Type Here to Get Search Results !

 


MENGUNGKAP TIPU MUSLIHAT ABU SALAFY CS #3


Baca seri sebelumnya:
 Mengungkap tipu muslihat Abu Salafy #2

[Artikel ini ditulis oleh Al-Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc. M. A, sebagai bantahan dari fitnah keji terhadap dakwah Salafiyyah yang mulia ini, melalui artikel yang ditulis orang yang menamakan dirinya Abu Salafi dan Salafi Tobat: by Admin]

Perkataan Abu Salafi : Abu Sufyan Kafir Bahkan Gembong Orang-orang Kafir??!!

Abu Salafy berkata : ((Mu’awiyah putra Abu Sufyan -salah seorang aimmah kekafiran dan buah kemunafikan yang masih tersisa dan selamat dari tajamnya pedang para sahabat-)) (lihat http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/15/ustadz-firanda-kebakaran-jenggot/)

Wahai Ustadz Abu Salafy, kenapa anda begitu berani mencaci maki Abu Sufyaan radhiallahu ‘anhu?

Apakah anda pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?? Tidakkah anda tahu bahwa Abu Sufyan ikut serta perang bersama Nabi dalam dua peperangan, perang Hunain dan perang Thoif??, dan setelah wafatnya nabi beliau ikut serta perang Yarmuuk ??

Apakah anda pernah menjalin kekerabatan melalui pernikahan bersama Rasulullah…???!! Tidakkah Anda tahu bahwa Abu Sufyan adalah mertua Rasulullah, karena putri Abu Sufyan Ummu Habibah radhiallahu ‘anhaa adalah istri Nabi?

Tidak tahukah anda bahwasanya jutaan kaum muslimin mendoakan keridhoan bagi Abu Sufyaan…??

Yang jelas Abu Sufyaan ma’ruuf dikenal oleh kaum muslimin… adapun anda maka nakiroh majhuul, tidak diketahui identitas anda..

Maka begitu beranikah anda dan begitu lancangnya anda untuk nekat mencela, memaki, dan mengkafirkan Abu Sufyaan ??!!!, bahkan menyatakan Abu Sufyan sebagai gembong kekafiran??!!

Tahukah anda bahwasanya tidak seorang ulama muslimpun yang mengkafirkan Abu Sufyaan??, bukankah anda tahu bahwa yang mengkafirkan Abu Sufyan hanyalah para ulama syi’ah??? Dari zaman dahulu hingga zaman sekarang??!!.

Apakah anda setuju dengan aqidah syi’ah ini??!!

Apakah seseorang tetap dicap dengan keburukannya meskipun telah bertaubat??

Kaum muslimin mengetahui bahwasanya Abu Sufyan dahulunya adalah termasuk gembong-gembong kekafiran tatkala perang Uhud dan perang Khondak. Akan tetapi setelah itu iapun masuk Islam dan baik islamnya. Sungguh terlalu banyak kitab-kitab tarjamah (biografi para pembesar Islam) yang mencantumkan tentang biografi Abu Sufyan Sokhr bin Harb Al-Qurosyi Al-Umawi ini. Seluruh ulama tersebut mencantumkan Abu Sufyan sebagai sahabat Nabi, dan biografi yang mereka tulis penuh dengan pujian terhadap Abu Sufyan dan penyebutan keutamaan-kutamaan Abu Sufyan.

Namun dengan tega ustadz Abu Salafy tetap mencap Abu Sufyan sebagai gembong kekufuran…???

Bukankah Umar bin Al-Khottoob juga dahulunya menyiksa kaum muslimin???, apakah tetap kita menyatakan Umar sebagai gembong kekufuran penyiksa kaum muslimin..???

Keutamaan Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu, diantaranya :

Pertama : Tatkala penaklukan kota Mekah (fathu Makkah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ((Siapa yang masuk di rumah Abu Sufyan maka ia aman)) !!!

Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata :

وَفُتِحَ عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَتَى الصَّفَا فَقَامَ عَلَيْهَا قَالَ فَجَاءَهُ أَبُو سُفْيَانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أُبِيحَتْ خَضْرَاءُ قُرَيْشٍ ، فَلاَ قُرَيْشَ بَعْدَ الْيَوْمِ فَقَالَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ أَلْقَى سِلاَحَهُ فَهُوَ آمِنٌ قَالَ فَقَالَتِ الأَنْصَارُ أَمَّا الرَّجُلُ فَقَدْ أَخَذَتْهُ رَأْفَةٌ بِعَشِيرَتِهِ وَرَغْبَةٌ فِي قَرْيَتِهِ وَنَزَلَ الْوَحْيُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي ذَلِكَ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الأَنْصَارِ قُلْتُمْ أَمَّا الرَّجُلُ فَقَدْ أَخَذَتْهُ رَأْفَةٌ بِعَشِيرَتِهِ وَرَغْبَةٌ فِي قَرْيَتِهِ كَلاَّ أَنَا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ هَاجَرْتُ إِلَى اللهِ وَإِلَيْكُمْ وَالْمَحْيَا مَحْيَاكُمْ وَالْمَمَاتُ مَمَاتُكُمْ قَالَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا قُلْنَا إِلاَّ ضَنًّا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَرَسُولَهُ يُصَدِّقَانِكُمْ وَيَعْذِرَانِكُمْ

“Maka Rasulullah menaklukkan kota Mekah lalu ia mendatangi bukit Shofa dan berdiri di atas bukit Shofa. Lalu Abu Sufyan menemui Nabi dan berkata : “Wahai Rasulullah apakah telah dihalalkan kaum Quraisy (yaitu apakah mereka akan dihabisi dan dibunuh?-pen)?, maka tidak ada lagi Quraisy setelah hari ini!”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ((Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka ia aman, dan barangsiapa yang menutup pintu rumahnya maka dia aman, barang siapa yang melepaskan (membuang) senjatanya maka ia aman)). Maka kaum Anshoor berkata : “Adapun Rasulullah maka (ia berkata demikian/tidak memerangi kaum Quraisy-pen) karena rasa kasihan terhadap karib kerabatnya dan karena kecintaannya kepada kampungnya (yaitu Mekah-pen)”. Maka turunlah wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ini, maka Rasulullah berkata, “Wahai kaum Anshoor sekalian, sesungguhnya kalian telah berkata : “Adapun Rasulullah maka kasihan terhadap karib kerabatnya dan cinta kepada kampungnya”, sungguh sekali-kali tidak demikian, saya adalah hamba Allah dan rasulNya, aku telah berhijrah kepada Allah dan kepada kalian, dan aku akan hidup bersama kalian dan meninggal bersama kalian (yaitu di Madinah dan bukan di Mekah-pen)”. Kaum Anshoor berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya kami tidaklah mengatakan demikian kecuali karena tidak mau berpisah dari engkau”. Nabi berkata, “Sesungguhnya Allah dan RasulNya membenarkan perkataan kalian dan menerima udzur kalian” (HR Muslim no 3024)

