Bismillah. Segala puji milik Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad berserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau.
Pembaca yang dirahmati Allah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat. Pada hari itu, Adam -‘alaihissalam- diciptakan. Pada hari itu, beliau dimasukan ke surga. Pada hari itu, beliau dikeluarkan dari surga. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.” (H.R. Muslim No. 854).
Sunnah-Sunnah Hari Jumat
Berikut ini beberapa sunnah Hari Jumat yang bisa diamalkan oleh setiap muslim sehingga ia mendapatkan limpahan pahala pada hari yang diberkahi ini.
1. Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan
Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ ( هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.”[3]
Catatan: Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan memaksudkan untuk mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat sajdahnya sebagaimana hal ini disalahpahami oleh sebagian orang. Sehingga tidak perlu mencari surat-surat lain yang terdapat ayat sajdah dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari Jum’at. Ini sungguh salah dalam memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukup perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”[4]
2. Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at”[6]. Dalam lafazh lainnya dikatakan,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).”[7]
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ سورة الكهف كما أنزلت ، كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة ، ومن قرأ عشر آيات من آخرها ثم خرج الدجال لم يسلط عليه ، ومن توضأ ثم قال : سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك كتب في رق ، ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya dari tempat ia berdiri hingga Mekkah. Barangsiapa membaca 10 akhir ayatnya, kemudian keluar Dajjal, maka ia tidak akan dikuasai. Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia ucapkan: Subhanakallahumma wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa atuubu ilaik (Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat baginya dikertas dan dicetak sehingga tidak akan luntur hingga hari kiamat.”[8]
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa dilakukan pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
3. Memperbanyak shalawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”[5]
4. Mandi Jumat Bagi yang Menghadiri Salat Jumat.
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum Mandi Jumat, apakah dianjurkan atau wajib. Pendapat yang menganjurkannya berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada Hari Jumat sebagaimana mandi janabah…” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan, pendapat yang mewajibkannya berdalil dengan hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi di Hari Jumat wajib bagi setiap orang yang sudah baligh/dewasa).” (H.R. Bukhari dan Muslim).
5. Memakai Pakaian Terbaik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib bagi kalian membeli 2 buah pakaian untuk Salat Jumat, kecuali pakaian untuk bekerja.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani).
6. Memakai Wewangian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada Hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid…” (H.R. Bukhari dan Muslim).
7. Berangkat ke Masjid dalam Keadaan Sudah Berwudhu
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi Salat Jumat…” (H.R. Muslim).
8. Berangkat ke Masjid Lebih Awal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berangkat Jumat di awal waktu, maka ia seperti berqurban dengan unta. Siapa yang berangkat Jumat di waktu kedua, maka ia seperti berqurban dengan sapi. Siapa yang berangkat Jumat di waktu ketiga, maka ia seperti berqurban dengan kambing gibas yang bertanduk. Siapa yang berangkat Jumat di waktu keempat, maka ia seperti berqurban dengan ayam. Siapa yang berangkat Jumat di waktu kelima, maka ia seperti berqurban dengan telur.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Berangkat ke Masjid dengan Berjalan kaki
Dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Barangsiapa mandi pada Hari Jumat, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan…” (H.R. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No. 6405).
9. Mendekat kepada Imam/Khatib
Dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hadirilah Khutbah Jumat dan mendekatlah kepada imam/khotib. Karena sesungguhnya seseorang laki-laki yang senantiasa menjauh darinya hingga kelak dia akan diakhirkan ketika hendak masuk surga walaupun dia termasuk penduduk surga.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad. Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani).
10. Melaksanakan Salat Tahiyyatul Masjid Sebelum Duduk
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallalllahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jumat dan imam berkhutbah, tetaplah kerjakan shalat sunnah dua rakaat dan persingkatlah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
11. Diam untuk Mendengarkan Khutbah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jumat, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Namun, jika pembicaannya antara jamaah dan khatib atau khatib mengingatkan jamaah yang belum shalat tahiyatul masjid maka pembicaraan ini dibolehkan, mengingat hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang Arab badui mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau sedang berkhutbah Jumat. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, hewan ternak kami binasa….” (H.R. Bukhari).
12. Melaksanakan Shalat Sunnah Setelah Shalat Jumat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian Salat Jumat, maka lakukanlah salat setelahnya empat rakaat.” (H.R. Muslim). Ibnu ‘Umar melaksanakan Salat Jumat, setelahnya ia melaksanakan shalat dua rakaat di rumahnya. Lalu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.” (H.R. Muslim). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits-hadits ini menunjukkan disunnahkannya shalat sunnah ba’diyah Jum’at dan dorongan untuk melakukannya, minimalnya adalah dua rakaat, sempurnanya adalah empat rakaat.” (Syarh Muslim, 6/169).
13. Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut.[9]
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud.
Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai”[10]. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”[11]. Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
PENJELASAN:
Salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah ba’da ashar di hari Jumat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,
‘Pada hari Jumat terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah ‘Ashar.’ (H.R. Abu Dawud).
Iman Ahmad rahimahullah menjelaskan bahwa waktu mustajab itu adalah ba’da Ashar, beliau berkata,
“Kebanyakan hadits mengenai waktu yang diharapkan terkabulnya doa adalah ba’da ashar dan setelah matahari bergeser (waktu Salat Jumat).” (Lihat Fatwa Sual Wal Jawab no. 112165)
Ibnul Qayyim berkata,
“Waktu ini ini adalah akhir waktu Ashar dan diagungkan oleh semua orang yang beragama.” (Zadul Ma’ad 1/384).
Bagaimana maksud ba’da ashar tersebut? Berikut penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah. Beliau berkata,
“Bagi yang menginginkan mencari waktu mustajab setelah Ashar Hari Jumat, ada beberapa cara:
Tetap tinggal di masjid setelah Salat Ashar, tidak keluar dari masjid dan berdoa. Ditekankan ketika akhir waktu Ashar (menjelang magrib), ini adalah kedudukan tertinggi.
Ia berangkat ke masjid menjelang magrib kemudian shalat tahiyatul masjid, berdoa sampai akhir waktu Ashar ini adalah kedudukan pertengahan.
Ia duduk ditempatnya –rumah atau yang lain- berdoa kepada Rabb-nya sampai akhir waktu Ashar. Ini adalah kedudukan terendah. (Fatwa Sual Wal Jawab no. 112165).
Perhatikan bagaimana semangat para salaf dahulu memanfaatkan berkahnya waktu ba’da Ashar di Hari Jumat.
Ibnul Qayyim berkata,
“Dahulu Sa’id bin Jubair apabila telah Salat Ashar, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (Maghrib) karena sibuk dengan berdoa.” (Zadul Ma’ad 1/384)
“Dahulu Thawus bin Kaisan jika Salat Ashar pada Hari Jumat menghadap kiblat, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (maghrib).” (Tarikh Waasith).
CATATAN: Hal ini juga bisa dilakukan oleh wanita di rumahnya, setelah Salat Ashar wanita berdoa dan berharap dimustajabkan. Demikian juga orang yang terhalangi untuk Salat Ashar di masjid seperti dengan sakit atau ada udzur lainnya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
“Zhahir hadits adalah mutlak, yaitu barangsiapa yang berdoa di waktu musjatab pada akhir hari Jumat (yaitu menjelang maghrib, karena akhir hari dalam hijriyah adalah maghrib). Diharapkan bisa dkabulkan, akan tetapi jika ia menunggu shalat di masjid tempat shalat magrib, ini lebih hati-hati karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘ia menegakkan shalat’. Orang yang menunggu sebagaimana kedudukan orang yang shalat maka dalam keadaan shalat lebih diharapkan mustajab. Orang yang menunggu shalat sebagaimana orang shalat. Jika ia sakit bisa dilakukan di rumahnya, tidak mengapa. Atau wanita yang menunggu Salat Maghrib di mushallanya (tempat shalat di rumah), atau yang sakit di mushallanya berdoa di waktu Ashar dan berharap mustajab. Jika ia ingin, menuju masjid tempat ia ingin Salat Maghrib lebih awal, duduk menunggu salat dan berdoa.” (Majmu’ Fatawa bin Baz 30/270).
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.[12]
CATATAN: Ada larangan mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at dengan alasan hadits ini.”[2]
Penutup
Pembaca yang dimuliakan Allah. Demikian beberapa sunnah Hari Jumat. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita untuk mengamalkannya. Wa shallallahu ‘ala muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Penulis : Fitriansyah (Alumnus Ma’had Al-‘Ilmi Yogyakarta)
Murajaah : Ustadz Abu Salman, BIS
____
Referensi: