Type Here to Get Search Results !

 


MENGAPA MEMILIH MANHAJ SALAF BAG. KE-8


Ditulis Oleh: Abu Uwais Musaddad

DALIL WAJIBNYA MENGIKUTI PEMAHAMAN SHAHABAT (3)

 (7). SURAT AN-NISAA’ AYAT 115

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Artinya: “Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Surat An-Nisaa’: 115).

Tonton video ini: Asy'Ariyah versus Ahlus-Sunnah

Faidah (1). Imam Ibnu Abi Jamrah –rahimahullah- mengatakan: “para `ulama telah berkata mengenai makna dalam firman Alllah “dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin” yang dimaksud adalah (jalan) para Shahabat generasi pertama karena mereka adalah orang-orang yang mengambil khitab wahyu  langsung melalui diri-diri mereka dan mereka mengobati musykilah (ketidakjelasan) yang terjadi di dalam diri mereka dengan cara bertanya (kepada Rasulullah) secara baik, maka beliau –shallallahu`alaihi wa sallam- menjawab pertanyaan mereka dengan SEBAIK-BAIK JAWABAN dan menjelaskan kepada mereka dengan penjelasan yang PALING SEMPURNA, sehingga mereka pun mendengarnya, memahaminya, mengamalkannya, memperbaikinya, menghafalnya, menetapkannya, menukilnya, dan mereka jujur (dalam kesemuanya itu), mereka memiliki keutamaan yang agung atas kita. Sebab, karena merekalah dihubungkannya tali kita dengan tali Nabi Muhammad –shallallahu`alaihi wa sallam- dengan tali (Allah) penolong kita –jalla jalaaluhu”. (Lihat Da`watunaa Al-Kitaab Was-Sunnah `Alaa Manhajis Salaf, hal. 45 Karya Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- tahqiq Asy-Syaikh `Ali bin Hasan  Al-Halabiy –hafidzahullah-).

Faidah (2). Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum mukminin adalah sebab seseorang akan terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk Neraka Jahannam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Rasulullah –shalllallahu`alahi wa sallam- adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya ummat Islam untuk mengikuti jalannya kaum mukminin, sedangkan jalannya kaum mukminin pada ayat ini adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan para Shahabat –radhiyallahu`anhum-. Karena ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang berimann kecuali para Shahabat, seperti firman Allah Ta`ala:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ

Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman”. (Surat Al-Baqarah: 285).

Orang-orang mukmin ketika itu hanyalah para Shahabat –radhiyallahu`anhum-, tidak ada yang lain.

Faidah (3). Ayat di atas (surat An-Nisaa’ Ayat 115) menunjukkan bahwasannya mengikuti jalannya para Shahabat dalam memahami syari`at adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan. (Lihat Bashaa’ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati  Manhajis Salaf, hal. 54).

Faidah (4). Janganlah kita menjadi hamba yang tanpa sadar telah menentang Allah dan Rasul-Nya, disebabkan karena enggan mengikuti para Shahabat dalam beragama. Menentang Allah dan Rasul-Nya tidaklah semata-mata dimaknai menolak perintahnya secara terang-terangan saja, namun lebih dari itu bahkan mengikuti jalan selain jalannya para Shahabat juga bagian dari bentuk penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena Allah berfirman:

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ

Artinya:: “dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku..”. (Surat Luqman: 15).

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-: “kaum mukminin salafush-shalih adalah ORANG-ORANG YANG KEMBALI KEPADA ALLAH, maka WAJIB mengikuti jalan (manhaj) mereka”. (Lihat Majmu` Fatawa [XX/500]).

Dan karena Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

خُذُوا طَرِيقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

Artinya: “ikutilah jalan orang-orang sebelum kalian…!”. (Riwayat Al-Buukhari no. 7282).

(8). SURAT AL-AN`AAM AYAT 153

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”. (Surat Al-An`aam Ayat 153).

Faidah (1). Jalan yang lurus adalah jalan yang dilalui oleh Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- dan para Shahabat beliau, sebagaimana pernyataan Nabi –shallallhu`alaihi wa sallam- ketika menjelaskan tentang perpecahan ummat menjadi 73 golongan, beliau bersabda:

وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

Artinya: “Dan Ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan. Para Shahabat bertanya: siapakah golongan tersebut wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Golongan yang sebagaimana Aku dan para Shahabatku berada di atasnya”. (Riwayat At-Tirmidzi no. 2641, Al-Hakim [I/129], Dishahihkan oleh Ibnul `Arabiy dalam Ahkaamul Qur’an [III/423],dan Al-`Iraqiy dalam Tkhriijul Ihyaa’ [III/284], dan dihasankan oleh Al-Imam Al-Albaniy dalam Shahihh At-Tirmidziy dann dalan Shahiihul Jaami` no. 5343).

Faidah (2). Selain jalan Rasulullah dan para Shahabt beliau –radhiyallahu `anhum- adalah jalan kesesatan, yaitu suatu jalan yang padanya terdapat banyak syetan-syetan yang menyeru pada kebathilan dan perpecahan.

Dari Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ قَالَ يَزِيدُ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Artinya: “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda: Ini adalah jalan Allah, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda: Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu, kemudian beliau membaca ayat:

إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”. (Surat Al-An’am:153). (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad I/435, dan yang lainnya).