Hadits ini jelas menunjukkan bahwasanya sabda Nabi ((Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka ia aman)) bukanlah karena rasa kasihannya kepada karib kerabatnya suku Quraisy, akan tetapi karena wahyu untuk memuliakan Abu Sufyan. Bahkan dalam riwayat yang lain perkataan Nabi ini merupakan jawaban dari ide yang dicetuskan oleh paman Nabi yaitu Abbaas radhiallahu ‘anhu (yang merupakan Alu bait dan pernah diminta oleh Umar bin Khottob agar berdoa meminta hujan). Ibnu Abbaas radhiallahu ‘anhumaa berkata:

عَامَ الْفَتْحِ جَاءَهُ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بِأَبِى سُفْيَانَ بْنِ حَرْبٍ فَأَسْلَمَ بِمَرِّ الظَّهْرَانِ فَقَالَ لَهُ الْعَبَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ يُحِبُّ هَذَا الْفَخْرَ فَلَوْ جَعَلْتَ لَهُ شَيْئًا. قَالَ « نَعَمْ مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِى سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ أَغْلَقَ عَلَيْهِ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ ».

“Tatkala penaklukan kota Mekah maka Abbaas bin Abdil Muthholib membawa Abu Sufyan bin Harb, maka Abu Sufyanpun masuk Islam di Marru Ad-Dzhoroon (nama suatu tempat dekat Mekah-pen). Maka Abbas berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seseorang yang suka kemulian, kalau seandainya engkau memberikan sesuatu untuknya ??”. Maka Nabi berkata ((Iya, barangsiapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka ia aman, dan barangsiapa yang menutup pintunya maka ia aman)). (HR Abu Dawud no 3023, dihasankan oleh Albani)


Kedua : Kuatnya iman Abu Sufyan

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :

“Dan Az-Zubair meriwayatkan dari jalan Sa’iid bin ‘Ubaid Ats-Tsaqofi, ia berkata : “Aku memanah Abu Sufyan tatkala perang Thoif maka mengenai matanya, maka iapun datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : Ini adalah mata yang terluka fi sabiilillah”. Maka Nabi berkata, “Jika kau ingin maka aku akan berdoa maka matamu akan kembali sembuh, dan jika kau ingin (bersabarlah-pen) maka bagimu surga”. Maka Abu Sufyan berkata : “Surga”(Al-Isoobah fi Tamyyiiz As-Shohaabah 3/238 pada biografi Abu Sufyan)

Az-Zarqooni mengomentari perkataan Abu Sufyan yang sabar untuk memilih surga dari pada kesembuhan matanya :

“Dan hadits ini menunjukan kuatnya iman Abu Sufyan dan kokohnya keyakinannya setelah dahulunya termasuk mu’allafah (orang-orang yang dilembuti agar kokoh iman mereka-pen)” (Syarh Al-Mawaahib Ad-Daniiyah bi al-Minah Al-Muhammadiyah 4/15)

Ketiga : Keberanian Abu Sufyaan

Ibnu Hajar juga berkata :

Ya’quub bin Sufyan dan Ibnu Sa’ad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Sa’id bin Al-Musayyib dari ayahnya berkata, “Tatkala perang Yarmuk aku tidak mendengar suara dari seorangpun kecuali suara seseorang yang berkata, “Wahai pertolongan Allah mendekatlah”. Akupun melihat, ternyata itu adalah suara Abu Sufyan, sedang berperang dibawah bendera anaknya Yaziid”, dan dikatakan bahwa matanya (yang satu lagi-pen) buta tatkala itu” (Al-Isoobah fi Tamyyiiz As-Shohaabah 3/238 pada biografi Abu Sufyan)

Lihatlah tatkala kebanyakan orang tidak terdengar suaranya maka Abu Sufyan dengan penuh keberanian mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berperang.

Keempat : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkerjakan Abu Sufyan untuk memerintah Nejroon (silahkan lihat Al-Istii’aab fi ma’rifat Al-Ashaab hal 345 no 1211)

Kelima : Ahlul bait meriwayatkan hadits dari Abu Sufyaan. Hadits yang masyhuur tentang dialog antara Abu Sufyaan dan Heroklius sebagaimana termaktub dalam awal kitab shahih Al-Bukhari hadits no 7. Kisah dialog ini diceritakan oleh Abu Sufyan kepada Ibnu Abbaas, lalu Ibnu Abbas (yang merupakan sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) meriwayatkan hadits ini. Hadits ini adalah hadits yang disepakati keshahihannya, jika Abu Sufyan adalah orang kafir maka tidak mungkin diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, apalagi disepakati oleh seluruh umat akan keshahihan hadits ini. Oleh karenanya Imam Adz-Dzahabi berkata:

وَلاَ رَيْبَ أَنَّ حَدِيْثَهُ عَنْ هِرَقْل وَكِتَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَدُلُّ عَلَى إِيْمَانِهِ وَلله الْحَمْدُ

“Dan tidak diragukan lagi bahwasanya hadits Abu Sufyan tentang Heraklius dan surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (kepada Heraklius-pen) menunjukkan akan keimanannya, dan segala puji hanya bagi Allah” (Siyar A’laam An-Nubalaa 2/107)

Maka sungguh aneh Abu Salafy ini yang mengaku-ngaku cinta kepada Ahlul Bait, sungguh ia telah menyelisihi Ibnu Abbas yang telah meriwayatkan dari Abu Sufyan.

Dari penjelasan di atas maka tidak diragukan lagi akan kesilaman Abu Sufyaan, kareananya saya minta kepada ustadz Abu Salafy untuk mendatangkan satu perkataan Ulama Ahlus Sunnah yang mengkafirkan Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu??!!

