Type Here to Get Search Results !

 


JAGALAH KELUARGAMU DARI NERAKA


Banyak orang yang mendambakan kebahagiaan, mencari ketentraman dan ketenangan jiwa raga sebagaimana usaha menjauhkan diri dari sebab-sebab kesengsaraan, kegoncangan jiwa dan depresi khususnya dalam rumah dan keluarga.

Urgensi Pembinaan Rumah Tangga Islami

Diantara hal yang terpenting yang mempengaruhi terwujudnya kebahagian pada individu dan masyarakat adalah pembinaan keluarga yang istiqamah diatas ajaran Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah menjadikan rumah tangga dan keluarga sebagai tempat yang disiapkan untuk manusia merengkuh ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan sebagai anugerah terhadap hambaNya.

Untuk itulah Allah berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar-Rum [30]:21)

Dalam ayat yang mulia ini Allah firmankan:

(لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا) bukan (لِّتَسْكُنُوا 

مَعَهَا). Hal ini menunjukkan pengertian ketentraman dalam prilaku dan jiwa dan merealisasikan kelapangan dan ketenangan yang sempurna. Sehingga hubungan pasutri itu demikian dekat dan dalamnya seakan-akan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah jelaskan hal ini dalam firmanNya,

“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Qs. Al-Baqarah [2]:187)

Apalagi bila hubungan ini ditambah dengan pembinaan dan pendidikan anak-anak dalam naungan orang tua yang penuh dengan rasa kasih sayang. Adakah nuansa dan pemandangan yang lebih indah dari ini?

Hal ini menjadi penting karena perintah Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناراً وقودها النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عليها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لاَّ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim [66]:6)

Ini semua menjadi tanggung jawab kita semua, sebab kita semua adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّت) متفق عليه

“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.” (Muttafaqun alaihi)

Dalam hadits diatas, jelaslah Allah telah menjadikan setiap orang menjadi pemimpin baik skala bangsa, umat, istri dan anak-anaknya. Setiap orang akan dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Allah. Ingatlah tanggung jawab anak dan istri adalah tanggung jawab besar disisi Allah, hal ini dengan menjaga mereka dari api neraka dan berusaha menggapai kesuksesan didunia dengan mendapatkan sakinah, mawaddah dan rahmat dan di akherat dengan masuk kedalam syurga. Inilah sesungguhnya target besar yang harus diusahakan untuk diwujudkan.

Oleh karena itu agama Islam memberikan perhatian khusus dan menetapkan kaedah dan dasar yang kokoh dalam pembentukan keluarga muslim. Islam memberikan kaedah dan tatanan utuh dan lengkap sejak dimulai dari proses pemilihan istri hingga memberikan solusi bila rumah tangga tidak dapat dipertahankan kembali.

Pembinaan keluarga ini semakin mendesak dan darurat sekali bila melihat keluarga sebagai institusi dan benteng terakhir kaum muslimin yang sangat diperhatikan para musuh. Mereka berusaha merusak benteng ini dengan aneka ragam serangan dan dengan sekuat kemampuan mereka. Memang sampai sekarang masih ada yang tetap kokoh bertahan namun sudah sangat banyak sekali yang gugur dan hancur berantakan. Demikianlah para musuh islam tetap dan senantiasa menyerang kita dan keluarga kita. Allah berfirman,

وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Al-baqarah [2]:217)

Hal ini diperparah keadaan kaum muslimin dewasa ini yang telah memberikan perhatian terlalu besar kepada ilmu-ilmu dunia, namun lupa atau melupakan ilmu agama yang jelas lebih penting lagi. Ilmu yang menjadi benteng akhlak dan etika seorang muslim dalam hidup, dan menggunakan kemampuannya dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang ujian dan fitnah ini. Mereka lupa membina dirinya, keluarganya dan anak-anaknya dengan ajaran syari’at Islam yang telah membentuk para salaf kita terdahulu menjadi umat terbaik didunia ini.

Memang muncul satu fenomena bahwa urgensi dan tugas orang tua sekarang hampir-hampir menjadi sempit hanya sekedar mengurusi masalah pangan dan sandang saja. Ditambah lagi bapak sibuk dan ibupun tidak kalah sibuknya dalam memenuhi sandang pangan dan mencapai karier tertinggi. Akhirnya anak-anak terlantar dan tidak jelas arah pembinaan dan pendidikannya.

Padahal orang tua memiliki pengaruh besar dalam pembentukan dan pembinaan pribadi anak. Lihatlah sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

…. فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nashrani.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Karena itu diperlukan pembinaan keluarga SAMARA diatas ajaran dan bimbingan Rasululloh dan contoh para salaf sholeh terdahulu.

