Type Here to Get Search Results !

 


MENGAPA MEMILIH MANHAJ SALAF BAG. KE-18


Ditulis Oleh: Abu Uwais Musaddad

DALIL WAJIBNYA MENGIKUTI PEMAHAMAN SHAHABAT (13)

 (37). HADITS DARI `IRBAD BIN SARIYAH

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ يَقُولُ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذِهِ لَمَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا قَالَ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ الْأَنِفِ حَيْثُمَا قِيدَ انْقَادَ

Artinya: dari `Abdurrahman bin ‘Amru As Sulami bahwasanya ia mendengar ‘Irbadl bin Sariyah berkata: Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- memberi kami satu nasehat yang membuat air mata berlinang dan hati bergetar. Maka kami berkata kepada beliau: Ya Rasulullah, sesungguhnya ini merupakan nasihat perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?. Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- bersabda: Aku telah tinggalkan untuk kalian petunjuk yang terang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang berpaling darinya setelahku melainkan ia akan binasa. Barangsiapa di antara kalian yang hidup lebih lama, maka ia akan melihat banyaknya perselisihan. Maka kalian wajib berpegang teguh dengan apa yang kalian ketahui dari sunnahku, dan sunnah para Khulafa’ur-rasyidin yang mendapat petunjukk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham. Hendaklah kalian taat meski kepada seorang budak Habasyi. Orang mukmin itu seperti seekor unta jinak, di mana saja dia diikat dia akan menurutinya”. (Riwayat Ahmad [IV/126], Ibnu Majh no. 43, Al-Hakim no. [I/96], Ash-Shahiihah no. 937).

Faidah (1). Di dalam hadits ini Rasulullah –shalallahu `alaihi wa sallam- memberitakan tentang penyakit dan obatnya. Beliau memberitakan tentang penyakit yaitu perpecahan, yang merupakan sunnah kauniyah (ketetapan yang tak bisa dihindari sebagai taqdir Allah, pasti terjadi). Kemudian beliau menyebutkan bagaimana cara pengobatannya yaitu dengan berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah Khulafa’urrasyidin, (inilah upaya yang bisa dikerjakan sebagai pengobatannya).

Faidah (2). Dalam sabda Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- “Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian”, beliau menggunakan dhamir “haa” pada “`alaihaa” (menunjukkan satu), bukan “humaa atau `alaihimaa”(menunjukkan dua). Sebab sunnah para Khulafa’ur-Rasyidun sebenarnya adalah sunnah Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- juga. Jadi sunnah mereka dianggap sunnah yang satu”.

Faidah (3). Perintah Nabi untuk kembali kepada sunnah Khulafa’ur-Rasyidin adalah sebagai alasan kuat tentang wajibnya beragama seperti cara mereka beragama, memahami Islam sebagaimana mereka memahaminya.


(38). HADITS DARI MU`AWIYAH

عن عُمَيْرٍ بْنِ هَانِئٍ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ النبي – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: لاَ يَزَالُ مِنْ أمتي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ

Artinya: “Dari `Umair bin Hani’ bahwasannya ia mendengar Mu`awiyah berkata: Aku mendengar Rasulullah –shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda: Akan senantiasa ada satu kelompok dari ummatku yang terus kokoh di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka siapa-siapa yang melecehkannya, tidak akan membahayakan mereka siapa-siapa yang menyelisihinya, terus demikan sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap seperti itu”. (Riwayat Al-Bukhari no. 3641, Muslim no. 1037).

Faidah (1). Sabda Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- ini adalah jaminan, kabar gembira dan sekaligus hiburan bagi ummatnya. Sabda beliau adalah jaminan bahwa siapa pun yang bertekad, bercita-cita, dan memiliki kesungguhan untuk memperjuangkan agama Allah, pertolongan-Nya akan selalu menyertai, karena kelompok ini disebut Nabi sebagai Ath-Tha’ifah Al-Manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah) sebagaimana Nabi bersabda dalam hadits yang lain:

لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ

Artinya: “Pasti akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang senantiasa meraih kemenangan, sampai ketetapan dari Allah ‘azza wa jalla datang menghampiri mereka. Dan mereka pun tetap di atas kemenangannya”. (Riwayat Al-Bukhari no. 7311, Muslim no. 156).

Faidah (2). Kelompok ini tidak akan musnah atau dilenyapkan oleh rencana para pembuat makar.

Faidah (3). Pertolongan Allah itu misalnya ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta melaksanakan hal-hal yang dijadikan Allah sebagai wasilah untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Faidah (4). Golongan yang mendapat pertolongan itu ialah golongan Ahli Sunnah Waljama’ah.

