Allah menjamin, jika manusia berusaha untuk menghitung nikmat Allah, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya. Walaupun menghitungnya dengan kelipatan puluhan.
Allah berfirman,
وَآَتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu meng-hinggakan-nya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)
Ada dua istilah menghitung pada ayat di atas, ta’did [تعديد] dan ihsha’ [إحصاء]. Ta’did artinya menghitung dengan metode satuan. Satu dihitung satu. Sedangkan ihsha’ ini perhitungan dengan metode kelipatan 10. Sejumlah 10 dihitung satu.
Dan Allah tegaskan, keduanya tidak bisa dilakukan manusia.
Terlebih masih banyak nikmat Allah yang barangkali tidak perlu terbesit dalam diri kita bahwa itu nikmat. Karena kita sudah sangat sering mendapatkannya, sehingga kita tidak merasa bahwa itu bagian dari nikmat.
Diantara nikmat itu adalah nikmat aman…Nikmat, ketika kita bisa merasakan kenyamanan dalam beraktivitas…
Nikmat , ketika kita bisa merasakan hidup tanpa tekanan…
Nikmat, ketika kita bisa keluar rumah tanpa takut dari gangguan…
Sungguh ini nikmat luar biasa…
Ketika kita memiliki mobil bagus… kemudian mobil itu anda parkir di tempat yang jauh dari jangkauan anda, sementara di daerah itu terkenal sering terjadi curanmor, kami sangat yakin, anda tidak bisa nyaman. Anda akan dihantui rasa takut, cemas, resah, jangan-jangan ada yang mencuri mobil anda. Meskipun anda sudah melengkapinya dengan pengamanan.
Ketika anda mengalami itu, ada sebagian nikmat aman yang dicabut.
Kita juga bisa melihat, ketika ada gubernur yang kemana-mana dihantui rasa takut, jangan-jangan ada rakyatnya yang mengancam nyawanya… betapa dia kehilangan nikmat itu. Untuk bisa beristirahat, dia harus mengeluarkan banyak dana untuk keamanan.
Sementara rakyatnya ada tukang becak yang dia bisa tidur nyenyak di atas becaknya tanpa perasaaan takut… Siapa yang lebih merasakan nikmat aman..?
Dalil bahwa Aman itu Nikmat
Pertama, janji Allah untuk orang mukmin yang soleh akan mendapatkan jaminan keamananالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-An’am: 82)
Allah menjanjikan orang beriman yang tidak mencampuri imannya dengan kedzaliman, mareka mendapat 2 hal: keamanan dan hidayah.
Yang dimaksud, tidak mencampuri imannya dengan kedzaliman adalah tidak berbuat syirik dan menghindari semua maksiat yang merupakan lawan dari iman. Itu artinya, keamanan dan hidayah keduanya adalah nikmat.
Kedua, Allah memerintahkan orang kafir Quraisy untuk masuk islam karena telah mendapat nikmat aman
Allah berfirman,
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ . الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 3-4)
Ada banyak nikmat yanng Allah berikan untuk orang Quraisy. Tapi nikmat yang Allah jadikan alasan untuk memerintahkan mereka agar mau masuk islam, Allah sebutkan nikmat aman dan makanan.
Ketiga, Manusia punya aman, ibarat memiliki seisi dunia.
Dalam hadis dari Ubaidillah bin Mihshan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Siapa yang pagi hari dalam kondisi aman jiwanya, sehat raganya, dan dia punya bahan makanan cukup di hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.” (QS. Turmudzi 2346, Ibn Majah 4280, dan dihasankan al-Albani)
Subhanallah… memiliki 3 nikmat ini, ibarat memiliki dunia seisinya. Padahal ketiga nikmat jarang kita merasa bahwa itu nikmat.Jaga Nikmat itu….
Sesuatu yang berharga, tidak boleh kita sia-siakan. Apalagi kita hilangkan. Karena itulah, kita diperintahkan untuk menjaganya.
Hindari setiap pemicu fitnah… seperti ucapan-ucapan yang memicu emosi masyarakat.Ada ungkapan menyatakan,
الفتنة نائمة لعن الله من أيقظها
Fitnah itu sesuatu yang tidur. Allah melaknat orang yang membangunkannya. (Kasyful Khafa’, 2/83)
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/
NIKMAT RASA AMANRasa aman adalah suatu nikmat. Coba kita perhatikan bagaimana jika kita hidup di lingkungan yang tidak aman. Misal, di sekitar kita banyak pemabuk. Malam hari penuh keributan dan keonaran. Atau mungkin yang lebih parah di sekitarnya terjadi peperangan, tentu hidup jadi tidak tenang. Maka syukurilah jika kita mendapat lingkungan yang penuh ketenangan dan masyarakatnya beradab.
Allah memerintahkan kepada kita beribadah kepada-Nya sebagai wujud nikmat aman yang dianugerahkan pada kita.
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3) الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4)
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Al Quraisy: 1-4)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan bahwa rasa aman adalah suatu nikmat yang besar. Coba perhatikan hadits berikut.
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Oleh karenanya nikmat ini jangan sampai diingkari. Allah Ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An Nahl: 112).
Gara-gara mengingkari nikmat, akhirnya datanglah musibah. Bentuk dari menginkari nikmat adalah dengan mendustakan ajaran Rasul.
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An Nahl: 113).
Semoga kita menjadi hamba Allah yang bersyukur terutama saat kita mendapatkan rasa aman dan tentram dalam kehidupan kita.
—
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber: https://rumaysho.com/