Mengapa Harus di Atas Ajaran Rasululloh dan Contoh Para Salaf Sholih?[ 1]

Hal ini karena itu Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mendidik manusia menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan lepas dari kesesatan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” ( Qs. al-Baqarah [2]: 151)

Demikianlah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam membina dan mendidik para sahabatnya sehingga mereka lepas dari kebodohan dan kesesatan dan menjadi generasi terbaik, seperti dijelaskan Rasululloh dalam sabda beliau,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku kemudian yang menyusul mereka kemudian yang menyusul mereka.” (HR al-Bukhori 5/191 dan Muslim no. 2533)

Mereka menjadi manusia terbaik dibawah pembinaan pendidik terbaik Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Mu’awiyah bin al-Hakam radhiallahu ‘anhu mengungkapkan kekagumannya terhadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang pendidik dalam ungkapan indahnya,

مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ رواه مسلم

“Aku tidak akan melihat seorang pendidik sebelum beliau dan sesudahnya yang lebih baik dari beliau.” (HR Muslim no. 836)

Demikianlah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik yang Allah perintahkan kita untuk mencontoh dan mengikutinya dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Ahzab: 21).

Dalam ayat lainnya, Allah memuji beliau dengan firmanNya.

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs al-Qalam[68]: 4)

Sehingga beliau menjadi standar dalam pendidikan dan kehidupan seluruh manusia, oleh karenanya Sufyaan bin ‘Uyainah al-Makki menyatakan: Sungguh Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah standar terbesar. Segala sesuatu ditimbang diatas akhlak, sirah dan petunjuk beliau. Semua yang sesuai dengannya maka itu adalah kebenaran dan yang menyelisihinya adalah kebatilan. [2]

Beliau dengan bimbingan dan taufiq dari Allah berhasil mendidik generasi terbaik yang telah mencapai kejayaan dan kemulian diatas dunia ini dan akan mendapatkan kebahagian mendampingi Rasululloh disyurga, yaitu generasi sahabat yang merupakan pemuka-pemuka para salaf ash-Sholih.

Setelah berlalu masa yang cukup panjang dan kaum muslimin sedikit demi sedikit melupakan generasi sahabat dan ajaran-ajaran Rasululloh yang pernah direalisasikan mereka dalam semua aspek kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kemulian dan kejayaan tersebut akhirnya hilang dengan dipenuhinya hati kaum muslimin dengan cinta dunia. Akibatnya merekapun meninggalkan jihad di jalan Alllah . kemudian tampak pada mereka kehinaan dan kelemahan sehingga akhirnya kebidahan dan musuh-musuh mereka berhasil mencabik-cabik mereka sehingga realitanya dapat disaksikan dimasa kiwari ini.

Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengetahui garis besar singkat ketentuan pendidikan di masa salaf ash-Sholih agar kita teladani di masa kita sekarang ini. Juga agar kemulian yang telah lalu dan kejayaan yang telah hilang kembali lagi kepada kita. Sebab tidak ada jalan untuk demikian kecuali dengan kembali kepada ajaran agama yang pernah difahami dan diamalkan para salaf ash-Sholih. Kembali kepada agama kita yang hanif dan ajaran-ajarannya. Inilah yang dijelaskan Rasululloh ketika menyampaikan solusi kejayaan umat ini setelah menderita kehinaan dalam sabda beliau,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kamu telah berjual beli dengan ‘Ienah (rekayasa riba), kalian memegangi ekor-ekor sapi, kalian ridho dengan pertanian dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian. Dia tidak akan mencabutnya hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR Abu Daud dan dinilai Syeikh al-Albani sebagai hadits shohih dengan berkumpulnya jalan-jalan periwayatannya (Shohih Bi Majmu’ Thuruqihi) dalam silsilah al-Ahadits ash-Shohihah no. 11)

Kembali kepada agama dalam hadits ini dijabarkan dan dijelaskan Rasululloh dalam hadits Abu Laits al-Waaqidi yang berbunyi,

إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ قَالُوْا وَ كَيْفَ نَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ فَرَدَّ يَدَهُ إِلَى الْبِسَاطِ فَأَمْسَكَ بِهِ فَقَالَ : تَفْعَلُوْنَ هَكَذَا ! وَذَكَرَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ يَوْمًا : إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ فَلَمْ يَسْمَعُهُ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ : آلاَ تَسْمَعُوْنَ مَا يَقُوْلُ رَسُوْلُ اللهِ ؟! فَقَالُوْا: مَا قَالَ ؟ قَالَ : إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَة . قَالُوْا فكَيْفَ لنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟فَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ : تَرْجِعُوْا إِلَى أَمْرِكُمُ الأَوَّلِ

“Sesungguhnya akan terjadi fitnah. Para sahabat bertanya: Lalu bagaimana kami berbuat wahai Rasululloh? Lalu beliau mengembalikan tangannya ke permadani dan memegangnya lalu berkata: ‘Berbuatlah demikian!’

Pada satu hari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka, ‘Sungguh akan terjadi fitnah.’