Faidah (5). Sebagai makluk Allah, golongan yang mendapat pertolongan ini sebenarnya sama dengan makhluk lain, kecuali mereka mendapat perlindungan Allah. Pada diri mereka juga terdapat kebaikan dan kejelekan, dan ketaatan serta kemaksiatan. Namun pada umumnya mereka lebih unggul daripada manusia lainnya, mereka lebih berhak mendapat pertolongan Allah, dan lebih mampu memikul tanggung jawab Agama ini serta melaksanakan amanat yang dipikulkan Rabb-Nya.

(39). HADITS DARI ABU HURAIRAH

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَدَأَ الإِسْلامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ


Artinya: “Dari Abu Hurairah –radhiyallahu `anhu- ia berkata: Rasulullah –shallallahun `alaihi wa sallam- bersabda: Islam ini awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi mereka yang asing”. (Riwayat Muslim no. 145).

Faidah (1). Makna Al-Ghuraba’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan Abdullan bin`Amr bin Al-`Ash –radhiyallahu `anhu- ketika Rasulullah –shallallahu `alaihi wa sallam- suatu hari menerangkan tentang makna dari Al-Ghuraba’, beliau bersabda:

طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ


Artinya: “Beruntunglah orang-orang yang terasing. Lalu ditanyakan kepada beliau: siapa orang yang terasing itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya”. (Riwayat Ahmad [II/177], hadits ini hasan lighoirihi kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ash-Shahiihah no. 1273).

Faidah (2). Al-Qadhi `Iyadh menyebutkan makna hadits ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi:

أَنَّ الإِسْلام بَدَأَ فِي آحَاد مِنْ النَّاس وَقِلَّة ، ثُمَّ اِنْتَشَرَ وَظَهَرَ ، ثُمَّ سَيَلْحَقُهُ النَّقْص وَالإِخْلال ، حَتَّى لا يَبْقَى إِلا فِي آحَاد وَقِلَّة أَيْضًا كَمَا بَدَأَ


Artinya: “Islam dimulai dari segelintir orang dari sedikitnya manusia. Lalu Islam menyebar dan menampakkan kebesarannya. Kemudian keadaannya akan surut. Sampai Islam berada di tengah keterasingan kembali, berada pada segelintir orang dari sedikitnya manusia pula sebagaimana awalanya”. (Lihat: Syarh Shahih Muslim [II/143]).

Faidah (3). Keterasingan Islam di tengah-tengah manusia mestinya justru menambah keimanan seorang mukmin, meninggikan keyakinannya, melipatgandakan pahalanya, dirinya sendiri berusaha menjadi baik dan memperbaiki orang lain. Mungkin ia akan merasakan kepahitan karena sedikitnya jumlahnya, namun demikianlah perjuangan mempertahankan kebaikan, Rasulullah –shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

Artinya: “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara”. (Riwayat At-Tirmidzi no. 2260).

Faidah (4). Kebenaran itu tidak ditentukan dengan banyaknya jumlah, meskipun sedikit bila di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah maka itu lah kebenaran. Ibnu Mas’ud berkata:

الجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ

Artinya: “Yang disebut jama’ah adalah jika mengikuti kebenaran, walau ia seorang diri.” (Dikeluarkan oleh Al-Lalika’i dalam Syarh I`tiqad Ahlis Sunnah wal Jama`ah hlm. 160).

Sebagian salaf mengatakan:

عَلَيْكَ بِطَرِيْقِ الحَقِّ وَلاَ تَسْتَوْحِشُ لِقِلَّةِ السَّالِكِيْنَ وَإِيَّاكَ وَطَرِيْقَ البَاطِلِ وَلاَ تَغْتَرُّ بِكَثْرَةِ الهَالِكِيْنَ

Artinya: “Hendaklah engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati dengan sedikitnya orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah dengan jalan kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang yang mengikuti kebathilan”. (Lihat Madarijus Salikin [I/22]).

Faidah (5). Di antara contoh-contoh keterasingan misalnya: Orang yang shalat tepat waktu di kala safar, akan dianggap asing oleh orang-orang disekitarnya yang tidak shalat. Orang yang jujur akan dianggap asing di tengah-tengah orang-orang yang khianat dan korupsi. Orang yang memanjangkan jenggotnya akan dianggap asing di tengah-tengah orang-orang yang mencukurnya, wanita yang memakai hijab syar`I akan terasa asing di tengah-tengah para wanita yang membuka aurat. Maka berbagahialah kalian yang dianggap asing selama di atas sunnah!!! Bersabarlah karena ia ibarat menggenggam bara api!!!.

Baca setelah ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #19

Sumber: http://minhajussunnah.or.id/
Tags