Jika Ustadz Abu Salafy tidak mendatangkan bukti maka ini akan saya masukan dalam daftar kedustaan Abu Salafy yang sedang saya kumpulkan….!!!

Faidah dari Jawaban Ustadz Firanda Atas Komentar Seseorang yang Menamakan Dirinya “Nyalap”

Akhil kariim, perkataan anda

    ((mementahkan tulisan Abu salafi dengan menceritakan kisah muawiyah di masa lalunya saya pikir ini adalah langkah keliru dan agak naif…))

Justru itulah perbuatan Abu Salafy yang mengkafirkan abu sufyan dengan menyebutkan bahwa Abu Sufyan adalah gembong kaum kafir.

Adapun Mu’aawiyah telah saya jelaskan dari kehidupan masa lalunya dan rekomendasi Nabi untuk masa depannya, diantaranya :

    doa Nabi agar ALlah menjadikan Mu’aayiyah soorang yang mendapat petunjuk dan menjadi sebab bagi orang lain untuk mendapatkan hidayah.
    saya rasa Anda beriman bahwa doa Nabi dikabulkan Allah. ini adalah doa Nabi untuk masa depan Mu’awiyah
    Penryataan Nabi bahwa pasukan dari umatnya yang pertama kali berperang di lautan masuk surga. ternyata pasukan tersebut dipimpin oleh MU’aawiyah dengan kesepakatan ulama.
    Apakah anda beriman dengan sabda Nabi ini, ataukah tidak??!!
    Pujian Nabi terhadap Hasan yang akan memberikan tampuk kepemimpinan kepada Mulawiyah di masa depan…

Tapi sepertinya akhi nyalapi tidak membaca tulisan saya.

Nasehat saya : Cintailah kebenaran dan jangan hanya taklid buta kepada ustadz Abu Salafy.

Perkataan anda

    ((saya katakan bahwa semua umat islam sepakat akan keutamaan sahabat-sahabat nabi sebelum nabi saw meninggal……….. yang menjadi masalah Besar dalam sejrah kita adalah adanya perubahan sikap mereka yang kembali ke watak asli mereka yang jahiliyah setelah nabi meninggal inilah yang menjadi Api yang membakar dada-dada kaum muslimin))

Ini merupakan perkataan yang sangat berbahaya… tidak ada dada-dada kalum muslimin yang sesak terhadap para sahabat. yang sesak hanyalah dada-dada orang kafir dan kaum syi’ah. perhatikan firman Allah ini :

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (para sahabat Nabi-pen) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena ALLAH HENDAK MENJENGKELKAN ORANG-ORANG KAFIR (dengan para sahabat-pen). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Fath :29)


Bukankah Allah telah menyatakan para sahabat masuk surga??!! coba lihat

orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar (QS At-Taubah : 100)

demikian juga firman ALlah bagi para sahabat yang masuk Islam setelah Fathu Makkah:

tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. ALLAH MENJANJIKAN BAGI SELURUHNYA HUSNA (SURGA-pen). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Hadiid : 10)

Apakah anda beriman dengan firman ALlah di atas… apakah Allah tahu masa depan atau tidak…??

Nasehat ana : Bertakwalah kepada Allah, terimalah kebenaran dan jangan ikut sesak dada anda terhadap para sahabat sebagaimana sesakya dada-dada orang kafir dan syi’ah dan janganlah hanya taklid buta kepada ustadz Abu Salafy yang sesak dadanya keapda Mu’awiyah dan Abu Sufyan

1  “Tuduhan Ustadz Abu Salafy Bahwasanya Ibnu Taimiyyah Mencela Ali dan Umar”

    Setuju dengan pendapat antum, para sahabat itu adl org yg dipintarkan dimantapkan keimanan mereka oleh ALLOH subhanahu wata’ala dibawah tingkatan para nabi dan rosul.. tetapi kenapa banyak orang yang baru belajar islam sudah berani menyatakan Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu kafir??? atas dasar apakah??

        Semua itu karena dengki yang ada dalam hati mereka

        حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

        "Mereka sebenarnya ingin mencela Rasulullah, akan tetapi mereka tidak mampu. Karena itu mereka mencela para Shahabat beliau agar orang-orang yang bodoh berfikir bahwa seorang yang ditemani oleh orang-orang yang jelek pastilah dia orang yang jelek. Mereka itu adalah orang-orang zindiq

    Zajakumullohu katsiron hai Abu Umamah…semoga Allah selalu menjaga semangat antum dalam menyebarkan yang haq dan meluruskan yang bathil. Amin ya Robbal’alamin…ana juga pernah membaca artikel2 abusalafy bin syiah, bagi ana yang awam sudah bisa merasakan bahwa abusalafy adalah salah satu dari sekian banyak corong syiah rofidhoh yang ada di Indonesia, ana dan sohib2 sedang melacak keberadaannya…lumayan klo ketemu bisa ngurang-ngurangi antek syiah rofidhoh yang ada di Indonesia

    Subhanalloh…hanya allah yang maha mengetahui saya anda dan siapapun hanya bisa mereka reka,yang namanya manusia baik yg sekarang maupun yg lalu adalah manusia….dan allah maha adil dan bijaksana

        Subhanallah, apakah Anda meragukan keIslaman Abu Sufyan -radhiyallahu ‘anhu- ? Sungguh telah dikemukakan bukti-bukti yang shahih dan jelas tentang tetapnya keIslaman beliau dan putranya Mu’awiyah -radhiyallahu ‘anhuma-. Tuduhlah diri kita sendiri sebelum kita meragukan keimanan para Shahabat -radhiyallahu ‘anhum- semoga Allah menyelamatkan kita dari kesesatan orang-orang Rafidhah.

    Abu Salafy itu (dari nama yg dipakainya saja sudah berbau propaganda) adalah termasuk orang yang disebutkan dalam Alquran

    وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِن تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَن يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا [١٨:٥٧

    “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” Al Kahfi: 57

Baca juga: Dimanakah Allah?


Mu'aawiyah adalah Seorang Munafiq Kafir

Abu salafy berkata :

((Coba perhatikan alat ukur yang diandalkan ustadz Firanda dalam tuduhannya bahwa kami ini jangan-jangan adalah Syi’ah!

Pertama, kami mengutuk Mu’awiyah –‘alaih mâ yastahiq/semoga atasnya apa yang pantas baginya-.

Kami memaklumi jika ustadz Wahhhâbi kita yang satu ini keberatan apabila tuannya dibongkar kejahatan, kefasikan dan kemunafikannya. Sebab sepertinya kecintaan beliau dan juga kaum Wahhâbyyûn lainnya kepada Mu’awiyah terlalu dalam dan telah menyatu dengan qalbunya, seperti menyatunya kecintaan bani Israil kepada ‘ijl/patung anak sapi buatan Samiri! (maaf tanpa harus menyerupakan dengan bani Israil dalam segala sisinya, sebab ustdaz pasti mengerti bahwa dalam kaidah ilmu Balaghah/sastra Arab, wajhu syabah antara musyabbah dan musyabbah bihi/ titik temu keserupaan antara yang diserupakan dengan yang diserupai itu tidak mesti harus dalam segala sisinya!)  Allah SWT berfirman:

وَأُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ

“Dan karena kekafiran mereka, (kecintaan menyembah) anak sapi telah meresap di dalam hati mereka.” (QS. Al Baqarah;93)

Dan Allah SWT juga telah menetapkan sebuah kaidah baku dalam Al Qur’an bahwa:

الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ.

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama… .”(QS at Taubah;67)

Karenanya, Allah SWT melarang kita menjadikan kaum kafir dan munafik sebagai kekasih kita. Allah SWT berfirman dalam awal surah al Mumtahanah:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَ عَدُوَّكُمْ أَوْلِياءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ قَدْ كَفَرُوا بِما جاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَ إِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهاداً في‏ سَبيلي‏ وَ ابْتِغاءَ مَرْضاتي‏ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ أَنَا أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَ ما أَعْلَنْتُمْ وَ مَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَواءَ السَّبيلِ.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita- berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

Dan apalagi membela dan berusaha mengajak orang lain untuk membelanya. Allah SWT berfirman:

وَ لا تُجادِلْ عَنِ الَّذينَ يَخْتانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كانَ خَوَّاناً أَثيماً.

“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَ لا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ ما لا يَرْضى‏ مِنَ الْقَوْلِ وَ كانَ اللَّهُ بِما يَعْمَلُونَ مُحيطاً.

“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.”

ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.

“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat. Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” (QS an Nisâ’;107-109)

Lagi pula, kelak di hari kiamat, mereka yang saling membela di dunia atas dasar kebatilan seperti ini jusretu akan bermusuhan dan saling mengutuk!

Perhatikan Allah SWT berfirman:

وَ قالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثاناً مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَ يَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضاً وَ مَأْواكُمُ النَّارُ وَ ما لَكُمْ مِنْ ناصِرينَ.

“Dan berkata Ibrahim:” Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”)) Demikian perkataan Al-Ustadz Abu Salafy.

Dalam nukilan diatas ada nampak bahwa menurut ustadz Abu Salafy Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu adalah seorang munafiq yang kafir. Ayat-ayat yang disampaikan oleh Abu Salafy untuk melarang membela Mu'aawiyah adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan orang-orang kafir.

Seperti firman Allah “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama… .” (QS at Taubah;67). Dan ayat ini berkaitan tentang orang-orang munafiq yang kafir.

Demikian juga firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita- berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah kafir kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus" (QS Al-Mumtahanah ayat 1)


Perkataan para ulama Ahlus Sunnah tentang orang yang mencela Mu'aawiyah

Abu At-Taubah Ar-Robii' bin Naafi' Al-Halabi (wafat tahun 241 H) berkata :

"Mu'aawiyab bin Abi Sufyaan adalah sitar (penutup-pen) para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka jika seseorang berani menyingkap sitar tersebut maka akan berani mencela yang di balik sitar (mencela para sahabat yang lain-pen)" (Diriwayatkan oleh Al-Khothiib dengan sanadnya dalam Taariikh Baghdaad 1/577, atau cetakan lama 1/209 dan juga diriwayatkan oleh Ibnu 'Asaakir dengan sanadnya dalam Taariikh Dimasq 59/209)

Perkataan ini senada dengan apa yang diucapkan oleh Ibnul Mubaarok (wafat tahun 181 H) :

"Mu'aawiyah di sisi kami adalah ujian, barang siapa yang kami melihatnya mencela Mu'aawiyah maka kami akan menuduhnya mencela kaum tersebut, maksudku yaitu mencela para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam" (Taariikh Dimasyq 59/209)

Ibnu 'Asaakir juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Fadhl bin Ziyaad, ia berkata :

"Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) ditanya tentang seseorang yang merendahkan Mu'aawiyah dan 'Amr bin Al-'Aash, maka dikatakan bahwasanya ia adalah seorang rofidhoh (syi'ah)?. Imam Ahmad berkata : "Orang ini tidak berani mencela keduanya kecuali ia memiliki sesuatu yang buruk (yang ia sembunyikan di hatinya-pen), tidaklah seorangpun yang membenci salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali ia memiliki sesuatu yang buruk masuk (di hatinya)" (Taariikh Dimasyq 59/210)

Imam Ahmad juga berkata :

"Wahai Abul Hasan jika engkau melihat seseorang menjelek-jelekan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka curigailah keislamannya" (Manaaqib Al-Imaam Ahmad, Ibnul jauzi hal 216)

Imam Ahmad juga berkata :

"Barangsiapa yang merendahkan seorangpun dari para sahabat Rasulullah  atau membencinya karena kesalahan yang pernah dilakukannya atau menyebutkan keburukannya maka ia adalah mubtadi' hingga ia mendoakan rahmat bagi seluruh sahabat, dan hatinya selamat terhadap mereka" (Manaaqib Al-Imaam Ahmad, Ibnul jauzi hal 217)

Abu Ali Al-Hasan bin Abi Hilaal berkata :

"Abu Abdirrahman An-Nasaai ditanya tentang Mu'aawiyah bin Abi Sufyan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia berkata : Sesungguhnya Islam itu seperti sebuah rumah yang memiliki pintu, maka pintu Islam adalah para sahabat. Barang siapa yang mengganggu para sahabat sesungguhnya maksudnya adalah mengganggu Islam, sebagaimana seseorang yang melobangi pintu, tujuannya adalah untuk memasuki rumah". Ia berkata, "Maka barang siapa yang ingin (mengganggu) Mu'aawiyah maka sesungguhnya ia ingin (mengganggu) para sahabat" (Tahdziibul Kamaal, Al-Mizzi 1/339-340)

Keutamaan Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu

Banyak hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Mu'aawiyah. Hadits-hadits tersebut telah dibawakan oleh para ulama. Diantara mereka adalah:

1.    Al-Imam Al-Aajurry dalam kitabnya "As-Syarii'ah" (5/1524), ia berkata ; "Kitaab Fadhooil Mu'aawiyah bin Abi Sufyaan radhiallahu 'anhumaa", lalu ia menyebutkan banyak hadits serta manaqib keutamaan-keutamaan Mu'aawiyah (As-Syarii'ah 5/2431-2478).

