Setelah sujud pertama, orang yang salat bangun dari sujud untuk duduk di antara dua sujud. Duduk di antara dua sujud merupakan rukun salat. Dalam hadis al musi’ shalatahu, dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu, di dalamnya disebutkan:
ثُمَّ يَسْجُدُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مفاصلُه
ثُمَّ يَقُوْلُ : اللهُ أكبرُ ويرفعُ رأسَه حتَّى يستويَ قاعدًا
“…kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sujud sampai anggota badannya menempati tempatnya, kemudian mengucapkan “Allahu Akbar”. Kemudian mengangkat kepalanya (bangun dari sujud) sampai ke posisi duduk“ (HR. Abu Daud no. 857, dishahihkan Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi [1/189])
Baca juga: Tatacara shalat gerhana || Status orang yang meninggalkan shalat
Cara Duduk Di Antara Dua Sujud
Cara duduk di antara dua sujud adalah dengan duduk iftirasy, yaitu dengan membentangkan punggung kaki kiri di lantai, dan mendudukinya, kemudian kaki kanan ditegakkan dan jari-jarinya menghadap kiblat.
Dari Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu beliau berkata:
فَإِذَا جَلَس فِي الرَكعَتَين جَلَس على رجلٌه اليسرى، ونصب اليمنى، وإذا جلس في الركعة الآخرة، قدم رجلٌه اليسرى، ونصب الأخرى، وقعد على مقعدته
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika duduk dalam salat di dua rakaat pertama beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan. Jika beliau duduk di rakaat terakhir, beliau mengeluarkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas lantai.”(HR. Bukhari no. 828 dan Muslim no. 226)
Dalam riwayat lain:
ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَيْهَا ثُمَّ اعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً ثُمَّ أَهْوَى سَاجِدًا
“Kemudian kaki kiri ditekuk dan diduduki. Kemudian badan kembali diluruskan hingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Lalu turun sujud kembali.” (HR. Tirmidzi no. 304. At Tirmidzi mengatakan hasan shahih).
Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu mengatakan:
من سُنَّةِ الصلاةِ ، أنْ تنصِبَ القدمَ اليمنَى ، واستقبالُهُ بأصابعِها القبلةَ ، والجلوسُ على اليسرَى
“Diantara sunnah dalam shalat adalah menegakkan kaki kanan lalu menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat dan duduk di atas kaki kiri.” (HR. An Nasa’i no. 1157, di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i)
Baca juga: Sifat duduk dalam shalat 2 rakaat || Hukum tambahan habibuna dalam shalawat
Duduk Iq’a
Selain duduk iftirasy, dibolehkan juga duduk iq’a. Cara duduk iq’a dalam salat yang dibolehkan adalah dengan menegakkan kedua kaki lalu duduk di atas kedua tumit kaki, dan jari-jari kaki menghadap ke kiblat. Seorang tabi’in, Thawus bin Kaisan rahimahullah mengatakan:
قُلنا لابنِ عباسٍ في الإقعاءِ على القدَمينِ . فقال : هي السنةُ . فقلنا له : إنا لنراهُ جفاءً بالرجلِ . فقال ابنُ عباسٍ : بل هي سنةُ نبيِّكَ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ
“Kami bertanya mengenai duduk iq’a kepada Ibnu Abbas, ia berkata: itu sunnah. Thawus berkata: kami memandang perbuatan tersebut adalah sikap tidak elok terhadap kaki. Ibnu Abbas berkata: justru itu sunnah Nabimu Shallallahu’alaihi Wasallam.” (HR. Muslim no. 536)
Di sisi lain, ada cara duduk iq’a yang dilarang. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ وَنَهَانِي عَنْ ثَلَاثٍ أَمَرَنِي بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى كُلَّ يَوْمٍ وَالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَنَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara. Memerintahkan aku untuk melakukan salat dhuha dua raka’at setiap hari, witir sebelum tidur, dan puasa tiga hari dari setiap bulan. Melarangku dari mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk iq’a seperti duduk iq’a anjing, dan menoleh sebagaimana musang menoleh.” (HR. Ahmad no. 8106, dishahihkan Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad 15/240)
Duduk iq’a yang dilarang ini yaitu dengan meletakkan bokong di atas lantai lalu kaki ada di bagian kanan dan kiri badan dalam keadaan terhampar. Dari Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ
“Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ‘uqbatusy-syaithan, juga melarang seseorang menghamparkan kedua lengannya seperti terhamparnya kaki binatang buas.” (HR Muslim, no. 498)
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
الإقعاء نوعان: أحدهما: أن يلصق أليتيه بالأرض وينصب ساقيه ويضع يديه على الأرض كإِقعاء الكلب، هكذا فسّره أبو عبيدة معمر بن المثنى، وصاحبه أبو عبيد القاسم بن سلام، وآخرون من أهل اللغة، وهذا النوع هو المكروه الذي ورد فيه النهي، والنوع الثاني: أن يجعل أليتيه على عقبيه بين السجدتين، وهذا هو مراد ابن عبّاس [رضي الله عنهما] بقوله سنة نبيّكم – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وقد نصّ الشافعي -رضي الله عنه- في البويطي والإملاء على استحبابه في الجلوس بين السجدتين
“Duduk iq’a ada dua macam: yang pertama, mendudukan bokong di atas lantai kemudian menegakkan betisnya dan meletakkan kedua tangannya di atas lantai sebagaimana duduknya anjing. Ini yang ditafsirkan oleh Abu Ubaidah Ma’mar bin Al Mutsanna. Dan muridnya yaitu Abu Ubaid Al Qasim bin Salam. Dan para ahli bahasa yang lain. Duduk jenis ini makruh dan ini yang dilarang dalam hadis. Yang jenis kedua, mendudukan bokong di atas kedua tumit di antara dua sujud. Inilah yang dimaksud Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma dalam perkataan beliau: “Ini adalah sunnah Nabimu Shallallahu’alaihi Wasallam”. Dan Imam Asy Syafi’i dalam Al Buwaithi dan Al Imla’ menyatakan duduk seperti ini dianjurkan ketika duduk di antara dua sujud” (Syarah Shahih Muslim, 5/19).
