Type Here to Get Search Results !

 


BEBERAPA KESALAHAN SEPUTAR THAHARAH


Thaharah termasuk ibadah yang sering kita lakukan. Seiring dengan kurangnya perhatian kaum muslimin terhadap ajaran agamanya, banyak kita jumpai kaum muslimin yang terjatuh dalam kesalahan dalam melaksanakan ibadah thaharah. Di sini akan kami sebutkan beberapa kesalahan yang umum terjadi, dengan merujuk pada penjelasan Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala di kitab beliau, Al-Minzhar.
  • Melafadzkan Niat ketika Memulai Wudhu
Melafadzkan niat ketika memulai berwudhu termasuk kesalahan yang sering terjadi. Hal ini karena niat itu letaknya di hati. Niat yang syar’i adalah seseorang menghadirkan hatinya ketika hendak berwudhu bahwa wudhu ini untuk shalat, atau untuk menyentuh mushaf Al-Qur’an atau selainnya. Jadi niat adalah kehendak hati untuk beribadah, tidak perlu diucapkan secara lisan. Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi untuk memulai ibadah wudhu dengan mengucapkan basmalah, bukan dengan kalimat-kalimat lainnya, termasuk lafadz niat. Oleh karena itu, memulai wudhu dengan melafadzkan niat itu menyelisihi apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak Memperhatikan Bagaimanakah Wudhu atau Mandi yang sesuai dengan Tuntunan Syariat dan Meremehkan Hukum-hukum terkait dengan Wudhu (Thaharah)

Hal ini termasuk perkara yang wajib dihindari oleh seorang muslim. Hal ini karena wudhu dan mandi wajib termasuk syarat sah shalat dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar. Barangsiapa yang meremehkannya, bisa jadi shalatnya tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat dan kewajiban dalam wudhu dan mandi wajib.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ

“Sempurnakanlah wudhu kalian dengan baik.” (HR. Muslim no. 241)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Abu Hurairah dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ

“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh dengan air wudhu) yang akan terkena api neraka.” (HR. Bukhari no. 60, 96, 163 dan Muslim no. 241, 242)

Tumit merupakan salah satu anggota wudhu yang sering dilalaikan. Meskipun anggota wudhu yang lainnya juga memiliki hukum yang sama (diancam neraka) jika tidak dibasuh atau diusap dengan sempurna.

Oleh karena itu, wajib menyempurnakan wudhu atas semua anggota wudhu, yaitu dengan meratakan air ke anggota wudhu tersebut, kecuali kepala yang cukup dengan mengusap sebagian besar kepala ditambah dengan dua telinga. Sebagaimana terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

“Dua telinga itu termasuk kepala.” (HR. Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 443, 444, 445, shahih)

Selayaknya bagi seorang muslim untuk mempelajari hukum-hukum wudhu, berwudhu dengan menyempurnakan yang wajib dan yang sunnah, membasuh atau mengusap anggota wudhu tiga kali, dalam rangka mencontoh wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini juga untuk meraih keutamaan shalat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَتَمَّ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَالصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ

“Barangsiapa yang menyempurnakan wudhu sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla, maka shalat lima waktu menjadi kafarah (penggugur dosa) di antara lima waktu shalat tersebut.” (HR. An-Nasa’i no. 145 dan Ibnu Majah no. 459, shahih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, ”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, ”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah kebaikan (yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)


Beberapa kesalahan lainnya seputar thaharah yang banyak terjadi di tengah-tengah kaum muslimin adalah:

  • Was-was ketika wudhu dan menambah basuhan sampai lebih dari tiga kali

Hal ini termasuk was-was dari setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menambah jumlah basuhan lebih dari tiga kali, sebagaimana yang terdapat hadits yang diriwayatkan dari Khumran budak ‘Utsman (HR. Bukhari no. 160, 164 dan Muslim no. 226).

Oleh karena itu, menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk membuang perasaan was-was dan membuang keraguan-raguan yang muncul setelah melaksanakan wudhu, dan tidak menambah lebih dari tiga kali basuhan. Hal ini dalam rangka menolak was-was yang muncul dan berasal dari setan.

