As-Subbuh (السُّبُّوْحُ)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Nama-nama Allah ﷻ dapat diklasifikasi menjadi 4 kelompok:
- 1. Nama yang berkaitan dengan sifat-sifat dzatiyyah Allah ﷻ.
Contoh: الحَيُّ (Maha hidup), السَّمِيْعُ (Maha mendengar), القَدِيْرُ (Maha kuasa/mampu), البَصِيْرُ (Maha melihat), القَوِيُّ (Maha kuat), dan yang lainnya. Nama-nama ini menjelaskan keagungan zat Allah ﷻ.
- 2. Nama-nama yang berkaitan dengan sifat-sifat fi’liyyah Allah ﷻ (sifat-sifat yang berkaitan dengan hamba).
Contoh: الرَّزَّاقُ (Maha pemberi rezeki), المُحْيِيْ (Maha menghidupkan), المُمِيْتُ (Maha mematikan), الغَفُوْرُ (Maha Pengampun), العَفُوُّ (Maha memaafkan), الرَّحمَنُ (Maha Pengasih), الرَّحِيْمُ (Maha penyayang), dan yang lainnya. Nama-nama ini berkaitan dengan sifat-sifat Allah ﷻ kepada hamba-hamba-Nya, yang mana jika Allah ﷻ berkehendak maka Allah ﷻ akan lakukan dan jika tidak berkehendak maka Allah ﷻ tidak lakukan.
- 3. Nama-nama Allah ﷻ yang setiap namanya menunjukkan sifat-sifat yang banyak.
Contoh: الحَمِيْدُ (Maha terpuji), المَجِيْدُ (Maha agung), العَظِيْمُ (Maha agung), الصَّمَدُ (Maha penguasa yang sempurna), dan yang lainnya. Allah ﷻ dinamakan dengan nama-nama ini karena kesimpulan dari memiliki banyak sifat-sifat yang agung.
- 4. Nama-nama Allah ﷻ yang menunjukkan kesucian Allah ﷻ dari segala kekurangan.
Contoh: السُّبُّوْحُ, القُدُّوْسُ, السَّلَامُ, الطَّيِّبُ. Keempat nama ini memiliki makna yang sama, akan tetapi di sana ada perbedaan tipis yang membedakan satu dengan yang lainnya.
Nama-Nama Yang Menunjukkan Kesucian Allah ﷻ Dari Segala Kekurangan
As-Subbuh (السُّبُّوْحُ)
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As-Subbuh itu nama Allah ﷻ adalah:
Di antara zikir Nabi Muhammad ﷺ ketika rukuk dan sujud yaitu,
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ ربُّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
“Maha Suci Maha bersih Tuhannya Malaikat dan Ruh (Jibril).”[1]
Zikir Nabi Muhammad ﷺ setelah salat witir adalah,
سُبْحَانَ الملِكِ القدُّوسِ
“Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.”[2]
Kata subhana sama dengan subbuh.
Di dalam Al-Qur’an ada surat-surat yang dinamakan dengan Al-Musabbihat yaitu surat-surat yang dibuka dengan سَبَّحَ – يُسَبِّحُ.
As-Subbuh (السُّبُّوْحُ) adalah Al-Musabbahu (المُسَبَّحُ) yaitu yang disucikan. Secara detail makna As-Subbuh (السُّبُّوْحُ) adalah menyucikan Allah ﷻ dari segala kekurangan. Kekurangan yang dituduhkan kepada Allah ﷻ sangat banyak, seperti tuduhan bahwa Allah ﷻ memiliki anak, Allah ﷻ memiliki pasangan, Allah ﷻ cape atau letih, dan yang lainnya.
____
Footnote:
[1] HR. Muslim No. 487.
[2] HR. Ahmad No. 15354, dan dinyatakan sahih oleh Al-Arnauth.
https://bekalislam.firanda.com/6940-as-subbuuh.html
Al-Quddus (القُدُّوْسُ) – Dzat Allah Yang Memiliki Mutlak Sifat Suci
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Al-Quddus itu nama Allah ﷻ adalah:
Firman Allah ﷻ,
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maharaja Yang Maha suci, Yang Maha selamat.” (QS. Al-Hasyr: 23)
Zikir Nabi Muhammad ﷺ setelah salat witir adalah,
سبحانَ الملِكِ القدُّوسِ
“Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.”[1]
Di antara zikir Nabi Muhammad ﷺ ketika rukuk dan sujud yaitu,
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ ربُّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
“Maha Suci Maha bersih Tuhannya Malaikat dan Ruh (Jibril).”[2]
Al-Quddus (القُدُّوْسُ) berasal dari kata Al-Quds (القُدْسُ) yang artinya dalam bahasa Arab adalah الطَهَارَةُ “suci”. Maka Al-Quddus (القُدُّوْسُ) sama dengan Al-Muqaddas (المُقَدَّسُ) sama juga dengan Al-Muthahhar (المُطَهَّرُ) yaitu yang disucikan. Jadi makna dari Al-Quddus adalah menetapkan kesucian pada sifat-sifat Allah ﷻ.
Wallahu a’lam, perbedaan antara As-Subbuh dan Al-Quddus adalah, As-Subbuh lebih terfokus dari menyucikan Allah ﷻ dari tuduhan-tuduhan. Adapun Al-Quddus lebih terfokus kepada penetapan sifat-sifat Allah ﷻ yang suci, yang ini melazimkan kepada nama Allah ﷻ As-Subbuh (menyucikan Allah ﷻ dari tuduhan-tuduhan).
Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Maha suci Dia dan Maha tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
Jadi As-Subbuh adalah pelengkap dari Al-Quddus.
Hal-hal yang disucikan dari Allah ﷻ
Ada dua hal yang disucikan dari Allah ﷻ:
- Pertama, disucikan dari segala kekurangan dan aib.
Allah ﷻ adalah Maha sempurna dan terlepas dari segala kekurangan.
- Kedua, disucikan dari penyamaan Allah ﷻ dengan makhluk atau penyamaan makhluk dengan Allah ﷻ.
Contoh penyamaan Allah ﷻ dengan makhluk seperti mengatakan bahwa tangan Allah ﷻ seperti tangan makhluk, atau juga duduk Allah ﷻ seperti duduknya makhluk. Adapun contoh penyamaan makhluk dengan Allah ﷻ seperti menganggap Nabi Isa ‘alaihissalam seperti Allah ﷻ, menganggap dukun memiliki ilmu gaib seperti halnya Allah ﷻ, dan yang lainnya.
____
Footnote:
[1] HR. Ahmad No. 15354, dan dinyatakan sahih oleh Al-Arnauth.
[2] HR. Muslim No. 487.
As-Salam (السَّلَامُ) – Yang Maha Pemberi Keselamatan
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As-Salam itu nama Allah ﷻ adalah:
Firman Allah ﷻ,
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maharaja Yang Maha suci, Yang Maha selamat.” (QS. Al-Hasyr: 23)
Nabi ﷺ bersabda,
لا تَقُوْلُوْا السَّلامُ علَى اللَّهِ فَإنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ
“Janganlah kalian mengucapkan, “keselamatan bagi Allah”, karena sesungguhnya Allah adalah Maha pemberi keselamatan.”[1]
Makna As-Salam (السَّلَامُ) secara umum ada dua makna, yaitu Maha selamat dan Maha pemberi keselamatan kepada hamba-hamba-Nya. Makna yang menjadi fokus pembahasan di sini adalah Allah ﷻ adalah Maha selamat.
Pertama: Makna As-Salam (السَّلَامُ) adalah Maha selamat
Makna As-Salam mencakup As-Subbuh dan Al-Quddus, namun As-Salam maknanya lebih fokus kepada keselamatan Allah ﷻ dari aib-aib yang diduga akan ada di masa mendatang. Jadi As-Subbuh dan Al-Quddus seakan-akan hanya berkaitan dengan sekarang dan masa lampau, adapun As-Salam maka membawa makna kepada masa depan, dalam artian Allah ﷻ akan selamat selama-lamanya dari segala kekurangan dan keburukan.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika membahas tentang makna nama Allah ﷻ As-Salam, beliau rahimahullah berkata,
إِذَا نَظَرْتَ إِلَى أَفْرَادِ صِفَاتِ كَمَالِهِ وَجَدْتَ كُلَّ صِفَةٍ سَلَامًا مِمَّا يُضَادُ كَمَالَهَا
“Jika engkau memperhatikan setiap sifat-sifat Allah ﷻ yang sempurna, maka engkau akan dapati bahwa setiap sifat Allah ﷻ selalu selamat dari hal yang bertentangan dari sifat tersebut.”[2]
Ibnul Qayyim rahimahullah kemudian memberikan contoh dari perkataan beliau di atas.
