Type Here to Get Search Results !

 


SESATNYA ASY'ARIYAH MENURUT ULAMA BESAR DARI BERBAGAI MADZHAB

 

Bismillahirrahmanirrahim

Sesungguhnya Nabi kita yang mulia shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan dan mempersaksikan bahwa sebaik-baik generasi adalah tiga generasi pertama dari umat ini.

Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم

Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (generasi Sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (generasi Tabiin), kemudian orang-orang setelah mereka (Tabiut-Tabi’in).
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Sekalipun di zaman tersebut telah muncul firqah-firqah sesat seperti Khawarij, Qadariyyah, Murjiah dan lainnya, namun tersebarnya paham-paham sesat tersebut tidak seperti zaman setelah mereka yang semakin banyak dan bermacam-macam, yang semuanya di bangun di atas ilmu kalam. Diantara firqah sesat yang muncul setelah generasi terbaik adalah sekte Asy’Ariyyah yang diusung oleh Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ari rahimahullah (sebelum beliau rujuk ke aqidah Salaf) yang wafat tahun 324 H.

Berkata Al-Imam As-Sijzi rahimahullah (wafat:444 H):

“Ketahuilah -semoga Allah memberikan petunjuk kepada kami dan kepada kalian- bahwasanya tidak ada perselisihan diantara manusia dengan perbedaan pemahaman mereka sejak awal zaman (islam) sampai waktu munculnya Ibnu Kullab, Al-Qalanisi, Ash-Shalihi, Al-Asy’ari, dan kawan-kawan mereka yang menampakan bantahan terhadap Mu’tazilah, padahal mereka bersama mereka (mu’tazilah), bahkan mereka lebih jelek keadaan batinnya dari mu’tazilah.”
(Risalah As-Sijzi Ila Ahli Zubaid:115-117)

Sekalipun demikian, tetap ada sebagian kalangan yang tidak mengakui sesatnya firqah Asy’ariyyah ini. Kata mereka: hukum sesat terhadap firqah Asy’ariyyah hanyalah dari kaum “Wahhabiyyah”. Asy’ariyyah itu adalah Ahlussunnah, kenyataannya banyak dari para ulama itu beraqidah Asy’ariyyah, diantaranya adalah dua imam besar Al-Hafidz An-Nawawi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahumallah, dan tidak ada yang menyesatkannya, kecuali Salafi-Wahabi?.
Untuk menjawab syubhat tersebut, penulis membawakan dua muqaddimah yang harus diketahui oleh setiap muslim yaitu:
  1. Hukum Sesat Terhadap Firqah Asy’Ariyyah bukanlah Produk Ahlussunnah Salafiyyin yang mereka gelari dengan Wahhabiyyah. (ini tema pembahasan dalam artikel ini)
  2. Sebab Kenapa Sebagian Ulama Terjatuh Kepada Aqidah Asy’ariyyah. (In syaa Allah akan dibahas pada artikel selanjutnya)
Merupakan suatu tuduhan tak berdasar mengatakan bahwa hukum sesat terhadap Asy’ariyyah adalah berasal dari Ahlussunnah Salafiyyin “Wahhabiyyah”, tuduhan ini dibangun di atas fanatik madzhab dan kebencian terhadap dakwah Salaf yang mulia ini.

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa yang menghukumi Asy’ariyyah itu sesat adalah para ulama dari berbagai madzhab yang empat (Hanafiyah, Malikiyyah, Syafiiyyah, Hanbali) dan Zhahiriyyah. Oleh karena itu, penulis akan bawakan ucapan mereka dengan izin Allah. Dan penulis tidak akan membawakan ucapan para ulama semisal Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul-Qayyim, Muhammad ibn Abdil-Wahhab, dan para ulama di zaman ini yang mereka sebut dengan ulama Wahhabi. Tapi penulis akan bawakan ucapan para ulama dari berbagai madzhab yang hidup sezaman dengan ulama Asy’ariyyah; baik yang sezaman dengan penggagasnya Abul-Hasan Asy’ariy atau setelahnya.

Berikut ini adalah ucapan-ucapan mereka tentang sekte Asy-ariyyah, penulis bawakan sesuai urutan tahun wafatnya:

1. Al-Imam Abul-Abbas Ahmad ibn Umar ibn Suraij Al-Bagdadi Asy-Syafi’i (wafat:306 H)

Beliau berkata:

( ﻻ ﻧﻘﻮﻝ ﺑﺘﺄﻭﻳﻞ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ، ﻭاﻷﺷﻌﺮﻳﺔ، ﻭاﻟﺠﻬﻤﻴﺔ، ﻭاﻟﻤﻠﺤﺪﺓ، ﻭاﻟﻤﺠﺴﻤﺔ، ﻭاﻟﻤﺸﺒﻬﺔ، ﻭاﻟﻜﺮاﻣﻴﺔ، ﻭاﻟﻤﻜﻴﻔﺔ، ﺑﻞ ﻧﻘﺒﻠﻬﺎ ﺑﻼ ﺗﺄﻭﻳﻞ، ﻭﻧﺆﻣﻦ ﺑﻬﺎ ﺑﻼ ﺗﻤﺜﻴﻞ، ﻭﻧﻘﻮﻝ اﻹﻳﻤﺎﻥ ﺑﻬﺎ ﻭاﺟﺐ، ﻭاﻟﻘﻮﻝ ﺑﻬﺎ ﺳﻨﺔ، ﻭاﺑﺘﻐﺎء ﺗﺄﻭﻳﻠﻬﺎ ﺑﺪﻋﺔ)

Kami tidak berpendapat (dalam ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat Allah) dengan ta’wilnya Mu’tazilah, Asy’ariyyah, Jahmiyyah, Mulhidah, Mujassimah, Musyabbihah, Karramiyyah, dan Mukayyifah. Bahkan kami menerimanya tanpa menta’wil, beriman kepadanya tanpa tamtsil, dan kami berpendapat: beriman kepadanya adalah wajib dan berpendapat dengannya adalah sunnah, dan mencari ta’wilnya adalah bid’ah.
(Ijtimã’ Al-Juyûsy Al-Islãmiyyah:119)

Beliau bergelar Imam Asy-Syafi’i Kedua.

2. Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Shalih Al-Qahthani Al-Andulisi Al-Maliki rahimahullah (wafat: 378 H)

Beliau berkata dalam Nuniahnya:

والآن أهجو الأشعري وحزبه … .وأذيع ما كتموا من البهتان

Dan sekarang saya mengecam Asy’ari dan kelompoknya. Saya akan membeberkan apa yang mereka tutupi berupa kedustaan.
(Nuniah Al-Qahthani)

3. Al-Imam Muhammad Ibn Ahmad ibn ishaq Mindad Al-Mishri Al-Maliki rahimahullah (wafat: 390 H)

Beliau berkata:

ﺃﻫﻞ اﻷﻫﻮاء ﻋﻨﺪ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻫﻢ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﻼﻡ، ﻓﻜﻞ ﻣﺘﻜﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻷﻫﻮاء ﻭاﻟﺒﺪﻉ ﺃﺷﻌﺮﻳﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺃﺷﻌﺮﻱ، ﻭﻻ ﺗﻘﺒﻞ ﻟﻪ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﻓﻲ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭﻳﻬﺠﺮ ﻭﻳﺆﺩﺏ ﻋﻠﻰ ﺑﺪﻋﺘﻪ، ﻓﺈﻥ ﺗﻤﺎﺩﻯ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﺳﺘﺘﻴﺐ ﻣﻨﻬﺎ