2.    Al-Imam Ad-Dzahabi, beliau menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah (Lihat Siyar A'laam An-Nubalaa 3/123-127)

3.    Al-Haafizh Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 11/400-409 menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah

4.    Ibnu 'Assakir di Taariikh Dimasyq 59/79juga telah menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah

Akan tetapi pada kesempatan ini saya hanya menyebutkan sebagian keutamaan-keutamaan beliau:

Pertama : Beliau adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ أَوْتَرَ مُعَاوِيَةُ بَعْدَ الْعِشَاءِ بِرَكْعَةٍ وَعِنْدَهُ مَوْلًى لِابْنِ عَبَّاسٍ فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Dari Ibnu Abi Mulaikah ia berkata : Setelah sholat Isyaa Mu'aawiyah melakukan sholat witir satu raka'at dan di sisinya ada budaknya Ibnu Abbas, lalu budak inipun mendatangi Ibnu Abbaas, maka Ibnu Abbas berkata : "Biarkanlah Mu'aawiyah sesungguhnya ia telah bersahabat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam"  (Atsar diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya no 3764)

Dan jika telah jelas Mu'aawiyah adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka tentunya seluruh dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan para sahabat juga diterapkan kepada Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.

Kedua : Beliau adalah sekretaris Nabi dalam menulis wahyu

Ibnu Abbaas berkata:

كُنْتُ غُلامًا أَسْعَى مَعَ الْغِلْمَانِ، فَالْتَفَتُّ، فَإِذَا أَنَا بِنَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، خَلْفِي مُقْبِلًا، فَقُلْتُ: مَا جَاءَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا إِلَيَّ، قَالَ: فَسَعَيْتُ حَتَّى أَخْتَبِئَ وَرَاءَ بَابِ دَارٍ، قَالَ: فَلَمْ أَشْعُرْ حَتَّى تَنَاوَلَنِي، فَأَخَذَ بِقَفَايَ، فَحَطَأَنِي حَطْأَةً، فَقَالَ: " اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ " قَالَ: وَكَانَ كَاتِبَهُ، فَسَعَيْتُ فَأَتَيْتُ مُعَاوِيَةَ، فَقُلْتُ: أَجِبْ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّهُ عَلَى حَاجَةٍ

"Aku dulu masih kecil dan aku bermain dengan anak-anak yang lain, maka aku menoleh tiba-tiba Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada di belakangku berjalan, maka aku berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali ke arahku. Maka akupun berusaha bersembunyi di belakang pintu sebuah rumah, namun tidak aku sadari tiba-tiba Nabi memegang pundakku dan menepuk pundakku seraya berkata ; "Pergilah dan panggil Mu'aawiyah", dan Mu'aawiyah adalah penulis  Nabi. Maka akupun pergi ke Mu'aawiyah dan aku berkata : "Penuhi penggilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena sesungguhnya ia ada keperluan" (HR Ahmad 5/217 no 3104)

Kedudukan Mu'aawiyah sebagai penulis wahyu merupakan kedudukan yang sangat mulia, karena hal ini menunjukan bahwasanya Mu'aawiyah dipercaya oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada perkara yang sangat prinsip yaitu wahyu yang turun dari Allah subhaanahu wa ta'aala.


Perhatikan atsar berlikut ini :

Robaah bin Al-Jarrooh Al-Maushili berkata : "Aku mendengar seseorang bertanya kepada Al-Mu'aafaaa bin 'Imroon, maka ia berkata : Wahai Abu Mas'uud (kunyah nya Al-Mu'aafa-pen), dimana Umar bin Abdil Aziz jika dibandingkan dengan Mu'aawiyah bin Abi Sufyaan?. Maka Al-Mu'aafa pun sangat marah dan berkata : Tidak boleh para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallah dibandingkan dengan seorangpun, Mu'aawiyah adalah sahabat Nabi dan kerabat Nabi (melalui pernikahan-pen) dan penulis dan kepercayaan Nabi dalam menulis wahyu Allah" (Diriwayatkan oleh Al-Khothiib Al-Baghdaadi dengan sanadnya di Taariikh Bagdaad 1/577)

Ketiga : Mu'aawiyah adalah seorang yang faqiih

Ibnu Abi Mulaikah juga berkata :

قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ هَلْ لَكَ فِي أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ مُعَاوِيَةَ فَإِنَّهُ مَا أَوْتَرَ إِلَّا بِوَاحِدَةٍ قَالَ أَصَابَ إِنَّهُ فَقِيهٌ

Dikatakan kepada Ibnu Abbaas : Apakah engkau tidak menasehati Amiirul Mukminin Mu'aawiyah, sesungguhnya ia tidak sholat witir kecuali hanya satu raka'at". Ibnu Abbaas berkata : "Ia benar (tidak salah-pen), sesungguhnya ia seorang yang faqiih" (Atsar diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya no 3765)

Lihatlah para pembaca yang budiman, siapakah yang telah memuji Mu'aawiyah?? Ibnu Abbaas..!!! sepupu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Ahlul Bait. Dialah yang sezaman dengan Mu'aawiyah dan lebih paham tentang Mu'aawiyah.

Diantara bukti bahwasanya Ahlul bait mengakui keutamaan Mu'aawiyah yaitu mereka meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallalahu 'alahi wa sallam dari Mu'awiyah. Ada beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Mu'aawiyah. Demikian juga Muhammad bin Al-Hanafiyah (putra Ali bin Abi Thoolib) telah meriwayatkan hadits Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dari Mu'aawiyah (silahkan lihat Musnad Al-Imam Ahmad 28/96 no 16883 dan 28/110 no 16905). Dan juga telah lalu bahwasanya Ibnu Abbaas juga telah meriwayatkan hadits dari Abu Sufyan (ayah dari Mu'aawiyah).