Faidah (3). Ungkapan Ibnu Mas’ud –radhiyallahu`anhu- ini, mengandung makna yang sangat penting, yakni jalan menuju Allah itu hanya satu. Hanya saja, jalan itu dikelilingi oleh syetan yang ingin memisahkan manusia dari jalan ini. Sementara itu, syetan tidak menemukan jalan terbaik untuk mencerai-beraikan mereka dari jalan tersebut, kecuali dengan menda’wakan dan mengajak bahwa jalan-jalan menuju Allah itu banyak, jalan menuju Allah itu bisa melalui jalan lain selain yang dilalui Nabi, selain yang dilalui shabat, ada jalan yang lebih sedikit rintangannya, dan seterusnya dari rayuan-rayuan syetan. Maka, barangsiapa yang hendak memasukkan suatu anggapan kepada manusia bahwa kebenaran (al haq) itu tidak hanya terbatas pada satu jalan saja, berarti dia adalah syetan. Dan sungguh Allah berfirman:

فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ

Artinya: “Maka tidaklah ada sesudah kebenaran itu, kecuali hanya kesesatan”. (Yunus:32).

Syetan-syetan itu akan terus menghalangi-halangi manusia dari jalan Allah yang lurus, jalan yang satu, sebagaimana penjelasan Ibnu Mas`ud –radliyallahu`anhu-:

إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ يُنَادُونَ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَلُمَّ هَذَا الصِّرَاطُ لِيَصُدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللهِ فَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ الْقُرْآنُ

Artinya: “Sesungguhnya jalan ini dihadiri para syetan. Mereka berseru: ”Wahai hamba-hamba Allah, kemarilah. Ini adalah jalan (yang benar)”. Mereka melakukan ini, untuk menghalang-halangi manusia dari jalan Allah `Azza wa Jalla. Maka, berpegang teguhlah kalian dengan TALI ALLAH. Sesungguhnya, TALI ALLAH itu adalah Kitabullah (Al Qur’an). (Diriwayatkan Abu Ubaid dalam Fadhailul Qur’an, halaman 75; Ad Darimi [2/433]; Ibnu Nashr dalam As Sunnah, no 22; Ibnu Dhurais dalam Fadhailul Qur’an, 74; Ibnu Jarir dalam tafsirnya no. 7566 (tahqiq Ahmad Asakir); Ath Thabari [9/9031]; Al Ajuri dalam Asy Syari’ah, 16; dan Ibnu Baththah dalam Al Ibanah, no. 135; dan riwayat ini shahih).

(9). SURAT AT-TAUBAH AYAT 100

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”. (Surat At-Taubah: 100).

Faidah (1). Segi pengambilan dalil dari ayat ini adalah bahwa Allah MEMUJI orang-orang yang mengikuti mereka (para Shahabat). (Lihat I`laamul Muwaqqi`in [V/556-557]).

(10). SURAT AT-TAUBAH AYAT 119

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”. (Surat At-Taubah: 119).

Faidah (1). Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Lebih dari seorang generasi salaf mengatakan: Mereka (orang-orang yang benar) adalah para Shahabat  Nabi Muhammad –shallallahu `alaihi wa sallam-, dan Allah telah meridhai mereka. Tidak diragukan lagi bahwa mereka (para Shahabat)  adalah para pemimpin orang-orang yang jujur (benar), dan orang jujur yang datang sepeninggal mereka  adalah mencontoh kejujuran mereka. (Lihat Bashaa’ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati  Manhajis Salaf, hal. 43).

Faidah (2). Ittiba` kepada para Shahabat itu menjadi kurang sempurna bila hanya “yang penting mengikuti di salah satu sisinya saja”. Asy-Syaikh As-Sa`diy menjelaskan makna ayat “dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar” yakni mestinya adalah mengikuti baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keadaan, di mana hati mereka selamat dari niat buruk, berhati ikhlas dan berniat baik, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa seseorang ke surga. (Lihat Taisiir Al-Kariimir-rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan, Hal. 355, Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy).

Faidah (3). Jika Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa, berbuat baik, sabar, jujur, menjaga diri, menyeru kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran, berjihad, dan yang lainnya, maka Allah tidak ingin kita melakukan ketetapan itu pada KADAR terrendeh darinya, tentu hal itu sama persis dengan perintah Allah kepada kita dalam berittiba` meneladani para Shahabat.

(11). SURAT YUSUF AYAT 108

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Artinya: “Katakanlah (Muhamad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik”. (Surat Yusuf: 108).

Faidah (1). Di dalam ayat ini ada tiga sisi pendalilan:

1). Bahwa orang yang mengikuti Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- maka sesungguhnya ia telah berdakwah MENGAJAK KEPADA ALLAH di atas bashirah (ilmu). Sedang para Shahabat adalah orang yang paling sempurna ittiba`nya sehingga mereka adalah manusia yang paling layak untuk diikuti.

2). Bahwa orang yang berdakwah mengajak kepada Allah Ta`ala wajib untuk diikuti, sedang para Shahabat adalah orang yang paling sempura dakwahnya mengajak kepada Allah sehingga wajib mengutamakan ittiba` kepada mereka. (Kita juga –in syaa’allah- berdakwah mengajak kepada Allah, namun tidak sesempurna mereka).

3). Bahwa orang yang berdakwah mengajak kepada Allah Ta`la di atas bashirah (ilmu) wajib untuk diikuti, sedang para Shahabat adalah orang yang paling sempurna bashirahnya sehingga mengikuti mereka lebih utama dan lebih wajib ketimbang mengikuti selain mereka. (Lihat Al-Bayyinatus-Salafiyyah `Ala Anna Aqwaalash-Shahabah Hujjatun Syar`iyyah hal. 44).

Baca setelah ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #9
Tags