Type Here to Get Search Results !

 


MENGAPA MEMILIH MANHAJ SALAF BAG. KE-7


Ditulis Oleh: Abu Uwais Musaddad

DALIL WAJIBNYA MENGIKUTI PEMAHAMAN SHAHABAT (2)

(4). SURAT AL-BAQARAH AYAT 143

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

كَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu ……”. (Surat Al-Baqarah: 143).

Faidah (1). Umat Islam (yang terbaik adalah generasi shahabat) dijadikan umat pertengahan, makna dari pertengahan kata Al-Imam Ibnul Qayyim adalah umat yang adil dan pilihan. (Lihat I`laamul Muwaqqi`iin [V/570]).  Mengapa mereka dikatakan sebagai ummat yang adil dan pilihan? Karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran, baik di dunia maupun di akhirat dan akan bersaksi kepada Allah kelak di akhirat bahwa para Rasul benar-benar telah menyampaikan risalah kepada kaumnya, sebagaimana Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- akan menjadi saksi terhadap umatnya, bahwa Beliau telah menyampaikan riasalahnya. Tidaklah mungkin seseorang akan dijadikan sebagai saksi apalagi terhadap persaksian yang besar bila ia bukan sosok yang pilihan dan adil untuk menjadi saksi, dan yang terbaik dari generasi ummat Islam itu adalah para pendahulunya, yakni para Shahabat –radhuyallahu `anhum-.

Tonton video ini: Asy'Ariyah versus Ahlus-Sunnah

Benarlah apa yang diungkapkan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim: sisi pengambilan dalil dari ayat ini ialah Allah Ta`la mengabarkan kepada kita bahwa dia telah menjadikan para Shahabat sebagai ummat yang pertengahan, yaitu ummat pilihan yang adil. Inilah hakikat mkna pertengahan. Mereka adalah ummat pertengahan dalam ucapan, pertengahan dalam perbuatan, pertengahan dalam kehendak serta dalam niat mereka. Maka dengan sifat-sifat ini mereka berhak menjadi saksi bagi para Rasul atas ummatnya pada hari kiamat. Dan Allah menerima persaksian mereka, dan mereka juga adalah para saksi Allah. Oleh karena itu Allah menyanjung mereka, Allah meninggikan penyebutan mereka,  dan memuji mereka, karena ketika Allah menjadikan mereka sebagai saksi itu bahkan Allah juga memberitahukan keadaan para saksi ini kepada semua makhluk-Nya baik dari kalangan para Malaikat dan selain mereka, dan memerintahkan para Malaikat agar bershalawat untuk mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka, dan memohonkan ampun untuk mereka. –Tentunya- saksi yang diterima di sisi Allahadalah orang yang bersaksi dengan ilmu dan kejujuran, sehingga ia –akan- mengabarkan kebenaran yang disandarkan kepada pengetahuannya (ilmunya).

Faidah (2). Di antara persaksian umat Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- terhadap umat yang lain adalah ketika di hari kiamat, saat Allah -Subhaanahu wa Ta’aala- bertanya kepada para rasul tentang tugas mereka menyampaikan risalah, apakah para Rasul tersebut sudah menyampaikan Risalah apa belum. Sedangkan kaum mereka mengaku belum pernah didatangi atau didakwahi oleh rasul, maka para nabi mencari (mengangkat) umat Islam sebagai saksi terhadap mereka bahwa rasul-rasul tersebut telah menyampaikan risalahnya.

Faidah (3). Pada ayat ini juga terdapat dalil bahwa ijma’ umat ini adalah hujjah dan ma’shum berdasarkan firman-Nya “wasathaa” dan berdasarkan firman-Nya juga “litakuunuu syuhadaa’a ‘alan naas”. Karena ummat ini tidak akan sepakat dalam kesesatan.

Faidah (4). Ibnu Taimiyah berkata: “Wasath dalam ayat ini berarti pilihan. Allah telah menjadikan mereka saksi bagi manusia, di mana persaksian tersebut menggantikan persaksian Rasul.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 19: 177). Berarti ijma’ atau kesepakatan ulama adalah dalil yang tidak boleh diselisihi. Apalagi kesepakatan Shahabat Nabi.