- Sifat Maha hidup Allah ﷻ selamat dari kematian, kantuk, tidur, dan semisalnya.
- Sifat Maha kuasa Allah ﷻ (القَدِيْرُ) selamat dari capek, letih, dan semisalnya.
- Sifat Maha ilmu Allah ﷻ (العَلِيْمُ) selamat dari lupa, lalai, perlu diingatkan, dan semisalnya.
- Takdir Allah ﷻ selamat dari tidak hikmah, kezaliman, main-main, dan semisalnya.
- Allah ﷻ Maha memaafkan bukan karena lemah atau membutuhkan, tetapi karena kasih sayang dan kebaikan yang luar biasa yang dimiliki Allah ﷻ.
- Kemarahan Allah ﷻ bukan karena Allah ﷻ butuh untuk balas dendam, tetapi Allah ﷻ marah untuk keadilan.[3]
Masih banyak contoh lain yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. Akan tetapi pada intinya Ibnul Qayyim ingin menjelaskan bahwa makna As-Salam menunjukkan bahwa setiap sifat-sifat Allah ﷻ itu selamat dari lawannya yang bisa mencoreng kesempurnaan sifat-sifat tersebut.
Kedua: Makna As-Salam (السَّلَامُ) adalah Maha pemberi keselamatan
Maksud dari Allah ﷻ Maha pemberi keselamatan adalah Allah ﷻ pemberi keselamatan bagi hamba-hamba-Nya. Allah ﷻ berfirman,
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Keselamatan bagi Ibrahim ‘alaihissalam.” (QS. Ash-Shaffat: 109)
Allah ﷻ juga berfirman,
سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ
“Keselamatan bagi Ilyas.” (QS. Ash-Shaffat: 130)
Ayat-ayat seperti ini banyak tercantum di dalam Al-Qur’an.
Di antara hal yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ adalah Maha pemberi keselamatan adalah Allah ﷻ memberikan surga kepada hamba-hambanya. Oleh karenanya surga disebut dengan Dar As-Salam (rumah keselamatan), sebab orang yang masuk surga akan selamat dari segala kekurangan, seperti sedih, marah, jengkel, cemburu, khawatir dan semisalnya.
Di antara juga hal yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ adalah Maha pemberi keselamatan adalah disyariatkannya mengucapkan “Assalamu ‘alaikum” kepada sesama muslim. Ucapan “Assalamu ‘alaikum” artinya meminta keselamatan kepada Allah untuk orang yang sedang disalami.
_____
Footnote:
[1] HR. Bukhari No. 835.
[2] Badai’ Al-Fawaid (2/135)
[3] Lihat: Badai’ Al-Fawaid (2/135)
RAHASIA DIBALIK NAMA ALLAH, AS-SALAM
Iman, menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah bisa bertambah dan bisa berkurang. Di antara yang menjadi faktor bertambahnya keimanan seorang muslim, ialah dengan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia.
Syaikh ‘Abdurrazzâq bin ‘Abdul-Muhsin al-‘Abbâd –hafizhahullah- berkata: “Sesungguhnya mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tercantum dalam Al-Qur`ân dan Hadîts, dan hal-hal yang menunjukkan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala segi merupakan gerbang ilmu paling agung yang dapat menambah keimanan”.[1]
Dalam rubrik ini, kami mengajak para pembaca untuk menyelami makna as-Salâm, yang merupakan salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia. Nama ini tercantum dalam Al-Qur`ân dan Hadîts, serta sebagaimana ucapan para ulama.
NAMA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA AS-SALAM DALAM AL-QUR’AN
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dialah Allah, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia. Maha Raja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera (as-Salâm), Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan” [al-Hasyr/59:23]
NAMA ALLAH, AS-SALAM DALAM HADÎTS
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
‘Abdullah (bin Mas’ud) Radhiyallahu ‘anhu Berkata : Dahulu, jika kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami mengucapkan: “As-Salâm (keselamatan) bagi Allah dari hamba-hamba-Nya, dan as-salâm atas Fulan dan si Fulan,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian mengucapkan as-Salâm atas Allah, karena sesungguhnya Allah itu as-Salâm, akan tetapi ucapkanlah: ‘At-Tahiyât (ucapan selamat), ash-Shalawat (ibadah) dan ath-Thayyibât (pujian) bagi Allah. Salam (keselamatan) serta rahmat Allah, dan keberkahan-Nya atas anda, wahai Nabi. Dan salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang shâlih’.” [HR Bukhâri].
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu, apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai dari shalatnya, beliau beristighfar tiga kali, dan berkata: ‘Ya Allah, Engkau adalah as-Salâm, dan dari-Mu lah keselamatan, Engkau Maha Tinggi Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan’.” [HR Muslim].
MAKNA AS-SALÂM
As-Salâm, secara bahasa bermakna as-Salâmah. Yaitu selamat dari aib dan kekurangan.[2]
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “As-Salâm, maknanya, yang selamat dari segala aib dan kekurangan, karena kesempurnaan dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya (Allah)” [3]
Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata: “As-Salâm, maksudnya, yang selamat dari semua kekurangan dan aib”.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “As-Salâm adalah salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan isim mashdar, seperti al-Kalâm dan al-‘Athâ`, yang bermakna selamat. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih berhak untuk menyandangnya daripada selain-Nya, karena Dia (Allah Subhanahu wa Ta’ala ) selamat dari setiap cacat, aib, kekurangan maupun celaan. Dia Subhanahu wa Ta’ala memiliki kesempurnaan yang mutlak dari segala segi. Kesempurnaan-Nya merupakan keharusan dari Dzat-Nya. Tidaklah Dia Subhanahu wa Ta’ala kecuali Maha Sempurna.
Ada pula yang mengatakan: Yang mengucapkan salam kepada hamba-hamba-Nya di surga, berdasarkan ayat.
سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ
“(Kepada mereka dikatakan), “Salâm,” sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang” [Yâsîn/36:58].
Ada pula yang memaknai, makhluk yang selamat dari kezhaliman-Nya [4], dan inilah pendapat kebanyakan para ulama…[5]
As-Salâm, mencakup keselamatan perbuatan-perbuatan-Nya dari kesia-siaan, kezhaliman, kecurangan, dan mencakup keselamatan sifat-sifat-Nya dari penyerupaan dengan sifat-sifat makhluk, serta meliputi kesempurnaan Dzat-Nya dari setiap kekurangan dan aib, dan meliputi keselamatan nama-nama-Nya dari setiap celaan”.
Nama Allah, as-Salâm, mencakup penetapan semua kesempurnaan bagi-Nya dan peniadaan semua kekurangan dari-Nya. Ini adalah kandungan makna dari Subhnâllah wal-Hamdu lillahi” (Maha Suci Allah dan segala pujian bagi-Nya). Dan nama Allah, as-Salâm, mengandung pengesaan bagi-Nya dalam ulûhiyah (penyembahan dan pengagungan). Dan ini merupakan kandungan dari makna Lâ ilaha illallah, wallahu Akbar (tidak ada yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Dia Maha Besar). Maka nama Allah, as-Salâm, mengumpulkan al-Bâqiyâtu ash-Shâlihât (semua nama Allah yang baik dan sifat-Nya yang mulia), yang dengannya Allah Azza wa Jalla dipuji.
Di antara rincian penjelasan terhadap apa yang sudah disebutkan di atas, bahwasanya Dia adalah al-Hayyu (Yang Maha Hidup), yang selamat kehidupan-Nya dari kematian, rasa ngantuk, tidur dan perubahan. Dia adalah al-Qâdir (Yang Maha Kuasa), yang selamat kekuasaan-Nya dari kelelahan, kecapekan, keberatan dan kelemahan. Dia adalah al-‘Alîm (Yang Maha Mengetahui), yang selamat ilmu-Nya dari ketidaktahuan terhadap sesuatu meskipun sebesar biji sawi.
Demikianlah, semua sifat-Nya berada dalam timbangan di atas. Keridhaan-Nya selamat dari kemurkaan, kelembutan-Nya selamat dari balas dendam, keinginan-Nya selamat dari kebencian, kekuasaan-Nya selamat dari kelemahan, kehendak-Nya selamat dari hal yang menyelisihinya, firman-Nya selamat dari kedustaan dan kezhaliman, bahkan Maha Sempurna kalimat-kalimat-Nya sesuai dengan keadilan dan kebenaran, dan janji-Nya selamat dari penyelisihan …” [6]
ANTARA NAMA ALLAH, AS-SALÂM DENGAN UCAPAN AS-SALÂMU ‘ALAIKUM
Makna as-Salâm dalam ucapan as-salâmu ‘alaikum, ada dua. Pertama, (semoga) barakah nama Allah as-Salâm tercurah kepada kalian. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan melontarkan salam kepada orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Karena as-Salâm merupakan salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, tidak boleh memintakan keberkahan bagi orang kafir dari nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Kedua, keselamatan yang dimohonkan ketika ucapan salam.
