Type Here to Get Search Results !

 


KEMBALINYA KEMULIAAN DENGAN MANHAJ SALAF


Kemuliaan, Hanya dengan Kembali kepada Manhaj Salaf

Segala puji adalah milik Allah. Pujian dan keselamatan semoga terlimpah kepada Nabi akhhir zaman Muhammad bin Abdullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut mereka yang setia. Amma ba’du.

Saudaraku, semoga Allah menyadarkan hati kita dari kelalaian dan penyimpangan, sesungguhnya kemuliaan yang didambakan oleh kaum muslimin tidak akan pernah diraih kecuali dengan menjunjung tinggi ajaran al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya- telah mengabarkan kepada kita, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian orang dengan sebab kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan sebab kitab ini pula.” (HR. Muslim)

Barang siapa yang menyangka kebangkitan dan kemuliaan Islam akan bisa diraih dengan meninggalkan al-Qur’an dan memecah belah kaum muslimin menjadi bergolong-golongan serta membiarkan mereka hanyut dalam kebid’ahan maka sungguh dia telah salah. Sebab Allah jalla wa ‘ala –yang ucapannya adalah ucapan yang paling jujur dan paling sesuai dengan realita- telah berfirman,

وَمَنْ يُّشَا قِقِ الرَّسُوْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَـهُ الْهُدٰى وَ يَـتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهٖ مَا تَوَلّٰى وَنُصْلِهٖ جَهَـنَّمَ ۗ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا

Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’: 115).

Maka mengikuti jalan para sahabat –yang mereka itu adalah jajaran terdepan kaum mukminin pengikut Nabi- merupakan sebuah keniscayaan. Inilah jembatan emas yang akan mengantarkan kaum muslimin yang cinta kepada Allah dan rasul-Nya untuk meraih surga di akhirat dan kejayaan di dunia.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَا لسّٰبِقُوْنَ الْاَ وَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَا لْاَ نْصَا رِ وَا لَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِ حْسَا نٍ ۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَ عَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَ نْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۤ اَبَدًا ۗ ذٰلِكَ الْـفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya dan Allah sediakan untuk mereka surga-surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100).

Inilah ayat yang akan memecahkan telinga para hizbiyyun dan ahli bid’ah. Sebuah ayat yang meleraikan segala pertikaian yang dikobarkan oleh syaitan dari kalangan jin dan manusia di tengah-tengah barisan umat Islam. Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan dan jangan kalian mereka-reka ajaran baru. Sebab sesungguhnya kalian telah dicukupkan dengan tuntunan yang ada.

Allah ta’ala berfirman, 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu hal maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. an-Nisa’: 59). 

Maka mengikuti pemahaman para sahabat dalam beragama merupakan sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Sementara mereka adalah orang yang paling paham tentang sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan orang-orang yang paling besar pembelaannya kepada perjuangan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak bisa menemukan solusi semata-mata dengan mencomot ayat dan hadits –untuk membela pendapat kita- tanpa mengikuti metode para sahabat dalam memahami dalil-dalil yang ada. Sebuah generasi yang telah mendapatkan tazkiyah/rekomendasi dari utusan Rabb semesta alam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian sesudahnya, dan kemudian sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka seruan sebagian orang -yang tidak tahu diri- untuk meninggalkan manhaj para sahabat dengan alasan sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan jaman yang ada, atau dengan alasan mereka sudah tinggal kenangan saja, sungguh merupakan penghinaan kepada al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidakkah kita ingat bagaimana pembelaan Allah kepada para sahabat ketika orang-orang munafik mengatakan bahwa mereka –para sahabat- adalah orang-orang yang dungu [?!]. Allah ta’ala berfirman, 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاِ ذَا قِيْلَ لَهُمْ اٰمِنُوْا كَمَاۤ اٰمَنَ النَّا سُ قَا لُوْاۤ اَنُؤْمِنُ كَمَاۤ اٰمَنَ السُّفَهَآءُ ۗ اَ لَاۤ اِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَآءُ وَلٰـكِنْ لَّا يَعْلَمُوْنَ

Apabila dikatakan kepada mereka (orang munafik), Berimanlah sebagaimana orang-orang itu –para sahabat- beriman. Maka mereka menjawab, Akankah kami beriman sebagaimana orang-orang dungu itu beriman? Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah –orang munafik- orang-orang yang dungu…” (QS. al-Baqarah: 13).

