Tidak menggunakan qo’idah tafsir yang benar, MTA membuat metode tafsir sendiri sehingga banyak kekeliruan di dalamnya.
Memalingkan makna sifat-sifat Allah dengan tanpa hujjah yang benar
Membuang sifat AL-HAYAA-U bagi Allah Azza wa Jalla (Q.S Albaqarah:26) dan menggantinya dengan makna “Meninggalkan sesuatu perbuatan” berhujjah dengan hadits lemah bahkan salah dalam penulisan matannya. Padahal Rasulullah menyatakan dalam sabdanya: “innallaha hayiyyun kariimun” Sesungguhnya Allah Pemalu lagi Maha Mulia” (H.R. Abu dawud, Tirmidzi)
Menolak Sifat Wajah bagi Allah Azza wa Jalla. MTA katakan :”Alah tidak mempunyai muka”. Sedangkan Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan hal ini dalam firmanNya (Q.S Albaqarah:272), juga hadits hadits dari rasulullah shalalllahu’alaih wassalam “Sesungguhnya engkau tidak akan ditinggal sehingga engkau melakukan amalan yang mengharap dengan WAJAH ALLAH” (H.R Bukhari dan Muslim)
MTA meyaqini bahwa surga tempat tinggal ADAM adalah di BUMI. Mereka menafsirkan surat albaqarah:35 bahwa Syurga Adam itu adalah “KEBUN DI ATAS BUMI INI”. Padahal ini adalah pendapat yang masyhur dari orang orang qadariyyah dan mu’tazilah.
Menyelewengkan makna bahkan menginkari syafa’at nabi. Didalam tafsir surat al-baqoroh:48 mereka mengatakan bahwa syafa’at adalah “TIUPAN ‘ILMU, BUDI PEKERTI YANG TINGGI DAN PERADABAN KENABIAN YANG SUCI, TEGASNYA DI HARI AKHIR NANTI TIDAK AKAN DITERIMA SYAFA’AT”. Padahal adanya syafa’at ini telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla dan hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah sholallohu’alaihi wasallam.
Meyaqini bahwa yang haram hanya 4 saja yang disebut dalam surat al an’am:145, sedangkan yang dijelaskan oleh nabi dgn hadits yang shahih diinkarinya. Bahkan berani membuang hadits tersebut.
Salah dalam mendudukkan ayat-ayat untuk orang kafir dan disematkan kepada orang-orang muslim, semisal surat al-a’raf: 40, shingga mereka menganggap sama hukumnya orang muslim dengan orang kafir jika telah masuk neraka yaitu kekal di dalamnya.
Menganggap yang diharamkan Rasulullah hanya makruh saja, jadi boleh dilakukan/dikerjakan. Ini bertentangan dengan surat al-hasyr: 7, dan al-imran : 31
Menganggap hadits yang shahih bahkan mutawatir disamakan dengan hadits syadz bila bertabrakan dngan alqur’an, jadi boleh dibuang, dan ini adalah pendapat yang paling bathil dari inkarussunnah.
Mereka menghalalkan anjing buas, serigala , katak/kodok dan lain-lain yang telah diharamkan rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, tetapi untuk menutupi pendapat ini dihadapan para pengikut MTA yang masih pemula maka sang ketua dan para ustadznya menjawab ;”MTA tidak berhak mengharamkan dan menghalalkan anjing, yang berhak mengharamkan dan menghalalkan hanyalah Allah”. Perkataan ini untuk mengelabuhi ummat agar pengikutnya tidak lari karena tahu bahwa ustadznya mnghalalkan anjing walau dia tidak memakannya. Lihat bukti perkataan mereka dalam tafsir MTA jilid ke 4 pada saat menafsirkan surat al-baqoroh:173. Padahal faham seperti ini telah dibantah oleh Rasulullah, beliau bersabda “Ingatlah, sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti apa yang diharamkan oleh Allah”. (HR Ibnu Majah, no. 12, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Mereka mengingkari adanya jahannamiyuun, yaitu orang yang beriman yang dientaskan dari neraka oleh Allah Azza wa Jalla berdasarkan ayat-ayat yang diperuntukkan bagi orang orang kafir. Padahal banyak hadits mutawatir yang mengabarkannya. Mereka meyaqini bahwa “”wa khobarulwaahidi dhonniyyun” hadits yang ahad adalah DUGAAN/dhonny”. Imam syafi’i telah membantah perkataan sesat ini dan beliau berkata;
“ijma’almuslimuuna qodiiman wahadiitsan’ala tatsbiiti khobarilahaadi walintihaa-i ilaihi” “Kaum muslimin sejak dahulu hingga skarang telah sepakat atas menetapkan hadits ahad dan berhenti padanya”(Ar-Risalah), juga dikuatkan oleh imam ibnu hajar atsqolani, ibnu abil izz, syaikh albani dll.