Ahlul-Ahwa menurut Imam Malik dam semua sahabat kami (ulama Malikiyyah) adalah Ahli Kalam. Setiap mutakallim maka dia adalah seorang ahli hawa dan bid’ah, baik itu dia seorang asy’ari atau bukan asy’ari. Tidak diterima persaksiannya dalam Islam, diboikot dan diberi pelajaran karena bid’ahnya, jika dia tetap pada pendiriannya maka diminta untuk bertobat.
(Jami Bayãnil-Ilmi wa Fadhlih:2/943)

4. Imam Besar Madzhab Syafi’iyyah Abu Hamid Ahmad ibn Abi Thahir Al-Isfirãini rahimahullah (wafat:406 H)

Berkata Abul-Hasan Al-Karkhi Asy-Syafii:

ﻭﻛﺎﻥ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ اﻹﺳﻔﺮاﺋﻴﻨﻲ ﺷﺪﻳﺪ اﻹﻧﻜﺎﺭ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺎﻗﻼﻧﻲ ﻭﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻜﻼﻡ

Asy-Syaikh Abu Hamid Al-Isfirãini adalah seorang yang sangat keras pengingkarannya terhadap Al-Baqillani dan orang-orang ahli kalam…
(Dar’u Ta’ãrudh Al-‘Aql wan-Naql:2/96, Al-Fatawa Al-Kubra:6/600)

5. Al-Imam Abu Umar Muhammad ibn Al-Husain Al-Bisthãmi Asy-Syafi’i Al-Wa’izh rahimahullah (wafat: 408 H)

Beliau berkata:

ﻛﺎﻥ ﺃﺑﻮ اﻟﺤﺴﻦ اﻷﺷﻌﺮﻱ ﺃﻭﻻ ﻳﻨﺘﺤﻞ اﻻﻋﺘﺰاﻝ، ﺛﻢ ﺭﺟﻊ ﻓﺘﻜﻠﻢ ﻋﻠﻴﻬﻢ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻣﺬﻫﺒﻪ اﻟﺘﻌﻄﻴﻞ، ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﺭﺟﻊ ﻣﻦ اﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺇﻟﻰ اﻟﺘﻤﻮﻳﻪ

Awalnya Abul-Hasan Al-Asy’ari menyatakan pemikiran mu’tazilah, kemudian dia rujuk lalu membantah mereka. Sesungguhnya madzhabnya adalah ta’thil (menafikan Sifat), akan tetapi dia hanyalah berpindah dari sikap terang-terangan ke sikap menyamarkan.
(Dzammul-Kalãm wa Ahlih:4/408)

6. Al-Hafidz Abu Hatim Ahmad ibn Al-Hasan ibn Muhammad Ar-Razi yang dikenal dengan Khamusy (wafat: antara 430-440 H)

Berkata Syaikhul-Islam Al-Harawi rahimahullah:

(ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺨﺎﻣﻮﺷﻲ اﻟﻔﻘﻴﻪ اﻟﺮاﺯﻱ ﻓﻲ ﺩاﺭﻩ ﺑﺎﻟﺮﻱ ﻓﻲ ﻣﺤﻔﻞ ﻳﻠﻌﻦ اﻷﺷﻌﺮﻳﺔ، ﻭﻳﻄﺮﻱ اﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ)

Saya mendengar Ahmad ibn Al-Hasan Al-Khamusyi Al-Faqih Ar-Razi di rumahnya di kota Ray dalam suatu majlis dia melaknat Asy’ariyyah dan memuji Hanabilah.
(Dzammul-Kalam:4/420)

7. Al-Imam Al-Hafidz Abu Nashr Ubaidillah ibn Sa’id As-Sijzi Al-Hanafi rahimahullah (wafat: 444 H)

Setelah menyebutkan tokoh-tokoh Mu’tazilah, beliau berkata:

ﺛﻢ ﺑﻠﻲ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺑﻌﺪ ﻫﺆﻻء -ﺃﻱ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ – ﺑﻘﻮﻡ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﺃﻧﻬﻢ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻻﺗﺒﺎﻉ. ﻭﺿﺮﺭﻫﻢ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺿﺮﺭ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻭﻫﻢ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻛﻼﺏ، ﻭﺃﺑﻮ اﻟﻌﺒﺎﺱ اﻟﻘﻼﻧﺴﻲ، ﻭﺃﺑﻮ اﻟﺤﺴﻦ اﻷﺷﻌﺮﻱ…
ﻭﻛﻠﻬﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﺿﻼﻝ ﻳﺪﻋﻮﻥ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﺗﺮﻙ اﻟﺤﺪﻳﺚ

Kemudian setelah mereka (Mu’tazilah), Ahlussunnah diuji dengan suatu kaum yang mengaku bahwa mereka adalah ahlu Ittiba’, (padahal) bahaya mereka lebih berbahaya dari Mu’tazilah dan selainnya. Mereka itu adalah: Abu Muhammad ibn Kilab, Abul-Abbas Al-Qalanisi, ABUL-HASAN AL-ASY’ARI… (Lalu beliau meyebutkan tokoh-tokoh setelahnya).

(Setelah itu beliau berkata):
MEREKA SEMUA ITU ADALAH PARA IMAM KESESATAN YANG MENGAJAK MANUSIA AGAR MENYELISIHI SUNNAH DAN MENINGGALKAN HADITS.
(Risalah As-Sijzi Ila Ahli Zubaid:343-346)

8. Al-Imam Al-Hafidz Al-Kabir Abu Muhammad Ali ibn Ahmad Ibn Said ibn Hazm Azh-Zhahiri (wafat: 456 H)

Beliau mengomentari tentang salah satu pemikiran Asy’ariyyah yaitu masalah Ilmu Allah adalah selain Allah tapi selalu bersamaNya:

…ﻭﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺑﻬﺬا ﺃﺣﺪ ﻗﻂ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻹﺳﻼﻡ ﻗﺒﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﻔﺮﻗﺔ اﻟﻤﺤﺪﺛﺔ ﺑﻌﺪ اﻟﺜﻼﺛﻤﺎﺋﺔ ﻋﺎﻡ -ﺃﻱ اﻷﺷﺎﻋﺮﺓ-، ﻓﻬﻮ ﺧﺮﻭﺝ ﻋﻦ اﻹﺳﻼﻡ ﻭﺗﺮﻙ ﻟﻹﺟﻤﺎﻉ اﻟﻤﺘﻴﻘﻦ

Tidak ada seorang pun dari Ahli Islam berpendapat demikian sebelum firqah bid’ah ini setelah 300 tahun -yaitu Asy’ariyyah-, ini adalah keluar dari islam dan meninggalkan Ijma yang pasti.
(Al-Fashl Fil-Milal:2/105)

Beliau adalah Imam besar madzhab Azh-Zhahiriyyah

9. Al-Imam Al-Qadhi Abul-Husain Muhammad ibn Muhammad ibn Al-Husain Al-Farra Al-Hanbali (wafat: 526 H)

Berkata Al-Hafidz As-Silafi:

(ﻛﺎﻥ ﺃﺑﻮ اﻟﺤﺴﻴﻦ ﻣﺘﻌﺼﺒﺎ ﻓﻲ ﻣﺬﻫﺒﻪ، ﻭﻛﺎﻥ ﻛﺜﻴﺮا ﻣﺎ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻲ اﻷﺷﺎﻋﺮﺓ ﻭﻳﺴﻤﻌﻬﻢ، ﻻ ﺗﺄﺧﺬﻩ ﻓﻲ اﻟﻠﻪ ﻟﻮﻣﺔ ﻻﺋﻢ)

Dahulu Abul-Husain adalah seorang yang fanatik terhadap madzhabnya, dan beliau sering berbicara tentang Asy’ariyyah dan terang-terangan kepada mereka, beliau tidak takut celaan pencela karena Allah.
(As-Siyar:19/602)

10. Al-Imam Abul-Husain Yahya ibn Abil-Khair Al-Imrani Al-Yamani Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat: 558 H)

Beliau berkata:

وأقوال الأشعرية مثبتة على أصول المعتزلة لأن أبا الحسن كان معتزلياً

Pemikiran-pemikiran Asy’ariyyah ditetapkan di atas pokok pemikiran mu’tazilah, karena Abul-Hasan dahulunya adalah seorang Mu’tazili.
(Al-Intishãr Fir-Rad Alal-Mu’tazilah:2/648)

Beliau penulis Kitab Al-Bayan Fi Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i.

11. Al-Imam Abu Muhammad Abdul-Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani Al-Hanbali rahimahullah (wafat:561 H)

Ketika berbicara masalah Shaut dan Huruf pada sifat Kalamullah, beliau berkata:

ﻭﻗﺪ ﻧﺺ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﺇﺛﺒﺎﺕ اﻟﺼﻮﺕ ﻓﻲ ﺭﻭاﻳﺔ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻷﺻﺤﺎﺏ ﺭﺿﻮاﻥ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﺎ ﻗﺎﻟﺖ اﻷﺷﻌﺮﻳﺔ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻛﻼﻡ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﻗﺎﺋﻢ ﺑﻨﻔﺴﻪ، ﻭاﻟﻠﻪ ﺣﺴﻴﺐ ﻛﻞ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺿﺎﻝ ﻣﻀﻞ.

Al-Imam Ahmad telah menegaskan tentang penetapan Shaut (suara) dalam riwayat sejumlah sahabatnya (murid-muridnya) radhiyallahu anhum, berbeda dengan apa yang diyakini oleh Asy’ariyyah bahwasanya Kalamullah adalah makna yang berdiri sendiri. Allah yang akan menghisab setiap ahli bid’ah yang sesat lagi menyesatkan.
(Al-Gunyah:1/131)

Beliau dikenal di kalangan Shufiyyah: Abdul-Qadir Al-Jailani. Banyak disandarkan kepadanya hal-hal yang dusta.

12. Al-Imam Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Qudamah Al-Maqdisi Al-Hanbali (wafat: 620 H)

Beliau berkata:

(ﻭﻻ ﻧﻌﺮﻑ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ اﻟﺒﺪﻉ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻳﻜﺘﻤﻮﻥ ﻣﻘﺎﻟﺘﻬﻢ ﻭﻻ ﻳﺘﺠﺎﺳﺮﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﺇﻇﻬﺎﺭﻫﺎ ﺇﻻ اﻟﺰﻧﺎﺩﻗﺔ ﻭاﻷﺷﻌﺮﻳﺔ)

Kami tidak ketahui di kalangan ahli Bid’ah sebuah kelompok yang menyembunyikan pemikiran mereka dan tidak berani menampakannya selain Zanadiqah dan Asy’ariyyah.
(Al-Munazharah Fil-Qur’an:35)

Beliau adalah Imam Besar Madzhab Hanabilah. Penulis kitab Al-Mughni.

Ucapan para ulama sangatlah banyak dalam masah ini. Yang penulis bawakan di sini adalah yang terang-terangan menyebut firqah Asy’ariyyah. Syaikhul-Islam Abu Ismail Al-Harawi membuat Bab khusus dalam kitabnya Dzammul-Kalãm wa Ahlih: Bab Dzikri Kalam Al-Asy’ari (Bab penyebutan pemikiran/ideologi Al-Asy’ari).

Adapun yang secara umum mencela Ahli Kalam maka sangatlah banyak, juga celaan mereka terhadap firqah Kullabiyyah yang merupakan asal dan induk firqah Asy’ariyyah sangatlah banyak.

BAHKAN SEBAGIAN ULAMA ADA YANG SAMPAI MENGKAFIRKAN FIRQOH ASY'ARIYYAH:

1. Abul-Abbas Ahmad ibn Muhammad An-Nuhawandi Az-Zahid Al-Arif (wafat: 394 H), [Tarikhul-Islam:8/737]
  • Berkata Syaikhul-Islam Al-Harawi rahimahullah: saya mendengar Ahmad ibn Hamzah dan Abu Ali Al-Haddad rahimahumallah mereka berkata:

(ﻭﺟﺪﻧﺎ ﺃﺑﺎ اﻟﻌﺒﺎﺱ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ اﻟﻨﻬﺎﻭﻧﺪﻱ ﻋﻠﻰ اﻹﻧﻜﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﻼﻡ ﻭﺗﻜﻔﻴﺮ اﻷﺷﻌﺮﻳﺔ.
ﻭﺫﻛﺮا ﻋﻈﻢ ﺷﺄﻧﻪ ﻓﻲ اﻹﻧﻜﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ اﻟﻔﻮاﺭﺱ اﻟﻘﺮﻣﺎﺳﻴﻨﻲ ﻭﻫﺠﺮاﻧﻪ ﺇﻳﺎﻩ ﻟﺤﺮﻑ ﻭاﺣﺪ)

Kami mendapatkan Abul-Abbas Ahmad ibn Muhammad An-Nuhawandi mengingkari Ahli Kalam dan mengkafirkan Asy’ariyyah.
(Al-Harawi berkata): mereka berdua juga menyebutkan tentang kerasnya pengingkaran beliau terhadap Abul-Fawaris Ar-Qurmasini dan pemboikotannya karena satu masalah.
  • Berkata Syaikhul-Islam Al-Harawi rahimahullah:

ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻤﺰﺓ ﻳﻘﻮﻝ:
(ﻟﻤﺎ اﺷﺘﺪ اﻟﻬﺠﺮاﻥ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﻬﺎﻭﻧﺪﻱ ﻭﺃﺑﻲ اﻟﻔﻮاﺭﺱ ﺳﺄﻟﻮا ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺪﻳﻨﻮﺭﻱ؛ ﻓﻘﺎﻝ: ﻟﻘﻴﺖ ﺃﻟﻒ ﺷﻴﺦ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻨﻬﺎﻭﻧﺪﻱ)

Saya mendengar Ahmad ibn Hamzah berkata:

Ketika semakin hebat saling boikot antara An-Nuhawandi dan Abul-Fawaris, maka orang-orang bertanya kepada Abu Abdillah Ad-Dainuri, beliau menjawab:
Saya mendapati SERIBU Syaikh mencocoki An-Nuhawandi.
(Dzammul-Kalãm:4/404)

Abu Abdillah Ad-Dainuri: Asy-Syaikh Al-Imam Al-Husain ibn Muhammad ibn Al-Husain Ats-Tsaqafi (wafat: 414 H), [As-Siyar:17/383]

2. Al-Imam Al-Wa’izh Abu Zakariya Yahya ibn Ammãr As-Sijistani (wafat: 422 H), [Tarikhul-Islãm:9/384)

Berkata Syaikhul-Islam Al-Harawi rahimahullah:

(رأيت يحي بن عمار ما لا أحصي من مرة على منبره يكفرهم -أي الأشعرية- ويلعنهم، ويشهد على أبي الحسن الأشعري بالزندقة، وكذلك رأيت عمر بن إبراهيم ومشائخنا)

Saya telah menyaksikan berkali-kali Yahya ibn Ammar di atas mimbarnya mengkafirkan mereka -yaitu Asy’ariyyah- dan melaknat mereka, dan bersaksi atas Abul-Hasan Al-Asy’ari adalah seorang Zindiq.