Keempat : Mu'aawiyah seorang mujahid

Sesungguhnya Mu'aawiyah telah berjihad bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perang Hunain dan perang Thoif.

Dan setelah wafatnya Nabi shallahu 'alaihi wa sallam beliau tetap berjihad. Mu'aawiyah telah meminta kepada Utsmaan bin 'Affaan agar mengizinkanya untuk berperang di laut di arah Qubrus, maka Allahpun memberikan kemenangan bagi. Karena Umar dahulu melarang perang di laut hingga tatkala zaman pemerintahan Utsmaan maka Mu'aawiyah terus meminta izin kepada Utsman untuk berperang di laut, akhirnyapun diizinkan oleh Utsman (lihat penjelasan Ibnu Hajr dalam Fathul Baari 6/88). Inilah peperangan yang pernah dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا

"Pasukan perang dari umatku yang pertama berperang di atas laut maka wajib bagi mereka surga" (HR Al-Bukhari no 2924, lihat penjelasan Ibnu Hajr dalam Fathul Baari 6/103)

Para ulama sepakat bahwa perang tersebut adalah perang yang dipimpin oleh Mu'aawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu 'anhumaa. Al-Muhallab berkata : "Hadits ini menunjukan keutamaan Mu'aawiyah" (Dinukil oleh Ibnu Hajr dalam Fathul Baari 6/103)

Dan di masa pemerintahan Mu'aawiyah beliau banyak mengirim pasukan perang untuk memperluas pemerintahan kaum muslimin.

Kelima : Rasulullah mendoakan Mu'aawiyah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu'aawiyah

اللّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا، وَاهْدِ بِهِ

"Yaa Allah jadikanlah ia (Mu'aawiyah) pemberi petunjuk yang mendapat petunjuk, dan berilah petunjuk (kepada manusia) dengan sebabnya" (Al-Bukhaari di At-Taariikh Al-Kabiir 5/240 dengan sanad yang shahih, Ahmad dalam musnadnya 29/426 no 17895, dan At-Thirmidzi no 3842)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah berdoa :

اللهُمَّ عَلِّمْ مُعَاوِيَةَ الْحِسَابَ وَقِهِ الْعَذَابَ

"Yaa Allahu ajarkanlah kepada Mu'aawiyah ilmu perhitungan dan hindarkanlah ia dari 'adzab" (HR Al-Bukhari dalam At-Taariikh Al-Kabiir 7/327, At-Thobrooni di Musnad Asy-Syaamiyiin 1/190 dengan sanad yang shahih. Dan hadits ini memiliki syawahid diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya 28/382 no 17152, Ibnu Hibbaan dalam shahihnya 16/192 no 7210, Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya no 1938, At-Thobrooni dalam Al-Mu'ajam Al-Kabiir no 628 , dan lihat penjelasan Al-Bani dalam As-shahihah no 3227)       

Demikianlah para pembaca yang budiman, apa yang saya sebutkan hanyalah sebagian keutamaan Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.

Akan tetapi tentunya Ahlus Sunnah wal jama'ah meyakini bahwasanya tidak ada yang ma'suum (terjaga dari kesalahan) kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan para ulama telah menjelaskan bahwa apa yang terjadi antara Ali bin Abi Tholib dan Mu'aawiyah merupakan fitnah yang terjadi diantara mereka. Para ulama juga telah menjelaskan bahwasanya kebenaran berpihak kepada Ali bin Abi Tholib, adapun Mu'aawiyah dalam hal ini telah berijtihad dan salah, sehingga kita katakan :

-          Jika Mu'aawiyah telah berijtihad maka ia mendapatkan satu pahala yaitu pahala ijtihad

-          Dan jika kesalahannya bukan karena ijtihad maka Allah telah mengampuninya karena kebaikannya yang banyak dan karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa Mu'aawiyah adalah pasukan yang pertama berperang di atas laut telah wajib baginya surga. Akan tetapi telah jelas bahwasanya Mu'aawiyah telah melakukan kesalahan yang dibangun di atas ijtihad dan bukan karena hawa nafsu.

Ibnu Hazm rahimahullah telah menjelaskan dengan panjang lebar bahwa kesalahan Mu'aawiyah pada hakikatnya sama seperti kesalahan para ulama yang lain dari berbagai madzhab yang telah berijtihad namun salah. Jika kita menyatakan mereka mendapatkan pahala dan kita memberi udzur kepada mereka maka demikian pula hendaknya kita menyatakan demikian kepada Mu'aawiyah.

Ibnu Hazm berkata :

"Merupakan kebodohan yang nyata jika ada yang menyangka bahwa Ali melakukan kontradiksi dalam hukum-hukum yang ditetapkannya dan hanya mengikuti hawa nafsunya dan kebodohan dalam agamanya.  Ali membiarkan Sa'ad bin Abi Waqqoos, Abdullah bin Umar, Usaamah bin Zaid, Zaid bin Tsaabit, Hassan bin Tsaabit, Roofi' bin Khudaij, Muhammad bin Maslamah, Ka'ab bin Malik dan para sahabat yang lainnya yang belum membai'atnya dan Ali tidak memaksa mereka untuk membai'atnya padahal mereka tinggal bersama Ali di Madinah, demikian juga Khowarij yang mereka berteriak di pojok-pojok mesjid dengan suara yang keras di hadapan Ali –yang tatkala itu sedang di atas mimbar di mesjid di Kuufah- : "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, tidak ada hukum kecuali hukum Allah". Maka Ali berkata kepada mereka : "Kalian memiliki tiga hak yang wajib kami tunaikan, kami tidak melarang kalian ke mesjid, kami tidak mencegah pembagian harta fai' milik kalian, dan kami tidak akan memulai peperangan melawan kalian". Maka Ali tidak memulai peperangan melawan mereka hingga mereka membunuh Abdullah bin Khobab, kemudian juga Ali tidaklah memerangi mereka hingga meminta kepada mereka agar menyerahkan kepada Ali para pembunuh Abdullah bin Khobab. Tatkala mereka berkata :"Kami semua yang telah membunuh Abdullah bin Khobab", maka tatkala itu Alipun memerangi mereka.