Namun banyak orang yang tidak mendengarnya. Maka Mu’adz bin Jabal mengatakan, ‘Tidakkah kalian mendengar perkataan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka menjawab, ‘Apa sabdanya?’ Maka beliau berkata, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Mereka bertanya, ‘Bagaimana dengan kami wahai Rasululloh? Bagaimana kami berbuat?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kalian kembali kepada urusan kalian yang pertama.'” (HR Ath-Thobrani dan sanadnya dinilai Shohih oleh Syeikh ‘Ali Hasan dalam at-Tashfiyah wa at-Tarbiyah)

Alangkah butuhnya kita dizaman ini untuk kembali kepada ajaran Rasululloh dan pemahaman para sahabat, khususnya dalam pendidikan.  Kita juga butuh untuk menjalankan dan komitmen dengan adab-adabnya dan cara mereka mengajari anak-anak mereka dan menjadikannya sebagai pedoman dan metode perilaku kita. Hal ini tidak akan terealisasi kecuali setelah kita bersandar total kepada metode al-Qur’ani dan metode Nabi n dalam ilmu, belajar dan mengajar yang telah diamalkan para salaf sholih tersebut dengan menjadikannya sebagai dasar dan menerapkannya secara benar dan menyeluruh.

Pernyataan Salaf Tentang Usaha Menjaga Keluarga dari Neraka

Berikut ini sebagian pernyataan ulama salaf seputar menjaga keluarga dari neraka:
  • Ad-Dhohaak dan Muqaatil menyatakan, “Wajib bagi setiap muslim untuk mengajari keluarganya dari kerabat, budak wanita dan lelaki semua yang Allah wajibkan pada mereka dan yang dilarang. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Termasuk didalamnya memerintahkan anak-anak kecil untuk sholat. Sehingga dapat menjadi perisai diri dari neraka karena melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Ajarilah diri kalian kebaikan dan ajarilah keluarga kalian kebaikan dan didiklah mereka.
  • Ibnu al-Qayyim menyatakan, “Berapa banyak orang yang menyengsarakan anak dan buah hatinya di dunia dan akherat dengan acuh dan tidak mendidiknya serta membantu mereka menumpahkan syahwatnya. Dengan itu, ia menganggap telah memuliakannya padahal ia menghinakannya dan telah memberikan kasih sayangnya padahal ia telah menzholiminya. Sehingga ia kehilangan (kesempatan) memanfaatkan anaknya (untuk bekal akhiran -ed) dan anaknya pun kehilangan bagiannya di dunia dan akherat. Apabila engkau perhatikan baik-baik kerusakan pada anak-anak maka engkau dapati umumnya dari pihak bapak (Tuhafatul Maudud Fi Ahkaam al-Maulud hal 242)
Beliau juga menyatakan, “Siapa yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya semua yang bermanfaat baginya dan meninggalkannya begitu saja, maka ia telah melakukan kejelekan yang paling besar padanya. Mayoritas anak-anak datangnya kerusakan pada mereka dari pihak bapak dan tidak perhatiannya mereka terhadap anak-anak serta tidak mengajari anak-anak kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Sehingga mereka telah menelantarkan anak-anak sejak kecil.

Mereka tidak dapat mengambil manfaat dari diri mereka dan orangtua mereka pun tidak dapat mengambil manfaatnya ketika telah tua. Sebagaimana ada sebagian orang tua yang mencela anaknya yang durhaka lalu sang anak menjawab, ‘Wahai bapakku engkau telah mendurhakaiku ketika aku kecil maka (sekarang) aku mendurhakaimu setelah engkau tua dan engakau telantarkan aku ketika aku masih kanak-kanak maka (sekarang) aku menelantarkanmu ketika engkau telah tua’. (Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud 229)

_____

Footnote:

[1]Diambil dari makalah penulis di Majalah Assunnah edisi 3 th XII/ 2008

[2]Tadzkirat as-Saami’ wa al-Mutakallim, Ibnu Jumaa’ah al-Kinaani hal. 21


Melihat urgensi pembinaan keluarga, maka dapat disimpulkan sebab perlunya kita membahas masalah ini sebagai berikut:
  •     Termasuk ketakwaan kepada Allah dengan menunaikan amanah dan melaksanakannya.
  •     Membina dan mendidik keluarga merupakan bentuk komitmen terhadap firman Allah,“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs. At-Tahrim/66:6)
  •     Mewujudkan perintah saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
  •     Besarnya peran kedua orang tua dalam merubah, membangun dan menanamkan aqidah pada anak-anak. Seperti sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

"Seluruh yang lahir dilahirkan diatas fitrah (islam) Lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nashrani.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
  •     Tanggung jawab orang tua yang akan ditanyakan dihari kiamat, sebagaimana dijelaskan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّاحَرَّمَاللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

    “Tidak ada seorang hamba yang Allah berikan memimpin yang meninggal pada hari meninggalnya dalam keadaan berbohong kepada rakyatnya kecuali Allah haramkan surga atasnya.” (HR Muslim)