Demikian juga saya menyaksikan Umar ibn Ibrahim dan guru-guru kami (seperti itu).
(Dzammul-Kalãm:4/411)

Umar ibn Ibrahim yaitu Umar ibn Ibrahim ibn Ismail Abul-Fadhl Az-Zahid (wafat: 426 H), [Tarikh Baghdad:13/146]

Penulis katakan:

Kami tidak sepakat tentang pengkafiran tersebut. Akan tetapi, yang menjadi pelajaran di sini adalah kerasnya pengingkaran para ulama tersebut sehingga sampai tahap mengkafirkan firqah Asy’ariyyah.

Dengan pemaparan dan uraian di atas, jelaslah bahwa hukum sesat terhadap firqah Asy’ariyyah yang diklaim oleh sebagian orang sebagai Ahlussunnah (in syaa Allah akan datang bantahan atas klaim ini dalam artikel tersendiri) adalah dari para ulama, bukan dari Ahlussunnah yang mereka gelari Wahhabiyah.

Kesimpulan:

Firqah Asy’ariyyah adalah firqah sesat yang muncul setelah tiga generasi terbaik dalam islam.

Faedah:

Firqah ini di negeri kita Indonesia di anut oleh sebagian kaum yang menamakan diri mereka “ASWAJA”.

وبالله التوفيق



[Menjawab Syubhat "Asy'Ariyyah Itu Tidak Sesat, Buktinya Ibnu Hajar dan An-Nawawi Asy'Ariyyah" bagian 2]

Pada artikel sebelumnya telah kita ketahui bahwa firqah Asy'Ariyyah adalah firqah yang sesat yang menyelisihi aqidah Salaf Ahlussunnah wal Jamaah. Akan tetapi, mungkin para fanatikus firqah Asy'Ariyyah tidak menerimanya dengan berbagai macam alasan. Diantaranya mereka akan berkata: jika benar sesat, kenapa kebanyakan ulama beraqidah Asy'Ariyyah? Ini menunjukkan bahwa Aqidah Asy'Ariyyah adalah aqidah Ahlussunnah sehingga diikuti para ulama.

Penulis katakan:

Tidak benar ucapan bahwa "kebanyakan ulama" beraqidah Asy'Ariyyah. Justru kebanyakan ulama adalah beraqidah Salaf.

(In syaa Allah akan datang pembahasan khusus tentang masalah ini).

Yang benarnya adalah dikatakan: "Sebagian ulama terjatuh kepada sebagian aqidah Asy'Ariyyah".

Maka ini kita katakan benar sebagian ulama terjatuh kepada sebagian aqidah Asy'Ariyyah. Kita katakan "sebagian" karena para ulama tersebut tidaklah mencocoki semua Aqidah Asy'Ariyyah. (Sebagaimana akan dibahas dalam Aqidah An-Nawawi dan Ibnu Hajar pada pembahasan selanjutnya in syaa Allah)

  • Oleh karena itu, adalah sangat penting kita mengetahui sebab kenapa para ulama tersebut terjatuh kepada sebagian aqidah Asy'Ariyyah.
  • Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa faktor terpenting untuk mengetahui sebab tersebut adalah kita mengetahui sebab tersebarnya firqah Asy'Ariyyah di tengah umat.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan 4 sebab kenapa banyak dari Ahli fiqih dan hadits juga ahli tashawwuf mencocoki sebagian bid'ah Asy'Ariyyah.

  • Pertama:

Banyaknya kebenaran dan atsar nabawiyah yang ada pada mereka (dibandingkan dengan firqah lainnya),

  • Kedua:

Mereka menyamarkan aqidah mereka dengan kiyas-kiyas aqliyyah yang sebagiannya mereka warisi dari firqah Shabi'ah dan sebagiannya adalah bid'ah mereka sendiri.

  • Ketiga:

Lemahnya atsar Nabawiyyah yang menangkis syubhat-syubhat mereka, 

  • Keempat:

Lemahnya dan kelalaian mereka yang berintisab kepada Sunnah dan Hadits; kadang mereka meriwayatkan apa yang mereka tidak ketahui keshahihannya, dan kadang mereka seperti orang tidak paham Alquran dan sunnah. 

( lihat Majmu Al-Fatawa: 12/33, secara ringkas )

Penulis katakan:

Secara garis besar apa yang dipaparkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah adalah benar. Namun, apa yang beliau sebutkan bukanlah sebab utama yang membuat firqah Asy'ariyyah tersebar. Karena alhamdulillah para ulama sejak muncul pemikiran Abul-Hasan Asy'ari rahimahullah mereka telah memperingatkan tentang kesesatan firqah tersebut kepada umat. Bahkan ketika tahun 433 H Khalifah Abbasiyah Al-Qa'im Bi-Amrillah Abu Ja'far membacakan Aqidah Salaf yang ditulis oleh ayahnya (Khalifah sebelumnya) Al-Qadir Billah Abul-Abbas Ahmad Al-Abbasi rahimahullah agar kaum muslimin memiliki pegangan dalam menangkal aqidah yang menyimpang diantaranya adalah Asy'Ariyyah. Aqidah tersebut dikenal dengan nama Al-I'tiqad Al-Qadiri.

( lihat Al-Muntazham:15/279, lihat juga Tarikh Al-Islam: 9/494, Al-Bidayah wan-Nihayah; 12/49 )

Jika engkau telah ketahui hal ini, maka ketahuilah bawah ada sebab terpenting dan terbesar yang menyebabkan tersebarnya Aqidah Asy'Ariyyah, yaitu; 

Dianutnya Aqidah Asy'Ariyyah oleh sebagian Penguasa dan Tokoh-Tokoh besar kaum muslimin dan menjadikannya madzhab kerajaan dan memaksa kaum muslimin untuk meyakininya, bahkan sampai pada tahap menumpahkan darah kaum muslimin yang menyelisihinya.

Berikut ini adalah gambaran umum tahapan penyebaran Aqidah Asy'Ariyyah:

Al-Asy'Ariyyah mulai tumbuh dan berkembang di ibukota Khilafah Abbasiyyah yaitu Baghdad. Tidak diragukan lagi bahwa pandangan manusia dari berbagai negeri tertuju pada istana Khilafah, yang mana di dalamnya terdapat Fuqaha, Ahli Hadits, dan Qurrã. Dan juga Baghdad adalah termasuk kota terpenting yang menjadi tujuan para ulama untuk mengambil riwayat-riwayat (hadits) dan menyampaikannya. Maka ketika Madzhab Al-Asy'Ariy ini berkembang di Baghdad banyak orang yang menerimanya dan menyebarkannya ke berbagai penjuru.

( Lihat Mausu'ah Al-Firaq: 1/214 )

Daulah Salajiqah (meliputi Naisabur dan sekitarnya), ketika itu Baghdad dikuasai oleh Syiah Bathiniyah, lalu datang Daulah Salajiqah memberikan pertolongam dan mengembalikan khilafah kepada Bani Abbasiyyah. Ini terjadi pada tahun 450 H. Dan diantara tokoh berpengaruh ketika itu adalah Perdana Menteri Nizhamul-Mulk yang beraqidah Asy'Ariyyah, menjabat sebagai menteri Salajiqah selama kurang lebih 30 tahun.

Dan usaha terbesarnya adalah membangun Madrasah Nizhamiyyah di berbagai negeri seperti: Basrah, Ashfahan, Balkh, Hirah, Marw, Mushil, dan yang paling terpenting dan terbesar adalah yang berada di Naisabur dan Baghdad.

