POKOK-POKOK KESESATAN AQIDAH SYIAH
Syiah dikenal dengan sebutan Rafidhah karena mereka menolak mengakui khilafah Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu bin Khaththab dan penolakan mereka atas sanjungan Zaid bin ‘Ali bin Husain terhadap dua orang terbaik umat itu. Mereka menyikapi jawaban Zaid bin Ali bin Husain dengan , “Rafadhnaka” yang artinya kami menolak jawabanmu. Akhirnya mereka dikenal dengan nama Rafidhah.
Rafidhah adalah salah satu sekte Syiah, dan memiliki banyak nama diantaranya al-Itsna ‘Asyariyah, Ja’fariyyah, Imamiyyah dan nama yang lainnya, akan tetapi hakikatnya sama. Apabila pada zaman ini disebutkan kata Syiah secara mutlak, maka tidak lain yang dimaksudkan adalah Rafidhah
Rafidhah memiliki keyakinan-keyakinan yang sangat bertentangan dengan Islam yang mereka jadikan sebagai dasar agama mereka. Di antara kerusakan keyakinan mereka adalah:
- Al-Qur`ân yang dijamin keutuhan dan keasliannya oleh Allâh Azza wa Jalla telah banyak berkurang dan mengalami banyak perubahan. Bahkan menurut mereka, al-Qur`ân hanya sepertiga dari al-Qur`ân yang dipegang ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu yang mereka sebut dengan Mushaf Fâthimah yang turun temurun dibawa oleh para imam dan sekarang dibawa oleh Imam al-Muntazhar (imam yang mereka tunggu kedatangannya)?!!
- Al-Qur`ân tidak bisa dipahami kecuali dengan penafsiran para imam dua belas.
- Mereka melakukan ta’thîl (meniadakan) nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla sehingga dalam konteks ini mereka termasuk kaum Jahmiyyah
- Iman dalam pandangan mereka adalah mengenal dan mencintai para imam
- Mereka menafikan takdir sehingga mereka termasuk golongan Qadariyyah (kelompok yang tidak mengimani takdir)
- Mereka meyakini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ‘Ali untuk menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalnya.
- Pengkafiran terhadap para Sahabat Nabi dan keyakinan bahwa para Sahabat Nabi telah murtad kecuali hanya beberapa orang saja dari mereka
Tentang keyakinan ini, Imam Abu Zur’ah rahimahullah berkomentar untuk mendudukkan tujuan utama yang mereka bidik melalui pengkafiran umum terhadap Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum: “Sesungguhnya tujuan mereka mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum adalah untuk mendongkel al-Qur`ân dan Sunnah. Kalau pembawa dan penyampai agama ini adalah orang-orang yang murtad, bagaimana kita menerima apa yang mereka sampaikan. (Inilah tujuan mereka, red). Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْۗ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci [ash-Shaff/61:8]
Barangsiapa memiliki anggapan bahwa para Sahabat Radhiyallahu anhum telah murtad kecuali hanya beberapa yang hanya mencapai belasan orang saja atau kebanyakan merupakan orang-orang fasik setelah meninggalnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka tidak diragukan lagi akan kekufurannya karena telah mendustakan ayat-ayat al-Qur`ân yang menjelaskan keridhaan dan pujian Allâh Azza wa Jalla terhadap para Sahabat. Siapakah yang meragukan kekufuran keyakinan seperti ini?! Kekufuran orang yang meyakininya sudah pasti. Sesungguhnya anggapan ini juga mengharuskan bahwa penyampai al-Qur`ân dan Sunnah adalah orang-orang kafir dan fasik. (Berdasarkan keyakinan mereka yang rusak itu), firman Allâh bberiku:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia [Ali ‘Imrân/3:110]
Memberikan makna bahwa umat yang terbaik dan generasi pertama umat adalah orang-orang kafir dan fasik yang berarti bahwa umat ini adalah sejelek-jelek umat dan yang terjelek adalah generasi awalnya. Kekufuran keyakinan seperti ini sangat nyata dalam Islam”. [1]
- Para imam dua belas mendapatkan wahyu dari Allâh Azza wa Jalla, sehingga kaum Syiah mendefinisikan Sunnah dengan istilah segala yang berasal dari orang ma’shûm (yang terjaga dari dosa dan kesalahan) baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun taqrîr (pembenaran). Menurut mereka, hanya ‘Ali bin Abi Thâlib yang menguasai Sunnah-sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
- Imâmah (kepemimpinan) kaum Muslimin hanya dipegang oleh Imam Dua Belas. Mereka mencela dan tidak mengakui khilafah Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu.
Tentang keyakinan ini, Imam Syafi’i berkata, “Barangsiapa tidak mengakui khilafah (kepemimpinan) Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu, dia adalah seorang rafidhi“.
- Para imam memiliki sifat ma’shûm, terjaga dari kesalahan mereka, tidak pernah lupa dan selalu mengetahui apa yang terjadi dan yang akan terjadi.
- Para imam tidak akan mati kecuali dengan keinginan mereka.
- Para imam akan bangkit dari kubur apabila mereka menghendaki, untuk menjumpai sebagian manusia. Keyakinan ini mereka sebut dengan akidah zhuhûr
- Para imam dan wali lebih mulia daripada para nabi dan rasul.
- Para imam akan kembali ke dunia setelah kematian mereka demikian pula Ahlussunnah. Mereka kemudian akan membalas para Sahabat, menyalib Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu dan menegakkan hukuman zina terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu anha – semoga Allâh Azza wa Jalla menghancurkan mereka-. Keyakinan ini mereka sebut dengan akidah ar-raj’ah
- Kuburan para imam adalah tempat-tempat suci.
- Keyakinan bada’ yaitu terkuaknya sesuatu bagi Allâh Azza wa Jalla setelah sebelumnya tersembunyi sehingga menyebabkan Allâh Azza wa Jalla menarik perkataan yang telah difirmankan atau perbuatan yang dilakukan. Maha suci Allâh Azza wa Jalla atas apa yang mereka katakan
- Mereka berkeyakinan orang-orang di luar mereka adalah kafir, sama sekali tidak berhak untuk masuk surga
- Mereka berkeyakinan bahwa seluruh kebaikan yang dilakukan oleh Ahlussunah akan diberikan untuk Syiah dan dosa-dosa Syiah akan dibebankan kepada Ahlussunnah. Ini yang mereka sebut dengan istilah ath-thînah
- Kewajiban melakukan taqiyah, yaitu seorang penganut agama Syiah berkata dengan perkataan yang berbeda dengan apa yang dia yakini, atau menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada pada hatinya. Keyakinan taqiyah ini merupakan satu kewajiban bagi para penganut Syiah. Oleh karena itu, penganut Syiah mengerjakan shalat di belakang Ahlussunnah dalam rangka taqiyah (melindungi diri) dan pujian-pujian para imam mereka terhadap para Sahabat dilakukan dalam rangka menjalankan taqiyah
- Imam yang kedua belas, Muhammad bin Hasan al-‘Asykari telah memasuki salah satu gua di daerah Samira tahun 260 H pada saat masih kecil. Ia telah menjadi seorang imam sejak kematian ayahnya sampai hari ini. Padahal fakta menyatakan bahwa Hasan al-Askari meninggal dalam keadaan mandul, tidak memiliki anak.
- Halalnya darah dan kehormatan Ahlussunnah. Menurut mereka, boleh menggunjing, mencela bahkan melaknat Ahlussunnah.
- Menghalalkan nikah mut’ah (kawin kontrak). Bahkan menurut mereka nikah mut’ah lebih utama daripada menjalankan shalat, puasa, dan haji
Renungan:
Setelah penyampaian keyakinan Syiah secara global ini, Syaikh Dr. Muhammad Musa Alu Nashr hafizhahullâh mengatakan: “Setelah pemaparan semua ini, bolehkan kita katakan bahwa Syiah adalah saudara-saudara kita atau mengatakan bahwa mereka adalah ahli tauhid?![2]. Mustahil, kalau keyakinan-keyakinan ini hanya sebuah aliran saja. Akan tetapi, itu merupakan sebuah agama tersendiri (Syiah). Syiah adalah sebuah agama. Dan agama Ahlussunnah adalah risalah yang dibawa oleh utusan Penguasa alam semesta, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akidah mereka yang sesat ini tertulis di dalam kitab-kitab para agamawan mereka dan tidak perlu kita nukilkan omongan-omongan mereka karena hanya akan menyesakkan dada dan mengeruhkan pikiran. Orang-orang yang masih memiliki akal sehat dan pikiran yang lurus akan enggan mendengarkannya, apalagi sampai mau mengikuti mereka.