Kaum muslimin sekalian –semoga Allah meneguhkan kaki kita di atas kebenaran- sesungguhnya mengikuti jalan hidup para sahabat adalah perjuangan yang akan selalu digembosi oleh musuh-musuh Sunnah. Mereka tahu bahwa apabila kaum muslimin kembali kepada pemahaman para sahabat maka makar mereka untuk memporak-porandakan barisan kaum muslimin akan menjadi sia-sia.

Tidakkah kita ingat ucapan emas dari Imam Malik rahimahullah, “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang memperbaiki generasi awalnya.” Mereka –musuh-musuh Sunnah- sangat takut apabila kaum muslimin kembali kepada Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah para sahabatnya. Mereka kira kaum muslimin bisa ditipu dengan ucapan-ucapan batil mereka yang dipoles sedemikian rupa dengan kutipan ayat dan hadits. Mereka lupa bahwa kaum muslimin senantiasa mengingat pesan Nabi mereka, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafau’ur rasyidin yang berada di atas petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya. Dan gigitlah ia dengan gigi geraham, dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan. Karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah pasti sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, disahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Oleh sebab itu, mereka –musuh-musuh Sunnah- sangat gatal telinganya apabila kaum muslimin senantiasa mendengungkan ucapan Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masanya, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Beliau berkata, “Barang siapa yang menentang hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya dia berada di tepi jurang kehancuran.”

Ucapan beliau ini didukung oleh Imam Nashir as-Sunnah/Sang pembela Sunnah asy-Syafi’i rahimahullah yang dengan tegas mengatakan, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkan Sunnah itu hanya karena mengikuti perkataan seseorang.” Mereka –musuh-musuh Sunnah- juga sangat geram apabila kaum muslimin senantiasa mengingat nasihat Imam Syafi’i rahimahullah dalam ucapannya, “Apabila suatu hadits itu sahih maka itulah madzhabku.” Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidaklah anda temui seorang ahli bid’ah pun kecuali dia pasti memendam rasa benci kepada sunnah yang tidak sesuai dengan bid’ahnya.

Oleh sebab itu –ikhwah sekalian- para ulama ahli hadits adalah benteng-benteng keimanan di atas muka bumi ini. Salah seorang ulama salaf berkata, “Malaikat adalah penjaga-penjaga langit, sedangkan para ahli hadits adalah penjaga-penjaga bumi.” Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan tentang jati diri golongan yang mendapatkan pertolongan Allah, “Apabila mereka itu bukan ahli hadits maka aku tidak tahu lagi siapakan mereka itu.” Imam Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa mereka itu –golongan yang selalu mendapatkan pertolongan Allah- adalah ahli ilmu. Inilah bukti kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka dia akan dipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Inilah bukti yang gamblang tentang kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menimba ilmu –agama- maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).

Tidakkah kita ingat prestasi para sahabat di sisi Allah ta’ala? Orang-orang yang telah dikabarkan akan menghuni surga sementara jasad-jasad mereka masih berjalan di atas muka bumi. Sebuah generasi yang diabadikan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dengan ukiran prestasi yang harum dan menakjubkan. Allah ta’ala berfirman,

لَـقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَ نْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَ ثَا بَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًا 

Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang beriman ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. al-Fath: 18).

