Jika Anda telah berusaha mendekat kepada Allah dan sesuai Sunnah Nabi –shallallahu’alaihi wasallam– bukan berarti ujian, cobaan, dan musibah tidak akan menimpa. Jika sudah demikian, lalu ujian musibah menimpa, maka tetaplah teguh, dan berbaik-sangkalah kepada Allah. Ingat selalu firman-Nya:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, ‘kami telah beriman’ TANPA diuji?! Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah benar-benar tahu orang-orang yang tulus dan orang-orang yang dusta“. (QS. Al-Ankabut: 2-3).
Ingat pula Sabda Nabi –shallallahu’alaihi wasallam-:
أشدُّالناسِ بلاءً الأنبياءُ ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الناسُ على قدْرِ دينِهم ، فمن ثَخُنَ دينُه اشْتدَّ بلاؤُه ، و من ضعُف دينُه ضَعُف بلاؤه ، و إنَّ الرجلَ لَيُصيبُه البلاءُ حتى يمشيَ في الناسِ ما عليه خطيئةٌ
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik (setelahnya), lalu orang yang paling baik (setelahnya). Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun“. [(HR. Ibnu Hibban no. 2900, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 993).
Jangan lupa juga perkataan Syaikh Abdul Qodir Jaelani –rahimahullah-: “Wahai anak kecilku, sungguh musibah itu datang bukan untuk membinasakanmu, namun dia datang untuk menguji kesabaran dan imanmu. Wahai anak kecilku, cobaan itu (ibarat) hewan buas, dan hewan buas itu tidak akan memangsa bangkai”. (Zadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim, 4/178).
Oleh karena itu, semakin tinggi agama kita, semakin kita butuh berdoa untuk keteguhan iman kita, sebagaimana dicontohkan Nabi –shallallahu’alaihi wasallam-. Ummu Salamah -isteri beliau- mengatakan: Dahulu doa Nabi –shallallahu’alaihi wasallam– yang paling banyak adalah:
يا مقلب القلوب, ثبت قلبي على دينك
“Wahai Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu“. (HR. Tirmidzi: 3522, disahihkan oleh Syeikh Albani).
Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.
Sumber: https://muslim.or.id/
UJIAN DAN JALAN KELUAR BAGI ORANG YANG BERTAQWA
Kita sedang berjalan di atas sebuah jalan kehidupan. Menyusuri waktu demi waktu. Tertoreh berbagai kisah dalam lembaran kita. Canda, tawa, tangis dan air mata mengisi di antara lipatan cerita. Kisah pilu hingga heroik mungkin pernah mewarnai hari-hari. Berbagai ujian datang menguji ketegaran dan keteguhan keimanan. Sekencang apapun kita berlari dan bersembunyi, ujian akan tiba di sebuah titik di jalan yang kita tak pernah tahu itu sebelumnya.
Jalan kita berbagai bentuk sesuai dengan ketentuan Nya. Ada kalanya jalan itu datar dan mulus, namun tak jarang pula jalan berkelok, berkerikil bahkan berduri. Namun, benarkah ada jalan buntu??
Allah ta’ala berfirman
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al Anbiya: 35)
Al Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan” adalah Allah akan menguji manusia dengan musibah dan juga nikmat untuk melihat siapakah di antara hamba Nya yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa, sebagaimana perkataan ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan bahwa Allah akan menguji dengan ujian kebaikan dan keburukan, kesempitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan, dan seterusnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342)
Saat jalan kita mulus, bukan berarti kita tak diuji. Kemudahan itu juga merupakan ujian. Apakah di saat jalan kita tanpa duri kita masih mengingat Allah ta’ala? Apakah kita mensyukuri nikmat dari Nya? Apakah kita memanfaatkan kenikmatan tersebut untuk ketaatan? Atau malah menggunakannya dalam berbagai kemaksiatan?
Begitu pula saat jalan kita berkelok dan banyak rintangan yang kita hadapi. Apakah kita akan bersabar? Mampukah kita ridho dengan ketentuan dari Nya? Akankah kita memohon ampun atas dosa yang pernah kita perbuat? Apakah kita lantas bersimpuh dan sujud kepada Nya? Ataukah kita malah berputus asa dan berprasangka buruk kepada Allah? Akankah kita malah semakin menjauh dari Allah ta’ala dan menambah kemaksiatan?
Jalan tanpa hambatan bukanlah tolok ukur keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Bukan pula parameter kebahagiaan dalam kamus kehidupan. Lihatlah betapa terjal dan curamnya jalan yang harus dilalui oleh para Nabi dan Rasul, namun mereka adalah orang-orang yang paling berbahagia. Jadi, beban yang sedang kita pikul bukanlah alasan bagi kita untuk seolah menjadi orang yang paling sengsara di dunia ini.