Allâh Azza wa Jalla telah mendatangkan dari kalangan Ahlussunnah, orang-orang (ulama) yang mematahkan syubhat mereka, menguliti kegelapan akidah mereka, menguak kesesatan dan kebodohan mereka, membantah kedustaan mereka, menjelaskan pengkaburan dan penipuan yang mereka lakukan, membuka kedok kepalsuan dan penyimpangan mereka, membersikan nama para sahabat Rasulullah dari kedustaan dan celaan- celaan yang mereka lancarkan…
‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:
لِيُحِبُّنِيْ رِجَالٌ يُدْخِلُهُمُ اللهُ بِحُبِّيْ النَّارَ وَيُبْغِضُنِيْ رِجَالٌ يُدْخِلُهُمُ اللهُ بِبُغْضِيْ النَّارَ
Sungguh akan ada orang-orang yang dimasukan oleh Allâh ke dalam neraka karena kecintaan mereka kepadaku. Dan sungguh akan ada orang-orang yang dimasukkan oleh Allâh ke dalam neraka karena kebencian mereka kepadaku [3]
(Diringkas dari al-Intishâr bi Syarhi ‘Aqîdati Aimmatil Amshâr, disyarah oleh Syaikh Dr. Muhammad bin Musâ Alu Nashr, ad-Darul Atsariyyah, Aman, Yordania, Cet. I Th. 2008, hlm. 341-348)
______
Footnote:
[1] Ash-Shârimul Maslûl hlm. 586-587
[2] Syaikh Dr mengatakan, “Akan tetapi, kita tidak boleh mengkafirkan kalangan awam mereka. Vonis pengkafiran ini terarah kepada para pemakai imamah (agamawan mereka), tokoh-tokoh yang menggiring orang-orang yang buta. Mereka ini lebih sesat dan lebih celaka. Sebab mengetahui (kebenaran), namun menyelewengkannya”. al-Intishâr bi Syarhi ‘Aqîdati Aimmatil Amshâr, hlm. 344
[3] Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim no 983, ‘Abdullâh no. 1344, al-Ajurri no. 2087
Referensi: https://almanhaj.or.id/
STRATEGI SYI’AH UNTUK MERUNTUHKAN ISLAM DAN KAUM MUSLIMIN
Tidak asing lagi bagi kita bahwa membongkar segala bentuk kesesatan dan para pelakunya merupakan suatu kewajiban berdasarkan ijma’ kaum muslim sampai akhir zaman.
Suatu ketika dikatakan kepada Imam Ahmad Bin Hambal: “Manakah yang lebih engkau senangi orang yang berpuasa, shalat dan beri’tikaf ataukah orang yang membicarakan ahlu bid’ah?” Maka ia menjawab: “Kalau ia shalat dan ber’itikaf maka itu (hanya) kembali ke dirinya sendiri sedangkan kalau ia berbicara tentang ahlu bid’ah maka itu untuk kaum muslimin. Dan itulah yang lebih utama.”
Begitu jauh firqah Syi’ah (yang sekarang menyebut diri sebagai Ahli Bait untuk mengelabuhi umat Islam-red) menyimpang dari nash-nash yang telah di gariskan oleh syariat. Sehingga diantaranya mereka mangatakan bahwa Karbala lebih utama dari Ka’bah, berziarah ke Karbela pada hari Arafah lebih utama dari hari semuanya, ziarah ke makam Husain merupakan amalan yang paling utama. Dan ucapan-ucapan kufur lainnya yang menunjukan bahwa mereka telah terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata. Mereka tempuh segala cara dalam rangka mematikan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan syubhat dan syahwat yang mereka lontarkan. Maka jelaslah bahwa mereka adalah musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib kita perangi dengan segenap kemampuan. Di antara usaha Syi’ah untuk mematahkan Islam dam kaum muslimin ada tiga cara yang dapat kami sebutkan secara ringkas yaitu:
- Menyusupkan Pemahaman Sesat Ke Dalam Islam.
- Dalam upaya menyebarkan misi kesesatan Syi’ah, mereka tempuh hal itu dengan beberapa cara di antaranya:
1. Imamah (Kepemimpinan)[1]
Imamah menurut bahasa mempunyai arti kepemimpinan, baik dalam bingkai kebenaran ataupun kesesatan. Sedangkan menurut Syi’ah, imamah mempunyai arti khusus, mereka meyakini bahwa “Imamah adalah derajat kenabian. Menurut mereka Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih dari hamba-Nya yang Dia kehendaki sebagai nabi dan rasul, demikian pula Allah memilih dari hamba-Nya yang Dia kehendaki sebagai imam bagi sekalian manusia”. Bahkan Syi’ah Itsna Asyariyah menganggap bahwa imamah adalah salah satu dari rukun Islam[2]. Ini semua adalah pemahaman sesat yang menyelisihi nash-nash al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kerana ini adalah aqidah bid’ah yang tidak berasal dari Islam sama sekali.
2.Taqiyah (Menyembunyikan Hakekat)
Ulama Syi’ah mendefinisikan arti taqiyah yaitu : “Engkau mengatakan atau berbuat tidak sesuai dengan apa yang engkau yakini untuk menghindari kejahatan atas dirimu atau hartamu atau untuk menjaga kehormatanmu”[3].
Akan tetapi firqah Syi’ah ini menjadikan taqiyah tersebut sebagai alat pengumbar hawa nafsu iblis mereka, sekaligus propaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahwa taqiyah lebih tinggi kedudukannya di banding keimanan seseorang. Itu sebagaimana yang dinyatakan oleh para pembesar mereka, antara lain : Dari Abu Abdillah (tokoh Syi’ah), ia berkata : “Bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam agama kalian dan lindungilah agama kalian dengan taqiyah, maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang tidak bertaqiyah”. Ia juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahasia berarti ragu dan siapa yang mengatakan kepada selain keluarganya berarti kafir”[4]
Dari Abu Ja’far (tokoh Syi’ah), ia berkata: “Taqiyah adalah agamaku dan agama bapakku dan tidak ada iman bagi orang yang tidak bertaqiyah”[5]
Ini semua menunjukkan bahwa taqiyah merupakan metode serta senjata ampuh yang biasa dilancarkan oleh tokoh-tokoh Syi’ah pada umumnya di mana saja dan kapan saja dengan tujuan menjauhkan kaum muslimin dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Untuk menepis syubhat taqiyah ini, maka cukuplah kami kemukakan sebagian perkataan ulama Salaf sebagai bantahan atas pernyataan mereka, yaitu : “Tidak ada taqiyah lagi setelah Allah memenangkan Islam.”
Mu’adz bin Jabal dan Mujahid berkata: Taqiyah hanya ada pada permulaan Islam, sebelum kuatnya kuam muslimin, adapun sekarang maka Allah telah memuliakan kaum muslimin tanpa ada rasa takut dari musuh mereka .
3. Raj’ah
Pengertian Raj’ah adalah : “Kembalinya orang yang sudah mati ke dunia sebelum hari kiamat, atau memanggil mereka kedunia sesudah mati.”[6]
Ini jelas keyakinan sesat yang menyelisihi petunjuk al-Qur’an dan Sunnah serta aqidah Salafus Shalih. Barangsiapa yang mempercayai hal ini, maka ia telah terjerumus pada perbuatan kufur yang bisa menyeret pelakunya menjadi kafir. Wal’iyadzu Billah. Pencetus paham ini adalah Ibnu Saba’, seorang gembong Yahudi. Dengan demikian Raj’ah merupakan pemahaman yang di adopsi dari tokoh Yahudi.
Al-Mufid berkata: “Syi’ah Imamiyah (sekte yang dianut mendiang Khomaini dan Iran hingga sekarang-red) sepakat akan kepastian adanya Raj’ah yang sangat banyak dari orang yang sudah mati”[7].
Ini adalah perkataan tokoh-tokoh Syi’ah yang memperkuat aqidah mereka tentang Raj’ah. Munculnya pemahamam ini adalah karena sebagian firqah Syi’ah mengingkari dan tidak beriman dengan yaumul qiyamah (hari kiamat) yaitu hari pembalasan.
Ibnu Hajar berkata: “Mengimani adanya Raj’ah merupakan puncak ghuluw[8] dalam firqah Syi’ah Rafidhah.”[9]. Maka kita katakan bahwa kembalinya orang yang mati sebelum hari kiamat adalah batil menurut ijma’ kaum muslimin, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَآأَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
Kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. [Al-Fathir/35 : 22]
Ibnu Katsir berkata: “Orang yang telah mati tidak dapat memberi manfaat” (Tafsir Ibnu Katsir 3/723).
Manfaat di sini bersifat umum, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, sehingga mustahil orang mati dapat menghidupkan dirinya sendiiri. Oleh kerana itu merupakan hikmah Allah, jika suatu kaum sengaja membuat ajaran sesat yang tidak di ridhai oleh Allah baik dalam aqidah, metodologi atau lainnya, maka Allah akan menyingkap borok-borok mereka. Walaupun niat mereka baik atau tujuan mereka adalah beribadah.