Menganggap bahwa petunjuk hadits nabi tidak harus diikuti karena nabi adlah manusia biasa yang bisa benar dan bisa SALAH. Ini sungguh akan merusak syahadat mereka terhadap rasulullah, karena rasulullah bersabda :” TIDAKLAH KELUAR DARINYA MELAINKAN KEBENARAN” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 501; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/164 & 192, Al-Haakim 1/105-106, dan yang lainnya.
Dalam hukum mawaarits mereka juga tidak menggunakan hadits yang shahih yang menjelaskannya, tetapi hanya dengan ayat alqur’an saja yang ditafsirkan dengan aqalnya sendiri.
Dalam hukum zakat, mereka membuat ajaran bid’ah yaitu zakat profesi yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya juga imam empat sekalipun. Dan mereka menyamakannya dengan hukum zakat pertanian, TETAPI anehnya ukuran zakatnya menggunakan zakat MAL. Aneh bin ajaib, bisa bisanya membuat syari’at sendiri.
Membolehkan tayamum mutlaq saat safar walaupun ada air, ini menyelisihi dalil yang sangat banyak.
Menganggap bahwa laki laki dan perempuan semuanya wajib shalat jum’at secara mutlaq. Padahal jika meruju’ pada hadits nabi tidaklah sbagaimana yang mereka fahami. Dan mereka menganggap orang yang ada udzur di masjid kmudian shalat di rumahpun dianggap shalat jum’at pada hari itu.
Mengatakan bahwa ISBAL hukumnya “MUBAH”, sedangkan Rasulullah telah menyatakan keharamannya dengan adzab neraka jika tidak dengan kesombongan dan bila dengan kesombongan lebih berat lagi yakni tidak diajak bicara oleh Allah dan tidak disucikan.
Menghalalkan musik, maka dari itu dalam radio mereka juga full music, padahal para sahabat telah menafsirkan surat luqman: 6 sebagai haramnya nyanyian dan alat-alat musik.
MTA tidak mempercayai/meyaqini bahwa jin bisa masuk dalam tubuhmanusia, sementara Rasulullah telah menjelaskan dengan hadits-hadits yang shahih akan adanya kesurupan dan ruqyah.
Sungguh banyak lagi penyimpangan-penyimpangan dalam MTA dan kesalahan-kesalahan penafsiran mereka, tetapi ini cukup kiranya sebagai peringatan agar kita berhati hati pada faham yang seperti ini. Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan tulisan ini di dalam timbangan ‘amalan kebaikan kami. Wallahua’lam bisshawaab. Barokallahufiikum.
_____
Footnote:
1. Bahaya Mengingkari Takdir
bahaya ingkar takdirIman kepada takdir merupakan bagian dari rukun iman. Pengingkaran terhadapnya menunjukkan kerusakan iman seseorang. Adakah orang yang mengingkari dan apa bahaya/akibat dari pengingkaran tersebut?
Rasulullah telah mengabarkan,
لِكُلِّ أُمَّةٍ مَجُوسٌ ومَجُوسُ أُمَّتِي الَّذِينَ يَقُولُونَ: لَا قَدَرَ، إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ
“Masing-masing umat mempunyai orang-orang Majusi, dan Majusi ummatku adalah orang-orang yang berkata, “Tidak ada takdir”. Bila mereka sakit, janganlah kalian menjenguknya. Bila mereka mati, janganlah kalian hadiri jenazahnya.” (HR. Ahmad, no. 5548, Syaikh al-Albani berkata, “Hadits ini hasan.”).
Teks hadits mengisyaratkan bahwa ada di antara umat beliau yang mengingkari takdir. Dan, pengingkaran tersebut keluar dari perkataan mereka dengan jelas, yaitu, “Tidak ada takdir” yang berasal dari keyakinan mereka. Allahu a’lam. Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut.
Orang-orang yang mengingkari adanya takdir, sungguh berada dalam bahaya. Di antara bahaya yang tengah menimpa mereka yaitu,
ثَلاثَةٌ لا يُقْبَلُ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُمْ صَرْفاً، وَلا عَدْلاً: عَاقٌّ وَلا وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِقَدْرٍ
“Tiga macam orang yang tidak akan diterima taubat ataupun tebusan mereka, orang yang durhaka, yang suka mengungkit-ngungkit pemberian, dan yang mendustakan takdir.’” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah, Syaikh al-Albani berkata, “Hadits ini hasan.”).
2. Tidak akan diterima infaqnya
Diriwayatkan dari Ibnu ad-Dailimi, ia berkata, “Aku mendatangi Ubay bin Ka’ab dan aku katakan kepadanya, ‘Terlintas dalam pikiranku sesuatu tentang masalah takdir. Lalu sampaikanlah suatu perkataan kepadaku mudah-mudahan Allah menghilangkan keraguan dalam hatiku.’ Dia berkata,
لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ
“Seandainya Allah mengadzab seluruh penduduk langit dan bumi niscaya dia mengadzab mereka tanpa berbuat dzalim kepada mereka. Dan seandainya Allah merahmati mereka niscaya rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Dan ketahuilah seandainya engkau menginfakkan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah niscaya Allah tidak akan menerima darimu hingga engkau beriman kepada takdir. Dan engkau meyakini bahwasanya apa yang ditakdirkan menimpamu pasti tidak akan meleset darimu. Dan apa yang ditakdirkan meleset darimu niscaya tidak akan menimpamu. Jika engkau mati di atas keyakinan selain keyakinan ini niscaya engkau masuk Neraka.”
Ibnu ad-Dailimi berkata, “Lalu akupun mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan dia mengatakan hal yang sama. Kemudian aku mendatangi Hudzaifah bin Yaman dan dia juga mengatakan hal yang sama. Lalu aku mendatangi Zaid bin Tsabit dan dia menyampaikan kepadaku dari Nabi perkataan yang sama.” (HR. Abu Dawud, no. 4701).
3. Terancam oleh kecaman keras dan sikap berlepas diri para generasi terbaik ummat ini
Diriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Orang yang pertama kali berbicara tentang takdir di Bashrah adalah Ma’bad al-Juhani. Lalu aku pun berangkat bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari untuk melaksanakan haji dan umrah. Kami pun berkata, ‘Andaikata kita bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah kita akan menanyakan mereka tentang masalah takdir.’Akhirnya kami pun berkesempatan bertemu dengan Abdullah bin Umar Ibnu Khattab. Dia memasuki masjid lalu aku dan sahabatku mengiringinya, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri. Dan aku kira sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku, lalu akupun berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman, telah muncul di tempat kami orang-orang yang membaca al-Qur’an, menuntut ilmu dan menelitinya. Dia pun menyebutkan keadaan mereka. Mereka meyakini tidak ada takdir dan bahwasanya semua perkara itu terjadi begitu saja’.”
Ibnu Umar berkata,
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي مِنْهُمْ بَرِيءٌ وَأَنَّهُمْ مِنِّي بَرَاءُ، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ كَانَ لِأَحَدِهِمْ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ كُلِّهِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Jika engkau berjumpa dengan mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku. Demi Allah yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu menginfakkannya niscaya Allah tidak akan menerima darinya hingga ia beriman kepada takdir baik dan buruk.”
Kemudian ia berkata, ‘Telah mengabarkan kepadaku ayahku Umar bin Khaththab (lalu menyebutkan hadits Jibril yang panjang tentang Islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat),” (HR. Muslim, kisah ini disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 177).
4. Tidak dapat merasakan manisnya iman dan tidak termasuk golongan ummat Muhammad
Diriwayatkan bahwa ‘Ubadah bin Ash-Shamit,ia berkata kepada anaknya, “Hai anakku, sungguh kamu tidak akan merasakan nikmatnya iman sebelum kamu meyakini bahwa sesuatu yang telah ditakdirkan mengenai dirimu pasti tidak akan meleset, dan sesuatu yang telah ditakdirkan tidak mengenai dirimu pasti tidak akan menimpamu. Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama yang diciptakan Allah adalah Qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya, “Tulislah!.” Ia menjawab, “Ya Tuhanku! Apa yang hendak kutulis?” Allah berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.” Hai anakku! Aku pun telah mendengar Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang meninggal tidak dalam keyakinan ini, maka ia tidak termasuk umatku.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
5. Masuk ke dalam Neraka
Rasulullah bersabda,
إِنَّ الله عَزَّ وَجَلَّ لَوْ عَذَّبَ أَهْلَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ وَلَو رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ إياهم خَيرًا لَهُم مِن أَعمَالِهِم ، وَلَو أَنَّ لاِمرِئٍ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَباً يُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتىَّ يَنفُدَهُ لاَ يُؤمِنُ بِالقَدَرِ خَيرِهِ وَشَرِّهِ دَخَلَ النَّار
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla seandainya mengazab penduduk langit dan bumi, tidaklah Dia berbuat Zhalim. Dan seandainya Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya yang diberikan kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka daripada amal-amal mereka. Dan kalaulah seandainya seseorang mempunyai emas sebesar gunung Uhud yang ia infakkan di jalan Allah hingga habis sementara ia tidak beriman kepada takdir baik dan buruk, niscaya ia akan masuk ke dalam Neraka” (HR. ath-Thabrani di dalam Musnad asy-Syamiyyin).
Dalam suatu riwayat milik Ibnu Wahab disebutkan, Rasulullah bersabda,
فَمَن لَم يُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ أَخرَقَهُ اللَّه باِلنَّارِ
“Barangsiapa tidak beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk, maka Allah akan membakarnya dengan api Neraka.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab di dalam al-Qadar, no.26; Ibnu Abu Ashim di dalam as-Sunnah, no.111; dan al-Ajuri di dalam asy Syari’ah, hal.186.)
Demikianlah pembahasan seputar masalah bahaya mengingkari takdir, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Yang heboh,. Menyatakan Allah itu tidak adil1.
Yang konyol, Tikus dan Cindel itu halal
Yang lucu, Cicak dan tokek juga halal
Sumber: https://www.nahimunkar.org/