Baca sebelum ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #8
DALIL WAJIBNYA MENGIKUTI PEMAHAMAN SHAHABAT (4)
(12). SURAT AL-HAJJ AYAT 78
Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Artinya: “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”. (Surat Al-Hajj: 78).
Faidah (1). Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “dalam ayat ini Allah Ta`ala mengabarkan bahwa Dia telah memilih mereka (para Shahabat). Kemudian Allah mengabarkan kepada mereka bahwa Dia telah memudahkan mereka dalam menjalankan agama-Nya dengan semudah-mudahnya dan sama sekali Dia tidak menjadikan kesulitan pun di dalamnya karena kesempurnaan kecintaan, kelemahlembutan, dan kasih sayang-Nya terhadap mereka. Kemudian Allah Ta`ala mengabarkan bahwa Dia menyebut dan memuji mereka sebelum menciptakan mereka dan menamakannya sebagai HAMBA-HAMBA YANG MUSLIM sebelum mereka muncul. Maksudnya, jika kedudukan mereka seperti ini di sisi Allah Ta`ala, maka merupakan hal yang mustahil jika Allah Ta`ala menghalangi mereka semua dari Kebenaran dalam suatu masalah sehingga sebagian mereka mengeluarkan fatwa yang salah dan tidak ada seorang pun selain dia yang berfatwa dengan kebenaran, lantas petunjuk akan diperoleh orang-orang yang datang setelah mereka. Wallahul Musta`an. (Lihat I`laamul Muwaqqi`iin [V/571-572]).
(13). SURAT AL-FURQAN AYAT 74
Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya: “dan -(termasuk hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih)- adalah orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”. (Surat Al-Furqan: 74).
Faidah (1). Seorang muslim hendaknya menyifati dirinya dengan sifat hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemuliaan dengan beribadah kepada-Nya dan agar ia mendapatkan pahala yang besar di akhirat, di antara sifat seorang hamba yang baik dan Allah akui kebaikannya adalah mereka berdo`a agar dijadikan pemimpin yakni bermakna panutan atau teladan bagi orang yang bertaqwa –kata Ibnul Qayyim-. Sedangkan seseorang tidaklah mungkin menjadi teladan dalam taqwa kecuali ia pun berusaha untuk bertaqwa, dan tidaklah seseorang dianggap bertaqwa bila ia enggan mengukti para Shahabat Nabi. Ketika ketaqwaan adalah suatu kewajiban maka mengikuti mereka (para Shahabat) tentunya menjadi suatu kewajiban pula – secara otomatis-, lalu menyelisihi para Shahabat tentu bertentangan dengan konsekuensi taqwa. Karena sangatlah kontradiksi seseorang meminta kepada Allah dalam do`anya agar dijadikan sosok pemimpin bagi orang yang bertaqwa namun ia malah menghindari jalannya para Shahabat Nabi, persis seperti seseorang yang memohon kepada Allah agar diberi petunjuk shirathal mustaqim jalannya orang-orang yang telah Allah beri nikmat namun ia sendiri menghindari jalannya para Shahabat.
Faidah (2). Asy-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy –rahimahullah- berkata: “Do`a tersebut mengharuskan amal usaha dan kesabaran dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan dalam menjauhi kemaksiatan terhadap-Nya serta keputusan takdir-Nya yang menyakitkan hati, dan juga mengharuskan adanya ilmu yang memadai yang dapat mengantarkan pelakunya kepada derajat Al-Yaqin sebagai kebaikan yang sangat banyak dan karunia yang berlimpah. DAN MENGHARUSKAN MEREKA UNTUK BERADA DI ATAS SETINGGI MUNGKIN DARI DERAJAT MANUSIA LAIN, DI BAWAH DERAJAT PARA RASUL. (Lihat Taisiir Al-Kariimir-rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan, Hal. 588, Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy). Yang paling tinggi derajatnya di bawah para Rasul adalah siapa lagi bila bukan para Shahabat, lalu bagaimana mungkin kita tidak meneledani mereka namun membaca doa tersebut???
Tonton video ini: Asy'Ariyah versus Ahlus-Sunnah
(14). SURAT AS-SAJDAH AYAT 24
Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat kami”. (Surat As-Sajdah: 24).
Faidah (1). Allah Ta`ala mengabarkan bahwa Dia menjadikan mereka (PARA SHAHABATNYA NABI MUSA) sebagai pemimpin-pemimpin yang diikuti oleh orang-orang setelah mereka dengan sebab kesabaran dan keyakinan mereka. Lalu perhatikanlah bahwa ternyata telah diketahui bahwa PARA SHAHABAT NABI MUHAMMAD lebih berhak dan lebih layak dengan sifat ini (menjadi pemimpin yang memberi petunjuk kepada ummat lalu diikuti oleh orang-orang setelah mereka) dari pada para Shahabat Nabi Musa. Mengapa demikian? Karena para shahabat Nabi Muhammad –shallallahu`alaihi wa sallam- adalah orang yang paling sempurna keyakinannya dan paling besar kesabarannya dibanding seluruh ummat sehingga mereka lebih berhak mendapatkan kedudukan kepemimpinnan ini. Dalam arti yang lebih mudah dipahami adalah bahwa seberhak apapun PARA SHAHABATNYA NABI MUSA diikuti oleh orang-orang setelah mereka TETAP LEBIH BERHAK LAGI PARA SHAHABAT NABI MUHAMMAD untuk diikuti oleh orang-orang setelah mereka.
Faidah (2). Asy-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy –rahimahullah- berkata: “Derajat kepemimpinan dalam agama ini tidak akan pernah dicapai kecuali dengan SABAR dan KEYAKINAN”. (Lihat Taisiir Al-Kariimir-rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan, Hal. 588, Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy).
(14). SURAT AN-NAML AYAT 59
Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:
قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya.…”. (Surat An-Naml: 59).
Faidah (1). Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah –rahimahullah- berkata: “dalam riwayat Abu Malik, Ibnu Abbas –radhiyallahu `anhu- berkata: Mereka adalah para Shahabat Nabi Muhammad –shallallahu`alaihi wa sallam- dan Allah telah meridhai mereka. Dalilnya ialah firman Allah Ta`ala:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا
Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami”. (Surat Fathir: 32).
Hakikat Al-Ishtifaa’ adalah bentuk istif`al dari kata At-Tashfiyyah (bermakna pemurnian atau pembersihan). Maksudnya, mereka para Shahabat telah dibersihkan oleh Allah Ta`ala dari segala macam kekeruhan, sedang kesalahan termasuk kekeruhan, sehingga mereka menjadi orang-orang yang dibersihkan dari kesalahan. (Lihat I`laamul Muwaqqi`iin [V/568]).
Baca setelah ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #10
Sumber: http://minhajussunnah.or.id/