Di antara paham sesat meraka yang lain ialah al-Bada[10], al- Ghaibah[11], dan masih banyak lagi lainnya, yang kesemuanya itu hanyalah khurafat yang di ajarkan oleh setan mereka.
Akan tetapi orang Syi’ah tidak merasa malu bahkan bangga karena merasa benar dengan keyakinann yang sesat ini . Dan mereka terus mendakwahkan keyakinan sesat itu. Wallahul musta’an.
Bantahan-Bantahannya
Perkara-perkara di atas termasuk hal dapat di ketahui dengan pasti akan kesesatannya dalam Islam. Karena di dalamnya banyak terdapat penyimpangan berupa; kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Orang syi’ah meyakini kema’suman sang imam, lebih utama dari nabi, bahkan mereka anggap mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Maka Ini jelas merupakan puncak kemusyrikan. Padahal Allah berfiraman:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
Jika kamu menyekutukan Allah, niscaya akan hapus amalmu, dan menjadi orang yang merugi. [Az-Zumar/39: 65]
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka Allah haramkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka. [Al- Maidah/5: 72].
Maka Kalau hanya mengatakan, seandainya kalau bukan karena si fulan dan si fulan, sudah merupakan syirik, maka bagaimana halnya dengan pengagungan orang Syi’ah terhadap imam-imam mereka, jelas nyata sekali kemusyrikannya. Maka semua ini adalah haram. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
لاَتُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ اْلنَصَارَى إِبْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلِهِ فَقُوْلُوْا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلِهِ أَخْرَجَاهُ
Janganlah kalian melampaui batas menyanjungku sebagaimana orang nasrani melampaui batas menyanjung Isa bin Maryam, sesungguhnya aku hanyalah hamba dan utusannya, maka panggilah aku hamba-Nya dan rasul-Nya. [HR. Bukhari dan Muslim].
Jika kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kita di larang melampaui batas, seperti istianah, istiadzah (meminta perlindungan) kepadanya, istighatsah (mengadu) kepadanya, maka apalagi kepada orang lain, yang sudah jelas lebih rendah kedudukannya dan hina, tentu akan lebih di larang oleh agama kita.
Mengkafirkan Kaum Muslimin
1. Pengkafiran mereka terhadap sahabat dan Ahlu Bait Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Banyak kitab Sy’iah yang penuh dengan laknat dan pengkafiran terhadap orang yang sudah di ridhai dan di jamin masuk surga oleh Allah, baik dari kalangan muhajirin maupun anshar, Ahlu Badr, Ahlu Bai’atir Ridwan serta semua sahabat kecuali hanya sedikit saja yang tidak mereka kafirkan, yang hampir bisa di hitung dengan jari.
Ibnu Taimiyah berkata: ”Sesunggguhnya Syi’ah Rafidhah mengatakan:
“Sesunggunya kaum Muhajirin dan Anshar menyembunyikan nash-nash sehingga mereka kafir kecuali hanya sedikit saja, lebih dari 10 orang dan sesungguhnya Abu Bakar, Umar dan semisal keduanya adalah orang munafik, yang sebelumnya adalah iman kemudian kafir.”[12]
Terdapat dalam Kitab Syi’ah Istna ‘Asyariyah yang mengatakan:
“Sesungguhnya para sahabat, di karenakan mereka telah membai’at Abu Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga orang” dan dalam riwayat lain mereka menambahkan tiga atau empat, yaitu di masa khalifah Ali sehingga seluruhnya menjadi tujuh.”[13]
Dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapaknya dari Abu Ja’far, ia berkata: “Semua manusia menjadi kafir setalah meninggalnya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang yaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.”[14]
Al-Majlisi (seorang tokoh besar dan guru Syi’ah) berkata: Barangsiapa yag tidak berlepas diri dari Abu Bakar, Umar dan Utsman maka ia adalah musuh kami walapun ia sangat mencintai Ali.[15]
Inilah bukti kuat pengkafiran mereka terhadap para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Ini adalah ucapan para pembesar Syi’ah (termuat dalam buku-buku mereka sendiri), sehingga tidak mungkin untuk di pungkiri oleh sipapun, dengan dalih apapun. Padahal tuduhan kafir tersebut sebenarnya telah berbalik total kepada mereka sendiri, sebab pengakafiran mereka hanya berdasarkan nafsu belaka.
Lebih dari itu mereka juga mengkafirkan sebagian dari Ahli Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa sallam, seperti paman Nabi yaitu Al-Abbas dan penerjemah ulung al-Qur’an yaitu Abdullah bin Abbas. Orang Syi’ah menganggapnya kerdil dan bodoh, sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab mereka yang sesat[16]. Selain itu, mereka juga mendoakan laknat untuk Ahlul Bait, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Rijal al-Kusyi, Do’anya adalah “Ya Allah laknatlah bani Fulan dan Fulan, butakan kedua matanya, sebagaimana engkau butakan kedua hatinya, dan jadikanlah kematian hati manusia sebagai tanda kematian kedua hatinya.”[17]. Lalu tokoh mereka Hasan Mustafa mengatakan, “keduanya adalah Abdullah bin Abbas dan Ubaidillah bin Abbas”
Maka lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia sesudah Nabinya menjadi seperti iblis atau seperti Abu Jahal hingga berani mengkafirkan mereka. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja, sudah berarti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan mereka yang bertumpuk-tumpuk ini, dengan membacakan hadits kepada mereka tentang keutamaan sahabat:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ اَلْخُذْرِي-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : فَالَ رَسُوْلُ اللهِ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِي فَلَوْ اَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
Dari Abi Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah kalian mencelah sahabatku , karena seandainya kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud , niscaya tidak akan dapat menyamai dari kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setangahnya.[18]
2. Pengkafiran mereka terhadap Khalifah dan Pemerintahan Islam serta menghukuminya sebagai Negara kafir
Menurut Syi’ah Itsna’ Asyariyah bahwa semua pemerintahan selain pemerintahan Itsna’asyaryah adalah batil, dan penguasanya adalah thaghut. Barangsiapa yang berbai’at kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thaghut. Mereka berpendapat bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thaghut, sekalipun mereka menyeru kepada kebenaran[19].
Al- Majlisi mengatakan: “Bahwa Khulafa’ur Rasyidin adalah para perampas yang murtad dari Islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang yang mengikuti mereka karena mereka mendzalimi Ahlul Bait dari awal hingga akhir.”[20]
Dan dari Abu Basyir ia berkata: “Sesungguhnya penduduk Makkah telah kafir kepada Allah dengan nyata dan sesungguhnya penduduk Madinah tujuh puluh kali lipat lebih jelek di banding penduduk Makkah.”[21]
Sedangkan di masa Ja’far bin Shadiq, Syi’ah Rafidhah juga mengatakan: “Penduduk Syam lebih jelek daripada penduduk Romawi[22] dan penduduk Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk Makkah, sedangkan peduduk Makkah telah kafir dengan nyata.”[23]
Demikianlah ucapan ulama Syi’ah, begitu kotor dan keji, Seakan-akan mereka seperti orang yang kehilangan akal mereka, alias seperti orang gila; entah gila singgasana, gila hormat, atau gila harta.
Orang Syi’ah memang identik dengan kekerasan, selalu menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan walau dengan kudeta asal menang, meskipun harus memangsa kaum Muslimin. Jelas ini adalah teori syetan yang ingin menuhankan dirinya seperti Fir’aun. Kemudian di antara kebiasaan keji orang-orang Syi’ah yang lain, adalah mencerca nagara muslim serta mengkafirkan mereka. Apalagi negara yang iltizam (berpegang) dengan hukum Islam dan banyak menerapkan sunnah Rusululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Mengkafirkan para Qadhi (Hakim) kaum Muslimin
Orang Syi’ah menganggap seluruh qadhi kaum muslimin kafir, penghasilan mereka di anggap haram, orang yang memakan penghasilan mereka di anggap seperti orang yang memakan makanan haram begitu pula hukum mereka adalah hukum syetan, siapa yang kerhukum kepada mereka, maka di anggap seperti berhukum kepada thaghut dan siapa yang kembali kepada mereka dalam urusan agama di anggap seperti kembali kepada thaghut sekalipun ia berhukum atau kembali dalam masalah kebaikan dan kebanaran. Mereka berdalil dengan ayat:
يُرِيدُونَ أَ يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا
Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah di perintah untuk mengingkari terhadap thagut itu. [An-Nisa/4 : 60]
Kalau mereka berdalil dalam masalah ini dengan ayat di atas, maka hal itu jelas merapukan bukti akan kedunguan dan kesesatan mereka yang nyata.[24]
4. Mengkafirkan Ulama Islam
Dalam sebuah riwayat “Dari Harun bin Kharijah, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Abdillah: kami ingin mendatangi para penyeleweng itu[25], kami ingin mendengar hadits dari mereka untuk kami jadikan bantahan terhadap mereka. Lalu Abu Abdillah mengatakan: Janganlah kalian mendatangi dan mendengarkan mereka, karena mereka dan agama mereka telah di laknat oleh Allah.[26]” Inilah bukti falid bahwa orang Syi’ah telah mengkafirkan ulama-ulama kita.
