Type Here to Get Search Results !

 


RUKUN IMAN ADA 6 ATAU 5?


Dalam masalah keimanan, yang dipahami secara luas oleh kaum muslimin adalah rukun iman yang enam. Hal ini dipahami dari salah satu hadits yang terkenal, yang disebut dengan hadits Jibril. Yaitu, ketika Jibril ‘alaihis salaam mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam wujud manusia, untuk bertanya dalam rangka mengajarkan apa itu Islam, iman dan ihsan.

Ketika Jibril ‘alaihis salaam bertanya,

فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ

“Kabarkanlah kepadaku, apa itu iman?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Engkau beriman kepada (1) Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab-kitabNya, (4) para Rasul-Nya, (5) hari akhir, dan beriman kepada (6) takdir, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.” (HR. Muslim no. 8)

Namun perlu diketahui, bahwa sebagian ulama menyebut rukun iman dengan rukun yang lima (al-ushuul al-khamsah atau al-ushuul al-iman al-khamsah). Artinya, sebagian ulama rahimahumullahu Ta’ala memahami rukun iman itu lima, bukan enam.

Di antara yang memiliki pemahaman demikian adalah Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala. Misalnya, di perkataan beliau ketika menyebutkan ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, beliau rahimahullahu Ta’ala berkata,

وَهُوَ انواع النَّوْع الاول علم اصول الايمان الْخَمْسَة الايمان بِاللَّه وَمَلَائِكَته وَكتبه وَرُسُله وَالْيَوْم الاخر فَإِن من لم يُؤمن بِهَذِهِ الْخَمْسَة لم يدْخل فِي بَاب الايمان ولايستحق اسْم الْمُؤمن

“Ada beberapa jenis ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim. Jenis pertama adalah ilmu tentang rukun iman yang lima, yaitu (1) iman kepada Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab, (4) para Rasul, dan (5) iman kepada hari akhir. Karena siapa saja yang tidak beriman dengan lima perkara ini, dia belum masuk ke dalam pintu keimanan, dan tidak berhak mendapatkan status mukmin.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 1: 156)

Demikian pula ketika beliau membahas tentang iman kepada malaikat, beliau rahimahullahu Ta’ala berkata,

ولهذا كان الإيمان بالملائكة عليهم السلام أحد الأصول الخمس التى هى أركان الإيمان، وهى الأيمان بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر

“Oleh karena itu, iman kepada malaikat ‘alaihimus salaam adalah salah satu dari lima pokok yang disebut dengan istilah “rukun iman”, yaitu (1) iman kepada Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab, (4) para Rasul, dan (5) iman kepada hari akhir.” (Ighaatstaul Lahafaan, 2: 131)

Ulama lainnya yang memiliki pemahaman demikian adalah Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullahu Ta’ala, pensyarah kitab matan ‘aqidah yang terkenal, yaitu Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah. Ketika beliau membahas perbedaan istilah iman dan Islam, beliau rahimahullahu Ta’ala berkata,

وَفَسَّرَ الْإِسْلَامَ بِالْأَعْمَالِ الظَّاهِرَة، وَالْإِيمَانَ بِالْإِيمَانِ بِالْأُصُولِ الْخَمْسَة

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan Islam dengan amal-amal lahiriyah, dan (menafsirkan) iman dengan keimanan terhadap pokok yang lima.” (Tahdzhiib Syarh Ath-Thahawiyyah, hal. 145)

Perkataan-perkataan beliau bisa jadi membingungkan sebagian orang, mengapa sebagian ulama menyebut rukun iman hanya lima, bukan enam?

Dari rincian yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala di atas, kita pahami bahwa keimanan terhadap takdir tidak disebutkan dalam poin tersendiri. Karena beliau hanya menyebut: (1) iman kepada Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab, (4) para Rasul, dan (5) iman kepada hari akhir; tanpa menyebut iman terhadap takdir.

Hal ini karena menurut beliau dan juga para ulama yang memiliki pemahaman semisal dengan beliau, keimanan terhadap takdir itu termasuk dalam bagian iman kepada Allah Ta’ala. Termasuk dalam iman kepada Allah adalah iman terhadap perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala. Sedangkan di antara perbuatan Allah Ta’ala adalah menetapkan takdir untuk segala sesuatu.

Penjelasan lainnya adalah bahwa lima hal inilah yang disebutkan dalam satu rangkaian ayat dalam Al-Qur’an. Misalnya, Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya, dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada (1) Allah, (2) malaikat-malaikat-Nya, (3) kitab-kitab-Nya, (4) rasul-rasul-Nya, dan (5) hari akhir, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 136)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menyebut lima saja, tanpa menyebut takdir. Sedangkan Allah Ta’ala tidak pernah menyebut enam rukun iman sekaligus (ditambah iman terhadap takdir) dalam satu rangkaian ayat Al-Qur’an.

Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa bingung dengan perbedaan istilah semacam ini. Hal ini karena istilah “rukun iman” adalah istilah yang ditetapkan oleh para ulama, bukan istilah baku yang berasal dari syariat. Sehingga perbedaan semacam ini tidak menjadi masalah, karena hakikatnya sama. Karena para ulama yang mengatakan rukun iman itu lima, mereka memasukkan keimanan terhadap takdir dalam bagian iman kepada Allah Ta’ala, dan tidak dikeluarkan dalam satu poin tersendiri. Hal ini sebagaimana pembagian tauhid, sebagian ulama membagi menjadi tiga, sebagian membagi menjadi dua. Dan jika dilihat, dua pembagian tauhid ini hakikatnya sama saja. Wallahu Ta’ala a’lam.

Tags