Type Here to Get Search Results !

 


TAUHID SEBAGAI PENGGUGUR DOSA #3

 

Keutamaan Tauhid (Lanjutan)

Tauhid akan menuntun pemiliknya untuk mengerjakan amal shalih.

Di antara keutamaan tauhid adalah jika tauhid tersebut kokoh, maka tauhid tersebut akan menuntunnya untuk mengerjakan amal shalih, baik dalam perkataan maupun perbuatan, yang dzahir maupun yang batin. Ini adalah keutamaan yang besar, karena seorang hamba tidak mungkin dapat terlepas dari:

  • Bermuamalah dengan dirinya sendiri;
  • Bermuamalah dengan orang lain;
  • Atau bermuamalah dengan Rabb-nya. Sedangkan bermuamalah dengan Allah Ta’ala merupakan ibadah, yakni dengan melakukan berbagai macam peribadatan.

Bermuamalah dengan dirinya sendiri yang memiliki hawa nafsu, dan apa yang diinginkan atau tidak diinginkan oleh hawa nafsunya. Serta bagaimana dirinya sendiri dapat melaksanakan syariat. Adapun bermuamalah dengan orang lain yaitu dengan menunaikan hak-hak manusia. Dimulai dengan hak kedua orangtua, hak istri, hak anak, hak tetangga, hak teman dekat, hak para ulama, hak penguasa, dan hak para shahabat ridhwanallah ‘alaihim, demikian pula hak orang-orang yang beriman secara umum. Tauhid merupakan salah satu sarana yang dapat menuntun seseorang untuk dapat bermuamalah baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, atau dengan Rabb-nya.

Adapun dalam muamalah dengan Rabb-nya, maka ahli tauhid mencintai beribadah kepada Allah Ta’ala. Mereka mencintai ikhlas, dan juga berbagai macam ibadah. Kita jumpai seorang ahli tauhid yang sebenar-benarnya, dia mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa, dan berhaji dengan mengharap pahala di sisi-Nya. Setiap kali tauhid kokoh, maka akan kokoh pula ketergantungan hatinya terhadap shalat dan puasa, baik yang wajib maupun shalat sunnah. Demikianlah, muamalah dan ibadahnya terhadap Rabb-nya akan sepadan dengan kekokohan tauhidnya.

Oleh karena itu, lihatlah dirimu sendiri dalam berbagai macam keadaan. Jika Engkau merasakan di dalam dirimu terdapat kekurangan di dalam melaksanakan kewajiban, atau bahkan di dalam melaksanakan yang sunnah, maka cermatilah dirimu, dan pasti Engkau dapati bahwa sebagian dunia telah menyaingi kecintaanmu terhadap Allah Ta’ala di dalam hatimu. Di dalam hatimu terkumpul dua keinginan, pertama yaitu keinginan mencintai Allah Ta’ala dan mentauhidkan-Nya. Dan kedua yaitu keinginan mencintai dunia serta lebih mengutamakannya. Apabila tauhidnya yang kokoh, maka akan lemahlah yang lainnya. Dan sebaliknya, apabila keinginan dunia yang lebih kokoh, maka akan lemahlah tauhidnya. Oleh karena itu, mengajarkan dan menjelaskan ilmu tauhid kepada manusia merupakan kebaikan dan ihsan yang terbesar kepada sesama makhluk.


Adapun dalam muamalah dengan dirinya sendiri, maka sesungguhnya seseorang itu memiliki hawa nafsu dan keinginan. Dia memiliki hawa nafsu untuk mengerjakan sebagian hal-hal yang diharamkan. Tidak ada seorang pun yang selamat dari hal itu. Demikian pula, dia memiliki hawa nafsu dan keinginan untuk meninggalkan sebagian kewajiban. Setiap kali tauhid di dalam hatinya kokoh, dan kokoh pula pengetahuan hamba terhadap Rabb-nya, terhadap rububiyyah-Nya, bahwasannya milik Allah-lah bumi ini seluruhnya, hati manusia seluruhnya berada di antara jari-jariNya, bumi berada di dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, bahwasannya dunia ini di sisi Allah tidak lebih dari sayap seekor lalat, Dia-lah yang mengatur alam semesta ini, Dia-lah yang memberi dan mencegah, Dia-lah yang memberikan manfaat dan mendatangkan madharat, Dia-lah yang merendahkan dan mengangkat, Dia-lah yang menggenggam dan membentangkan, Dia-lah yang menciptakan, Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Dia-lah yang menyehatkan dan membuat sakit, Dia-lah yang membuat menjadi kaya atau miskin, bahwa apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi, sedangkan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi, maka pada saat itu akan kokohlah tawakkal dan kecintaannya kepada Allah. Selain itu, akan kokoh pula pengetahuan bahwasannya Allah-lah yang berhak untuk diibadahi dan Dia-lah yang berhak terhadap berbagai jenis ibadah. Di dalam hatinya terdapat kecintaan terhadap Allah dan tauhid, sehingga dorongan untuk berbuat kejelekan menjadi lemah.

Adapun dalam muamalah dengan sesama makhluk, sesungguhnya ahli tauhid –jika kuat tauhidnya- tidak akan lupa bahwa kecintaannya kepada Allah berada di atas seluruh kecintaannya kepada yang lainnya. Dan sesungguhnya keridhaan Allah Ta’ala berada di atas keridhaan yang lainnya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan melakukan sesuatu yang mendatangkan murka Allah, siapa pun manusianya, apakah pemimpin atau rakyat biasa, apakah raja atau budak, maka Allah Ta’ala akan murka kepadanya dan akan menjadikan manusia murka kepadanya. Dan barangsiapa yang mencari ridha Allah, tanpa peduli apakah manusia ridha atau murka kepadanya, maka Allah akan meridhainya dan menjadikan manusia ridha kepadanya. Hal ini adalah ujian bagi orang-orang yang berjalan di atas syariat Allah Ta’ala.

Dalam bermuamalah kepada sesama manusia, apabila hatinya bergantung kepada Allah Ta’ala, maka dia akan merasa diawasi oleh Allah Ta’ala. Dia berharap kepada Allah, takut, bertakwa, dan mencintai Allah Ta’ala. Dia takut kalau hatinya berubah dengan adanya kedzaliman seseorang kepada orang lain. Oleh karena itu, dia akan memperbaiki muamalahnya dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain.

Tauhid dapat membebaskan seseorang dari penghambaan terhadap sesama makhluk.

Di antara keutamaan tauhid adalah bahwa tauhid dapat membebaskan seseorang dari penghambaan terhadap sesama makhluk dan berlebih-lebihan dalam memandang mereka, menuju penghambaan yang paling mulia, yaitu penghambaan kepada Dzat Yang Maha Esa, Yang Maha mendengar dan Maha melihat.

Allah Ta’ala menguji hamba-hambaNya dan menjadikan sebagian di antara mereka sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

”Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” (QS. Al-Furqan : 20)

Apakah makna,”Maukah kamu bersabar?” Allah Ta’ala menjadikan orang fakir sebagai cobaan bagi orang kaya, dan sebaliknya, orang kaya sebagai cobaan bagi orang fakir.

Orang fakir adalah cobaan bagi orang kaya. Apakah si kaya menjadi sombong dan congkak? Jika dia mendapatkan uang seribu, dua ribu, seratus ribu, satu juta, sepuluh atau seratus juta, maka dia akan sombong dan merasa bahwa dirinya berada di atas makhluk lainnya. Dia diuji dengan orang fakir, apa yang telah didapatkan oleh si fakir? Apakah melebihi dirinya atau tidak? Oleh karena itu, apakah yang difirmankan Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Allah Ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan sore hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan di dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya. Dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)

Sampai-sampai ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ingin meng-Islam-kan para pembesar dan orang-orang kaya serta meninggalkan orang fakir, -karena menurut pemikiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila orang kaya bisa masuk Islam, maka hal tersebut akan memberikan manfaat yang besar bagi Islam, sehingga beliau pun meninggalkan orang fakir- maka Allah Ta’ala mengingatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Ta’ala berfirman,

عَبَسَ وَتَوَلَّى ؛ أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى ؛ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى ؛ أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى ؛ أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى ؛ فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى ؛ وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى ؛ وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى ؛ وَهُوَ يَخْشَى ؛ فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى ؛ كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ ؛

”Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu member manfa’at kepadanya? Adapun orang-orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihgkan diri (beriman). Dan adapun orang yang dating kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut (kepada Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.” (QS. ‘Abasa : 1-11)

Yaitu, peringatan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada manusia secara umum.

Allah Ta’ala juga menjadikan orang kaya sebagai cobaan bagi orang miskin. Apakah orang fakir memiliki sifat hasad (dengki) kepada orang kaya, atau apakah orang fakir tersebut meminta keselamatan kepada Allah Ta’ala? Apakah dia memandang orang kaya dengan rasa marah dan dendam? Atau apakah dia meningkatkan harapannya kepada Allah Ta’ala? Demikian pula, orang sehat dan sakit, Allah Ta’ala menjadikan mereka sebagai cobaan bagi sebagian yang lainnya. Dan juga, pemerintah dan rakyatnya, Allah Ta’ala menjadikan mereka sebagai cobaan bagi sebagian yang lainnya.

Demikianlah seluruhnya, barangsiapa yang mewujudkan tauhid dan mengamalkannya, maka dia akan memandang sesama makhluk dengan pandangan yang sesuai. Dia akan membersihkan dirinya dari penghambaan kepada sesama makhluk dan dari berlebih-lebihan dalam memandang mereka. Dia akan mengagungkan Allah Ta’ala di dalam hatinya, dan akan mensucikan nama-namaNya. Allah-lah satu-satunya Yang Maha mulia, Yang Maha tinggi, dan Maha agung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

”Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati. Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)

Tafsir dari ayat, ”Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” adalah jika kalian dalam keadaan beriman, selama kalian tetap berada dalam keimanan, maka janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati karena kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya.

Jika demikian, maka di antara faidah tauhid di dalam hati bahwa tauhid tersebut akan membersihkan diri dari penghambaan kepada sesama makhluk dan merendahkan diri kepadanya. Orang-orang yang bertauhid akan bermuamalah dengan sesama makhluk sebatas apa yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala serta tidak bersikap sombong atau bersikap lemah kepada mereka. Mereka bermuamalah dengan orang lain hanyalah karena mereka adalah orang beriman atau hanya sesuai dengan kebutuhan saja.

Bagian kelima


Keutamaan Tauhid yang berkenaan dengan Negara dan Masyarakat

Adapun keutamaan tauhid ini, sebagaimana terkait dengan masing-masing orang yang beriman, juga terkait dengan negeri-negeri kaum muslimin yang bertauhid, masyarakat, dan pemerintahannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

”Dan janganlah kaum membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf : 56)

Yang dimaksud dengan “membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya” adalah di dalamnya terjadi hal-hal yang merupakan lawan dari tauhid atau hal-hal yang dapat mengurangi kesempurnaannya, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Kerusakan ini adalah kerusakan terbesar di muka bumi.

Allah Ta’ala juga berfirman dalam rangka menjelaskan hal ini,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa sungguh Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. Dan Dia akan benar-benar menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.” (QS. An-Nuur : 55)

Di dalam ayat ini terdapat sesuatu yang dijanjikan, orang yang mendapat janji, dan kondisi dimana janji tersebut akan dipenuhi. Adapun orang yang mendapat janji, mereka adalah orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih.”

Mereka ini adalah orang-orang yang mendapat janji.

