: 52)

    Ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala tidak melalaikan satu ilmu dengan yang lainnya. Maksudnya adalah, misalnya manusia memiliki 100 ilmu, ketika manusia berbicara tentang satu ilmu maka 99 ilmu lainnya tidak kita bisa fokus terhadapnya, kita hanya bisa fokus pada satu ilmu, adapun Allah Subhanahu wa ta’ala bisa mengetahui semua ilmu tanpa melalaikan satu ilmu pun karena Dia Maha Berilmu.

Faedah

Faedah dari mempelajari bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Berilmu antara lain adalah kita akan semakin takut kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk bermaksiat karena meyakini bahwasanya  Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui segala sesuatu. Oleh karenanya sebagaimana telah kita sebutkan bahwasanya Syaikh Al-Amin Asy-Syinqithi menyebutkan bahwasanya perkara paling besar yang mampu membuat orang jera bermaksiat adalah kalau seseorang yakin bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui segala apa yang kita kerjakan. Sesungguhnya seseorang berani bermaksiat itu karena kurangnya keimanan terkait nama Allah Subhanahu wa ta’ala ini. Oleh karenanya dalam suatu riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali, ada seorang wanita yang diajak oleh seorang laki-laki untuk berzina di padang pasir, maka laki-laki tersebut berkata,

مَا يَرَانَا إِلَّا الْكَوَاكِبُ

“Tidak ada yang melihat kita kecuali bintang-bintang.”

Maka sang wanita tersebut berkata,

أَيْنَ مُكَوْكِبُهَا؟

“Di mana pencipta bintang-bintang tersebut?”[1]

Oleh karenanya, inilah faedah utama dari meyakini bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Berilmu.

_____

Footnote:

[1] Jami’ al-‘Ulum wa Al-Hikam (1/409).

Sumber Pertama

Al-Khabir (الْخَبِيْرُ) – Yang Maha Mengetahui yang detail

Nama Allah Subhanahu wa ta’ala Al-Khabir (الْخَبِيْرُ) artinya adalah Maha Mengetahui yang detail. Jadi, kalau kita mau mengklasifikasikan, maka Al-‘Alim (الْعَلِيمُ) adalah umum, adapun Al-Khabir (الْخَبِيْرُ) lebih khusus. Al-Khabir merupakan bagian daripada Al-‘Alim, tapi Al-Khabir biasanya dikhususkan kepada perkara-perkara yang detail. Al-Khabir (الْخَبِيْرُ) dalam secara bahasa diambil dari kata الْخِبْرَةُ, yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah ahli atau pakar, karena para ahli atau pakarlah yang mengetahui sesuatu secara detail.

Telah kita jelaskan pada pembahasan nama Allah Al-‘Alim, bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui segala sesuatu karena Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

“Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (QS. Al-An’am: 59)

Sederhananya, Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui semua daun yang berguguran karena Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan daun tersebut. Maka coba bayangkan, ada berapa banyak jumlah pohon dan daun-daunnya di dunia ini? Tentunya jumlahnya banyak sekali, bahkan dibandingkan dengan manusia jumlah daun jauh lebih banyak. Maka satu daun saja yang jatuh berguguran dari setiap pohon di atas muka bumi ini, Allah Subhanahu wa ta’ala tahu bagaimana jatuhnya, di mana letak jatuhnya, semuanya Allah Subhanahu wa ta’ala ketahui tentang daun tersebut. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala tahu tentang seluruh makhluk-Nya, tahu tentang hewan-hewan di dasar laut, tahu tentang makhluk yang di dalam lubang-lubang bumi, karena semua adalah ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala, dan karena Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Al-Khabir.