Kemudian setelah semua ini ada yang menyangka bahwa Ali memerangi para pelaku perang Jamal karena mereka tidak mau membai'at Ali?, ini merupakan kedustaan yang nampak, kegilaan, dan murni kebohongan yang tidak diragukan lagi.

"Adapun Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu perkaranya berbeda, Ali radhiallahu 'anhu tidaklah memeranginya karena Mu'awiyah tidak mau membai'at. Karena hal ini (tidak berbaiat secara langsung-pen) perkara yang lapang bagi Mu'aawiyah sebagaimana lapang bagi Ibnu Umar dan para sahabat yang lainnya. Akan tetapi Ali memeranginya karena Mu'aawiyah tidak mau melaksanakan perintahnya di seluruh negeri Syaam, padahal Ali adalah Imam (penguasa kaum muslimin) yang wajib untuk ditaati, dan Ali di atas kebenaran dalam hal ini. Mu'aawiyah sama sekali tidak mengingkari keutamaan Ali dan hak Ali untuk memegang khilafah, akan tetapi ijtihad beliau mengantarnya memandang bahwa mendahulukan menuntut balas dari para pembunuh Utsman radhiallahu 'anhu dari pada membai'at Ali. Dan Ia memandang bahwa dirinyalah yang paling berhak untuk menuntut balas darah Utsman….

"Mu'aawiyah hanyalah salah karena mendahulukan hal ini (menuntut darah Utsman) daripada membaiat Ali, maka baginya pahala ijtihad dan tidak dosa baginya. Adapun terhalangnya ia dari kebenaran maka sebagaimana orang-orang yang lain yang bersalah dalam ijtihad mereka, yaitu orang-orang yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka mendapatkan satu pahala, dan bagi orang yang ijtihadnya benar mendapatkan dua pahala. Dan tidak ada yang lebih aneh dan mengherankan dari orang-oang yang membolehkan ijtihad pada permasalahan darah (kaum muslimin), kemaluan, nasab, harta, dan syari'at agama Allah dalam penghalalan, pengharaman, dan pewajiban, lalu mereka memberi udzur kepada orang-orang yang salah dalam ijtihad tersebut, dan ijtihad tersebut boleh-boleh saja bagi Al-Laits, Abu Hanifah, At-Tsauri, Malik, Asy-Syafii, Ahmad (bin hanbal), Daud (Adz-Dzohiri), Ishaaq (bin Rohuuyah), abu Tsaur dan yang lainnya seperti Zufar, Abu yuusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Al-Hasan bin Ziyaad, Ibnul Qoosim, Asyhub, Ibnul Maajisyuun, Al-Muzaniy, dan yang lainnya, dimana salah seorang dari mereka membolehkan (ditumpahkannya) darah seseorang dan yang lainnya mengharamkannya, seperti (hukum permasalahan) orang yang membangkang dan berperang akan tetapi tidak membunuh?, orang yang melakukan homo seksual, dan permasalahan yang lainnya banyak.

Salah seorang dari mereka menghalalkan kemaluan seorang wanita dan yang lainnya mengharamkannya, seperti permasalahan wanita gadis yang sudah balig dan berakal yang dinikahkan oleh ayahnya tanpa idzin dan ridho wanita tersebut, dan masalah yang lainnya banyak. Demikian juga dalam permasalahn syari'at harta dan nasab.

"Dan demikianpula sikap kaum mu'tazilah terhadap pembesar-pembesar mereka seperti Washil (bin 'Athoo') dan pembesar-pembesar mereka yang lainnya dan juga para ahli fiqih mereka. Demikian juga sikap Khowarij terhadap para ahli fiqh mereka dan para mufti mereka. Lantas kenapa mereka mempersempit hal ini (memberi udzur bagi yang salah berijtihad) kepada orang yang merupakan sahabat Nabi dan memiliki keutamaan, ilmu, kelebih dahuluan (dalam islam, jihad, dll-pen), dan ijtihad seperti Mu'aawiyah dan 'Amr (bin Al-'Aash) dan para sahabat yang lain yang menyertai mereka??. Dan ijtihad mereka hanyalah dalam permasalahan darah sebagaimana permasalahan yang para mufti juga berijtihad di situ?. Diantara para mufti ada yang berpendapat dibunuhnya seorang penyihir, dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian. Diantara mereka ada yang berpendapat orang yang merdeka juga dibunuh karena ia membunuh seorang budak, dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian. Diantara mereka ada yang berpendapat dibunuhnya seorang mukmin karena membunuh seorang kafir (dzimmi misalnya-pen), dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian.

Maka apa bedanya antara ijtihad-ijtihad ini dengan ijtihadnya Mu'aawiyah, 'Amr bin Al-'Aash dan yang lainnya??, kalau bukan karena kebodohan dan kebutaan serta kerancuanlah (yang menyebabkan persangkaan bahwasanya ada perbedaan-pen).

"Dan kita telah mengetahui bahwasanya barangsiapa yang wajib untuk melakukan suatu kewajiban (yang diperintahkan oleh Imam-pen) lalu ia enggan untuk menunaikannya dan berperang karena keengganannya maka wajib bagi Imam untuk memeranginya, meskipun orang tersebut melakukannya karena takwiil (ijtihad-pen), dan hal ini tidaklah mengurangi 'adaalah dan keutamaan orang tersebut. Dan hal ini juga tidak menjadikan ia sebagai orang fasiq, bahkan ia mendapat pahala karena ijtihadnya dan niatnya untuk menuntut kebaikan.

Dengan demikian maka kita pastikan bahwasanya Ali lah yang benar dan kepemimpinannya sah, dan dialah yang di atas kebenaran, dan baginya dua pahala, pahala ijtihad dan pahala benar. Dan kita juga pastikan bahwasa Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu dan orang-orang yang bersamanya adalah keliru dan mereka mendapatkan satu pahala.

Dan ada hadits  yang mulia yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bawhasanya beliau mengabarkan tentang kaum yang keluar (khawarij) dimana kaum tersebut keluar diantara dua kelompok dari umatnya yang kaum khawarij tersebut akan dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok umatnya shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih dekat kepada kebenaran.