Kalau keadaan Syi’ah dahulu sudah sebobrok ini, padahal mereka mengaku masih menaruh cintah kepada Ahlul Bait dan mengakui Ali sebagai khalifah, bagaimana halnya dengan sekarang, tidak ragu lagi tentu akan lebih jauh dan menyaimpang.
5. Mereka Mengkafirkan Seluruh Umat
Lebih dari itu, sesunggunya orang Syi’ah telah mengkafirkan umat ini secara keselurusn. Seperti yang terbongkar dalam kitab-kitab mereka. bahkan mereka menganggap orang muslim sebagai orang yang murtad dari Islam, hanya untuk membela kesesatan mereka sendiri, seperti pengikut Musailamah al-Kadzdzab, dan pengekor aliran zindiq, di antaranya Mukhtar bin Abu Ubaid, Nashir at- Tushy, tentara dajjal seperti Jabir al-Ja’fy, Zurarah bin A’yun serta pembunuh Umar bin Khattab yaitu Abu lu’lu’ al-Majusyi
Dalam suatu riyawat, tatkala meraka mendatangi sahabat Ali mereka berkata: “Semoga Allah melaknat orang yang menyelisihi engkau, mendustakan engkau, mendzalimi engkau, semoga Allah melaknat umat yang menentangmu, yang merendahkan engkau, segala puji bagi Allah yang menjadikan neraka sebagai tempat kembali mereka. Ya Allah laknatlah semua thaghut, Latta dan Uzza. Ya Allah laknatlah semua manusia, pengikut mereka, wali-wali mereka, penolong mereka dengan laknat yang besar.
Dari sini jelaslah, bahwa Syi’ah tidak meninggalkan seorangpun dari umat Muhammad ini kecuali mereka laknat dan meraka kafirkan seenaknya, tanpa sehelai rambutpun dari kebenaran yang mereka jadikan hujjah atasnya.
Sungguh, alangkah bodohnya orang Syi’ah, alangka sesatnya mereka, tatkala mentafsirkan ayat ini[27] hanya untuk kelompok mereka. Coba kalau mereka kita tanya, mana dalil-mu ?! Apa bukti- mu ?!, pasti mereka tidak akan bisa menjawab.
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: Dalam ayat ini terdapat celaan secara umum bagi orang yang menyimpang dari berhukum kepda selain al-Qur’an dan Sunnah”. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/678). Lalu atas dasar apa mereka lancang mengkafirkan para qadhi kaum muslimin, para sahabat, bahkan seluruh umat ini ?!! apa hujah mereka.?!!. Tidak ada.
Membuat Makar Jahat
Seabrek metode telah di luncurkan oleh Syi’ah, mulai dari yang tercanggih sampai yang paling tradaisional, dalam rangka meluluh lantakan Islam dan kaum muslimin. Kali ini mereka pasang doktrin iblis.yaitu teori Taqrib (pedekatan hubungan) antara kelompok syi’iy dengan sunny (tentu dengan maksud agar syi’ah dapat diterima di kalangan kaum Muslimin. Sesudah itu kaum Muslimin terperangkap dalam ajaran Syi’ah-red). Ini artinya mereka ingin mencampur adukan antara tauhid dengan syirik, bid’ah dengan sunnah, dan kebenaran dengan kebatilan. Sungguh ini merupakan suatu hal yang mustahil menurut akal apalagi dalil. Maka akan lebih pas jika metode ini kita beri nama doktrin syaitaniyah, karena memang sumbernya dari syetan.
Pertama kali yang memprakarsai gagasan ini bernama Syeikh Muhammad Abu Zahrah At-Tusy[28]. Teori yang sama juga di terapkan oleh sekelompok orang yang mengklaim dirinya sebagai ahlus sunnah. Sehingga secara umum syi’iy dan sunny telah menempuh metode pendekatan ini dengan dua macam cara yaitu pendekatan secara pribadi dan sacara berkompok:
1. Pendekatan pribadi dari kalangan yang mengaku Ahlus Sunnah diantaranya:
- Muhammad Abduh.[29]
- Dialah orang pertama yang mempropagandakan pemikiran ini, setelah banyak mengadopasi pemikiran-pemikiran sesat dari gurunya yaitu Jamaluddin Al-Irani (al-Afghany) yang berasal dari firqah Syi’ah Rafidhah. Muhammad Abduh dalam pemahamannya banyak menganut dan mengandalkan akal, sehinnga ia lebih di kenal sebagai tokoh aqlaniyun yaitu pendewa akal. Ia pernah belajar di universits Al-Azhar mesir. Ia menganut aliran filsafat[30]. Menurut dia Syi’ah adalah firqah paling perlu untuk di luruskan. Tetapi ucapan ini sebenarnya itu hanyalah slogan, karena hasil yang ia dapatkan dalam mendekatkan antara Syi’ah dengan ahlus sunnah tidak terbukti sampai sekarang.
- Mustafa As Siba’i.[31]
- Termasuk jajaran tokoh yang menyerukan metode ini, ia kerapkali bahu membahu dengan ulama Syi’ah dalam rangka untuk menyatukan keduanya, baik melalui muktamar atau yang lainnya. Bahkan salah satu metode yang dia pakai dalam rangka mendekatkan antara Syi’ah dengan Sunnah yaitu dengan cara menyebarkan fiqh Syi’ah dalam buku dan kajian dan ziarah ke ulama-ulama Syi’ah. Ini semua jelas menunjukan akan kelabilan aqidah dan manhaj beilau, khususnya dalam masalah al-wala’dan bara’, karena siapapun orang yang menyimpng dari manhaj yang haq, baik dalam masalah Aqidah, ibadah atau yang lain, maka kita wajib menolaknya.
- Musa Jarullah[32]
- Di antara usaha Musa Jarullah untuk mendekatkan kedua kelompok ini yaitu dengan pengiriman surat kepada ulama Syi’ah di Najf serta pengingkarannya terhadap peyimpangan Syi’ah dan lain-lain. Akan tetapi tak membuahkan hasil, malahan suratnya di balas dengan cercaan yang lebih dasyat terhadap dirinya. Akhirnya iapun mengatakan: “Sesungguynya saya hanya ingin mambela kemulian agama dan umat ini”. Kegagalan dakwah Musa Jarullah ini tidak lain kecuali karena ia memakai cara-cara bid’ah yang tidak di kenal oleh Islam. Ini pelajaran. Maka kita tidak boleh mencontohnya. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lain, akan tetapi semuanya tumbang terlihat hasilnya.Dan begitu pula yang lain-lain..
2. Pendekatan Jama’iyah (Kolektif)
- Jama’ah Ukhuwah Islamiyah.
- Jama’ah ini di dirikan pada tahun 1937M di mesir, di pimpin oleh seorang kebatinan yang mengaku beraliran Syi’ah Ismailiyah. Ia bernama Muhammad Hasan al-A’dzamy berasal dari India, ia menyembunyikan ke-syi’ahannya, dengan tujuan untuk menyatukan antara syi’iy dengan sunny, padahal sebanarnya ia ingin menyebarkan paham kebatinannya yang sesat. Ia pernah mengatakan: “Jawabanku kepada orang yang bertanya kepadaku ‘apa madzhab-mu’, maka aku jawab: saya muslim”. Ini adalah perkataan yang dimaksudkan untuk kebatilan dan untuk membenarkan kesesatan Syi’ah yang terlaknat itu.
- Darul Inshaf.
- Dirikan pada tahun 1366H oleh Hasyim Daftardar dan Muhammad Za’by. Di antara langkah kongkrit mereka adalah taqrib (mendekatkan) beberapa madzhab menjadi satu madzhab Islam, berpusat di Mesir. Dalam kitab “Islam bainas Syi’ah was Sunnah” meraka mengatakan: bahwa Rafidhah adalah orang yang membenci sahabat sedangkan Syi’ah adalah orang yang mencintai dan ridha kepada mereka. Penyimpangan kelompok ini adalah karena mereka membedakan antara Syi’ah dan Rafidhah, padahal hakekatanya adalah sama, seperti yang dinyatakan oleh para ulama Syi’ah (Lihat kitab, Tasyayyu’ Dzahirah Thabi’iyah hal :78)
- Darut Taqrib Bainal Madzahibil Islamiyah.
- Jama’ah ini di pelopori oleh ulama Rafidhah yang bernama Muhammad Taqiyul Qumy pada tahun 1364H di Kairo. Hampir sepertiga ulama Mesir waktu itu menyambut gerakan ini. Misi organisasi ini adalah ingin menyatukan seluruh madzab islam menjadi satu kelompok atau madzhab.
Dan masih banyak kelompok lainnya yang mengupayakan persatuan, namun tak satupun yang berhasil, karena Allah tidak meridhai cara-cara mereka. Sehingga semuanya berakhir dengan kegagala dan penderitaan.
Demikianlah beberapa strategi dan langkah kaum Syi’ah untuk menyesatkan kaum Muslimin dan untuk menjajakan agama mereka supaya di terima umat Islam. Pada gilirannya, setelah kaum Muslimin menerima dan membenarkan agama syi’ah, maka mereka akan di tarik masuk ke dalam agama syi’ah dengan rayuan-rayuan menariknya. Semoga kita tetap mewaspadai gerakan mereka. Apalagi kini dengan gencarnya, kaum Syi’ah dunia maupun kaum Syi’ah Indonesia menyatakan diri sebagai pecinta Ahli Bait, dengan membuat nama perkumpulan seperti IJABI. Padahal hakikatnya mereka pembenci Ahli Bait, namun diselubungi aqidah mereka, yaitu taqiyah.
Waspadalah. Wallahu Waliyyu at-Taufiq.
Penulis: Ustadz Ahmad Hamiddin as-Sidawi
______
Maraji’:
Mas’alatut-Taqrib Baina Ahlis Sunnah was Syi’ah (DR.Nashir bin Abdillah bin Ali al-Qifary).
Ushul Madzhabis Syi’ah (DR.Nashir bin Abdillah bin Ali al-Qifary.).
Kitab al-Imamah war Rad ‘ala Rafidhah Al-Hafidz Abu Nu’im al-Asbahany
_______
Footnote:
[1] Adapun perkataan tiap-tiap kelompok bahwa segala urusan kelompok umat harus ada imam yang di taati, maka ini adalah perkataan tanpa dalil, hanya omong kosong, serta mengharuskan sesuatu yang tidak harus. (Dakwah ilallah baina tajammuil hizby wa taawunis syar’iy hal:90)
[2] Seperti yang di katakan oleh al-Kulainy dalam kitabnya al-Kafi ( 1/67) dari Abi Ja’far. (Lihat Masalatut-Taqrib Bainas-Sunnah was Syi’ah oleh DR. Nashir Ibnu Abdillah bin Ali al -Qifary:1/321
[3] Yaitu Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitabnya, Syi’ah fil mizan, hal:48
[4] Ia adalah ulama Syi’ah, ia mengatakan hal itu dalam kitabnya Al-Kafi 2/371,372dan 218.(di nukil oleh Syeikh al-Qifari di kitab Mas’alatut Taqrib hal 331)
[5] Dinukil oleh Syeikh al-Qifary (di kitab yang sama hal:333), dari yang diriwayatkan oleh al-Kulainy dalam kitabnya al-Kafy 2/219 dari Abi Ja’far.
[6] Dinukil oleh Syeikh al-Qifary (dalam kitab yg sama hal : 340 dari kitab Al-mufid hal : 51)
[7] Al-Mufid (tokoh Syi’ah) dalam : Awa’il al-Maqalat hal 51. Di nukil Syeikhh Al-Qifari di kitab Mas’alatut Taqrib 1/341
[8] Sikap berlebih-lebihan yang dilarang dalang Islam (red)
[9] Dinukil Syeikhh Al-Qifari dalam yg sama hal ; 344 dari kitab Muqoddimah Fathul Bary hal: 459
[10] Al-Bada’ artinya keyakinan bahwa Allah terkadang tidak perkara yang belum terjadi kecuali setelah adanya gagasan baru.
[11] Al-Ghaibah termasuk salah satu keyakinan pokok dalam Syi’ah Imamiyah, yaitu bolehnya seorang imam menghilang untuk sementara waktu. Lihat Mas’alatut Taqrib, 1/349 dan seterusnya. Keyakinan itu sebenarnya lahir karena ketika al-Sasan al-Askar (yang diyakini sebagai imam kesebelas oleh Imamiyah-red) wafat, ternyata tidak memiliki keturunan. Maka bingunglah mereka. Lalu menciptakan aqidah baru yang disebut al-Ghaibah. (Mas’alatut Taqrib 1355).
[12] Di nukil Syeikhh Al-Qifari dalam kitabnya .Ushul Madzhabis Syi’ah Itsna Asyariryah 2/717 dari Majmu’ Fatawa Ibnu Taimyah 3/356
[13] Kami tidak tahu tambahan yang benar, tiga atau empat orang yang jelas jumlahnya adalah 7 orang. Di nukil seperti dalam Ushul Madzhabis Syi’ah Itsna Asyariryah 2/ 717.
[14] Dinukil Syeikh al-Qifari dalam kitabnya yang sama hal ; 719 dari kitab Rijalul Kusyi hal; 6. Al-Kafy 12/321,322
[15] Dinukil Syeikh al-Qifay dalam kitab yang sama hal; 730 dari Wasa’il asy-Syi’ah 5/389
[16] Nukilan Syeikh Al-Qifary dalam kitab yg sama hal ; 735 dari kitab Ushul Kafy 1/247
[17] Nukilan Syeikh Al-Qifari dalam kitab yamg sama hal;735dari kitab RIJAL AL-KUSYI hal; 35
[18] Diriwatkan oleh imam Bukhari dalam kitab Fadha’ilul ‘Amal no:3673
[19] Nukilan Syeikh Al-Qifari dalam kitabnya yang sama hal; 738 dari kitab syi’ah Al-Kafy hal 1/372-374, al-Kafy dengan syarahnya oleh al-Mazindarani 12/371. Juga kitab syi’ah lain Bihar al-Anwar 25/113
[20] Nukilan Syeikh al-Qifary dalam kitab yang sama hal; 738 dari kitab syi’ah Biharul Anwar 4/385
[21] Sumber yang lalu (sama)
[22] Mereka adalah orang-orang Nasrani
[23] Nukilan Syeikh al-Qifari dalam kitab yang sama hal; 739 dari kitab syi’ah Ushulul Kafy 2/409.
[24] Padahal yang benar, bahwa ayat inin adalah celan terhadap siapa saja yang menyimpang dari Al-quran dan sunnah. Dan berhukum kepada selain keduanya termasuk bathil. Kebatilan inilah yang di maksud dengan thaghut.(lihat tafsir Ibnu Katsir 1/678).
[25] Kebanyakan maksud mereka dengan lafadz ini adalah ahlus sunnah wal jama’ah
[26] Kebanyakan maksud mereka dengan lafadz ini adalah ahlus sunnah wal jama’ah
[27] Surat An-nisa’ ayat 60.
[28] Seorang ulama Syi’ah yang hidup pada tahun 470 H dan meniggal pada tahun 385H
[29] Seorang mufti mesir yang meninggal di Iskandaryah tahun 1323 H
[30] Lihat kitab Masalatut-taqrib baina ahlis-sunnah was Syi’ah oleh Seikh al- Qifary hal; 192
[31] Dia adalah guru besar fakultas hukum di Universitas Damaskus yang lahir pada tahun 1915 M dan meniaggal th 1964 M
[32] Dilahirkan tahun 1294 dam meninggal tahun 1373 H di Damaskus
Sumber: https://almanhaj.or.id/
SEPAK TERJANG SYI’AH DI INDONESIA
Perjalanan kaum Syi’ah di negeri ini semakin jelas khususnya dimulai ketika terjadi revolusi Iran yang mengantarkan ajaran atau (tepatnya disebut) dîn (agama) Syi’ah untuk menguasai Iran sebagai agama penguasa setelah pemerintahan Reza Fahlevi runtuh.Setelah terjadi revolusi di Iran di penghujung tahun 1979, mereka mulai menyebarkan ajaran mereka ke seluruh negeri Islam dengan mengatasnamakan dakwah Islam. Terutama ke negeri Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah kaum Muslimin. Ada tiga faktor yang menyebabkan Syi’ah mudah masuk ke Indonesia. Yaitu:
- Kaum Muslimin terbelakang dalam pemahaman terhadap aqidah Islam yang shahîhah (benar) yang berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah.
- Mayoritas kaum Muslimin pada saat itu sangat jauh dari manhaj Salafus Shâlih. Mereka hanya sekedar mengenal nama yang agung ini, namun dari sisi pemahaman pengamalan dan dakwah jauh sekali dari pemahaman dan praktek Salaful ummah (generasi terbaik umat Islam). Memang ada sebagian kaum Muslimin yang menyeru kepada al-Qur’ân dan Sunnah, tetapi menurut pemahaman masing-masing tanpa ada satu metode yang akan mengarahkan dan membawa mereka kepada pemahaman yang shahîh (benar).