Dan ketika itu sang mentri sangat memuliakan Shufiyyah, juga Al-Qusyairi dan Al-Juwaini dan selainnya dari para ulama Asy'Ariyyah. Dan ketika itu para para ulama Asy'Ariyyah tersebut mengajarkan pelajaran-pelajaran mereka di madrasah tersebut di atas madzhab Syafi'i, dan mengjarkan aqidah Asy'Ariyyah. 

DEMIKIAN ITU ADALAH PERAN YANG BESAR DALAM TERSEBARNYA MADZHAB ASY'ARIYYAH. 

( Lihat Masu'ah Al-Firaq: 1/215 )

Daulah Ayyubiyyah (menguasai Mesir, Syam dan sekitarnya) dan Daulah Al-Muwahhidin (menguasai Magrib/Maroko dan sekitarnya)

Mari kita lihat penuturan dari Abul-Abbas Ahmad ibn Ali Al-Maqrizi rahimahullah,

Beliau berkata:

Madzhab Abul-Hasan Al-Asy'ari (mulai) tersebar di Irak pada tahun 380 H, lalu berpindah ke Syam. Ketika Sulthan Al-Malik An-Nashir Shalahuddin Yusuf ibn Ayyub menguasai Mesir maka beliau dan Qadhinya Shadruddin Abdul-Malik ibn Isa ibn Dirbas Al-Marani berada di atas madzhab ini (Asy'Ariyyah).

Mereka berdua telah tumbuh di atas Aqidah tersebut sejak menjadi pegawai Sulthan Al-Malik Al-Adil Nuruddin Mahmud ibn Zanki di Damaskus. Sejak kecil Shalahuddin telah menghafal aqidah yang dituliskan kepadanya oleh Qhutbuddin Abul-Ma'ali Mas'ud ibn Muhammad ibn Mas'ud An-Naisaburi. Dan menjadi hafalan juga anak-anaknya.

Oleh karena itu, mereka sangat berpegang kuat dengan madzhab Asy'Ariyyah. MEREKA MENGHASUT SEMUA MANUSIA DI MASA KEKUASAAN MEREKA AGAR BERPEGANG DENGAN MADZHAB TERSEBUT. DAN TERUS BERLANJUT DI SEMUA MASA PENGUASA-PENGUASA BANI AYYUB (Daulah Ayyubiyyah). LALU BERLANGSUNG JUGA DIMASA MAWALI MEREKA YAITU PARA PENGUASA ATRAK.

Bertepatan dengan itu, Abu Abdillah Muhammad ibn Tumart salah seorang tokoh dari Negri Magrib (Maroko dan sekitarnya) pergi ke Irak dan mempelajari madzhab Asy'Ariy dari Abu Hamid Al-Ghazali. Ketika dia kembali ke Magrib maka dia pun mulai memahamkan dan mengajarkannya, dan menetapkan Aqidah yang diterima oleh orang-orang awam mereka. Lalu ia wafat.

Setelah wafatnya dia digantikan oleh Abdul-Mu'min ibn Ali Al-Qaisi, yang bergelar Amirul-Mu'minin. Dia dan anak-anaknya menguasai wilayah-wilayah Magrib bertahun-tahun. Mereka menamakan diri dengan Al-Muwahhidun, sehingga dengan itu tegaklah Daulah Al-Muwahhidin di negri Magrib. MEREKA MEMBOLEHKAN DARAH ORANG YANG MENYELISIHI AQIDAH IBN TUMART KARENA MENURUT MEREKA DIA ADALAH SEORANG IMAM YANG TERKENAL DAN AL-MAHDI YANG MA'SHUM. BETAPA BANYAK YANG TELAH MEREKA TUMPAHKAN DARAHNYA HANYA ALLAH BISA MENGHITUNGNYA SEBAGAIMANA DIKETAHUI DALAM KITAB-KITAB SEJARAH.

MAKA INI MENJADI SEBAB TERKENALNYA DAN TERSEBARNYA MADZHAB AL-ASY'ARI DI NEGERI-NEGRI ISLAM YANG MANA MADZHAB-MADHZAB LAINNYA TELAH DILUPAKAN DAN TIDAK DIKETAHUI, SAMPAI-SAMPAI HINGGA HARI INI TIDAK ADA SEBUAH MADZHAB PUN YANG MENYELISIHI MEREKA KECUALI MADZHAB HANABILAH PARA PENGIKUT AL-IMAM ABU ABDILLAH AHMAD IBN MUHAMMAD IBN HANBAL RADHIYALLAHU ANHU, MEREKA TETAP BERADA DI ATAS AQIDAH SALAF, MEREKA TIDAK MEMBOLEHKAN TA'WIL SHIFAT-SHIFAT ALLAH.

( Al-Khuthat: 4/193 )

Beberapa Pelajaran dari Penuturan Al-Maqrizi di atas:

  • Firqah Asy'Ariyyah mulai tersebar pada di akhir abad ke-4 H yaitu pada tahun 380 H. Ini menunjukkan bahwa pada masa hidupnya Abul-Hasan Al-Asy'ari pemikirannya belum berkembang, karena beliau wafat tahun 324 H. Tahun 380 adalah tahun dimana Abu Bakar Al-Bakillani hidup dan menyebarkan aqidah Asy'Ariyyah. Dan Al-Baqillani merupakan tokoh besar Asy'Ariyyah setelah Abul-Hasan Al-Asy'ariy dan sangat berpengaruh karena kuatnya dalam membantah Mu'tazilah.
  • Firqah Asy'Ariyyah tersebar luas sejak Shalahuddin Al-Ayyubi berkuasa (yaitu tahun 569 H) dan berlanjut sampai masa keturunannya yang dikenal dengan Daulah Ayyubiyyah.
  • Firqah Al-Asy'Ariyyah disebarkan dengan cara pemaksaan, dan bahkan sampai tahap menumpahkan darah bagi siapa yang tidak mau meyakini Aqidah Asy'Ariyyah. Asy'Ariyyah berdarah.
  • Tegaknya Daulah Ayyubiyyah yang meliputi Syam dan Mesir dan sekitarnya dan Daulah Al-Muwahhidin di Negeri Magrib (Maroko dan sekitarnya) adalah sebab terbesar tersebarnya firqah Asy'Ariyyah di penjuru Negeri Islam.
  • Yang senantiasa berpegang teguh kepada Aqidah Salaf adalah para ulama madzhab Hanbali. Merekalah yang senantiasa menyelisihi firqah Asy'Ariyyah. Ini bukanlah pembatasan pada madzhab Hanbali saja, akan tetapi maksudnya adalah yang paling nampak adalah mereka. Karena para ulama dari madzhab lainnya pun masih ada yang tetap beraqidah Salaf.
  • Penetapan Al-Maqrizi bahwa madhzab Hanbali ketika itu bahkan sampai pada masanya (beliau hidup pada tahun 766-845 H) adalah berada di atas Aqidah Salaf.

Dari penjelasan di atas, maka kita bisa ketahui sebab utama kenapa sebagian para ulama terjatuh kepada sebagian Aqidah Asy'Ariyyah, bahkan mereka yang dikenal beraqidah Salaf pun tidak luput dari terjatuh pada sebagian Aqidah Asy'Ariyyah. 

Sebabnya yaitu:

MENDOMINASINYA AQIDAH ASY'ARIYYAH DI TENGAH-TENGAH KAUM MUSLIMIN KETIKA ITU, BAHKAN DIJADIKAN MADZHAB DAN AQIDAH BEBERAPA KERAJAAN BESAR ISLAM KETIKA ITU.