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ متفق عليه

    “Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.” (Muttafaqun A’laihi)

Contoh Perhatian dan Pembinaan Anak-Anak

Untuk menjelaskan urgensi permasalahan ini dan memotivasi kita dalam memperhatikannya maka saya sampaikan beberapa contoh perhatian para nabi dan orang sholih yang disampaikan dalam al-Qur`an dan sejarah.
  •     Nabi Ibrohim ‘alaihissalam berdo’a untuk anak keturunannya dengan menyatakan,
    “Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (Qs Ibrohim: 40)
  •     Nabi Nuh mengajak anaknya beriman diakhir kesempatan hidupnya dengan menyatakan, “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.'” (Qs. Huud 42)
  •     Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berwasiat kepada anak-anaknya hingga ditarikan nafas terakhirnya sebagaimana dikisahkan Allah dalam firmanNya,“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.'” (Qs. al-Baqarah: 133).
  •     Nabi Isma’il ‘alaihissalam dikisahkan Allah dalam firmanNya,“Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Qs. Maryam: 54-55)
  •     Kisah Luqman yang menasehati anaknya dengan beberapa nasehat berharga untuk kebaikan agama dan dunia mereka yang tertulis dalam firman Allah,”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.
    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

    (Luqman berkata), ‘Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.’Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

    Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

    Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Qs Luqman 13-19).

Marilah kita semua mengikuti petunjuk orang-orang yang bertakwa ini.

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ

Hasil dari Pembinaan dan Penjagaan Keluarga

Diantara hasil yang didapatkan darinya adalah:
  •     Selamat dari api neraka.
  •     Tidak menjadi musuh kita dihari akhir nanti karena Allah berfirman,
    “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Al-Zukhruf [43]:67)
  •     Mendapatkan dua pahala sebagaimana sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ -فذكر منهم- وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبَهَا، وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيْمَهَا، ثُمَّ أَعْتَقَهَا، فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ

    “Tiga orang yang mendapatkan dua pahala – lalu beliau menyebutkan mereka, diantaranya – dan seorang yang memiliki budak wanita lalu mendidiknya dengan pendidikan yang bagus dan mengajarkannya dengan pengajaran yang baik, kemudian membebaskannya lalu menikahinya maka ia mendapatka dua pahala.” (HR al-Bukhori)
    Menjadi sumber pahala yang abadi, seperti dijelaskan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
  
  “Apabila manusia mati maka terputus darinya amalannya kecuali tiga: Kecuali dari shodaqah jariyah atau ilmu yang manfaat atau anak yang sholeh yang mendo’akannya.” (HR Muslim).

    Masuk dalam sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

    “Siapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka dan yang mengajak kepada kesesatan maka mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim)
  •     Keluarga yang baik dan sholih akan menjadi tonggak perbaikan masyarakat.
  •     Mendapatkan kebahagian dan ketenangan dalam hubungan rumah tangga.
Bagaimana Membina dan Menjaga Keluarga

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membina dan menjaga keluarga, diantaranya:

I. Peran do’a terhadap pembinaan dan penjagaan diri dan keluarga dari neraka.

Lihat saja bagaimana para Nabi banyak mendo’akan keturunannya. Sebagai contoh adalah:

    Nabi Ibrohim menyatakan, “Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (Qs. Ibrohim 40)

    Nabi Zakariyaa menyatakan, “Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.'” (Qs. Al-Imron: 38)

Berhati-hati dari mendo’akan kejelekan kepada keluarga, anak-anak dan harta, sebab do’a orang tua termasuk mustajabah sebagaimana dalam sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

“Tiga do’a yang mustajab secara pasti: Do’a orang terzholimi, do’a musafir dan do’a orang tua atas anaknya.” (Hadits dishohihkan al-Albani dalam silsilah Shohihah 2/147, no. 596)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى خَدَمِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ؛ لاَ تُوَافِقُوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً فَيُسْتَجَابُ لَكُمْ). رواه مسلم

“Janganlah kalian berdoa kejelekan atas diri kalian, Janganlah kalian berdoa kejelekan atas anak-anak kalian, Janganlah kalian berdoa kejelekan atas pembantu kalian dan Janganlah kalian berdoa kejelekan atas harta-harta kalian. Jangan sampai kalian mendapatkan dari Allah satu waktu yang ia diminta satu pemberian lalu mengabulkannya untuk kalian.” (HR Muslim)

II. Memilih Istri.

Memilih istri merupakan marhalah pertama dalam tarbiyah keluarga dan menjadi langkah awal masuk dalam kebahagian rumah tangga bila pas pilihannya. Wajib bagi seorang lelaki memilih dengan baik calon istrinya lalu memilih yang terbaik agamanya. Karena ia akan menjadi ibu anak-anaknya dan anak-anak tersebut akan menyusu dari payudaranya dan akhlaknya.

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal ini dalam sabdanya,

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, martabatnya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama baik niscaya kamu beruntung.” (HR al-Bukhori)

Sepatutnya istri tersebut selain akhlak yang mulia dan ketinggian agamanya juga diambil dari keluarga yang baik dan sholih. Ini lebih utama dan sempurna. Lihatlah kaum Maryam menyatakan kepadanya,

“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (Qs. Maryam: 28)


III. Mentarbiyah Mereka Dan Memperhatikan Perkara-perkara Keimanan

Memulai dengan menanamkan secara kokoh keimanan kepada jiwa sebelum belajar hukum syariat. Hal itu dilakukan dengan mengenalkan murid tentang Rabbnya, nama, sifat dan perbuatan-Nya sehingga tertanam dalam jiwanya pengagungan, penghormatan, pengharapan dan rasa takut kepada Allah serta kecintaan kepadaNya. Juga ia selalul ingat kepada kematian, kengerian hari kiamat, surga dan neraka serta hari perhitungan (hisab). Memulai dengan sisi pendidikan ini akan mempersiapkan jiwa-jiwa untuk dapat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta istiqamah diatasnya. Inilah jalan bijak yang disampaikan al-Qur’an dalam pendidikan generasi pertama dan kedua. Hal ini dijelaskan secara gamblang oleh Umu al-Mukminin ‘Aisyah dalam pernyataan beliau,

إِنَّمَا نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُورَةٌ مِنْ الْمُفَصَّلِ فِيهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ حَتَّى إِذَا ثَابَ النَّاسُ إِلَى الْإِسْلَامِ نَزَلَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ وَلَوْ نَزَلَ أَوَّلَ شَيْءٍ لَا تَشْرَبُوا الْخَمْرَ لَقَالُوا لَا نَدَعُ الْخَمْرَ أَبَدًا وَلَوْ نَزَلَ لَا تَزْنُوا لَقَالُوا لَا نَدَعُ الزِّنَا أَبَدًا لَقَدْ نَزَلَ بِمَكَّةَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَجَارِيَةٌ أَلْعَبُ بَلْ السَّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ وَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ وَمَا نَزَلَتْ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَالنِّسَاءِ إِلَّا وَأَنَا عِنْدَهُ رواه البخاري (4993)

Sungguh yang pertama kali turun daninya adalah satu surat dari al-Mufashshol (surat-surat pendek) yang berisi penjelasan tentang syurga dan neraka hingga apabila manusia telah mantap dalam islam maka turunlah halal dan haram. Seandainya yang pertama kali turun adalah perintah, ‘Jangan minum Khomer (miras)!’. Tentulah mereka menjawab, ‘Kami tidak akan meninggalkan Khomer selama-lamanya’. Seandainya yang pertama turun adalah perintah, ‘Jangan berzina!’. Tentulah mereka akan menjawab: ‘Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya’. Sungguh telah turun di Makkah kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku waktu itu masih anak kecil yang bermain-main firman Allah, “Sebenarnya hari kiamat Itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.”* Dan belum turun surat al-Baqarah dan an-Nisaa’ kecuali aku sudah berada disisinya (HR al-Bukhori no. 4993)

Demikianlah para sahabat dibina dengan iman sebelum belajar al-Qur’an sebagaimana dijelaskan Jundub radhiallahu ‘anhu dalam pernyataan beliau,

فَتَعَلَّمْنَا الإِيْمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ, ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيْمَانًا (شعب الإيمان ج1/ص76

“Kami belajar iman sebelum belajar Al Qur’an kemudian belajar Al Qur’an sehingga bertambah dengannya iman.” (Syu’abil Iman 1/76)

Oleh karena itu anak-anak hendaknya dididik mengetahui iman dan cabang-cabangnya yang telah dijelaskan dalam sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ أَوْ سَبْعُوْنَ شُعْبَةًً, أَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ, وَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ اِلاَّ اللهُ , وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ ” رواه البخاري

“Iman ada enam puluh lebih atau tujuh puluh lebih cabang, yang terendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan dan yang paling utama adalah ucapan syahadat dan malu cabang dari iman.” (HR al-Bukhori)
  • 1. Mendidik mereka untuk menjaga dan memperhatikan kewajiban-kewajiban Islam, contohnya adalah sholat 
Sebagaimana firman Allah,

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs Thohaa: 132)

Sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَلَيْكُمْ بِالصَّلاَةِ فِيْ بُيُوْتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِيْ بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَة رواه مسلم

“Sholatlah kalian dirumah-rumah kalian, karena sebaik-baik sholat seseorang adalah dirumahnya kecuali yang wajib.” (HR Muslim)

Sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Demikian juga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَحِمَ اللّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِيْ وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَىْ نَضَحَتْ فِيْ وَجْهِهِ الْمَاءَ.

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan istrinya lalu iapun sholat. Apabila istrinya tidak mau maka ia memercikkan air diwajahnya dan semoga Allah merahmati wanita yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan suaminya lalu suaminyapun sholat. Apabila suaminya enggan maka ia memercikkan air kewajahnya.” (HR Ahmad, Abu Daud, Al Nasa’I dan Ibnu Majah dan dishohihkan Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim dan disetujui Al Dzahabi)
  • 2. Menjauhkan mereka dari orang kafir dan yang menyimpang dan mendidik anak untuk mencintai orang mukmin.
Sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menyatakan,

كَانُوْا يُعَلِّمُوْنَ أَوْلاَدَهُمْ مَحَبَّةَ الشَّيْخَيْنِ كَمَا يُعَلِّمُوْنَهُمُ السُّوْرَةَ مِنَ الْقُرْآنِ .(السنة للخلال)

“Mereka mengajari anak-anak mereka untuk mencintai Abu Bakar dan Umar sebagaimana mereka mengajari anak-anak mereka satu surat dari Al Qur’an.” (al-Kholaal dalam Sunnahnya)

Mengagungkan dan menghormati ilmu dan menjadikannya sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . sebagai konsekuensinya adalah memuliakan dan menghormati para ulama dan para guru serta bersopan santun bersama mereka; karena mereka adalah pewaris para nabi sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga merendahkan suara dihadapan mereka, tidak melangkahi mereka, berlemah lembut dalam berbicara dengan mereka serta baik dalam berbicara kepada mereka. Dengan itu semua mereka akan dengan senang hati menyerahkan ilmunya dan memberikan faedah yang dimiliki mereka kepada para muridnya.
  • 3. Mengagungkan larangan Allah dan hal-hal yang diharamkan.
Hal ini dapat dilihat pada riwayat berikut ini,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ” لاَ تَمْنَعُوْا إِمَاءَ اللهِ اَنْ يُصَلِّيْنَ فِيْ المَسْجِدِ” فَقَالَ ابْنُهُ : وَاللهِ لَنَمْنَعُهُنَّ! فَغَضِبَ غَضَباً شَدِيْداً وَقَالَ :أُحَدِّثُكَ عَنِ رَسُوْلِ اللهِ وَتَقُوْلُ إِنَّا لَنَمْنَعُهُنَّ .(رواه ابن ماجه

“Dari ibnu Umar beliau berkata bahwasanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah kalian melarang wanita untuk sholat dimasjid.’ Lalu anaknya menjawab, ‘Demi Allah, kami pasti akan melarangnya.’ Maka beliaupun marah besar dan berkata, ‘Aku sampaikan hadits dari Rasululloh dan kamu bantah dengan menyatakan kami akan melarang mereka!!'” (HR Ibnu Majah)
  • 4. Mendidiknya untuk terbiasa dengan doa-doa.
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam semangat melakukan do’a dan dzikir diwaktu pagi dan petang atau waktu-waktu tertentu dan mengajari para sahabatnya untuk berbuat demikian. Demikian juga para sahabat semangat mengulangi dzikir dan mengajari anak-anak mereka.
  • 5. Mendidik mereka untuk sabar dalam ketaatan.
Sebagaimana dalam wasiat Luqman kepada anaknya:

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17)
  • 6. Mengajari mereka hukum-hukum Islam.
Para ulama mewajibkan seorang belajar tentang kewajiban islam dan mengajarkannya kepada keluarganya.

Apabila suami tidak mampu mengajari istrinya maka berilah kemudahan pada mereka sebab-sebab ta’lim agar mengetahui semua yang Allah wajibkan dan larang bagi mereka.
  • 7. Mengajari dan menjadikan mereka hafal Al Qur’an.
Hendaknya orang tua memperhatikan dan menyemangati anak-anaknya menghafal Al Qur’an sejak kecil sehingga ketika remaja hati mereka dipenuhi kecintaan kepada Allah dan pengagungan Al Qur’an. Lalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya Dahulu para salaf umat ini pertama kali bertanya, bertanya tentang hafalan Al Qur’an. Kisah Umar bin Abi Salamah menjadi dalil cepatnya hafalan anak-anak dan anjuran bersegera menghafalkan Al Qur’an pada anak-anak.

Umar bin Salamah berkata,

فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي وَ قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ جِئْتُكُمْ وَاللَّهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا فَقَالَ صَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا وَصَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنْ الرُّكْبَانِ فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

“Ketika terjadi penaklukan penduduk kota Makkah maka setiap kaum bersegera masuk islam dan baoak dan kaumku segera masuk Islam. Ketika datang ia berkata, ‘Demi Allah aku membawa kepada kalian dari sisi Nabi satu kebenaran.’ Lalu ia berkata, ‘Lakukanlah sholat ini pada waktu ini dan sholat itu pada waktu itu. Apabila datang waktu sholat hendaklah salah seorang kalian beradzan dan yang mengimami sholat kalian adalah yang paling banyak hafalan Al Qur’annya.’ Lalu mereka melihat dan tidak mendapati seorangpun yang lebih banyak hafalannya dariku, karena aku sering menemui orang yang datang. Maka mereka menunjukku sebagai imam sholat padahal usiaku baru enam atau tujuh tahun.” (HR Al Bukhori)

Menghafal Al Qur’an sejak kecil telah menjadi adat kebiasaan para sahabat, seperti disampaikan ibnu Abas radhiallahu ‘anhu dalam pernyataan beliau,

جَمَعْتُ الْمُحْكَمَ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ فَقِيْلَ لَهُ : مَا الْمُحْكَمُ؟ قَالَ : الْمُفَصَّلُ!

“Aku menghafal Al Muhkam dizaman Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ada yang bertanya kepadanya, ‘Apa itu al-Muhkam?’ Beliau menjawab al-Mufashshol (yaitu dari surat Al Hujurat sampai akhir Al Qur’an)

Beliaupun berkata,

سَلُوْنِيْ عَنِ التَّفْسِيْرِ فَإِنِّىْ حَفِظْتُ الْقُرْآنَ وَأَنَا صَغِيْرٌ

“Tanyalah kepadaku tentang tafsir karena aku telah hafal Al Qur’an ketika masih kecil.” (Al-Adab asy-Syar’iyah karya Ibnu Muflih 1/244)
  • 8. Mendidik mereka untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah.
Allah menceritakan kisah Luqman ketika menasehati anaknya,

يَابُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata), “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.”” (Qs. Luqman: 16)

Hal ini dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mewasiatkan Ibnu Abas yang masih kecil untuk merasa terawasi oleh Allah dalam hadits yang berbunyi,

عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً].

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata, “Suatu saat saya berada dibelakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: ‘Jagalah Allah 1), niscaya dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu 2). Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering 3).'” (Riwayat Turmuzi dan dia berkata, Haditsnya hasan shahih)

Dalam sebuah riwayat selain Turmuzi dikatakan, “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya didepanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak akan luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan).”
  • 9. Menanamkan akhlak mulia pada mereka seperti ukhuwah, Ietsar, dll.
  • 10. Menanamkan kecintaan kepada tempat-tempat yang disyari’atkan untuk dicintai seperti masjid, Makkah, Madinah dan Baitul Maqdis.
  • 11. Menanamkan keimanan dengan kisah-kisah islam seperti kisah-kisah nabi, sahabat, ulama salaf dan yang lainnya, agar mereka dapat meniru dan mencontohnya, khususnya siroh Nabi.
  • 12. Mentarbiyah keluarga untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar dan mengajari mereka fikihnya.
  • 13. Semangat meminta perlindungan Allah untuk anak-anak dan mengajari serta membiasakan keluarga melakukan wirid dan dzikir-dzikir yang sudah ada dari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ:كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ وَيَقُولُ:[ إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ]

Dari ibnu Abas beliau berkata, “Nabi memintakan perindungan (dari Allah) untuk al-Hasan dan al-Husein dan menyatakan, ‘Sesungguhnya bapak kalian berdua memintakan perlindungan dari Allah untuk Isma’il dan Ishaaq dengan kalimat, Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari setiap syaitan dan binatang berbisa serta mata hasad yang menyebabkan penyakit.'” (HR al-Bukhori)

Demikian juga disunnahkan untuk mendahulukan prisai anak-anak sebelum lahirnya dan itu dengan mengikuti contoh nabi dalam hal itu.

    Doa ketika menemui istri setelah pernikahan dengan memegang ubun-ubunnya dan berdo’a dengan do’a yang ada dari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu,

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ رواه أبو داود
    
Doa ketika berhubungan intim dengan istri,

    بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا رواه البخاري
  • 14. Membiasakan mereka untuk beradab dan sopan santun seperti adab makan, minum, izin, salam keluar masuk rumah dll.
IV. Memperingatkan dan Menjauhkan Mereka dari Hal-hal Yang Merusak Dan Memerintahkan Mereka Yang Baik-baik.
  1.     Menjauhkan mereka dari teman dan sahabat yang buruk
  2.     Mengontrol istri ketika keluar dari rumah untuk bekerja atau selainnya.
  3.     Menjauhi mereka dari sarana ghazwul fikri dan memberikan gantinya yang bermanfaat baik media masa elektronik mauapun non elektronik.
  4.     Mendidik keluarga dan anak-anak untuk mengerti urgensi menjaga waktu dan menggunakan waktunya dalam perkara yang bermanfaat nagi dunia dan akheratnya. Hal ini dapat dengan menyibukkan mereka dan mengarahkan kemampuan mereka dengan memberikan program edukatif yang ilmiyah atau daurah-daurah yang bermanfaat dan lain-lainnya
  5.     Mendidik keluarga untuk tidak menyebarkan rahasia dalam rumah.
  6.     Terkadang sengaja menyelisihi kemauan mereka
  7.     Memberi mereka makanan dan minuman yang halal, karena hal itu memiliki pengaruh besar terhadap kesholihan anak.
V. Menyiapkan Kondisi dan Lingkungan Yang Kondusif Untuk Pembinaan dan Penjagaan Keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa hal dibawah ini.