- Kebanyakan kaum Muslimin termasuk tokoh-tokoh mereka di negeri ini kurang paham atau tidak paham sama sekali tentang ajaran Syi’ah yang sangat berbahaya terhadap Islam dan kaum Muslimin, bahkan bagi seluruh umat manusia. Pemahaman mereka terhadap ajaran Syi’ah sebatas Syi’ah sebagai madzhab fiqh, sebagaimana madzhab-madzhab yang ada dalam Islam yang merupakan hasil ijtihad para ulama seperti Imam Syafi’i, Abu Hanîfah, Mâlik, dan Ahmad dan lain-lain. Mereka mengira perbedaan antara Syi’ah dengan madzhab yang lain hanya pada masalah khilâfiyah furû’iyyah (perbedaan kecil). Oleh karena itu, sering kita dengar, para tokoh Islam di negeri kita ini mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kita dengan Syi’ah kecuali sekedar perbedaan furu’iyyah.
Dengan tiga sebab ini, Syi’ah bisa masuk ke negeri ini dan mempengaruhi sebagian kaum muslimin. Mereka menamakan perjuangan mereka perjuangan Islam untuk menegakan Daulah Islamiyah[1]. Padahal pada hakekatnya untuk menegakan daulah râfidhah. Mereka hendak meyebarkan dan mendakwahkan ajaran mereka. Karena dalam pandangan mereka, tidak ada hukum Islam kecuali yang diambil dari ajaran ini dan ditegakan oleh mereka. Khomaini, pemimpin mereka telah menulis beberapa kitab. Tiga diantara kitab-kitab ini menjelaskan dengan gamblang kepada kita tentang jati diri penulis dan para pengikutnya. Tiga kitab itu adalah ; Pertama, kitab Hukumâtul Islamiyah; Kedua, kitab Tahrîrul Wasîlah; Ketiga, kitab Jihâdun Nafs atau dengan judul Jihâdul Akbar. Dalam tiga kitab ini, khususnya dalam kitab Hukumâtul Islamiyah, Khomaini secara tegas tanpa taqiyyah menyatakan beberapa hal penting sebagai dasar pada agama mereka. Diantaranya dua point yang sangat mendasar yaitu:
- Tidak ada hukum kecuali hukum Syi’ah. Jadi yang dimaksudkan dengan Hukumatul Islamiyah adalah hukum Rafidhah
- Tidak ada negeri Islam kecuali yang di tegakan oleh mereka.
Karena itu mereka menyeru agar kaum Muslimin mengikuti mereka. Berbagai upaya dilakukan, misalnya mengirimkan dai-dai ke seluruh negeri-negeri Islam atau dengan istilah pertukaran pelajar, atau cendikiawan, mempertemukan tokoh-tokoh mereka dengan tokoh-tokoh kaum Muslimin untuk mempersatukan Islam. Sebuah tanda tanya besar ! Padahal yang diinginkan adalah agar kaum Muslimin mengikuti mereka.
Dalam kitab Hukumâtul Islamiyah juga, Khomaini dengan tegas mengatakan bahwa derajat imam-imam mereka lebih tinggi dari derajat para nabi dan rasul bahkan para malaikat. Dalam kitab itu juga, Khomaini tidak mengenal Daulah Islamiyah kecuali yang ditegakkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, adapun tiga khalifah sebelum Ali Radhiyallahu ‘anhu yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak dianggap sebagai kaum muslimin. Bahkan dalam kitab Jihâdul Akbar, Khomaini dengan tegas melaknat sahabat agung, penulis wahyu, ipar Rasulullah dan pamannya kaum Muslimin yaitu Mu’âwiyah bin Abi Sufyân. Khomaini mengatakan bahwa Mu’âwiyah terlaknat di dunia dan di akhirat dengan mendapat adzab di akhirat. Seolaholah dengan perkataannya ini, dia mengetahui perkara yang ghaib. Apakah Allah Azza wa Jalla telah mengikat perjanjian dengan dia ? Apakah Allah telah memberikan berita ghaib kepadanya ? sehingga dengan tegas dia berani mengucapkan perkataan ini.
Ini menunjukan betapa kuat kebencian dan dendamnya yang membara kepada para pembesar kaum Muslimin yaitu para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Oleh karena itu, ketika mengetahui perkataan-perkataan Khomaini dalam ketiga kitabnya tersebut, sebagian tokoh kaum muslimin berbalik dan menyadari bahwa apa yang disuarakan “Persatuan dan Kesatuan Umat Islam”, “Tidak ada perbedaan antara mereka kecuali masalah furu’ saja”, semuanya adalah kebohongan.
Ajaran Syi’ah Masuk Indonesia
Diawal tahun 1980, ajaran Syi’ah mulai masuk ke Indonesia, walaupun (sebatas yang saya ketahui) ketika itu, pemerintah awalnya menolak kedatangan tokoh tokoh Syi’ah ke indonesia untuk memperkenalkan ajaran mereka. Tetapi ada beberapa tokoh di Indonesia ini yang sangat berjasa bagi kelompok Rafidhah ini, diantaranya dua orang tokoh yang sangat berjasa. Keduanya berhasil meyakinkan pemerintah bahwa yang datang ini bukanlah murid-murid Khomaini tetapi lawan-lawannya serta mereka tidak membawa ajaran Khomaini. Pemerintah yang memang tidak paham ajaran Syi’ah[2], akhirnya memberikan ijin. Sejak itu, masuklah ajaran Syi’ah ke negeri kita ini. Secara pribadi, ketika itu, saya (penulis) telah mengingatkan kepada sebagian ustadz dan kaum Muslimin bahwa kalau kita tidak menjalaskan masalah Syi’ah ini kepada ummat, maka ajaran akan berkembang dan masuk ke berbagai lapisan masyarakat. Namun, sangat disesalkan, mereka tidak mengindahkannya dan tetap menganggap perbedaan antara kita dengan Syi’ah hanya dalam masalah furu’iyyah. Padahal perbedaan kita dengan Syi’ah Raafidhah adalah perbedaan ushûl (pokok-pokok agama) dan furu’ yang keduanya tidak mungkin disatukan kecuali kalau salah satunya meniggalkan ajaran agamanya. Di antara perbedaan ushûl (pokok) yang sangat mendasar sekali yang kalau diyakini oleh seseorang maka akan menyebabkan seorang itu murtad yaitu:
- Keyakinan mereka bahwa al-Quran yang ada ditangan kaum muslimin saat ini, yang dibaca, yang dihafal dan diyakini sebagai kitabullah yang diwahyukan kepada hambaNya dan RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui perantara Malaikat jibril Alaihissallam, telah tidak asli lagi. Menurut Syi’ah, al-Qur’ân telah dirubah, atau dikurangi oleh para sahabat yang dipimpin oleh tiga sahabat mulia yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsmân dan para sahabat lainnya. Keyakinan ini bisa menghancurkan seluruh isi al-Qur’ân, karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran,dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [al Hijr/15:9]
Sedangkan ajaran Râfidhah yang terus-menerus mereka katakan sampai saat ini, baik dengan lisan maupun tulisan bahwa al-Qur’ân yang asli adalah al-Qur’ân yang tiga kali lebih besar dibandingkan al-Qur’ân kita dan sangat berbeda dengan dengan al-Qur’ân. Al-Qur’an yang asli ini nanti akan dibawa oleh imam Mahdi menurut versi mereka dan dinamakan Mushaf Fathimah. Ini keyakinan mereka, walaupun sebagian mereka mengingkarinya tetapi pengingkaran itu hanya omong kosong karena ini merupakan taqiyah mereka.
Kalau keyakinan ini diyakini oleh kaum muslimin maka tidak diragukan lagi bahwa dia telah murtad, keluar dari agama Islam.
- Pengkafiran mutlak terhadap seluruh sahabat, seperti Abu Bakar as-shiddîq, Umar al-Fârûq, Utsmân Dzunnûrain dan seluruh sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali beberapa sahabat yang jumlahnya sangat sedikit sedangkan selain yang sedikit ini semuanya kufur. Meyakini ini berarti membantah isi al-Qur’ân yang menyatakan keimanan dan kebesaran para sahabat serta keridhaan Allah Azza wa Jalla terhadap mereka. Kalau seorang muslim dan muslimah meyakini keyakinan ini berarti mereka telah murtad, keluar dari Islam.
Dua keyakinan Râfidhah ini tidak mungkin disatukan dengan keyakinan yang ada dalam Islam. Artinya, tidak mungkin seorang muslim dan seorang Râfidhi (Penganut agama Syi’ah) bersatu karena keyakinannya sangat berbeda. Ini berdasarkan dalil naqliyah dan aqliyah yang shahih yang memiliki ketegasan. Oleh karena itu para ulama zaman dahulu menyatakan bahwa orang yang paling bodoh terhadap dalil dalil naqliyah dan aqliyah serta paling sesat jalannya diantara orangorang mengaku Islam adalah Syi’ah atau Rafidhah ini. Karena dengan tegas, mereka membenarkan apa yang di dustakan dengan dalil-dalil naqliyah sam’iyah (dalil-dalil dari al-Qur’an dan sunnah) juga yang didustakan oleh akal. Sebaliknya, mereka mendustakan apa yang jelas dan terang telah datang dari dalil-dalil naqliyah sam’iyah dan berdasarkan akal yang shahih. (Minhâjus Sunnah, 1/8)
- Perbedaan ushûl lainnya adalah penyembahan terhadap manusia. Diantara orang orang yang menisbatkan diri kepada Islam, yang pertama kali membangun kubur-kubur dan kubah kubah adalah kaum Râfidhah. Mereka mengadakan peribadatan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Padahal ini sangat diharamkan dalam Islam dan merupakan syirik besar. Mewakili pengikutnya, Khomaini dalam bukunyanya Hukûmâtul Islâmiyah, halaman 52 mengatakan: “Sesungguhnya sesuatu yang pasti dari madzhab kami bahwa imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh seorangpun, baik seorang rasul yang diutus maupun oleh malaikat yang dekat.” Ini pernyataan tegas Khomaini. Ini menunjukkan sikap ghuluw mereka terhadap para imam mereka, yang mereka klaim memiliki derajat yang lebih tinggi dari para nabi dan rasul.
Dalam kitab yang sama, Khomaini manyatakan bahwa imam mereka tidak pernah lupa dan lalai. Ini adalah sifat Allah Azza wa Jalla karena hanya Allah lah yang tidak pernah lupa dan lalai. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
Dan Rabbmu tidaklah lupa. [Maryam/19:64]
Ini merupakan salah satu bentuk penyembahan terhadap makhluk. Sikap ini tidak mungkin bisa disatukan dengan seorang muslim yang beraqidah shahih, yang bermanhaj dengan manhaj salaful ummah, yang hanya ruku’ dan sujud kepada Allah, yang meminta pertolongan hanya kepadaAllah. Oleh karena itu mereka membangun kuburan dan merekalah yang pertama kali memasukan penyembahan terhadap kubur kedalam islam, membangunnya serta mendirikan kubah-kubah.
Itulah beberapa ushûl diantaranya banyak ushûl lainnya yang membedakan Râfidhah dengan Islam sehingga tidak mungkin disatukan kecuali salah satunya meninggalkan agamanya.
Masalah ini sering tidak diketahui oleh tokoh-tokoh kaum muslimin khususnya di negeri kita ini. Karena Syi’ah selalu menyembunyikan keyakinan-keyakinan mereka kepada orang-orang yang belum menjadi pengikut setia mereka.
Perkembangan Syi’ah di Indonesia
Kurang lebih 30 tahun sudah berlalu sejak mulai menancapkan kukunya di Indonesia, kini kaum Râfidhah terutama di negeri kita ini telah berani memperlihatkan sebagian ajaran mereka secara terang-terangan. Ini mereka lakukan secara bertahap. Cara-cara mereka dalam memberikan pengajaran sangat halus dan awalnya tidak diketahui. Saya sebutkan diantaranya:
- Mereka mengatasnamakan diri ahlul bait (keluarga) Nabi. Padahal pada hakekatnya, mereka telah berbohong atas nama ahlul bait[3]. Kita tahu bahwa kaum muslimin, terutama di indonesia sangat mencintai ahlul bait tetapi kecintaan yang tidak berdasarkan ilmu tentang siapa ahlul bait? Apa manhaj mereka? Kecintaan seperti ini bisa menyeret seseorang kepada kultus dan al-ghuluw. Inilah yang diinginkan Syi’ah. Oleh karena itu, orang yang menyerang Syi’ah selalu dituduh benci kepada ahlul bait. Dan para pendahulupendahulu mereka seperti kaum Qarâmithah, Isma’iliyah, Bathiniyah telah membuat beberapa ajaran yang disusupkan ke tengah-tengah kaum muslimin untuk mendukung madzhab mereka. Diantaranya adalah perayaaan maulid nabi. Merekalah yang membuat acara ini pertama kali, bukan sulthan Shalahuddin al-Ayyubi. Menisbatkan perayaan mauled kepada Shalahuddin adalah penyimpangan, penipuan dalam sejarah[4].
Cinta ahlul bait adalah merupakan keyakinan Islam. Kita mencintai keluarga Nabi sesuai dengan syariat Allah dan Rasulnya, tidak ditambah dan tidak di kurangi, tidak mengadakan penyembahan terhadap ahlul bait. Kita meyakini bahwa tidak ada yang ma’shûm (bebas dari dosa dan kesalahan) kecuali Nabi yang mulia. Jadi kecintaan kita tetap dalam batasan-batasan Islam bukan sebagaimana yang dikatakan oleh Syi’ah.
- Dalam memberikan pengajaran, mereka menggunakan ayat-ayat al-Qur’ân, tafsir-tafsir al-Qur’ân tidak melalui hadits atau sunnah. Karena mereka jauh sekali dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mereka menolak hadits. Bagaimana mungkin mereka bisa menerima hadits Bukhâri, Muslim dan lain-lain sementara para sahabat yang meriwayatkan haditshadits ini dianggap kafir?! Mereka juga menvonis kufur kepada ahlus sunnah termasuk Bukhâri, Muslim dan ulama ahli hadits lainnya. Oleh karena itu, mereka selalu memulainya dengan tafsir dengan meruju’ ke kitab-kitab tafsir Syi’ah[5]. Melalui kajian tafsir-tafsir al-Qur’ân yang awalnya biasa tapi lama-kelamaan menjadi aneh, karena seluruh ayat al-Qur’ân mereka tafsirkan dengan penafsiran mereka. Mereka selalu membuka kajian tafsir al-Qur’ân, tidak ada yang membuka kajian shahih Bukhâri kecuali untuk di hina, di kritik dan selanjutnya di tolak. Mereka mulai mentafsirkan, ini untuk Ali Radhiyallahu ‘anhu dan siksaan ini untuk Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan lain sebagainya. Walaupun pada awalnya, mereka belum menyebut nama Abu Bakar,Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhuma karena ketiga shahabat ini memiliki kedudukan tinggi di hati kaum muslimin termasuk Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Syi’ah menempu cara-cara kaum zindiq yaitu meninggikan sebagian dan merendahkan sebagian dalam waktu yang bersamaan agar mereka dapat menghancurkan secara keseluruhan. Mereka meninggikan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu setinggi-tinggi sampai disamakan dengan Rabbul a’lamin sementara mereka merendahkan Abu Bakar, Umar, Utsman Radhiyallahu ‘anhum dan hampir seluruh para sahabat Rasulullah dengan serendah-rendahnya.
- Mengkritik sebagian sahabat. Mereka mulai dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu kemudian yang lainnya sampai hampir seluruh para sahabat. Untuk mencapai tujuan ini di negeri kita, mereka memerlukan waktu bertahun-tahun. Sehingga saat ini, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar al-Fârûq, Utsmân Dzunûrain, mereka hinakan dan kafirkan terangterangan. Bahkan tersebar selebaran yang mengkafirkan sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan para sahabat lainnya. Mereka memasukan berbagai macam syubhat kepada kaum muslimin lalu mulai mengklasifikasikan para sahabat menjadi yang betulbetul sahabat Nabi dan yang munafiq. Selanjutnya dibawakan sebagian ayat-ayat al-Qur’ân sehingga sebagian kaum muslimin yang mengikuti majlis mereka terpengaruh dan tidak memperdulikan serta tidak lagi memakai ijmâ’ para ulama mengenai para shahabat. Yaitu semua para sahabat adalah adil.
- Mengkritik hadits-hadits. Awalnya, mereka mengkritik satu atau dua buah hadits dalam Shahîh Bukhâri yang dinyatakan tidak sah, mustahil atau dusta. Semua justifikasi ini berdasarkan akal dan ra’yu mereka yang jahil. Dan itulah salah satu sifat mereka,mengkritik, membantah, dan menolak tanpa hujjah. Oleh karena itu ahlus sunnah menyatakan bahwa bantahan dan penolakan semata bukanlah ilmu. Ilmu adalah memberikan jawaban ilmiyah, membantah ilmiyah dengan menegakkan hujjah yang selanjutnya menyeselasaikan permasalahan. Ini yang disebut ilmu. Adapun semata-mata menolak, mungkin anak-anak yang telah tamyiz mampu melakukannya.
Inipun mereka lakukan secara bertahap serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Mereka mengkritik dan menolak hadits-hadits di Bukhâri dan Muslim. Tapi anehnya, apabila ada hadits yang menguatkan madzhab mereka, mereka memakainya padahal mereka telah mengkafirkan Imam Bukhâri dan Muslim !?
- Memberikan kesan bahwa bahwa Syi’ah merupakan madzhab yang kelima dalam Islam dan perbedaan mereka adalah perbedaan furu’iyah, ijtihadiyah, ilmiyah secara global tanpa ta’shîl (penegakan terhadap hujjah) dan tafshîl (terperinci) sehingga ini juga mempengaruhi kaum Muslimin.
- Mendakwahkan ajaran yang sangat menarik bagi orang-orang memiliki penyakit hati yaitu nikah mut’ah. Nikah mut’ah (kontrak) tanpa wali tanpa saksi kecuali dengan mahar pemberian dan ada ikatan perjanjian antara kedua pihak laki dan wanita. Biasanya dilakukan selepas majlis mereka. Mereka mengikat perjanjian kontrak satu hari, dua hari dan sterusnya dan boleh untuk satu kali berhubungan saja. Kalau begitu apa bedanya dengan zina. Bahkan Khomaini di sebagian fatwanya membolehkan bermut’ah dengan pelacur !!!
- Berusaha menjauhkan kaum Muslimin dan memberikan kesan buruk terhadap sebuah ajaran yang mereka benci yaitu Wahabi. Kalimat ini sering diulang-ulang, tanpa ada penjelasan terperinci, siapa dan apa ajaran Wahabi itu. Sehingga setiap ajaran dakwah atau yang berlawanan dengan Syi’ah dijauhi oleh kaum Muslimin. Padahal sebenarnya, lafadz ini disematkan oleh musuh-musuh Islam kepada ajaran dakwah al-Imam Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahab. Lalu mereka memanfaatkannya untuk menjauhkan kaum Muslimin dari dakwah yang haq ini.
Kepada Siapa Mereka Masuk?
Sepanjang penelitian saya selama kurang lebih tiga puluh tahun tentang mereka secara berjahuan maupun berdekatan, saya melihat bahwa mereka memasuki semua lapisan masyarakat dengan cara-cara yang berbeda. Berikut perinciannya:
- Tingkatan Pertama: Mereka mempegaruhi masyarakat awam dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang-orang awam. Dikalangan orang-orang awam ini, mereka tidak akan mampu mengkafirkan seluruh para sahabat karena orang-orang awam walaupun mereka beragama dengan cara taqlid buta, mereka sangat mencintai para sahabat. Kalau mereka langsung mengkafirkan atau mengkritik Abu Bakar, Umar, Utsmân dan para sahabat yang lainnya ditengah masyarakat awam, tentu mereka akan ditinggalkan. Untuk mendekati masyarakat awam dengan cara kultus terhadap manusia atas nama ahlul bait. Bahkan mereka membuat berbagai bait-bait syair yang mengantarkan kepada pengkultusan terhadap Nabi. Mereka meninggikan Nabi lebih tinggi dari yang telah tetapkan oleh Allah Azza wa Jalla, dengan cara tawassul ataupun istighatsah, yang berujung pada syirik besar. Dimulai dengan pendekatan dengan mengatasnamakan ahlul bait kemudian pemujaan terhadap manusia dengan membangun kubur-kubur serta meminta kepada penghuni kubur-kubur serta penyebaran berbagai macam bid’ah lainnya yang berasal dari Syi’ah ini lapisan bawah.
- Tingkatan Kedua: Mendakwahi para pelajar khususnya mahasiswa. Untuk lapisan ini, mereka masuk lewat penyebaran nikah mut’ah karena para pemuda ini memang sangat aktif mencari hal-hal baru untuk kemudian dicoba. Setelah memberikan kenikmatan syaithaniyah, mereka mulai mendekati para pemuda ini dengan memberikan image (gambaran) bahwa ajaran Syi’ah itu benar dan lain sebagainya. Oleh karena itu tokoh-tokoh mereka mengajar diberbagai perguruan tinggi untuk menjerat para mahasiswa yang mayoritasnya kosong dari ajaran Islam, aqidah shahihah serta tidak gemar duduk di majlis-majlis ahli ilmu. Para mahasiswa ini terus didekati sampai akhirnya menjadi Rafidhah tulen dan diharapkan menjadi kaum intlektual yang memegang pemerintahan di negeri ini. Ini harapan mereka, Semoga Allah Azza wa Jalla menghancurkan rencana buruk mereka.
- Tingkatan Ketiga: Memasuki media masa, yang cetak maupun elektronik. Melalui media-media ini, mereka menampilkan tentang Rafidhah sedikit demi sedikit, dengan dalih sebagai khazanah islamiyah. Stasiun televisi tidak luput dari mereka. Namun tentunya, mereka tidak terang-terangan membawakan ajaran mereka. Kecuali salah satu dari tokoh mereka yang pernah saya dengar langsung dengan telinga saya dan saya lihat dengan kedua mata saya bahwa dia mengatakan bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma adalah seorang penakut (Allahu Akbar). Orang yang hina ini telah merendahkan seorang sahabat mulia, alim lagi ‘âbid yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
نِعْمَ الرَّ جُلُ عَبْدُ اللَّهِ لَوْ كَا نَ يُصَلِّي بِا للَّيْلِِ
Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar kalau sekiranya dia shalat malam. [HR Bukhari, no. 3738, 3739, 3740 dan 3741]
Sejak itu, Abdullah bin Umar tidak pernah meninggalkan shalat malam.
- Tingkatan Keempat: Mereka memberikan pengajaran kepada kaum intelektual khususnya kepada pendukung mereka yang saya istilahkan alumni dari oreintalis. Mereka ini dididik, di jadikan anak angkat dan disusui oleh orang-orang Yahudi di negeri-negeri Barat yang notebenenya sangat membenci Islam. Mereka mendapat dukungan kuat sehingga paling tidak kaum intelektual ini bersikap netral atau toleran tidak mempermasalahkan antara Sunni dengan Syi’ah. Ini langkah pertama, langkah kedua dan selanjutnya, mereka mulai membuat program-program yang bisa menjebak tokoh-tokoh ini kedalam Râfidhah tulen.
- Tingkatan Kelima: Mendekati para pejabat negeri yang memegang tampuk pemerintahan untuk diberikan pelajaran-pelajaran tentang Syi’ah. Paling tidak, mereka merasa untung dan menang kalau pejabat ini mengetahui ajaran Râfidhah, apalagi mendukungnya.
- Tingkatan Keenam: Masuk ke partai politik dengan menjadi tim-tim sukses partai-partai politik.
- Tingkatan Ketujuh: Membuat pengajian-pengajian untuk ibu-ibu karena peran wanita sangat penting sekali dan sangat besar sekali. Oleh karena itu mereka membutuhkan ibu-ibu untuk mendukung ajaran mereka. Berdasarkan kenyataan ini, saya sering mengingatkan bapak-bapak agar hati-hati dan memperhatikan pengajian istrinya, jangan sampai istri-istri mereka terjebak dalam ajaran Syi’ah.
Barang kali ini yang bisa kita bahas sekilas tentang perkembangan dan gerakan Syi’ah di Indonesia. Mereka membuat tipu daya, semoga Allah menghancurkan tipu daya mereka. Dan, Alhamdulillah saat ini perkembangan dakwah sunnah sangat mengkhawatirkan mereka.
Penulis: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
_______
Footnote:
[1] Ini merupakan taqiyah mereka karena taqiyah adalah bagian dari agama mereka. Mereka mengatakan bahwa “Taqiyah (bohong) adalah agama kami.” Para pembaca dapat meruju’ ke muqodimah yang sangat berharga oleh al-imam as-salafi Muhibbudien al-Khatib dalam muqodimahnya terhadap kitab Adz Dzahabi yang meringkas kitab gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah “Minhâjus Sunnah” dengan judul al-Muntaqa’
[2] Jangankan pemerintah bahkan sebagian besar tokoh agama pun tidak paham
[3] Untuk lebih mengetahui masalah ini, para pembaca bisa meruju’ ke kitab Prof. Ihsan Ilahi Dzhahir yang berjudul “Syiah dan Ahlul Bait”. Sebuah kitab yang sangat menarik karya seorang alim yang mengetahui tentang ajaran Syi’ah
[4] Para pembaca yang terhormat dapat merujuk kepada buku ustadz Ibnu Saini yang telah menulis dan menyingkap masalah sebenarnya dalam bab ini.
[5] Dan faktanya, kaum Muslimin memang sangat awam sekali terhadap kitab-kitab tafsir. Oleh karena, seyogyalah kaum Muslimin, para tokohnya, asatidzah, dan pelajar meninggikan kitab-kitab tafsir ahlu sunnah yang berjalan diatas manhaj salafus shalih seperti tafsir al-Imam ath-Thabari, tafsir al-Haafidz Ibnu Katsir atau kitab tafsir sebelumnya yaitu tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Referensi: https://almanhaj.or.id/