Oleh karenanya, demikian pula manusia, kita ini diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Yang menciptakan mata kita adalah Allah Subhanahu wa ta’ala, yang menciptakan lisan kita adalah Allah Subhanahu wa ta’ala, yang menciptakan jantung (hati) kita adalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka jika Allah-lah yang menciptakan itu semua, maka Allah Subhanahu wa ta’ala tentu tahu gerak-gerik itu semua. Tentang mata, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Quran,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

Al-Khabir dan Al-‘Alim asalnya artinya sama saja, namun para ulama menyebutkan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata خَبِيرٌ ketika berbicara tentang pandangan karena masalah pandangan adalah perkara yang tidak ada yang tahu kecuali diri kita sendiri dan Allah Subhanahu wa ta’ala saja. Misalnya kita sedang mengobrol dengan seseorang, kemudian mata kita melirik wanita yang lewat, teman kita mungkin tidak tahu dengan apa yang kita lakukan, tapi Allah Subhanahu wa ta’ala tahu bahwa kita telah melirik wanita. Atau mungkin dalam suatu kesempatan kita sedang berkumpul dengan istri dan anak kita, lalu misalnya kita membuka sesuatu yang haram pada gawai kita, mungkin istri dan anak kita tidak tahu dengan apa yang kita lakukan di gawai kita, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala tahu kita sedang melihat apa pada gawai tersebut. Oleh karenanya hendaknya orang-orang yang beriman berhati-hati, karena semua yang dilihat oleh mata diketahui oleh Allah Subhanahu wa ta’ala secara detail, karena Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah menciptakan mata. Bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ

“Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata?” (QS. Al-Balad: 8)

Demikian pula dengan lisan kita, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman pada ayat berikutnya,

وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ

“Dan (Bukankah Kami telah menjadikan untuknya) lidah dan sepasang bibir?” (QS. Al-Balad: 9)

Maka apa yang lisan kita katakan itu diketahui oleh Allah Subhanahu wa ta’ala secara detail, apalagi Allah memberi tugas kepada malaikat untuk mencatat perkataan manusia. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

Demikian pula gerak-gerik hati seseorang, Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui secara detail. Allah Subhanahu wa ta’ala apakah seseorang itu ikhlas atau riya, apakah seseorang itu sombong atau tawadhu, Allah Subhanahu wa ta’ala tahu itu semua meskipun kita sembunyikan dalam relung hati yang paling dalam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghafir: 19)

Bahkan dalam banyak ayat Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan,

وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali-‘Imran: 154)

Jika seseorang mengatakan bahwa dirinya ikhlas akan tetapi ternyata riya’, Allah Subhanahu wa ta’ala tahu akan hal tersebut. Jika seseorang mengatakan sesuatu dengan lisannya namun dia menyembunyikan sesuatu dalam dirinya, Allah Subhanahu wa ta’ala juga tahu akan hal tersebut. Kenapa Allah Subhanahu wa ta’ala tahu segalanya? Karena Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Al-Khabir, Maha Mengetahui yang detail. Oleh karenanya seseorang hendaknya waspada apabila dia hendak bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Al-Khabir.

Faedah

Ada beberapa faedah yang bisa kita dapatkan dari beriman kepada nama Allah Al-Khabir, di antaranya:

    Kita akan lebih mudah ikhlas dalam beribadah dan tidak khawatir akan berkurangnya pahala

Dengan kita tahu bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Melihat, maka kita akan lebih ikhlas dalam beramal, karena kita tahu bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala itu Al-Khabir, niat baik kita diketahui oleh-Nya meskipun tidak ada satu pun orang yang mengakuinya, kita tidak akan merasa khawatir. Meskipun kita tidak mengungkapkan niat kita dalam sebuah status di media sosial, meskipun kita tidak ungkapkan dalam sebuah forum, tapi Allah Subhanahu wa ta’ala tahu isi hati kita, maka ini menjadikan kita bisa lebih ikhlas karena kita tidak butuh pengakuan dari orang lain.