Kedua makna ini sama-sama benar. Maksudnya, barang siapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang baik, untuk dia meminta dalam setiap permintaan dan bertawassul kepada-Nya dengan nama Allah yang sesuai dengan permintaannya. Jika hal ini sudah jelas, maka ketika seseorang meminta keselamatan (as-Salaamah) yang merupakan bagian terpenting dalam hidupnya, maka dia menyebut nama Allah “As-Salaam”.
Jadi, ucapan as-salâmu ‘alaikum mencakup nama Allah, as-Salâm, dan memohon keselamatan dari-Nya.
Apabila hal ini sudah jelas, maka terbukalah tabir hikmah (rahasia) pengucapan salam ketika seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya, bukan dengan doa atau ucapan lain. Karena, setiap umat memiliki ucapan salam tersendiri, seperti “selamat pagi”, “semoga engkau berumur panjang”, dan lain-lain. Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan kepada kaum muslimin ucapan selamat di tengah mereka dengan ucapan ”as-salâmu’alaikum”. Ucapan ini lebih utama dari semua ucapan selamat yang dilakukan oleh manusia pada umumnya. Karena ungkapan as-salâmu’alaikum ini mencakup keselamatan yang menjadi tonggak kehidupan dan kebahagiaan. Ini juga merupakan inti segala sesuatu. Karena harapan manusia terbagi dua. yaitu selamat dari kejelekan dan memperoleh kebaikan. Dan selamat dari kejelekan lebih diutamakan daripada memperoleh kebaikan.
Begitu pula di surga, dikarenakan surga adalah Dârussalâm, tempat keselamatan dari segala aib, kejelekan, dan cacat, bahkan selamat dari setiap perkara yang mengurangi kenikmatan hidup. Sehingga ucapan selamat para penghuni surga adalah salâmun, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengucapkan kepada mereka ucapan selamat ”As-Salâm”. Begitu pula, para malaikat mendatangi mereka dari segala pintu dengan mengucapkan:
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu,” maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu” [ar-Ra’d/13:24)]
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimaullah berkata: “As-Salâm, bermakna doa meminta keselamatan dari setiap gangguan. Jika anda mengatakan kepada seseorang “as-salâmu’alaika”, maka maksudnya, anda sedang berdoa kepada Allah untuknya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari gangguan-gangguan, kegilaan, (kejahatan) manusia, kemaksiatan dan dari penyakit hati, serta dari api neraka. Ini adalah lafazh yang umum, dan maknanya adalah doa bagi seorang muslim dengan keselamatan dari segala gangguan”.[9]
KESIMPULAN DAN FAIDAH
1. Penentuan nama Allah haruslah sesuai dengan dalil dari Al-Qur`ân dan Hadiits yang shahiih, serta sesuai dengan pemahaman ulama Ahlus-Sunnah.
2. Merenungi dan memahami nama Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan faktor yang utama yang dapat menambah keimanan seorang muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Di antara 99 asma` Allah al-Husna adalah as-Salâm. Sehingga kita wajib menetapkan hal itu.
4. Dibolehkan untuk memberi nama anak dengan ‘Abdussalâm. Karena as-Salâm merupakan nama Allah. Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata : “Di antara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah as-Salâm, dan karenanya seseorang dinamakan ‘Abdussalâm, seperti halnya (nama) ‘Abdullah”.
5. As-Salâm, merupakan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita diperintahkan untuk berdoa dengannya, sebagaimana Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
“Dan bagi Allah al-Asma` al-Husna, maka berdoalah kepada Allah dengannya” [al-A’râf/7:180]
6. Makna as-Salâm, ialah yang selamat (disucikan) dari segala aib, cacat dan sifat kekurangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Suci dari setiap hal yang mengurangi sifat kesempurnaan-Nya, dan dari penyerupaan makhluk terhadap-Nya, serta dari sekutu yang menandingi-Nya dalam segala segi.[11]
7. Seorang muslim wajib untuk meminta keselamatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab, keselamatan hanyalah bersumber dari-Nya [12]. Dan diharamkan baginya meminta keselamatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik kepada malaikat yang dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, nabi yang diutus, wali atau kiai atau habib atau tuan guru, atau makhluk lainnya.
8. Dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekedar bacaan di bibir. Dzikir haruslah direnungkan maknanya, dan konsekwensinya direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memahami nama Allah, as-Salâm, dan menjadikannya sebagai dzikir serta doa seperti yang telah diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia akan selalu mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ulûhiyah (ibadah), rububiyah, serta nama dan sifat-Nya dari sekutu-sekutu, maupun dari hal yang tidak layak bagi-Nya. Dan inilah jalan para nabi dan rasul, sebagaimana Allah berfirman:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Mahasuci Rabbmu, Rabb Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam” [ash-Shâffât/37:180-182].
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang ayat di atas: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mensucikan diri-Nya dari apa yang disifatkan oleh orang-orang yang menyimpang dari ajaran para rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengucapkan selamat kepada para rasul, dikarenakan selamatnya ucapan mereka dari kekurangan dan aib …, maka Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah tidak menyimpang dari ajaran para rasul, karena ia adalah shirathal mustaqim”.[13]
9. Betapa indah ajaran Islam, dan alangkah mulia petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengajarkan ucapan salam. Sebuah ucapan yang merupakan doa keselamatan dari seorang muslim kepada saudaranya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah kalian bisa masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidaklah beriman hingga kalian saling mencintai. Tidakkah kalian ingin aku tunjukkan kepada sesuatu? Jika kalian melaksanakannya, maka kalian saling mencintai. Yaitu tebarkan salam di antara kalian”. [HR Muslim]
10. As-Salâm, adalah as-Salâmah (keselamatan) yang merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Semoga Allah senantiasa memberikan keselamatan kepada kita di dunia dan di akhirat.
_______
Footnote
[1]. Asbâb Ziyâdati al-Imân wa Nuqshânihi, hlm. 24.
[2]. Badâi`ul-Fawâid, Imam Ibnul-Qayyim (2/133, 137, 138), an-Nihâyah fî Gharîbil-Hadîts wal-Atsâr, Ibnu Atsir (hlm. 441), al-Qamûs al-Muhîth, Fairuz Âbâdi (hlm. 1011), Mukhtâr ash-Shihâh, ar-Râzi (hlm. 311), al-Mu’jam al-Wasîth (hlm. 446).
[3]. Ketiga ucapan di atas juga dibawakan oleh Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, 18/42.
[4]. Fathul-Qadîr, Imam asy-Syaukâni, 5/276.
[5]. Tafsîr al-Qur`ân al-Azhîm, Imam Ibnu Katsîr, 4/439.
[6]. Dinukil dari al-Mausû’ah al-Asmâ` wa ash-Shifât, ‘Adil bin Sa’ad dan ‘Amru bin Mahrûs (hlm. 109-110), dan Badâi’ul Fawâid (2/135).
[7]. Lihat Al-Qur`ân surat Ibrâhîm/14 ayat 23, al-Ahzâb/33 ayat 44, dan az-Zumar/39 ayat 73.
[8]. Lihat Badâi’ul Fawâid (hlm. 140-145), Fathul-Majîd Syarhu Kitâb at-Tauhîd, Bab: Lâ Yuqâlu as-Salâm ‘alallahi, Syaikh ‘Abdurrahmân bin Hasan Alu Asy-Syaikh (hlm. 543-546).
[9]. Syarah Riyadush Shâlihin, kitab As-Salâm, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn, 3/5.
[10]. Tafsîr Gharibul-Qur`ân, Ibnu Qutaibah, hlm. 6.
[11]. Fiqh al-Ad’iyah wa al-Adzkâr, Syaikh Abdurrazzaq bin ‘Abdul-Muhsin al-‘Abbad, 3/165.
[12]. Ibid.
[13]. Al-‘Aqîdah al-Wâsithiyah, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Syarh: Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, hlm. 113-122.