Jalan Keluar Bagi Orang yang Bertakwa
Di saat semakin hari beban terasa semakin berat, pikiran terasa semakin penat, hujan kesedihan semakin lebat, dan jiwa terasa semakin terikat kuat, apakah saatnya kita bertekuk lutut dengan ini semua?? Tidak, karena Allah ta’ala telah berjanji :
فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖ وَأَشۡهِدُواْ ذَوَيۡ عَدۡلٖ مِّنكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِۚ ذَٰلِكُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaq : 2-3)
Selama seseorang istiqomah melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang Nya, Allah ta’ala pasti akan memberinya jalan keluar. Syaikh As Sa’di menjelaskan terkait ayat tersebut bahwa Allah akan membalas dengan kebaikan di dunia maupun di akhirat bagi orang yang bertakwa kepada Allah dan mengutamakan keridhaan Allah dalam semua keadaannya. Allah ta’ala akan memberikan kelapangan dan jalan keluar dari setiap kesulitan dan kesempitan. Dan sebaliknya, orang yang tidak bertakwa kepada Allah akan terjatuh ke dalam kesempitan, beban dan belenggu. (Tafsir As Sa’di : 869/1)
Jalan buntu Itu Tak Ada
“Benarkah ada jalan buntu??”
Terjawab sudah pertanyaan tersebut. Tak ada jalan buntu selama kita bertakwa kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala sendiri yang mengatakannya. Adakah perkataan yang lebih benar dibandingkan perkataan Dzat yang telah menciptakan alam semesta? Tentu tidak ada. Allah ta’ala yang menciptakan segala sesuatu, termasuk ujian itu, maka Dia pula yang paling tahu apa dan bagaimana jalan keluarnya.
Kita boleh bersedih, tapi jangan berlarut – larut dan jangan sampai berputus asa. Bisa saja kita merasa masalah kita sangat berat, tapi ingatlah bahwa ujian terberat adalah ujian yang dihadapi para Nabi dan Rasul. Semakin kuat iman seseorang maka semakin berat pula ujiannya. Namun pada realitanya, apakah Nabi dan Rasul pernah sampai stress?? Jawabannya ‘tidak’, karena mereka mengetahui ilmunya, mereka tahu bagaimana cara mengatasi permasalahan dan ujian.
Apakah mereka tidak bersedih? Tidak perlu ditanyakan, karena kita ingat betul bagaimana sedihnya Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam saat terus ditentang dan disakiti kaum musyrikin di saat hatinya pilu dengan kematian Khadijah dan Ali bin Abi Thalib. Pun dengan kisah sedih yang pernah dialami Nabi dan Rasul lainnya. Sebagai pelipur lara pula, kita harus senantiasa ingat bahwa pahala bersabar itu tanpa batas. Di sinilah saat yang tepat bagi kita untuk mengamalkan ibadah ini.
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ ١٠
“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Kita juga harus senantiasa ingat bahwa seberat apapun ujian yang kita hadapi saat ini, suatu saat ujian itu akan berlalu. Bukankah kita pernah dijejali dengan slogan “badai pasti berlalu”? Ya, di suatu hari nanti, hari – hari berat ini akan menjadi sejarah dan bukti seberapa teguh iman kita. Hari – hari ini hanyalah hari – hari pendek tempat mengumpulkan bekal. Oleh karenanya tetaplah bersemangat menjalani, memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dan senantiasa berprasangka baik kepada Nya. Bilal bin Sa’ad rahimahullaahu berkata:
عِبَادَ اللهِ، إِعْلَمُوا أَنَّكُمْ تَعْلَمُوْنَ فِي أَيَّامٍ قِصَارٍ لِأَيَّامٍ طُوَالٍ، وَ فِي دَارِ زَوَالٍ لِدَارِ مَقَامٍ، وَفِي دَارِ نَصَبٍ وَ حُزْنٍ لِدَارِ نَعِيْمٍ وَ خُلْدٍ
“Wahai hamba Allah, ketahuilah sesungguhnya kalian hanya beramal pada hari – hari yang pendek untuk hari – hari yang panjang. Kalian hanya beramal di negeri yang akan lenyap untuk negeri yang menjadi tempat tinggal, di negeri penderitaan dan kesedihan untuk negeri kenikmatan dan keabadian.“ (Shifatu shafwah, 2/377)
Semoga Allah ta’ala memberi taufik. Semoga shalawat dan salam dari Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Penulis: Apt. Pridiyanto
Sumber: https://muslim.or.id/