Baca juga: Mengenal Abu Syuja dan Thoharah || Waktu-waktu shalat
Bacaan Ketika Duduk Di Antara Dua Sujud
Ada beberapa bacaan yang sahih yang dibaca ketika duduk di antara dua sujud:
Bacaan pertama:
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata:
انَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ يقولُ بينَ السَّجدتينِ في صلاةِ اللَّيلِ ربِّ اغفِر لي وارحَمني واجبُرني وارزُقني وارفَعني
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika duduk di antara dua sujud pada salat malam beliau membaca: Robbighfirlii warahmnii, wajburnii, warzuqnii, warfa’nii (artinya: Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah rezeki dan tinggikanlah derajatku)” (HR. Ibnu Majah no.740, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Bacaan kedua:
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma juga, beliau berkata:
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ كانَ يقولُ بينَ السَّجدَتَينِ : اللَّهمَّ اغفِر لي وارحَمني واجبُرني واهدِني وارزُقني
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika duduk di antara dua sujud beliau membaca: Allohummaghfirli warahmnii, wajburnii, wahdini, warzuqnii (artinya: Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah rezeki).” (HR. At Tirmidzi no.284, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Bacaan ketiga:
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu, ketika Nabi mengajarkan bacaan salat kepada orang Arab Badui, Nabi mengajarkan doa:
ْاَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ، وَارْحَمْنِيْ ، وَعَافِنِيْ ، وَارْزُقْنِي
“Allahummaghfirlii warahmnii, wa’aafini, warzuqnii“ (dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 1562).
Bacaan keempat:
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu’anhu, beliau berkata:
ثم جلسَ يقولُ ربّ اغفرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِيْ مثلَ ما كانَ قائِما ثم سجدَ
“…kemudian Nabi duduk (setelah sujud) dan mengucapkan: rabbighfirlii, rabbighfirlii (Ya Allah ampuni aku, Ya Allah ampuni aku), dan lamanya semisal dengan lama berdirinya. Kemudian beliau sujud…” (HR. An Nasai no. 1665, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).
Baca juga: Polemik pelafalan niat dalam ibadah || Tatacara shalat sesuai sunnah Nabi
Apakah Mengangkat Tangan?
Sebagian ulama berpendapat bahwa ketika bangun dari sujud menuju duduk di antara dua sujud, maka seorang yang salat disyariatkan mengangkat tangan ketika bertakbir. Karena terdapat hadis:
كان يرفعُ يديه مع هذا التكبيرِ
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan bersamaan dengan takbir ini (yaitu ketika bangun dari sujud)” (HR. Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi, 151)
Ibnu Qayyim mengatakan:
ونقل عنه الأثرم وقد سُئل عن رفع اليدين؟ فقال: في كل خفْض ورفْع، قال الأثرم: رأيت أبا عبد الله يرفع يديه في الصلاة في كل خفْض ورفْع
“Dinukil dari Al Atsram ketika beliau ditanya mengenai mengangkat tangan, beliau berkata: mengangkat tangan itu setiap kali merunduk dan setiap kali naik. Aku melihat Abu Abdillah (Imam Ahmad) mengangkat tangannya dalam shalat setiap kali merunduk dan setiap kali naik.” (Bada’iul Fawaid, 4/89)
Namun yang tepat, ini dilakukan kadang-kadang saja tidak setiap saat. Syaikh Husain Al Awaisyah mengatakan:
كان يرفع يديه مع هذا التكبير أحياناً
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan ketika takbir (saat bangun dari sujud) kadang-kadang” (Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, 2/70)
Wallahu a’lam.
Baca juga: Apakah air musta'mal suci dan mensucikan? || Beberapa kesalahan seputar thaharah
Penulis: Yulian Purnama
Sumber: https://muslim.or.id/