Ath-Thayyib (الطَّيِّبُ)
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi Muhammad ﷺ,
إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah ﷻ Maha baik, Allah ﷻ tidak menerima kecuali yang baik pula.”[1]
Yang dimaksud dengan Allah ﷻ Maha baik adalah sifat-sifat Allah ﷻ seluruhnya baik, selamat dari aib dan kekurangan. Jadi makna Ath-Thayyib sama halnya dengan As-Subbuh, Al-Quddus, dan juga As-Salam. Hanya saja yang membedakan Ath-Thayyib dengan yang lainnya adalah Ath-Thayyib berkaitan dengan perbuatan hamba. Maksudnya adalah Allah ﷻ tidak menerima dari perbuatan hamba kecuali yang baik saja.
Oleh karenanya jika melihat kepada hadits di atas secara lengkap maka akan dipahami konsekuensi dari nama Allah ﷻ Ath-Thayyib yaitu Allah ﷻ tidak menerima kecuali yang baik pula. Rasulullah ﷺ bersabda,
أَيُّها النَّاسُ، إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا، وإنَّ اللَّهَ أمَرَ المُؤْمِنِينَ بِمَا أمَرَ بِهِ المُرْسَلِينَ، فقالَ: {يَا أيُّها الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّباتِ واعْمَلُوا صالِحًا، إنِّي بما تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّباتِ ما رَزَقْناكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أشْعَثَ أغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، ومَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وغُذِيَ بِالحَرامِ، فأنَّى يُسْتَجابُ لِذَلِكَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka Allah berfirman, ”Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal salehlah.” Dan Allah juga berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian”. Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya dan penuh dengan debu, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan: Wahai Rabb-ku, Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, bajunya haram, maka bagaimana Kami mengabulkan doanya?”[2]
Pada hadits di atas Rasulullah ﷺ menyebutkan tentang seseorang yang telah mengumpulkan sebab-sebab terkabulnya doa. Sebab-sebab tersebut adalah:
Sedang bersafar.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِه
“Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: doa orang yang terzalimi, doa orang yang sedang safar, doa orang tua kepada anaknya.”[3]
Telah lama bersafar
Semakin lama seseorang bersafar, doanya akan semakin mudah dikabulkan.
Kusut rambutnya dan penuh dengan debu
Ini menunjukkan bahwa ia sedang pada kondisi jauh dari kesombongan, dan orang yang jauh dari kesombongan doanya mudah dikabulkan. Oleh karenanya orang yang sedang sujud doanya mudah dikabulkan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِن رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa.”[4]
Mengapa demikian? Hal ini karena orang yang sedang sujud ia sedang berada dalam kondisi jauh dari kesombongan.
Begitu juga Allah ﷻ membanggakan para jamaah haji kepada para malaikat, kenapa? Karena mereka jauh dari kesombongan. Allah ﷻ berkata kepada malaikat,
انْظُرُوْا إِلَى عِبَادِي هَؤُلَاءِ جَاؤُوْنِي شُعْثًا غُبْرًا
“Lihatlah hamba-hamba-Ku mereka datang kepada-Ku dalam kondisi lusuh dan berdebu.”[5]
Dalam riwayat lain Allah ﷻ kemudian berkata,
اشهَدُوا أُنِّي قًدْ غَفَرْتُ لَهُمْ ذُنُوبَهُمْ
“Persaksikanlah, sungguh Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka.”[6]
Oleh karena itu, seseorang jika ingin doanya dikabulkan oleh Allah ﷻ hendaknya ia merendahkan dirinya di hadapan Allah ﷻ. Hal ini pun dilakukan para nabi, seperti halnya Nabi Zakaria ‘alaihissalam dalam doanya,
رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
“Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.” (QS. Maryam: 4)
Mengangkat kedua tangan ke langit.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesunguhnya Tuhan kalian tabaraka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”[7]
Bertawasul dengan nama Allah ﷻ Rabb
Jika dicermati dari nas-nas yang ada maka akan didapati bahwa para nabi dan orang-orang saleh ketika berdoa mereka bertawasul dengan nama Allah ﷻ Rabb. Hal ini karena nama Rabb berkaitan dengan sifat rububiyah Allah ﷻ, dan pengabulan doa berkaitan dengan sifat rububiyah. Oleh karenanya bertawasul dengan nama Allah ﷻ Rabb memudahkan dikabulkannya doa.
Mengulang-ulang.