Allah ta’ala juga berfirman,

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗ وَا لَّذِيْنَ مَعَهٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّا رِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرٰٮهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَا نًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗ ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰٮةِ ۖ وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِ نْجِيْلِ ۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْئَـهٗ فَاٰ زَرَهٗ فَا سْتَغْلَظَ فَا سْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّا عَ لِيَـغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّا رَ ۗ وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir…” (QS. al-Fath: 29).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam Tafsirnya tentang ayat ini, “Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahmatullah ‘alaih -dalam sebuah riwayat yang dinukil dari beliau- mengambil kesimpulan hukum untuk mengkafirkan kaum Rafidhah/Syi’ah yang mereka itu membenci para sahabat radhiyallahu’anhum. Imam Malik beralasan, ‘Sebab para sahabat itu telah membuat mereka -yaitu orang Syi’ah- menjadi murka. Maka barang siapa yang marah kepada para sahabat, itu artinya dia telah kafir menurut ayat ini..

Alangkah indah dan tegas ucapan Imam Malik. Inilah petir yang akan menghanguskan segala upaya musuh-musuh Sunnah untuk memadamkan cahaya kebangkitan dakwah salafiyah di bumi pertiwi ini, yakinlah apabila kita benar-benar membela agama Allah maka Allah tidak segan-segan untuk mengerahkan bala tentara-Nya demi membela pasukan-pasukan Sunnah. Namun sebaliknya, apabila ternyata perjuangan kita telah terkotori oleh motif-motif yang rendah dan hina maka jangan salahkan siapa-siapa atas keterpurukan nasib kita. Bukankah Allah ta’ala telah mengingatkan kita,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

 ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَ نْفُسِهِمْ ۗ وَاِ ذَاۤ اَرَا دَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّا لٍ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).

Ikhwah sekalian, apa yang kita lakukan ini belum seberapa apabila dibandingkan dengan jasa besar para sahabat dalam menegakkan dakwah Islam di muka bumi ini. Janganlah kita lupa daratan dan menganggap diri kita suci. Para sahabat telah mencontohkan kepada kita bahwa sedikit saja noda syirik mengotori hati manusia maka kekalahan tidak jauh dari mereka, ingatlah kejadian di perang Hunain, ketika banyaknya jumlah pasukan Islam telah membuat hati sebagian mereka ujub dan bangga diri seolah tak akan terkalahkan. Mereka lupa bahwa kemenangan bukan di tangan mereka, namun kemenangan itu adalah milik Allah yang akan diberikan-Nya kepada hamba-hamba yang bertauhid dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah ta’ala berfirman,

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَ رْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia akan memberikan kekuasaan kepada mereka sebagaimana yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan agama yang telah Dia ridhai untuk mereka, serta Dia akan menukar rasa takut mereka dengan keamanan, mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nur: 55). 

Inna wa’dallahi haqq, walakinna aktsaran naasi laa ya’lamuun.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi, S.Si.


AHLUS SUNNAH SENANTIASA MELAKUKAN TASHFIYAH DAN TARBIYAH SEBAGAI KATA KUNCI BAGI KEMBALINYA KEMULIAAN ISLAM[1]

A. Penyebab Terhinanya Kaum Muslimin

Penyebab tetapnya kaum Muslimin pada kondisi mereka yang terpuruk berupa kehinaan dan penindasan kaum kafir terhadap sebagian dunia Islam, penyebabnya bukanlah karena mayoritas ulama Islam tidak memahami fiqhul waqi’ (fiqih realita) atau tidak mengetahui rencana-rencana dan tipu daya orang-orang kafir sebagaimana anggapan sebagian orang.

Adalah sebuah kesalahan yang sangat nyata dan kekeliruan yang amat jelas apabila mencurahkan perhatian secara berlebihan terhadap fiqhul waqi’, hingga menjadikannya sebagai manhaj bagi para da’i dan generasi muda, di mana mereka membina dan terbina di atasnya dengan menganggapnya sebagai ‘jalan keselamatan’?!