Maka keluarlah kelompok tersebut –dan mereka adalah khawarij- diantara para pengikut Ali dan para pengikut Mu'aawiyah, maka Ali dan para pengikutnyapun membunuh kaum khawarij tersebut, maka benarlah jika mereka (Ali dan para pengikutnya) adalah kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran dari dua kelompok umatnya shallallahu 'alaihi wa sallam"

"Demikian pula dalam hadits yang shahih dari Rasulullah shallaallahu 'alaihi wa sallam :

"Akan membunuh 'Ammaar kelompok yang melanggar"

Dan seorang yang mujtahid yang keliru jika berperang diatas pendapatnya bahwasanya ia diatas kebenaran dengan niat karena Allah namun ia tidak sadar bahwasanya ia salah maka ia adalah kelompok yang melanggar, meskipun ia mendapatkan pahala. Dan ia tidak terkena hukum had jika ia meninggalkan peperangan dan tidak terkena diyyah.

Adapun jika ia berperang di atas hawa nafsu yang ia sadari  bahwasanya ia bersalah maka ini adalah pemberontak yang terkena hukum had pra pemberontak dan diyyah. Dan orang seperti ini adalah orang fasiq dan pemberontak bukan seorang mujtahid yang keliru.

Penjelasannya adalah firman Allah :

((Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.

Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.)) (QS Al-Hujuroot : 9-10)"

"Inilah penjelasan kami tanpa dipaksa-paksakan dengan takwil dan tidak keluar dari penunjukan dzhohir ayat tersebut. Allah telah menamakan mereka dengan "Kaum Mukminin yang melanggar" -sebagian mereka merupakan saudara bagi yang lainnya (meskipun) tatkala mereka sedang berperang- dan "Kaum yang ada di atas keadilan" yang dilanggar haknya dan diperintahkan oleh Allah untuk mendamaikan diantara mereka. Allah tidak mensifati mereka dengan kefasikan karena peperangan tersebut dan juga Allah tidak mensifati mereka dengan kurangnya iman, akan tetapi mereka hanyalah bersalah dan melanggar, dan tidak seorangpun dari mereka yang ingin membunuh yang lainnya.

'Amaar radhiallahu 'anhu dibunuh oleh Abul 'Aadiyah Yasaar bin Sabu' As-Sulami, yang telah ikut bai'at Ridlwaan, maka ia termasuk orang-orang yang dipersaksikan Allah bahwasanya Allah mengetahui ketulusan hatinya dan Allah menurunkan ketenangan pada hatinya serta ridho kepadanya (lihat QS Al-Fath : 18-pen). Maka Abul 'Aadiyah radhiallahu 'anhu mujtahid yang keliru dan telah melakukan pelanggaran (kedzoliman) terhadap 'Ammar dan ia mendapatkan satu pahala. Dan dia tidaklah seperti para pembunuh 'Utsman radhiallahu 'anhu karena tidak ada tempat bagi mereka untuk berijtihad untuk membunuh Utsman, karena 'Utsman sama sekali tidak membunuh seorangpun dan tidak memerangi seorangpun, juga tidak membela sesuatupun. Juga tidak berzina dan tidak murtad yang sehingga membolehkan para pembunuhnya untuk berijithad dalam membunuhnya. Akan tetapi mereka adalah oang-orang fasik, para pemberontak, menumpahkan darah yang haram untuk ditumpahkan dengan sengaja tanpa ada takwil (ijtihad) tapi dengan dengan kedzoliman dan permusuhan, maka mereka adalah orang-orang fasiq yang terlaknat"  (Al-Fishol fi al-milal wa al-Ahwaa wa an-Nihal  4/240-2412). Demikianlah penjelasan panjang lebar dari Ibnu hazm rahimahullah.

Para pembaca yang budiman.. bukankah setelah wafatnya Ali lalu tampuk kepemimpinan berpindah kepada putra beliau Al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhumaa. Lantas apakah yang dilakukan oleh Al-Hasan…??, ternyata setelah itu Al-Hasan mengalah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.

Nabi memuji perbuatan Al-Hasan ini dalam sabdanya kepada Al-Hasan:

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

"Sesungguhnya anakku ini (yaitu cucuku ini-pen) merupakan pemimpin dan semoga Allah dengan sebabnya akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum muslimin" (HR Al-Bukhari no 2704)

Oleh karenanya Imam Al-Bukahri membahwakan hadits ini pada manaqib (kmuliaan) Al-Hasan dan Al-Husain.

Hadits ini menunjukan :

1.      Pujian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sikap Al-Hasan yang mendamaikan dua kalompok yang saling bertikai (kelompok Mu'awiyah dan kelompok ayahnya Ali bin Abi Tholib) dengan mengalah dan menyerahkan tanmpuk kepemimpinan kepada Mu'aawiyah

2.      Dua kelompok yang saling bertikai tersebut semuanya termasuk kaum muslimin

3.      Orang yang menyatakan Mu'awiyah adalah munafik dan kafir maka secara langsung telah mencela Al-Hasan yang telah menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada seorang yang kafir. Dan inilah perkara yang tidak penah bisa di jawab oleh orang-orang syiah. Dimana mereka meyakini bahwa Al-Hasan ma'suum (tidak mungkin bersalah) namun anehnya Al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Mu'awiyah yang kafir di mata orang-orang syi'ah !!!!

Setelah ini semua… maka saya katakan kepada Abu salafy :

Pertama : Apakah ada ulama islam yang mengkafirkan Mu'aawiyah???

Kedua : Anda begitu getol menuduh Muhammad bin Abdul Wahhab takfiri (suka mengkafirkan) padahal anda sendiri demikian??. Yang lebih parah lagi anda mengkafirkan para sahabat seperti Mu'awiyah dan ayahnya Abu Sufyan??. Orang yang berdoa kepada selain Allah anda nyatakan tidak melakukan kesyirikan, sementara Mu'awiyah dan ayahnya anda kafirkan !!!

Ketiga : Tidakkah anda tahu wahai ustadz Abu Salafy tidak ada seorang ulamapun yang mengkafirkan Mu'aawiyah kecuali ulama syii'ah??. Tidakkah anda tahu bahwa tidak ada yang mengkafirkan Abu Sufyan kecuali kaum rofihdoh…??. Jika anda bukanlah seorang syi'ah –dan saya berharap demikian- maka janganlah ikut-ikutan melariskan aqidah kaum rofidhoh.

Penulis: Dr. Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja, Lc. M. A

Tags