  • Berlebih-lebihan dalam menggunakan air

Ini juga termasuk perkara yang terlarang, berdasarkan makna umum dari firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am [6]: 141)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ، وَهُوَ يَتَوَضَّأُ، فَقَالَ: مَا هَذَا السَّرَفُ فَقَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ إِسْرَافٌ، قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpapasan dengan Sa’ad yang sedang berwudhu. Rasulullah berkata, “Ini berlebih-lebihan.” Sa’ad bertanya, “Apakah di dalam wudhu juga ada israf (berlebih-lebihan)?” Rasulullah menjawab, “Betul, meskipun Engkau berwudhu di sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah no. 425, namun dinilai dha’if oleh Al-Albani)

Wudhu yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menghemat penggunaan air. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ، وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ، إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air).” (HR. Bukhari no. 198 dan Muslim no. 325)

Satu sha’ sama dengan empat mud. Satu mud kurang lebih setengah liter, atau kurang lebih (seukuran) memenuhi dua telapak tangan orang dewasa.

Berdzikir ketika di kamar mandi atau masuk ke kamar mandi dengan membawa sesuatu yang di dalamnya terdapat dzikrullah

Perbuatan semacam ini hukumnya makruh, dan selayaknya bagi setiap muslim untuk menjauhinya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَجُلًا مَرَّ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُولُ، فَسَلَّمَ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang berpapasan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang buang air kecil. Orang itu mengucapkan salam kepada Nabi, namun Nabi tidak membalasnya.” (HR. Muslim no. 370)

Hal ini karena menjawab salam termasuk bagian dari dzikir.

  • Mengusap tengkuk

Ini juga termasuk kesalahan, bahkan para ulama menilai termasuk dalam perbuatan bid’ah. Karena tidak terdapat contoh sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits-hadits yang berbicara tentang mengusap tengkuk adalah hadits palsu dan mungkar. Sebagian ulama memang menganjurkan mengusap tengkuk. Akan tetapi, hal ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui jika haditsnya tidak shahih. Oleh karena itu, tidak disyariatkan mengusap tengkuk. Wajib bagi kita untuk perhatian dalam masalah ini, untuk menjaga syariat ini dari penambahan (bid’ah).

  • Mengusap bagian bawah dari sepatu atau kaos kaki

Kesalahan ini hanyalah bersumber dari kebodohan. Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berwudhu dan tidak mencopot sepatu (khuff)-nya adalah mengsuap bagian atas sepatu. Meskipun menurut logika kita sebagai manusia, harusnya bagian bawah sepatu yang diusap karena itulah bagian yang kotor karena menyentuh tanah. Akan tetapi, agama ini dibangun di atas petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan dibangun di atas logika manusia biasa.

Oleh karena itu, sahabat yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

“Jika agama ini berdasarkan logika, maka sisi bawah sepatu itu lebih layak untuk diusap daripada sisi atasnya. Dan sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas sepatunya.” (HR. Abu Dawud no. 162, Al-Baihaqi 1: 292, Ad-Daruquthni 1: 75, dan lain-lain, shahih)

  • Melakukan istinja’ setelah (maaf) buang angin

Kesalahan ini tersebar di kalangan masyarakat awam di negeri-negeri Arab. Buang angin bukanlah sebab yang mewajibkan istinja’. Istinja’ itu dilakukan setelah buang air kecil atau buang air besar, yaitu dengan membersihkan tempat keluarnya najis tersebut. Tidak ada dalam syariat ini yang memerintahkan untuk istinja’ sebelum berwudhu setelah buang angin. Yang benar, buang angin termasuk hadats kecil, yang mewajibkan wudhu jika seseorang hendak mendirikan shalat. Ini adalah di antara kemudahan dalam syariat

Demikianlah sedikit pembahasan tentang beberapa kesalahan seputar thaharah, semoga yang sedikit ini bisa diambil manfaatnya.

___

Penulis: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc. Ph.D

Referensi:

Disarikan dari kitab Al-Minzhaar fi bayaani katsiir min al-akthaa’i asy-syaa’iati, karya Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala, hal. 23-25 (cetakan ke dua, tahun 1435, penerbit Daar Al-Wasathiyyah)

Sumber: https://muslim.or.id/

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.