Adapun sesuatu yang dijanjikan adalah tiga hal:

  • Pertama, “Sungguh Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi”. Maksudnya, jika mereka tidak memiliki kekuasaan, maka dalam jangka waktu yang panjang atau pendek, Allah Ta’ala akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Allah Ta’ala telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa.
  • Kedua, kemudian Allah Ta’ala berfirman tentang janji yang ke dua (yang artinya), “Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka”. Masalah terbesar yang diusahakan dan diinginkan oleh orang-orang yang beriman adalah mereka dapat beribadah kepada Allah Ta’ala dengan penuh keteguhan. Mereka tidak takut dan tidak merasa lemah di dalam melaksanakan agama Allah Ta’ala. Bahkan mereka adalah orang-orang yang dihormati. Itu semua sesuai dengan janji Allah Ta’ala.
  • Ketiga, adapun janji yang ke tiga adalah firman-Nya (yang artinya), “Dan Dia akan benar-benar menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa”. Setelah mereka merasakan sedikit ketakutan serta setelah Allah Ta’ala memenangkan dan meneguhkan agama mereka, maka setelah adanya ketakutan itu mereka menjadi aman sentosa. Mereka merasa aman terkait diri mereka sendiri, agamanya, anak-anak mereka, kehormatan mereka, dan terkait harta-harta mereka semua. Semua ini adalah karunia dan janji dari Allah Ta’ala.

Sedangkan kondisi orang yang mendapat janji dijelaskan oleh kalimat berikutnya dalam firman Allah Ta’ala,

يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا

”Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.”

Maksudnya, ketika Allah menjadikan mereka berkuasa di bumi, meneguhkan bagi mereka agama mereka, dan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa, bagaimanakah kondisi mereka ketika itu dan sebelumnya? Yaitu bahwa mereka tetap menyembah Allah dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah Ta’ala. Ini adalah pengaruh tauhid yang terbesar bagi manusia dalam konteks masyarakat dan negara. Yaitu kalau mereka menyembah Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, meyakini kebenaran tauhid dan menjauhi kesyirikan, maka mereka dijanjikan akan dibukakan anugerah dari Allah Ta’ala untuk mereka dengan ketiga hal ini. Demikian pula, akan dibukakan berkah untuk mereka dari langit dan dari bumi. Allah pun akan meluaskan rizki mereka. Sehingga mereka berada dalam kehidupan yang baik dan damai.

Penutup

Setelah penjelasan-penjelasan ini, menjadi jelaslah bagi kita semua bahwa keutamaan tauhid bagi tiap-tiap orang dan masyarakat serta negara secara umum sangatlah besar. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam memperhatikan tauhid dalam diri kita dan di sekitar kita jika kita menginginkan kebaikan yang besar ini. Jika tidak, maka tidaklah kita mendapatkan keutamaan ini. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan tauhid dan tidak menjauhi kesyirikan, maka sungguh Allah Ta’ala telah berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

”Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh Allah haramkan surga baginya, dan tempat kembalinya neraka. Dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang berbuat dzalim.” (QS. Al-Maidah : 76)

Kita meminta kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita semua termasuk di antara ahli tauhid, yang mengetahuinya, meyakininya, mempersaksikannya, mengamalkannya, dan berdakwah kepadanya. Sesungguhnya Allah adalah penolong bagi orang-orang yang shalih, yaitu orang yang memiliki keutamaan dan kebaikan.

Sebagaimana kita juga meminta kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang mendapatkan keutamaan ini. Ya Allah, janganlah Engkau mengharamkan bagi kami untuk mendapatkan keutamaan-Mu karena dosa-dosa, kekurangan, dan kelancangan kami. Ya Allah, jadikanlah akhir dari urusan kami adalah kebaikan. Serta jadikanlah kebaikan sebagai pembuka dan penutup urusan-urusan kami. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu, Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang.

Kami juga meminta kepada Allah Ta’ala agar meridhai pemimpin-pemimpin kami. Serta menjadikan kami dan mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang saling menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Semoga shalawat, salam, dan berkah senantiasa tercurah kepada nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber: https://muslim.or.id/

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.