1. Memilih tetangga sebelum membuat rumah.

2. Qudwah yang baik. Para salaf umat telah sadar dengan perkara ini dan urgensinya sehingga Amru bin ‘Utbah memperingatkan pendidik anaknya akan hal ini, beliau menyatakan,

“لِيَكُنْ أَوْلُ إِصْلاَحِكَ لِوِلَدِيْ إِصْلاَحَكَ لِنَفْسِكَ؛ فَإِنَّ عُيُوْنَهُمْ مَعْقُوْدَةٌ بِعَيْنِكَ، فَالْحَسَنُ عِنْدَهُمْ مَا صَنَعْتَ، وَالْقَبِيْحُ عِنْدَهُمْ مَا تَرَكْتَ “

“Hendaknya pertama pendidikanmu untuk anakku adalah perbaiki dirimu, karena mata mereka terikat dengan matamu. Yang baik menurut mereka adalah yang kamu kerjakan dan yang buruk menurut mereka adalah yang kamu tinggalkan.”

Hal inipun telah diisyaratkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah Abdullah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu yang berbunyi,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ قَالَ: دَعَتْنِي أُمِّي يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فِي بَيْتِنَا فَقَالَتْ: هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:[ وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ] قَالَتْ أُعْطِيهِ تَمْرًا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:[ أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ] أخرجه أبو داود و أحمد

Dari Abdullah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu beliau berkata, Ibuku satu hari memanggilku sedangkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk didalam rumah kami. Lalu ibuku berkata, ‘Mari kesini aku beri kamu sesuatu!’ Maka Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Nampaknya kamu tidak ingin memberinya?’ Ibuku menjawab,’ Saya akan memberinya sebuah kurma.’ Maka Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Adapun kamu bila tidak memberinya sesuatu maka ditulis atasmu satu kedustaan.’ (HR Abu Daud dan Ahmad dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shohihah no. 748 hal 2/384)

3. Jadikan rumah sebagai tempat berdzikir. Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لَا يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

“Permisalan rumah yang digunakan untuk berdzikir dan rumah yang tidak digunakan untuk berdzikir seperti yang hidup dan mati.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Juga sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau,

اقْرَءُوْا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِِ فِيْ بُيُوْتِكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَدْخُلُ بَيْتًا يُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَة .

“Bacalah surat al-Baqarah dirumah-rumah kalian, karena syaitan tidak masuk rumah yang dibacakan surat al-Baqarah.” (HR al-Hakim dan dishohihkan al-Albani dalam Silsilah Shohihah no.1521)

4. Memilih madrasah yang bagus

5. Membantu mereka memilih teman yang baik.

6. Memilah-milah yang baik dan yang buruk.

7. Menyediakan alat bermain yang edukatif.

8.Keluarga membutuhkan dalam seluruh umur mereka kepada sentuhan kasih sayang dan ucapan lembut yang menyentuh perasaan dan tabi’at mereka. Disamping juga canda dan gurau yang baik bagi mereka.

VI. Tinggal Bersama Keluarga Dan Tidak Putus Komunikasi.

Sudah seharusnya seorang dekat dengan keluarganya. Rasululloh n pernah berwasiat untuk orang yang bepergian dengan wasiat,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنْ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar (bepergian) adalah sepotong adzab, ia mencegah salah seorang dari kalian dari makan, minum dan tidur. Apabila selesai keperluannya maka hendaklah segera pulang kekeluarganya.”(Muttafaqun ‘alaihi)

VII. Tidak Menjadikan Keluarga Sebagai Penghalang Ketaatan dan Dakwah
Keluarga dapat menjadi musuh dalam selimut yang menghalangi kita melakukan ketaatan.

Allah Ta’ala berfirman,

”Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. at-Taghabun:14)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa keluarga menjadi hujjah orang munafikin untuk meninggalkan jihad seperti dalam firman-Nya,

“Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: “Harta dan keluarga Kami telah merintangi Kami, Maka mohonkanlah ampunan untuk kami,” mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Fath: 11)

VIII. Mendamaikan Antar Keluarga Bila Terjadi Perselisihan dengan Ajaran Islam

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. An-Nisaa’ [4]: 35)

IX. Membangun Pribadi yang Kuat dan Kokoh di Rumahnya Sehingga Dapat Melaksanakan Kewajiban Dakwah dan Pengarahan Dalam Keluarga,
X. Kecemburuan Kepada Keluarga
XI. Memiliki Pengetahuan Tarbiyah yang Cukup dan Berakhlak Dengannya Dalam Mengarahkan Anak-Anak Dengan Pengarahan yang Tepat dan Baik

Demikianlah sebagian cara yang dapat dikemukan dalam makalah ini mudah-mudahan bermanfaat.

Penulis: Abu al-Abaas Kholid Syamhudi.

Tags