  • Dan sebagaimana disebutkan di atas bahwa awal tersebarnya Madzhab Asy'Ariy adalah tahun 380 H. Oleh karena itu, para ulama Ahlussunnah yang terjatuh pada sebagian Aqidah Asy'Ariyyah kebanyakannya adalah mulai tahun 400-an H, dan lebih banyak lagi pada tahun 500-an dan setelahnya dimana Asy'ariyyah telah menjadi Aqidah resmi beberapa Kerajaan Besar. Adapun sebelum tahun 400-an maka mayoritas ulama secara garis besarnya adalah beraqidah Salaf.

وبالله التوفيق

Bagian kedua

AN-NAWAWI & IBNU HAJAR ASY'ARIYYAH?

[Menjawab Syubhat "Asy'Ariyyah Itu Tidak Sesat, Buktinya Ibnu Hajar dan An-Nawawi Asy'Ariyyah" bagian 3]

Saudaraku -semoga Allah memberikan kita istiqomah di atas aqidah salaf- telah kita ketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa sebab utama kenapa sebagian para ulama terjatuh kepada sebagian Aqidah Asy'Ariyyah, bahkan sebagian mereka yang dikenal beraqidah Salaf pun tidak luput dari terjatuh pada sebagian Aqidah Asy'Ariyyah, yaitu: mendominasinya aqidah Asy'Ariyyah di tengah kaum muslimin ketika itu, bahkan dijadikan sebagai aqidah resmi beberapa kerajaan besar Islam..

Hal ini sangat mempengaruh kehidupan para ulama yang hidup di zaman itu. Sehingga kemungkinan terjatuh dan terpengaruh dengan aqidah yang berkembang di zaman itu sangatlah besar, apalagi jika syubuhat ahli bid'ah semakin banyak.

Berkata Syaikhul-Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah:

Tidak sedikit dari segolongan ulama muta'akhhirin (belakangan) kecuali pada ucapannya/pendapatnya terdapat suatu kesalahan KARENA BANYAKNYA SYUBHAT AHLI BID'AH. Oleh karena itu, didapati pada banyak kitab-kitab ushul-fiqh, ushuluddin (aqidah), fiqih, zuhud, tafsir dan hadits orang yang menyebutkan pada masalah yang sangat pokok beberapa pendapat, dia pun meyebutkan pendapat-pendapat yang berbeda tersebut dan dia tidak sebutkan pendapat yang mana dibawa oleh RasulNya shallallahu alaihi wasallam disebabkan karena dia tidak memiliki ilmu tentangnya, BUKAN KARENA KEBENCIANNYA TERHADAP APA YANG DIBAWA OLEH RASUL shallallahu alaihi wasallam.(Majmu Al-Fatawa:5/484)

Faedah:

Zaman muta'akhkhirin menurut Adz-Dzahabi adalah dari tahun 300 H, sedangkan menurut Ibnu Hajar adalah dari tahun 500 H

(Mu'qizhah:74, Ta'liq Syaikhina Abil-Hasan Ali Ar-Razihi)

Oleh karena itu, para ulama yang terjatuh pada sebagian aqidah Asy'Ariyyah kebanyakan adalah yang hidup pada tahun 300-an H dan masih sangat sedikit, lalu 400-an, dan lebih banyak setelah tahun 500-an yang mana Aqidah Asy'Ariyyah telah menjadi Madzhab beberapa kerajaan Besar.

Diantara para Imam yang terjatuh pada sebagian aqidah Asy'Ariyyah adalah dua Imam Besar Al-Hafidz An-Nawawi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar. Sering kali fanatikus Asy'Ariyyah akan berkata kepada Ahlussunnah: kalian menyesatkan Asy'Ariyyah, tapi kenapa kalian mengambil ilmu dan menukil dari An-Nawawi dan Ibnu Hajr, padahal mereka berdua Asy'Ariyyah?

Untuk menjawab syubhat tersebut maka kita harus menentukan Aqidah kedua Imam tersebut agar kita bisa menilai apakah benar mereka berdua beraqidah Asy'Ariyyah ataukah tidak.?

Al-Imam Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf An-Nawawi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat: 676 H)S

  • Secara umum manhaj beliau rahimahullah adalah sebagaimana yang dituturkan oleh murid terdekat beliau Al-Hafidz Ibnul-Atthãr yang bergelar mukhtashar An-Nawawi rahimahullah (wafat:724 H):

Beliau adalah seorang muhaqqiq (peneliti hebat) pada ilmu dan cabang-cabangnya, sangat teliti pada ilmunya dan semua masalah-masalahnya, penghafal hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan mengetahui semua jenis-jenisnya, baik yang shahih dan dhaif, lafaz-lafaznya gharib dan yang benar maknanya, dan istinbath hukum darinya. Beliau adalah penghafal madzhab Syafi'i, kaedah-kaedah, ushul-ushul dan cabang-cabangnya. (Beliau juga menghafal) madzhab para Sahabat dan Tabi'in, ikhtilaf ulama, kesepakatan dan ijma mereka, mana pendapat yang masyhur dan yang ditinggalkan (syadz). SEMUA ITU BELIAU MENITI JALANNYA PARA SALAF.(Tuhfatut-Thãlibîn:64-65)

Dari penuturan ini menunjukkan bahwa Al-Imam An-Nawawi adalah seorang Alim yang dikenal mengikuti Alquran dan Sunnah dan jalannya para Salaf, bukan pengikut hawa nafsu dan akal..

Faedah:

An-Nawawi adalah guru Ibnul-Atthar, dan Ibnul-Atthar adalah guru Adz-Dzahabi rahimahumullah jami'an. Dan Ibnul-Atthar ini adalah termasuk Imam Ahlussunnah yang beraqidah Salaf. Beliau memiliki kitab yang berjudul: Al-I'tiqãd Al-Khãlish Minas-Syakki wal-Intiqãd..

  • Adapun aqidah beliau dalam masalah Sifat-sifat Allah, maka sebagaimana dijelaskan Al-Hafidz Adz-Dzahabi rahimahullah:

إن مذهبه في الصفات السمعية السكوت وإمرارها كما جاءت ،وربما تأول قليلاً في شرح مسلم

Madzhab beliau dalam masalah Shifat Sam'iyyah adalah Sukut (diam akan maknanya) dan membiayarkannya sebagaimana datangnya (ini adalah madzhab Mufawwidhah, pen), dan kadang beliau menta'wil dalam kitabnya Syarh Muslim.(Tarikh Al-Islam:15/324)

As-Sakhawi megomentari ucapan Adz-Dzahabi:

كذا قال، والتأويل كثير في كلامه

Beginilah ucapannya (yaitu Adz-Dzahabi, (padahal) Ta'wil banyak pada ucapan-ucapannya.(Al-Manhal Al-Adzbu Ar-Rawiy:28)

➡Dan diklaim oleh Al-Yafi'i dan As-Subki bahwa An-Nawawi adalah Asy'ari.

Berkata As-Sakhawi rahimahullah:

وصرح اليافعي والتاج السُّبكي _رحمهما الله_ أنه أشعري

Al-Yafi'i dan At-Tãj As-Subki -rahimahumallah- menegaskan bahwa beliau (An-Nawawi) adalah Asy'ari.(Al-Manhal Al-Adzbu Ar-Rawiy:28)

Penulis katakan:

Klaim ini perlu ditinjau, karena terjatuhnya beliau kepada Aqidah Tafwidh dan Ta'wil tidak melazimkan dia seorang Asy'ari. Dan juga As-Subki adalah Asy'ari tulen, sehingga klaimnya tidaklah diterima begitu saja. dan akan dibuktikan apakah benar beliau beraqidah Asy'ariyyah?