Faidah (5). Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun ijma’ (kesepatan ulama kaum muslimin, pen.) itu benar adanya. Karena umat ini walhamdulillah tidaklah mungkin bersatu dalam kesesatan. Sebagaimana Allah telah menyifatinya dalam Al-Kitab dan As-Sunnah.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 19: 177).

Faidah (6). Umat Islam adalah umat pertengahan, maknanya adalah ummat yang adil dan pilihan, sehingga dengannya mereka mampu untuk tidak berlebihan dan tidak meremehkan. Mereka pertengahan dalam masalah agama antara orang-orang yang ghuluw (berlebihan) dan orang-orang yang meremehkan. Contoh pertengahan umat Islam adalah mereka tidak ghuluw seperti orang-orang Nasrani yang berlebihan kepada nabi mereka sampai menuhankannya, dan tidak meremehkan seperti orang-orang Yahudi yang bersikap kasar kepada nabi-nabi mereka. Umat Islam beriman kepada semua nabi dan tidak membeda-bedakannya dalam beriman.

Selain kaum muslimin yang akan menjadi saksi di yaumul qiyamah, di sana ada saksi-saksi yang lain di hari pembalasan tersebut, silahkan baca tulisan saya di http://minhajussunnah.or.id/aqidah/para-saksi-di-hari-kiamat/

 (5). SURAT ALI IMRAN AYAT 101

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Artinya: “…Barang siapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Surat Ali `Imran: 101).

Faidah (1). Imam Ibnul Qayyim-rahimahullah- mengatakan: sisi pengambilan dalil dari ayat ini ialahbahwa Allah Ta`ala mengabarkan tentang orang-orang yang berpegang teguh keppada (agama)-Nya bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk kepada menuju kebenaran. Maka kita katakan: Para Shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka –tentu- mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk sehingga MENGIKUTI MEREKA TENTU ADALAH WAJIB. (Lihat I`laamul Muwaqqi`iin [V/573].

(6). SURAT ALI IMRAN AYAT 110

Allah –Subhanahu Wa Ta`ala- berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang ditampilkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (Surat Ali `Imran: 110).

Faidah (1).  Ummat ini adalah sebaik-baik ummat dari seluruh ummat yang ada, meskipun demikian tentu ada yang terbaik dari ummat ini yaitu para pendahulunya (para Shahabat Rasulullah). Mereka tentu lebih utama ketimbang orang-orang yang datang belakangan.

Sebagaimana perkataan Al-Imam Al-Qurthubi –rahimahullah- (wafat th. 67 H) tentang ayat tersebut: apabila telah tetap berdasarkan nash Al-Qur’an bahwa ummatt ini adalah sebaik-baik ummat, maka para Imam pun telah meriwayatkan hadits dari `Imran bin Husain, dari Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- beliau bersabda: sebaik-baik manusia adalah ada masaku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya, -al-hadits-. Ini menunjukkan bahwa generasi pertama dari ummat ini lebih utama orang-orang yang datang setelahnya. Oleh karena itulah sebagian besar ulama’ berpendapat bahwa orang yang pernah bershahabat dengan Nabi –shallallahu `alaihi wa sallam- dan melihat beliau –mskipun sekali dalam seumur hidup-, itu lebih baik dari pada orang yang datang setelahnya karena keutamaan bershahabat dengan beliau tidak dapat disamai dengan amalan apapun. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi [IV/110] Cet. I Daarul Kutb Al-`Ilmiyyah Th. 1420 H).

Faidah (2). Para Shahabat mendapat rekomendasi dari Allah bahwa mereka adalah pakarnya dan ahlinya dalam perkara mengajak kepada yang ma`ruf dan mencegah dalam hal yang munkar. Sehingga perkara yang ma`ruf pada masa mereka sangat tersiar dan tersebar, sedangkan perkara yang munkar selalu padam dan sulit berkembang atau minim, tidak seperti umat-ummat belakangan yang makin jauh dari masa kenabian mereka makin buruk dan membiarkan kemungkaran terjadi di mana-mana serta malas dan acuh dalam mengajak kepada yang ma`ruf. Rekomendasi dari Allah tersebut rasanya sangat cukup untuk menjadi hujjah bahwa mereka para shahabat adalah generasi yang paling sempurna dalam mengajak kepada yang ma`ruf dan mencegah dalam hal yang munkar serta dalam beriman kepada Allah dan dalam berittiba` kepada Rasulullah.