Sedangkan suatu hal yang telah menjadi kesepakatan para fuqaha’ dan tidak terdapat perbedaan di antara mereka, bahwa penyebab yang paling mendasar bagi kehinaan kaum Muslimin sehingga terhenti perjalanan mereka (untuk terus maju) adalah:
  1.     Kejahilan/kebodohan kaum Muslimin terhadap Islam yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2.     Mayoritas kaum Muslimin yang mengetahui hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan berbagai kepentingan mereka, tidak melaksanakannya, mereka cenderung meremehkan, menggampangkan dan menyia-nyiakannya.
B. Jalan untuk Mencapai Kemuliaan Islam

Tashfiyah dan tarbiyah adalah kata kunci bagi kembalinya kemuliaan Islam, dengan cara penerapan ilmu yang bermanfaat dan pengamalannya. Keduanya adalah perkara yang mulia, tidak mungkin kaum Muslimin dapat mencapai kejayaan dan kemuliaan kecuali dengan menerapkan metode ‘tashfiyah’ dan ‘tarbiyah’ yang merupakan kewajiban besar yang amat penting.

Kewajiban yang pertama adalah tashfiyah. Yang dimaksudkan dengan tashfiyah (pemurnian) adalah:
  1.     Pemurnian ‘aqidah Islam dari suatu yang tidak dikenal dan telah menyusup masuk ke dalamnya, seperti kemusyrikan, pengingkaran terhadap sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau penakwilannya, penolakan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan ‘aqidah dan lain sebagainya.
  2.     Pemurnian ibadah dari berbagai macam bid’ah yang telah mengotori kesucian dan kesempurnaan agama Islam.
  3.     Pemurnian fiqh Islam dari segala bentuk ijtihad yang keliru dan menyelisihi Al-Qur-an dan As-Sunnah, serta pembebasan akal dari pengaruh-pengaruh taqlid dan kegelapan sikap fanatisme (jumud).
  4.     Pemurniaan kitab-kitab tafsir Al-Qur-an, fiqh, kitab-kitab yang berhubungan erat dengan raqaa’iq (kelembutan hati) dan kitab-kitab lainnya dari hadits-hadits lemah dan palsu, serta dongeng Israiliyyat dan kemungkaran lainnya.
Dan kewajiban yang kedua adalah tarbiyah, yaitu pem-binaan generasi Muslim di atas Islam yang telah dibersihkan dari hal-hal yang telah disebutkan di atas, dengan sebuah pembinaan secara Islami yang benar sejak usia dini tanpa terpengaruh oleh pendidikan ala barat yang kafir.

Tidak diragukan lagi bahwasanya upaya untuk mewujudkan kedua kewajiban ini, memerlukan dan menuntut kesungguhan yang memadai, saling bahu membahu antara kaum Muslimin seluruhnya dengan penuh keikhlasan, baik secara kolektif mau-pun individual (perseorangan).

Sikap ini sangat diperlukan dari semua komponen masya-rakat yang benar-benar berkepentingan untuk menegakkan sebuah masyarakat yang Islami yang menjadi idaman, di setiap negeri yang telah rapuh pilar-pilarnya, semua pihak bekerja pada bidang dan spesialisasi masing-masing.

Maka, bagi para ulama yang mengetahui hukum-hukum Islam yang benar, harus sungguh-sungguh mencurahkan perhatian mereka, mengajak kaum Muslimin kepada pemahaman Islam yang benar, baik ‘aqidah maupun manhaj, serta memaham-kannya kepada kaum Muslimin. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembinaan mereka di atas pemahaman tersebut, seperti yang telah difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَٰكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ

“Akan tetapi (dia berkata): ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’” [Ali ‘Imran/3: 79]

Inilah jalan satu-satunya dalam pemecahan problematika ummat yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah Subhnahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” [Muhammad/47: 7]

Merupakan sebuah kesepakatan yang tidak ada perbedaan di antara kaum Muslimin tentang ayat tersebut, bahwa makna firman Allah: “Jika kamu menolong (agama) Allah” adalah: “Jika kamu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan-Nya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong kamu dari musuh-musuhmu.”

