Ukurannya itu sudah jelas: Al-qur’an dan Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak orang berasumsi bila seseorang dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, maka dia dianggap wali yang memiliki karomah.
Padahal belum tentu, boleh jadi itu adalah tipuan atau sihir, atas bantuan setan dan jin setelah ia melakukan apa yang diminta oleh jin dan setan tersebut.
Seperti ada orang yang bisa terbang atau berjalan di atas air atau tahan pedang atau bisa memberi tahu tentang sesuatu yang hilang, oleh sebab itu yang perlu dicermati adalah bagaimana amalannya, apakah amalannya sehari-hari menurut Sunnah atau tidak ?
Sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i:
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَطِيْرُ فِي الْهَوَاءِ وَيَمْشِيْ عَلَى الْمَاءِ، فَلاَ تَغْتَرُّوْا بِهِ حَتىَّ تُعْرَضُوْا أَمْرَهُ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ – طبقات الشافعية ص63”
“Jika kalian melihat seseorang bisa terbang di udara dan berjalan di atas air, janganlah kalian terperdaya dengannya hingga menjadi jelas pada kalian sikapnya terhadap al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah.”
Diriwayatkan dalam kisah seseorang bernama Mukhtar bin Abi ‘Ubaid. Dia mengaku sebagai Nabi yang menerima wahyu, lalu seseorang berkata kepada Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas:
Sesungguhnya Mukhtar mengaku diturunkan ke padanya wahyu ?
Dua orang sahabat tersebut menjawab : Benar (wahyu dari setan), kemudian salah seorang dari mereka membaca firman Allah:{ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ (221) تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ} [الشعراء: 221، 222]
“Maukah kamu Aku beritakan kepada siapa turunnya para setan? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa”. (QS. Asy Syu’araa: 221-222)
Dan yang lain membaca firman Allah,
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]
“Dan sesungguhnya para setan itu Mewahyukan kepada wali wali mereka untuk membantahmu”. ( QS. Al- An’aam:121).
Oleh sebab itu bila seseorang mendapat ilham dia tidak boleh langsung percaya sampai ia mengukur kebenarannya dengan Al-Quran dan Sunnah.Karena Nabi menyebutkan dalam sebuah hadits :
“ Sesungguhnya dalamdiri anak Adam terdapat bisikan dari setan dan bisikan dari malaikat”. (HR. At-Tirmidzy no. 2988)
Diringkas secara bebas dari tulisan Ustadz Dr. Ali Musri, MA. yang berjudul: “Syarh Hadits Wali”
sumber: www.muslim.or.id
***
Mengharamkan sesuatu yang dihalalkan – misalnya tidak boleh makan daging / makhluk bernyawa– sebagai syarat suatu amalan, itu bukan dari AllahLarangan Memakan Binatang Bernyawa atau Hanya Makan Nasi Putih.
Allah SWT telah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,makanlah dari yang baik-baik apa yang Kami rezekikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu beribadah kepadanya.”(Q.S.Al Baqarah:172)
Larangan tidak boleh makan binatang bernyawa dan hanya memakan sedikit nasi putih atau hanya makan makanan tertentu termasuk pelanggaran dalam syari‟at,karena mengharamkan apa yang telah Allah halalkan tanpa penyebab yang benar./ https://kliniksehatbahagia.wordpress.com/2014/12/01/bab-3-ritual-ritual-bidah/
Hal itu tidak dapat dibandingkan dengan dokter yang melarang pasien darah tinggi agar jangan makan ikan asin, karena zat garamnya akan mengakibatkan naiknya darah. Larangan itu ada alasan yang jelas dan bisa dibuktikan dengan ilmu kesehatan. Tapi larangan makan daging/ hewan bernyawa untuk amalan agar kebal, adalah melanggar aturan Islam. karena hak mengharamkan hanya milik Allah, tidak boleh diambil hak Allah itu, kecuali ada dalil yang membolehkannya. Beda dengan dilarangnya makan sesuatu, tapi ada alsan tepat, misalnya bila makan mengakibatkan bahaya bagi kesehatannya, maka itu (larangan itu) sesuai syara’. Karena Allah berfirman:{وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ} [البقرة: 195]
…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan… [Al Baqarah195]
Bila tanpa sebab yang dibenarkan syara’, maka menghalalkan yang haram merupakan tindak kelancangan terhadap hukum Allah, sebagaimana halnya mengharamkan yang halal pun demikian. Allah berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَاماً وَحَلاَلاً قُلْ آللّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللّهِ تَفْتَرُونَ، وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَشْكُرُونَ
“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah: ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan (kedustaan) terhadap Allah?’ Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Yūnus [10]: 59-60)
وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung.” (QS. An-Nahl [16]: 116)
Jadi, ilmu kebal dengan syarat ini itu, kalau memang tidak mau disebut sebagai ilmu setan, tetap saja itu adalah cara-cara yang sangat bertentangan dengan Islam (bahkan bila itu sihir maka menjadikan pelakunya kufur) dan menjurus kepada dosa paling besar, yaitu kemusyrikan. Na’udzbillahi min dzalik!
Sumber: https://www.nahimunkar.org/