Faidah (3). Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy berkata: “Allah memuji mereka dengan mengabarkan bahwa mereka adalah sebaik-baik ummat yang Allah keluarkan untuk manusia. Itu semua karena mereka menyempurnakan diri mereka dengan iman yang dengannya lahirlah ketaatan untuk melaksanakan segala perintah Allah. -Selian karena mereka telah menyempurnakan diri mereka dengan iman- mereka juga menyempurnakan keadaan orang lain yang dengannya lahirlah sikap menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah yang munkar, atau dengan kata lain mengajak manusia kepada Allah, berjihad dan mengerahkan kemampuan untuk mengembalikan mereka dari kesesatan dan kemaksiatan. (Lihat Taisiir Al-Kariimir-rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan, Hal. 143, Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy).

Faidah (4). Mereka adalah sebaik-baik manusia untuk manusia lainnya dalah hal menasehati, dalam hal memberikan kecintaan dan kebaikan, dalam hal dakwah, dalam hal pengajaran, dalam hal bimbingan, dalam hal perintah kepada kebaikan dan larangan dari kemungkaran, dalam hal menyatukan kesempurnaan akhlak, dan dalam usaha memberikan manfaat kepada manusia sesuai dengan kemampuan.

Faidah (5). Allah memerintahkan ummat ini agar mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma`ruf dan mencegah yang munkar, sebagaimana firman-Nya:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Surat Ali `Imran: 104).

Ketahuilah!!! Semoga Allah merahmati kita semua. Setiap perkara perintah itu bisa jadi dikerjakan dan bisa jadi juga tidak, namun dalam surat Ali `Imran: 110 ini kita diberitahu oleh Allah bahwa mereka (para Shahabat) telah menunaikannya sehingga mereka mendapat gelar sebaik-baik ummat. Dari mana kita yaqin mereka telah mengerjakannya?? Dari keyaqinan kita bahwa mereka adalah yang paling semangat dalam mengamalkan kebaikan. Sampai-sampai ada ungkapan “bila suatu amalan itu baik, tentu para Shahabat Nabi telah lebih dulu mengerjakannya”.

Faidah (6). Dari tiga ayat yang kita pelajari ini dapat kita simpulkan bahwa:

Umat Islam (yang terbaik adalah generasi shahabat) dijadikan umat pertengahan, makna dari pertengahan kata Al-Imam Ibnul Qayyim adalah umat yang adil dan pilihan. Tidaklah mungkin ada satu sosok dijadikan saksi bila mereka tidak mampu adil, tidaklah mungkin ada satu sosok dijadikan saksi bila mereka bukan pilihan yang akan menengahi suatu perkara, apalagi saksi tersebut adalah saksi bagi Allah dan Rasul-Nya. Pasti mereka adalah yang terbaik dari seluruh yang lainnya, dan yang terbaik dari ummat ini adalah Shahabat Nabi, maka tidak mungkin dan memang tidak boleh bagi kita membelot berbalik arah dari mengikuti mereka.

Para Shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka –tentu- mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk sehingga MENGIKUTI MEREKA TENTU ADALAH WAJIB. Karena tidak mungkin yang paling berpegang teguh dengan Islam ini kemudian mereka (para Shahabat) akan menjadi yang jauh dari petunjuk atau malah lebih dekat dengan kesesatan.

Ummat ini adalah sebaik-baik ummat dari seluruh ummat yang ada, meskipun demikian tentu ada yang terbaik dari ummat ini yaitu para pendahulunya (para Shahabat Rasulullah). Mereka tentu lebih utama ketimbang orang-orang yang datang belakangan. Jika itu telah kita ilmui maka sampailah hujjah kepada kita bahwa dalam beragama mesti mengikuti mereka, bukan mengikuti orang-orang selain mereka untuk dijadikan acuan pemahaman dalam beragama.

Baca setelah ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #8

Sumber: http://minhajussunnah.or.id/
Tags