Ini menunjukkan orang tersebut sangat butuh kepada Allah ﷻ. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
كَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلَاثًا
“Rasulullah ﷺ jika berdoa, beliau ﷺ berdoa tiga kali.”[8]
Terkumpulnya 6 sebab terkabulnya doa pada diri seseorang seharusnya menjadikan doanya dikabulkan oleh Allah ﷻ. Namun ternyata Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan bahwa doa orang ini tidak dikabulkan oleh Allah ﷻ, mengapa? Karena makanannya dan minuman yang dikonsumsinya adalah haram sehingga perutnya terisi dengan hal yang haram, kemudian juga baju yang dipakainya pun haram.
Dari hadits ini dapat diketahui bahwa Allah ﷻ Maha baik, dan konsekuensi dari Allah ﷻ Maha baik adalah Allah ﷻ tidak menerima kecuali yang baik pula. Allah ﷻ tidak menerima perkataan kecuali perkataan-perkataan yang baik. Allah ﷻ berfirman,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
“Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik.” (QS. Al-Fathir: 10)
Begitu juga dengan amalan, Allah ﷻ tidak menerima kecuali amalan yang baik. Begitu pun dengan niat, Allah ﷻ tidak menerima niat kecuali niat yang baik, dan seterusnya. Oleh karena itu, seseorang harus yakin hal ini bahwasanya Allah ﷻ hanya menerima yang baik saja.
Seseorang yang bersedekah dengan uang yang haram seperti dari hasil riba, korupsi, menipu orang lain, dan semisalnya, maka sedekah tersebut Allah ﷻ tidak terima. Kenapa? Karena sedekah tersebut tidak thayyib (baik). Jangan teperdaya dengan jumlah yang banyak, Allah ﷻ tidak akan terima jika berasal dari harta haram meskipun banyak. Allah ﷻ berfirman,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ
“Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu.” (QS. Al-Maidah: 100)
Begitu juga dengan seseorang yang membangun masjid besar dan mewah, tetapi menggunakan harta haram, atau karena riya, atau juga kemudian ia ujub, maka amalan ini Allah ﷻ tidak terima. Kenapa? Karena amalan ini tidak thayyib (baik), tidak sesuai dengan aturan Allah ﷻ.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan bahwa jika seorang muslim menziarahi saudaranya karena Allah ﷻ maka malaikat akan mendoakannya dengan berkata,
طِبتَ وطابَ ممشاكَ وتبوَّأتَ منَ الجنَّةِ منزلًا
“Engkau baik, dan perjalananmu pun juga baik, engkau mendapatkan surga sebagai tempat tinggal.”[9]
Orang-orang yang akan masuk ke dalam surga hanyalah orang-orang yang baik. Allah ﷻ berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), ‘Salamun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl: 32)
Allah ﷻ juga berfirman,
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara berombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga) dan pintu-pintunya telah dibukakan, penjaga-penjaganya berkata kepada mereka, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar: 73)
Demikian juga di dalam hadits disebutkan jika seseorang meninggal dunia maka malaikat akan berkata kepadanya,
اخرجي أيَّتُها النَّفسُ الطَّيِّبةُ، كانت في الجسدِ الطَّيِّبِ
“Wahai ruh yang baik keluarlah dari jasad tersebut, dulu ruh yang baik ini berada di jasad yang baik.”[10]
Kesimpulan dari penjelasan di atas, nama Allah ﷻ Ath-Thayyib memiliki dua konsekuensi:
Pertama: Jika ditinjau dari sifat-sifat Allah ﷻ maka konsekuensinya adalah sifat-sifat Allah ﷻ jauh dari sifat kekurangan dan aib.
Kedua: Jika ditinjau dari konsekuensi terhadap makhluk maka konsekuensinya adalah Allah ﷻ tidak menerima dari hamba-hambanya kecuali perkara-perkara yang baik.
____Footnote:
[1] HR. Muslim No. 1015
[2] HR. Muslim No. 1015
[3] HR. Tirmidzi No. 1905, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
[4] HR. Muslim No. 482.
[5] HR. Ibnu Hibban No. 3852, dan dinyatakan sahih oleh Al-Arnauth.
[6] HR. Ibnu Hibban No. 1887, dan dinyatakan sahih oleh Al-Arnauth
[7] HR. Abu Daud No. 1488, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
[8] HR. Muslim No. 1794
[9] HR. Ahmad No. 8517, dan dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar Al-Atsqalani.
[10] HR. Ibnu Majah No. 3456, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
Sumber: https://bekalislam.firanda.com/