  • Pertama:

Beberapa Aqidah dan Masalah Yang Mana Beliau Menyelisihi Asy'ariyyah dalam pokok-pokok aqidah mereka.

Diantaranya:

Masalah Iman,

Beliau rahimahullah dalam masalah Al-Iman menukil beberapa ucapan ulama, diantaranya ucapan Al-Imam Ibnu Batthal rahimahullah:

ﻣﺬﻫﺐ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺳﻠﻒ اﻻﻣﺔ ﻭﺧﻠﻔﻬﺎ ﺃﻥ الإﻳﻤﺎﻥ ﻗﻮﻝ ﻭﻋﻤﻞ ﻳﺰيد وينقص.

Madzhab Ahlussunnah dari kalangan Salaf umat ini dan khalafnya bahwasanya iman itu adalah ucapan dan amalan, (bisa) bertambah dan berkurang...

Dan di akhir nukilan beliau memberikan komentar:

Jika telah tetap apa yang kami sebutkan dari madzhab Salaf dan para imam khalaf maka ketetapan tersebut adalah menunjukkan lagi sejalan (dengan keyakinan) bahwa iman itu (bisa) bertambah dan berkurang. Ini adalah madzhab Salaf, Ahli hadits, dan sejumlah kalangan dari ahli kalam.(Lihat Syarh Shahih Muslim:1/144-148)

Kemudian setelah itu beliau sebutkan madzhab mutakallimin (Asy'ariyyah) yang madzhab mereka adalah Tashdiq (pembenaran hati) dan perbedaan pendapat di kalangan mereka.

Dan saat membawakan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ iii

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya: "Amal apa yang paling utama? Beliau menjawab: "Iman kepada Allah." Dia bertanya lagi: "Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah." Dia bertanya lagi: "Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Haji yang mabrur."

Beliau mengomentari:

ﻓﻔﻴﻪ ﺗﺼﺮﻳﺢ ﺑﺄﻥ اﻟﻌﻤﻞ ﻳﻄﻠﻖ ﻋﻠﻰاﻻﻳﻤﺎﻥ ﻭاﻟﻤﺮاﺩ ﺑﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ اﻻﻳﻤﺎﻥ اﻟﺬﻱ ﻳﺪﺧﻞ ﺑﻪ ﻓﻰ ﻣﻠﺔ اﻻﺳﻼﻡ ﻭﻫﻮ اﻟﺘﺼﺪﻳﻖ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭاﻟﻨﻄﻖ ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺗﻴﻦ ﻓﺎﻟﺘﺼﺪﻳﻖ ﻋﻤﻞ اﻟﻘﻠﺐ ﻭاﻟﻨﻄﻖ ﻋﻤﻞ اﻟﻠﺴﺎﻥ

Dalam hadits ini terdapat penegasan bahwa amalan itu diitlakkan (disebut juga) Iman. Dan yang dimaksud iman (dalam hadits ini) yaitu iman yang karenanya seorang masuk kedalam Islam yaitu pembenaran dalam hati dan pengucapan dua kalimat syahadat. Tasdiq (pembenaran) adalah amalan hati, dan ucapan adalah amalan lisan.

ﻭﻻ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻰ اﻻﻳﻤﺎﻥ ﻫﺎ ﻫﻨﺎ اﻻﻋﻤﺎﻝ ﺑﺴﺎﺋﺮ اﻟﺠﻮاﺭﺡ ﻛﺎﻟﺼﻮﻡ ﻭاﻟﺼﻼﺓ ﻭاﻟﺤﺞ ﻭاﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﺟﻌﻞ ﻗﺴﻤﺎ ﻟﻠﺠﻬﺎﺩ ﻭاﻟﺤﺞ ﻭﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ

Dan tidak masuk dalam makna iman dalam hadits ini amalan-amalan yang dilakukan dengan semua anggota badan seperti puasa, shalat, haji, jihad, dan selainnya, karena beliau shallallahu alaihi wasallam telah memisahkan tersendiri untuk jihad dan haji.(Syarh Shahih Muslim:2/79)

Maksud beliau karena penyebutan Iman bersamaan dengan jihad dan haji yang merupakan amalan anggota badan maka yang dimaksud iman dalam hadits tersebut adalah pembenaran hati dan ucapan lisan.

Sekalipun demikian, beliau berkata:

..ﻭﻻ ﻳﻤﻨﻊ ﻫﺬا ﻣﻦ ﺗﺴﻤﻴﺔ الأﻋﻤﺎﻝ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ إﻳﻤﺎﻧﺎ

Dan tidak mengapa menamakan amalan-amalan tersebut (yaitu haji, jihad dan lainnya) sebagai iman.(Syarh Shahih Muslim:2/79)

Ini menyelisihi aqidah Asy'ariyyah yang menetapkan bahwa Iman itu adalah tashdiq (pembenaran hati).

Masalah: Pokok Kewajiban Pertama Dalam Islam

Beliau rahimahullah berkata:

ﻭﺃﻣﺎ ﺃﺻﻞ ﻭاﺟﺐ اﻹﺳﻼﻡ ﻭﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﻓﻴﻜﻔﻲ ﻓﻴﻪ اﻟﺘﺼﺪﻳﻖ ﺑﻜﻞ ﻣﺎ ﺟﺎء ﺑﻪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭاﻋﺘﻘﺎﺩﻩ اﻋﺘﻘﺎﺩا ﺟﺎﺯﻣﺎ ﺳﻠﻴﻤﺎ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻚ ﻭﻻ ﻳﺘﻌﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺣﺼﻞ ﻟﻪ ﻫﺬا ﺗﻌﻠﻢ ﺃﺩﻟﺔ اﻟﻤﺘﻜﻠﻤﻴﻦ ﻫﺬا ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﺬﻱ ﺃﻃﺒﻖ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻠﻒ ﻭاﻟﻔﻘﻬﺎء ﻭاﻟﻤﺤﻘﻘﻮﻥ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﻜﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ

Adapun pokok kewajiban (dalam) Islam dan yang berkaitan dengan aqidah maka cukup padanya Tasdhiq (pembenaran) terhadap semua yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan meyakininya dengan keyakinan yang pasti dan selamat dari keraguan. Dan tidak diharuskan atas orang yang telah ada pada dirinya hal ini untuk belajar dalil-dalil Mutakallimin (ahli kalam). Inilah yang benar yang telah sepakat para Salaf di atasnya, dan para Fuqaha, serta para muhaqqiq dari mutakallimin dari kalangan sahabat-sahabat kami (Syafi'iyyah) dan selain mereka.(Al-Majmu:1/24, Lihat juga Syarh Muslim:5/25)

Ini menyelisihi aqidah Asy'ariyyah yang menetapkan bahwa kewajiban pertama adalah An-Nazhar (mempelajari dalil) atau iradah An-Nazhar (keinginan untuk mempelajari dalil).

Beliau Menetapkan Bahwa Af'ãlullah (Perbuatan Allah) Memiliki Hikmah

Beliau menukil ucapan Al-Qadhi Iyãdh dan mentaqrirnya:

...ﻭاﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﻳﺸﺎء ﻭﻳﺤﻜﻢ ﻣﺎ ﻳﺮﻳﺪ ﺣﻜﻤﺔ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ.

Dan Allah Ta'ala melakukan apa saja yang Dia kehendaki dan membuat hukum sesuai apa yang Dia kehendaki sesuai dengan hikmah dari Allah Ta'ala.(Syarh Shahih Muslim:2/221)

Ini bertentangan dengan aqidah Asy'ariyyah yang menetapkan bahwa perbuatan Allah berupa mencipta dan selainnya dari perbuatan Allah hanyalah sekedar karena Kehendak Allah saja tanpa ada alasan dan hikmah.

Celaan Beliau Terhadap Ilmu Kalam,

Dalam masalah ilmu Kalam beliau sesuai dengan pendapat Imamnya Imamus-Sunnah Al-Imam Asy-Syafi'i.

Beliau menukil ucapan Asy-Syafi'i tentang ilmu Kalam:

ﻭﻗﺪ ﺑﺎﻟﻎ ﺇﻣﺎﻣﻨﺎ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺗﺤﺮﻳﻢ اﻻﺷﺘﻐﺎﻝ ﺑﻌﻠﻢ اﻟﻜﻼﻡ ﺃﺷﺪ ﻣﺒﺎﻟﻐﺔ ﻭﺃﻃﻨﺐ ﻓﻲ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﻭﺗﻐﻠﻴﻆ اﻟﻌﻘﻮﺑﺔ ﻟﻤﺘﻌﺎﻃﻴﻪ ﻭﺗﻘﺒﻴﺢ ﻓﻌﻠﻪ ﻭﺗﻌﻈﻴﻢ اﻹﺛﻢ ﻓﻴﻪ ﻓﻘﺎﻝ: ﻷﻥ ﻳﻠﻘﻰ اﻟﻠﻪ اﻟﻌﺒﺪ ﺑﻜﻞ ﺫﻧﺐ ﻣﺎ ﺧﻼ اﻟﺸﺮﻙ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﻠﻘﺎﻩ ﺑﺸﺊ ﻣﻦ اﻟﻜﻼﻡ: ﻭﺃﻟﻔﺎﻇﻪ ﺑﻬﺬا اﻟﻤﻌﻨﻰ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﻣﺸﻬﻮﺭﺓ

Sungguh Imam kami Asy-Syafi'i rahimahullah sangat keras dalam mengharamkan menyibukkan (diri) dengan ilmu kalam, beliau berbicara panjang lebar tentang haramnya dan bersikap keras mengenai hukuman bagi pelakunya, menganggap jelek perbuatannya dan menganggap besar dosanya. 

Beliau berkata: "sungguh seorang hamba bertemu Allah dengan semua dosa selain syirik adalah lebih baik dari pada ia bertemu Allah dengan sedikit dari ilmu kalam."

Ucapan-ucapan beliau yang semakna dengan ini banyak lagi masyhur.(Al-Majmu':1/2)

Ini menyelisihi madzhab Asy'ariyyah yang membangun Aqidah mereka di atas Ilmu Kalam.! Dan lebih mendahulukan dalil akal dari pada dalil naqli (Alquran dan Sunnah) jika ada pertentangan.

  • Kedua:

Risalah Juz Fihi Dzikru I'tiqãd As-Salaf fil-Hurúf wal-Ashwãt, oleh Al-Imam An-Nawawi.

Sebuah risalah kecil yang dinisbahkan kepada Al-Imam An-Nawawi rahimahullah , ditahqiq oleh Muhaqqiq Abul-Fadhl Ahmad ibn Ali Ad-Dimyati dan dicetak oleh Maktabah Al-Ansar Mesir. Isi Risalah ini adalah penetapan aqidah Salaf tentang Tauhid Asma wa Shifat secara umum, dan secara khusus adalah tentang huruf dan shauth dalam masalah Kalamullah. Penisbatan Risalah ini kepada Al-Imam An-Nawawi juga ditaqrir oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam kitabnya Ad-Dala'il Al-Wafiyyah.

Berikut ini penulis bawakan diantara ucapan An-Nawawi rahimahullah, pada halaman 63 beliau berkata:

ﻓﻨﺤﻦ ﻧﺼﻒ ﻭﻻ ﻧﺸﺒﻪ. ﻭﻧﺜﺒﺖ ﻭﻻ ﻧﺠﺴﻢ، ﻭﻧﻌﺮﻑ ﻭﻻ ﻧﻜﻴﻒ. ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺑﻴﻦ ﺑﺎﻃﻠﻴﻦ، ﻭﻫﺪﻱ ﺑﻴﻦ ﺿﻼﻟﺘﻴﻦ، ﻭﺳﻨﺔ ﺑﻴﻦ ﺑﺪﻋﺘﻴﻦ ﻭﻗﺪ ﺗﻔﺮﺩ اﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺤﻘﺎﺋﻖ ﺻﻔﺎﺗﻪ ﻭﻣﻌﺎﻧﻴﻬﺎ ﻋﻦ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﻓﻨﺤﻦ ﺑﻬﺎ ﻣﺆﻣﻨﻮﻥ، ﻭﺑﺤﻘﺎﺋﻘﻬﺎ ﻣﻮﻗﻨﻮﻥ، ﻭﺑﻤﻌﺮﻓﺔ ﻛﻴﻔﻴﺘﻬﺎ ﺟﺎﻫﻠﻮﻥ.

Kami menyifatkan (Allah) namun tidak menyerupakanNya (dengan makhluk), dan kami menetapkan (sifatNya) namun tidak mentajsim, dan kami mengetahui (sifatNya) namun tidak mentakyif. Madzhab kami berada (di tengah) antara dua kebatilan, dan petunjuk diantara dua kesesatan, dan sunnah diantara dua bid'ah. Dan Allah subhanahu wa ta'ala berkesendirian pada hakikat Sifat-sifatNya dan makna-maknanya dari alam (makhluk), dan kami beriman kepada sifat-sifatNya tersebut, meyakini hakikatnya, dan kami tidak mengetahui kaifiyatnya.

Beliau juga berkata pada halaman 67:

ﻭﻧﺤﻦ ﻣﻦ ﺩﻳﻨﻨﺎ: اﻟﺘﻤﺴﻚ ﺑﻜﺘﺎﺏ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﺳﻨﺔ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭاﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﻭﺃﺋﻤﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻤﺸﻬﻮﺭﻳﻦ ﻭﻧﺆﻣﻦ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﺼﻔﺎﺕ، ﻻ ﻧﺰﻳﺪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺷﻴﺌﺎ، ﻭﻻﻧﻨﻘص منه شيئا.

dan termasuk bagian dari agama kami adalah: berpegang teguh kepada Kitabullah Azza wa Jalla dan Sunnah Nabi kita shallallahu alaihi wasallam, dan apa yang diriwayatkan dari para Sahabat, Tabi'in, dan para imam Ahli Hadits yang terkenal, dan kami beriman kepada semua hadits-hadits Shifat, kami tidak menambah atau mengurangi sedikitpun darinya.

Dalam kitab ini beliau sebutkan dan tetapkan kebanyakan shifat-shifat yang ditakwil oleh Asy'Ariyyah. Dan beliau jugamembantah Asy'Ariyyah.

Penulis katakan:

Jika kitab ini benar, maka ini menunjuklan rujuknya Al-Imam An-Nawawi dari madzhab Asy'Ariyyah (dalam masalah shifat) menuju madzhab Salaf. Karena kitab ini selesai ditulis pada hari kamis tanggal 3 Rabiul-Awwal 676 H (sebagaimana tertulis di akhir kitab), sedangkan beliau wafat 24 Rajab 676 H (Sebagaimana dalam Tuhfatut-Thalibin). Sehingga beliau menulis kitab ini kurang lebih 5 bulan sebelum beliau wafat dan merupakan kitab terakhir beliau rahimahullah.

وبالله التوفيق

Penulis: Muhammad Abu Muhammad Pattawe
Alumni Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Sumber: https://free.facebook.com/

Tags