    Kita akan lebih waspada untuk tidak bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala

Beriman bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala itu Al-Khabir, maka akan menjadikan kita semakin waspada untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena yakin bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui dosa-dosa kita secara detail. Bukankah Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,

وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

“Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra’: 17)

Kemudian juga dalam surah Luqman, Luqman menasihati anaknya dengan berkata,

يَابُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Lukman berkata) Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.” (QS. Luqman: 16)

Kemudian juga Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan dalam firman-Nya yang lain,

إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

“Sungguh, Tuhan mereka pada hari itu Maha Teliti terhadap keadaan mereka.” (QS. Al-‘Adiyat: 11)

Yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala tahu keadaan manusia pada hari kiamat secara detail untuk membalas secara detail. Para ulama menjelaskan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala sebenarnya tahu keadaan hamba-Nya dunia dan akhirat, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan secara khusus bahwasanya Dia mengetahui secara detail pada hari kiamat karena Allah Subhanahu wa ta’ala juga membalas secara detail baik kebaikan dan kemaksiatan.

    Mengetahui bahwasanya Allah Al-Khabir akan menjadikan kita tenang dan husnuzan kepada-Nya atas segala keputusan-Nya

Allah Subhanahu wa ta’ala ketika menetapkan sesuatu bukan untuk sekadar main-main, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala adalah pakar, Dia tahu tentang apa yang Dia takdirkan. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak seperti para pakar yang kita ketahui, yang mereka butuh beberapa kali praktik percobaan untuk mencapai hasil yang sempurna, tidak. Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Detail, Dia tahu dengan apa yang Dia lakukan, karena Dia adalah Al-Khabir. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Teliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 27)

Oleh karenanya ketika kita beriman bahwasanya Allah adalah Al-Khabir, maka kita akan husnuzan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Seberapa banyak rezeki yang kita dapatkan akan menjadikan kita tenang, karena kita tahu bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala tahu yang terbaik untuk kita, karena Dia adalah ahlinya (pakar). Kita juga tidak pernah tahu apakah kalau kita mendapatkan rezeki yang lebih banyak bisa menjadikan kita lebih baik atau malah jadi semakin kacau. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

“Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra’: 30) 

https://bekalislam.firanda.com/

Al-Lathif

Dalil Nama Allah Al-Lathif

Mahalembut terhadap hamba-Nya, Maha Mengetahui hal-hal yang lembut. Itulah al-Lathif, salah satu asmaul husna. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan nama ini dalam firman-Nya,

لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui.” (al-An’am: 103)

أَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); sedangkan Dia Mahalembut lagi Maha Mengetahui?” (al-Mulk: 14)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah menyebutkan nama Allah al-Lathif dalam sebuah hadits,

مَا لَكِ يَا عَائِشَةُ حَشْيَا رَابِيَةً؟ قَالَتْ: لَا. قَالَ: لَتُخْبِرِنِّي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Wahai Aisyah, ada apa denganmu? Napasmu tampak terengah-engah.”

Aisyah menjawab, “Tidak.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, “Engkau harus mengabarkan kepadaku atau Allah akan mengabariku, Yang Maha Mengetahui hal-hal yang lembut dan Maha Berilmu.” (Sahih, HR. an-Nasai dan yang lain, dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani)

Arti Nama Allah Al-Lathif

Penulis kitab an-Nihayah berkata,

“Pada nama Allah al-Lathif terkumpul arti/makna kelembutan dalam bab perbuatan, dalam bab ilmu terhadap maslahat-maslahat yang lembut, serta menyampaikannya kepada makhluk-Nya yang Allah takdirkan untuk memperolehnya. Ungkapan,

لَطَفَ بِهِ وَلَهُ

Maknanya ialah berbuat lembut padanya. Adapun ungkapan لَطُفَ dengan harokat dhammah pada huruf tha’, maknanya ialah kecil atau lembut.”

Ar-Raghib rahimahullah berkata,

“(Dalam bahasa Arab,) sesuatu yang tidak dapat ditangkap dengan indra terkadang diungkapkan dengan kata al-latha’if. Bisa jadi, dari sisi inilah Allah subhanahu wa ta’ala disifati dengan nama al-Lathif. Artinya, Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui hal-hal yang lembut. Bisa jadi pula, maknanya ialah Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya dalam hal memberikan hidayah kepada mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ لَطِيفُۢ بِعِبَادِهِۦ

“Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya.” (asy-Syura: 19)

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَآءُ

“Sesungguhnya Rabbku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Yusuf: 100)

Dengan demikian, Allah Mahalembut terhadap hamba-Nya dalam urusan-urusan yang ada dalam diri hamba tersebut–yang terkait langsung dengan dirinya—dan lembut terhadapnya pada urusan-urusan yang di luar dirinya. Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menggiring hamba-Nya menuju hal yang menjadi maslahat baginya, dari arah yang hamba itu sendiri tidak merasa. Ini adalah buah dari pengetahuan Allah, rahmat-Nya, dan kemurahan-Nya.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa nama ini memiliki dua makna.

    Bermakna al-Khabir.

Artinya, ilmu-Nya meliputi hal-hal yang rahasia, yang tersembunyi, yang tersimpan dalam dada, dan segala sesuatu yang lembut. Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui segala sesuatu yang mungkin bagi-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang terlewat dari ilmu Allah subhanahu wa ta’ala dan pengetahuan-Nya.

    Kelembutan-Nya terhadap hamba-Nya dan wali-Nya yang ingin Dia beri karunia, meliputinya dengan kelembutan-Nya dan kemurahan-Nya, mengangkatnya ke derajat yang tinggi, memberikan kemudahan untuknya, dan menjauhkan-Nya dari kesulitan.

Karena itu, mengalirlah pada dirinya berbagai ujian dan berbagai ragam cobaan—yang Allah ketahui mengandung maslahat, kebahagiaan, dan akibat yang baik baginya, di dunia dan akhirat. Misalnya, Allah subhanahu wa ta’ala menguji para nabi dengan gangguan dari kaumnya kepada mereka dan dengan jihad di jalan-Nya. Allah menguji para wali-Nya dengan sesuatu yang mereka benci agar Dia memberi mereka apa yang mereka sukai.

Inilah makna ucapan Ibnul Qayyim, “Maka dari itu, Allah memperlihatkan kepadamu kemuliaan-Nya,” yakni mengujimu melalui sesuatu yang tidak engkau sukai; serta “Dia tampakkan kelembutan-Nya,” yakni pada akibat yang terpuji dan akhir yang membahagiakan.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata,

“Betapa banyak hamba yang memperoleh berbagai keinginan dunia yang dia cari, baik berupa wilayah, kepemimpinan, atau suatu sebab yang disukai, lalu Allah subhanahu wa ta’ala memalingkannya dari hal tersebut karena kasih sayang-Nya kepadanya, agar hal tersebut tidak membahayakan urusan agamanya.

(Ketika itu) seorang hamba akan bersedih karena ketidaktahuannya dan karena tidak mengenal Rabbnya. Padahal, apabila dia tahu apa yang disembunyikan untuknya di alam gaib dan apa yang dikehendaki sebagai kebaikan untuknya, tentu dia akan memuji Allah dan mensyukuri-Nya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala Maha Pengasih dan Maha Penyayang terhadap hamba-Nya serta Mahalembut terhadap para wali-Nya.” (Dinukil dari Syarah Nuniyyah karya Muhammad Khalil Harras)

Buah Mengimani Nama Allah Al-Lathif

Dengan mengimani nama Allah al-Lathif, seseorang akan memahami betapa besar kelembutan-Nya terhadap dirinya. Berbagai kenikmatan telah Allah berikan kepadanya dari arah yang dia ketahui maupun yang tidak.

Ketika seseorang mengimani nama Allah al-Lathif, dia akan lebih merasakan betapa besarnya kelembutan Allah terhadapnya. Berbeda halnya ketika seseorang belum mengetahui nama Allah al-Lathif. Barangkali ia tak begitu berpikir tentang berbagai kelembutan Allah tersebut pada dirinya.

Di samping itu, keimanan terhadap nama Allah al-Lathif ini akan membuahkan kehati-hatian seseorang ketika bertindak dengan lahiriah dan batiniahnya. Sebab, Allah mengetahui semuanya. Selembut apa pun, Allah mengetahuinya. Mahabesar Allah dan Mahaluas ilmu-Nya.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita agar selalu melakukan hal-hal yang Dia ridhai.

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)

Sumber: https://asysyariah.com/