Di antara nash-nash yang mendukung makna ini dan sangat sesuai dengan realita saat ini, dimana dalam nash tersebut telah digambarkan ‘jenis penyakit’ dan sekaligus ‘cara terapinya’ secara bersamaan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ.

“Jika kalian telah berjual beli dengan sistem ‘Bai’ul ‘Iinah’ dan kalian telah memegang ekor-ekor sapi dan ridha dengan pekerjaan bertani serta meninggalkan jihad (di jalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kalian, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agama kalian.”[2]

Maka, penyakit yang melanda kaum Muslimin bukanlah karena kejahilannya terhadap suatu ilmu tertentu namun harus dikatakan bahwa semua disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kaum Muslimin adalah wajib, sesuai dengan porsinya. Akan tetapi kehinaan, dan kerendahan yang dijumpai mereka bukan karena kejahilan mereka tentang apa yang dinamakan fiqhul waqi’, namun penyebabnya adalah sikap mereka yang menggampangkan dan meremehkan pengamalan hukum-hukum agama, baik yang termaktub dalam Al-Qur-an maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sabda Nabi: “إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالعِيْنَةِ (jika kamu berjual beli dengan sistem bai’ul ‘inah),”[3] adalah sebuah isyarat dari beliau yang menunjukkan salah satu jenis mu’amalah yang bermuatan riba, dan memakai siasat (tipu daya) terhadap syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sabda beliau: “وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ (dan kalian telah mengambil (memegang) ekor-ekor sapi),” merupakan isyarat dari beliau yang menunjukkan perhatian yang difokuskan kepada urusan-urusan duniawi, dan kecenderungan kepadanya, serta tidak adanya perhatian terhadap syariat dan hukum-hukumnya. Seperti itu pula yang diisyaratkan oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ (dan kamu telah ridha dengan pekerjaan bertani).”

Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ (kamu telah meninggalkan jihad),” sebagai buah dari sikap ingin hidup kekal di dunia ini, sebagai-mana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.’” [At-Taubah/9: 38]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ.

“Niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agama kalian.”

Mengisyaratkan secara jelas bahwasanya ‘agama’ yang merupakan kewajiban kita untuk kembali kepada-Nya, adalah agama yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada beberapa ayat yang mulia.

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali ‘Imran/3: 19]

Juga firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [Al-Maa-idah/5: 3][4]

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah tashfiyah dan tarbiyah adalah manhaj yang benar. Dalam pelaksanaannya memang membutuhkan waktu yang lama. Maka, hal ini harus dilaksanakan dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih serta dengan penuh kesabaran. Sebab dengan ilmu, amal shalih dan kesabaran, Allah l akan memberikan kemenangan kepada ummat Islam.

_______

Footnote:

[1] Pandangan Syaikh al-Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, seorang Mujaddid (pembaharu), ahli Hadits dan pelopor Sunnah pada abad ini. Beliau wafat pada hari Sabtu, 22 Jumadil Akhir 1420 H (2 Oktober 1999 M), dalam usia 88 tahun, رحمه الله تعالى.
[2] HR. Abu Dawud (no. 3462), al-Baihaqy (V/316), dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 11).
[3] Bai’ul ‘Inah (jual beli ‘inah) yaitu menjual suatu barang kepada seseorang dengan cara menghutangkannya untuk jangka waktu tertentu dan barang tersebut diserahkan kepadanya, kemudian si penjual membelinya kembali dari pembeli secara kontan dengan harga yang lebih murah, sebelum menerima pembayaran dari si pembeli tersebut. Lihat ‘Aunul Ma’buud (IX/263, cet. Daarul Fikr), Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/42).
[4] Disadur dari kitab Su-aal wa Jawaab Haula Fiqhil Waaqi’ lil ‘Allamah al-Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani (hal. 48-54), cet. I, Daar al-Jalalain, th. 1412 H

Penulis: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas