Type Here to Get Search Results !

 


MENGENAL AQIDAH KHAWARIJ


KHAWARIJ ADALAH KELOMPOK SESAT, MUNCUL DARI WAKTU KE WAKTU, DAN AKAN TERUS MUNCUL HINGGA MUNCULNYA DAJAL

Pertanyaan:

Berdasarkan panduan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Akan tumbuh remaja yang membaca Al-Quran tapi tak sampai melewati kerongkongan mereka, setiap kali keluar tanduknya, dia akan terpotong.” Lengkapnya, Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata, “Setiap kali keluar tanduknya, dia akan dipotong” lebih dari duapuluh kali (beliau katakan demikian), hingga keluar Dajal di daerah mereka.” Apakah mungkin dijelaskan kepada kami, siapakah khawarij yang dimaksudkan dalam hadits tersebut pada masa kita sekarang?

Jawaban:

Alhamdulillah.

Ibnu Majah (174) meriwayatkan dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ . قَالَ ابْنُ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ  ، أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً ،  حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ (وصححه البوصيري في “الزوائد” (1/ 26) ، وحسنه الألباني في “صحيح ابن ماجة)

“Akan tumbuh remaja yang membaca Al-Quran tapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, setiap kali keluar tanduknya (kelompok mereka), maka akan dipotong (ditumpas.” Ibnu Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Setiap kali keluar tanduk, akan dipotong.” diucapkan sebanyak duapuluh kali, sehingga dajal keluar dari barisan mereka.” [Dishahihkan oleh Bushiri dalam Az-Zawaid, 1/26, dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah]

Imam Ahmad meriwayatkan (5562) dari sisi lain dari Ibnu Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي قَوْمٌ يُسِيئُونَ الْأَعْمَالَ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ ، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ عَمَلَهُ مِنْ عَمَلِهِمْ، يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ، فَإِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، فَطُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ، وَطُوبَى لِمَنْ قَتَلُوهُ، كُلَّمَا طَلَعَ مِنْهُمْ قَرْنٌ قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ، فَرَدَّدَ ذَلِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ مَرَّةً ، أَوْ أَكْثَرَ ، وَأَنَا أَسْمَعُ

“Akan keluar satu kaum yang buruk amalnya, mereka membaca Al-Quran akan tetapi bacaan mereka tak sampai melewati kerongkongan mereka. Kalian akan mencela amal kalian jika dibanding amal mereka. Mereka membunuh orang Islam. Jika mereka keluar, bunuhlah mereka, kemuian jika mereka keluar (lagi) bunuhlah mereka, kemudian jika mereka keluar (lagi) bunuhlah merka. Beruntunglah orang yang membunuh mereka. Setiap kali keluar tanduk (kelompok) dari mereka, Allah Taala akan memotongnya.” Maka hal tersebut diulang-ulang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sekali atau lebih dan saya mendengarnya.”

As-Sindy rahimahullah berkata, “(ينشأ نشء) dalam kamus (الناشئ) adalah anak laki-laki atau perempuan yang teleh melewati masa kanak-kanak.

(كلما خرج قرن) Muncul kelompok mereka

(قطع) berhak dipotong. Mereka sering dibasmi, seperti kaum Haruriyah (khawarij) yang dibasmi Ali.

(في عراضهم) di antara barisan mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan (6952) dan Hakim (8558) dari Abdullah bin Amr, dia berkata,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا قُطِعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ ، حَتَّى يَخْرُجَ فِي بَقِيَّتِهِمُ الدَّجَّالُ (وصححه الشيخ أحمد شاكر)

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan muncul satu kaum dari arah timur, mereka membaca Al-Quran namun bacaaannya tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Setiap kali tanduknya dipotong, tumbuh lagi tanduknya, hingga di akhir sisa mereka muncullah Dajal.” [Dinyatakan shahih oleh Ahmad Syakir]

Syaikkhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa mereka (kaum Khawarij) akan terus bermunculan hingga datang masa keluarya Dajal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa kaum khawarij bukan hanya gerombolan tersebut (yaitu yang membunuh Ali Radhiyallahu anhu).” [Majmu Fatawa, 28/495-496]

Hadits ini memberikan pelajaran bahwa kaum Khawarij merupakan salah satu kelompok di tengah umat ini, dan bahwa keberadaannya akan selalu berlanjut hingga akhir zaman, akan tetapi kemunculan berselang dari waktu ke waktu. Setiap kali muncul kelompok dari mereka, maka akan dipotong dan berakhir perkaranya, lalu muncul lagi kelompok yang lain, begitulah seterusnya hingga akhirnya keluarlah Dajal di akhir mereka.

Banyak riwayat dan atsar dari kalangan salaf yang berbicara tentang khawarij serta ciri-ciri mereka. Kesimpulannya mereka adalah orang-orang yang berusia muda,  otaknya cetek, membaca Al-Quran tapi tak sampai melewati kerongkongan mereka, maksudnya adalah tidak memahaminya hingga sampai ke hati mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya dan tidak kembali lagi, mereka membunuh orang beriman dan membiarkan penyembah berhala, menuduh para pemimpin mereka dan memvonis mereka dengan kesesatan. Mereka menyeru kepada Kitabullah, namun mereka tidak sedikitpun merupakan Ahli Al-Quran. Mereka tidak menganggap para ulama dan tokoh terhormat. Mereka mengira bahwa mereka lebih mengetahui terhadap Allah, RasulNya dan kitabNya dibanding orang-orang mulia tersebut. Mereka sangat keras beribadah dan sangat bersungguh-sungguh, akan tetapi dengan kejahilan dan minimnya fiqih. Mereka mengkafirkan siapa saja yang melakukan dosa besar dari kaum muslimin. Demikianlah ciri-ciri mereka sebagaimana disebutkan beberapa hadits dan disebutkan para ulama.

Namun tidak boleh seseorang menuduh orang lain sebagai khawarij semata karena dia berbeda pendapat dengannya atau semata karena dia memandang bahwa orang tersebut cenderung punya sifat keras. Tidak semua yang dianggap keras lantas disebut khawarij.

Wallahu a’lam.


Munculnya Kaum Khawarij

Di antara fitnah-fitnah yang terjadi adalah munculnya kaum Khawarij (kaum yang memberontak) kepada ‘Ali Radhiyallahu anhu. Awal kemunculannya adalah setelah berakhirnya perang Shiffin dan kesepakatan antara penduduk Irak dan Syam untuk mengangkat juru damai antara kedua kelompok. Di tengah perjalanan kembalinya ‘Ali Radhiyallahu anhu ke Kufah, kaum Khawarij memisahkan diri darinya –padahal sebelumnya mereka bersama pasukannya– dan mereka singgah pada suatu tempat yang bernama Harura’,[1] jumlah mereka mencapai 8000 orang, ada juga yang mengatakan 16000 orang, kemudian ‘Ali mengutus Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma kepada mereka. Maka Ibnu ‘Abbas berdialog dengan mereka, sehingga sebagian mereka kembali dan bergabung dengan golongan yang mentaati ‘Ali.

Golongan Khawarij menyebarkan isu bahwa ‘Ali telah taubat dari keputusan hukum. Karena itulah sebagian dari mereka kembali dari mentaatinya (membelot), kemudian ‘Ali berkhutbah di hadapan mereka di masjid Kufah, lalu orang-orang yang ada di sisi masjid berteriak dengan berkata, “Tidak ada hukum selain hukum Allah,” dan mereka berkata, “Engkau telah menyekutukan Allah, menjadikan orang-orang sebagai landasan hukum dan tidak menjadikan Kitabullah sebagai landasan hukum.”

Selanjutnya ‘Ali Radhiyallahu anhu berkata kepada mereka, “Kalian memiliki tiga hak atas kami : kami tidak melarang kalian untuk masuk ke dalam masjid-masjid, tidak juga menahan kalian untuk mendapatkan rizki berupa rampasan perang (fai’), dan kami tidak akan memulai untuk memerangi kalian selama kalian tidak melakukan kerusakan.”

Kemudian mereka berkumpul dan membunuh orang yang melewati mereka dari kalangan kaum muslimin. ‘Abdullah bin Khabbab al-Urth³ melewati mereka bersama isterinya. Mereka membunuhnya dan mereka membelah perut isterinya kemudian mengeluarkan anaknya. Tatkala Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallau anhu mengetahui hal itu, dan bertanya kepada mereka, “Siapa yang telah membunuhnya?” Mereka menjawab, “Kami semua membunuhnya.” Lalu ‘Ali bersiap-siap untuk memerangi mereka, dan berjumpa dengan mereka di sebuah tempat yang terkenal dengan sebutan Nahrawan[2]. Akhirnya beliau menghancurkan mereka dengan telak, dan tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit saja.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan akan keluarnya kelompok ini di tengah-tengah umatnya. Telah diriwayatkan hadits-hadits secara mutawatir tentangnya. Sebagiannya disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir, lebih dari tiga puluh hadits dalam kitab-kitab Shahiih, Sunan dan kitab-kitab Musnad.”[3]

Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عِنْدَ فُرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَقْتُلُهَا أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ.

‘Akan memisahkan diri satu kelompok (Khawarij) ketika kaum muslimin berpecah belah. Kelompok itu akan diperangi oleh salah satu golongan dari dua golongan yang lebih dekat dengan kebenaran.’” (HR. Muslim)[4]

Dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu bahwasanya ketika beliau ditanya tentang al-Haruriyyah, beliau menjawab, “Aku tidak tahu apa al-Haruriyyah itu? Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَخْرُجُ فِـي هَذِهِ اْلأمَّةِ -وَلَمْ يَقُلْ مِنْهَا- قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَـاوِزُ حُلُوقَهُمْ أَوْحَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ.

“Akan keluar di dalam umat ini -beliau tidak mengatakan di antaranya- suatu kaum yang kalian menganggap remeh shalat kalian dibandingkan shalat mereka, mereka membaca al-Qur-an namun tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya.”[5] (HR. Al-Bukhari)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk memerangi kelompok Khawarij, dan beliau menjelaskan bahwa dalam memerangi mereka terdapat pahala dan ganjaran bagi orang yang membunuh mereka. Hal ini merupakan dalil kesesatannya kelompok ini dan jauhnya mereka dari Islam, juga bahayanya yang besar terhadap umat ini disebabkan fitnah dan kekacauan yang ditimbulkan oleh mereka.

Dijelaskan dalam ash-Shahiihain, dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِـي آخِرِ الزَّمَانِ، أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ، يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، لاَ يُجَـاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

‘Akan keluar satu kaum di akhir zaman, (mereka) adalah orang-orang yang masih muda, akal mereka bodoh, mereka berkata dengan sebaik-baiknya perkataan manusia, keimanan mereka tidak melewati kerongkongan, mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya, di mana saja kalian menjumpai mereka, maka (perangilah) bunuhlah, karena sesungguhnya dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi siapa saja yang membunuh mereka.’”[6]

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma menganggap mereka sebagai makhluk Allah yang paling jelek, dan beliau berkata, ‘Sesungguhnya mereka mengambil ayat yang turun untuk orang-orang kafir, lalu menjadikannya untuk orang-orang yang beriman.’”[7]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Mereka merupakan bencana yang sangat besar, mereka terus menebarkan keyakinan mereka yang rusak, mereka membatalkan hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, memotong tangan pencuri dari ketiak, mewajibkan shalat bagi wanita haidh ketika dia sedang haidh, mengkafirkan orang yang tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar ketika ia sanggup melakukannya, jika tidak sanggup maka ia telah melakukan dosa besar, menghukumi kafir pelaku dosa besar, menolak harta dari ahludz dzimmah dan sama sekali tidak bermuamalah dengan mereka, berlaku semena-mena terhadap orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam dengan dibunuh, ditawan, dan dirampas.”[8]

Kaum Khawarij senantiasa menampakkan dirinya hingga Dajjal menjumpai kelompok terakhir dari mereka. Dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ.

“Akan tumbuh para pemuda yang membaca al-Qur-an akan tetapi (al-Qur-an itu) tidak melewati kerongkongan mereka. Setiap kali sekelompok dari mereka muncul, maka mereka pantas untuk dihancurkan.” Ibnu ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Setiap kali sekelompok dari mereka keluar, maka mereka pantas untuk dihancurkan,’ lebih dari dua puluh kali hingga Dajjal keluar di dalam kelompok terakhir.”[9]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______

Footnote:

[1] Harura’ sebuah desa berjarak 2 mil dari Kufah. Kepadanyalah kaum Khawarij dinisbatkan, maka mereka disebut juga Haruriyyah.
³ ‘Abdullah bin Khabbab al-Urth at-Tamimi, beliau salah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, dilahirkan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau menamainya ‘Abdullah. Ia dan ‘Abdullah bin az-Zubair adalah orang yang pertama kali dilahirkan pada masa Islam. Beliau dibunuh orang-orang Khawarij tahun 37 H. Lihat al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (II/302, juga al-Bidaayah wan Nihaayah (VII/288), dan Tajriid Asmaa-ish Shahaabah (I/307).
[2] Nahrawan berarti tiga sungai, yaitu sebuah negeri yang luas di dekat Baghdad – Irak, pada asalnya adalah lembah Jarrar, awalnya dari Ajarbaizan. Sungai tersebut mengairi banyak perkampungan, lalu sisanya mengalir ke Dajlah di bawah berbagai kota. Dalam bahasa Persia dikatakan Jaurawan, lalu Islam memasukkannya ke dalam bahasa Arab sehingga menjadi Nahrawan, dengan huruf nun yang difathahkan. Lihat Mu’jamul Buldaan (V/290-325).
[3] Lihat kitab al-Bidaayah wan Nihaayah (VII/290-307).
[4] Shahiih Muslim, kitab az-Zakaah, bab I’thaaul Muallafah wa Man Yukhaaf ‘ala Imaanihi (VII/168, Syarh an-Nawawi).
[5] Shahiih al-Bukhari, kitab Istitaabul Murtaddiin wal Mu’aanidiin wa Qitaalihim, bab Qatlul Khawaarij wal Mulhidiin ba’da Iqaamatil Hujjah ‘alaihim (XII/283, al-Fat-h).
[6] Shahiih al-Bukhari (XII/283, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim kitab az-Zakaah, bab at-Tahriidh ‘ala Qatlil Khawaarij (VII/169, Syarh an-Nawawi).
[7] Shahiih al-Bukhari, kitab Istitaabul Murtaddiin, bab Qatlul Khawaarij (XII/282, al-Fat-h). Dan Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya hasan.” (Fat-hul Baari XII/286).
[8] Fat-hul Baari (XII/285).
[9] Sunan Ibni Majah, al-Muqaddimah, bab Dzikrul Khawaarij (I/61) (no. 174), dan hadits ini hasan.
Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaaghiir (VI/362) (no. 8027), karya al-Albani.


KHAWARIJ KONTEMPORER[1]

OlehProf Dr Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily

Pada abad ini, sungguh pemikiran takfir telah tersebar begitu dahsyat, kekuatannya melampaui abad-abad sebelumnya. Pemikiran takfir tersebar ditengah-tengah kaum muslimin, sehingga penyakit ini menjangkiti begitu banyak orang yang sebelumnya tidak dikenal banyak melakukan bid’ah. Diantara sumber dan sebab tersebarnya adalah sebagian kelompok dakwah modern yang asasnya bukan sunnah (ajaran) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan bercampur aduk didalamnya berbagai bid’ah dan kesesatan, baik dikarenakan buruknya tujuan pendirinya, maupun karena kebodohan mereka tentang agama.

Kemudian muncullah banyak buku hasil produksi kelompok-kelompok tersebut, yang dikenal dengan buku-buku pemikiran. Buku-buku tersebut telah merusak aqidah sejumlah besar kaum muslimin, sehinga menyelewengkan mereka dari ajaran agama. Buku-buku tersebut menilai bahwa masyarakat muslim dewasa ini adalah masyarakat jahiliyyah dan kafir, karena mereka telah membuang Islam kebelakang punggung mereka, dan mereka telah memeluk kekufuran yang nyata, dan tidak ada seorangpun, diantara individu-idividu umat yang selamat dari vonis kafir ini, baik pemerintah maupun rakyatnya, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda. Fenomena ini memiliki peran terbesar, dalam mewujudkan generasi abad ini yang terdidik berdasarkan kepada buku-buku tersebut, hingga bibit-bibit ide untuk mengkafirkan seluruh masyarakat Islam dewasa ini tertanam di dalam jiwa-jiwa mereka, sehingga kesesatan tersebut menjadi suatu keyakinan yang kokoh bagi mereka, dan tidak perlu ditanyakan lagi tentang fitnah dan keburukan yang akan muncul dari balik keyakaninan ini.

Saya tidak ingin memperbanyak dalam memberikan permisalan dari buku tersebut, tentang teks dan perkataan mengenai pengkafiran masyarakat Islam dewasa ini, akan tetapi saya hanya ingin menyebutkan sebagian contoh dan bukti yang ada di dalam buku-buku Sayyid Quthub rahimahullah, karena dialah Imam yang diagungkan oleh mayoritas Ikhwanul Muslimin dan orang-orang yang terpengaruh dengan manhaj mereka, terlebih lagi buku orang ini paling luas penyebarannya, dan paling kuat pengaruhnya, jika dibandingkan dengan buku-buku lain yang sejenis, sampai-sampai sebagian orang yang menisbatkan diri mereka kepada sunnah, terfitnah oleh buku-bukunya. Pada hakekatnya, buku-buku Ikhwanul Muslimin penuh dengan ungkapan-ungkapan pengkafiran pemerintah dan masyarakat muslim dewasa ini.

Diantara teks pengkafiran Sayyid Quthub terhadap seluruh masyarakat Islam dewasa ini, adalah yang tercantum dalam “Ma’aalim Fith Thoriq”: “Dan hakekat permasalahannya, adalah perkara kufur dan iman, syirik dan tauhid, jahiliyah dan Islam, dan inilah yang harus diperjelas …. Sesungguhnya, manusia (sekarang) bukanlah kaum muslimin (sebagaimana yang mereka akui), dan mereka hidup dalam kehidupan jahiliyyah. Jika ada orang yang suka menipu dirinya, atau menipu orang lain, kemudian berkeyakinan bahwa Islam bisa tegak berdampingan dengan kejahiliyyahan ini, maka terserah dia. Akan tetapi, ketertipuan atau penipuannya, tidak akan merubah hakekat kenyataan sedikitpun. Ini bukan Islam, dan mereka bukan kaum muslimin”[2]

Sayyid Quthub berkata di dalam Fii Zhilalil Qur’an: “Sungguh, waktu terus berputar seperti ketika agama ini datang membawa kalimat Laa ilaha illallah kepada manusia. Sungguh manusia (sekarang) telah murtad, beralih kepada peribadatan kepada para hamba dan kepada kedholiman berbagai agama, berpaling dari Laa ilaha illallah, meskipun masih ada sekelompok orang yang memperdengarkan Laa ilaaha illallah.

Manusia seluruhnya dan termasuk di dalamnya, mereka yang senantiasa mendengung-dengungkan ditempat adzan, baik dibelahan timur maupun barat bumi, kalimat : Laa ilaaha illallah, tanpa bukti dan konsekwensi …., dan mereka adalah yang berat dosanya, dan paling keras siksaannya pada hari kiamat, karena mereka telah murtad menuju peribadatan hamba, setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, dan setelah memeluk agama Allah”[3]

Sayyid Quthub berkata: “Sesungguhnya, sekarang ini tidak ada satu negara atau masyrakat muslim pun di muka bumi, kaidah berinteraksi dengan mereka adalah dengan syari’at Allah dan fiqih Islam”[4]

Teks-teks yang gamblang seperti diatas, masih banyak di dalam buku-buku Sayyid Quthub. Itu semua tidak ada kemungkinan untuk ditakwilkan, karena maksud semuanya adalah mengkafirkan para ulama, pemerintah dan (seluruh) individu umat Islam, sampai para tukang adzan (muadzdzin), mereka semuanya menurut Sayyid Quthub adalah kaum kafir lagi murtad, dosanya lebih berat, dan adzab mereka lebih keras dari selainnya.

Maka, dari buku-buku ini dan sejenisnya, sebagian pengikut takfir masa ini menimba manhaj mereka, ide pengkafiran masyarakat muslim, beserta akibat-akibatnya, seperti pembajakan, peledakan dan pembunuhan terhadap jiwa yang dilarang, diberbagai negeri kaum muslimin dan yang diluar mereka.

Kenyataan ini telah diakui oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin dan mereka tulisakan di buku-buku mereka.

Al-Qardhawi mengatakan: “ Pada fase ini, muncul buku-buku Sayyid Quthub yang mewakili fase terakhir pemikiran takfirnya, yang dengan cepat mengkafirkan masyarakat …. serta pengumuman jihad penyerangan atas seluruh manusia”.

Farid Abdul Kholiq mengatakan: “Sesungguhnya pemikiran takfir tumbuh diantara para pemuda Ikhwanul Muslimin yang berada di penjara Al-Qonathir[5], pada akhir tahun lima puluhan dan permulaan enam puluhan. Mereka itu terpengaruh oleh pemikiran dan tulisan Sayyid Quthub, sehingga mereka berkesimpulan bahwa masyarakat dalam keadaan jahiliyyah, para pemimpinnya telah kafir, karena mengingkari Allah sebagai Hakim tunggal, buktinya mereka tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Begitu pula rakyatnya kafir, jika meridhoi hal tersebut”.

Salim Al-Bahnasawy[6] berkata: “Sayyid Quthub telah mengadopsi sebagian pendapat Al-Maududi serta menampilkannya dalam tulisan-tulisannya, dan lebih khusus pada juz ke-7 dari tafsir Fii Zhilalil Qur’an, kemudian datang suatu kaum berkesimpulan atas dasar hal itu, bahwa kaum muslimin telah kafir, karena mereka mengucapkan syahadat tanpa mengetahui maknanya, dan tanpa mengamalkan isinya, sehingga meskipun mereka sholat, puasa, haji dan menyangka bahwa diri mereka kaum muslimin, maka sama sekali tidak merubah kekafiran mereka”[7]

Ali Jarisyah[8] menetapkan bahwa kaum takfiriyin (suka mengkafirkan kaum muslimin), asalnya mereka adalah dari kelompok Ikhwanul Muslimin, kemudian mereka memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin dan mengkafirkan Iikhwanul Muslimin.

Teksnya: “Dalam pembicaraan, sekelompok orang telah memisahkan diri dari kelompok besar Islam, ketika mereka berada di penjara. Meskipun demikian, kelompok kecil tersebut juga mengkafirkan kelompok besar, karena kelompok kecil ini tetap berpegang pada pendapat mereka dalam pengkafiran peguasa, staf-stafnya, serta seluruh masyarakat. Dari kelompok pecahan tersebut terpecah lagi menjadi kelompok-kelompok yang banyak, yang satu megkafirkan yang lainnya”[9]

Al-Bahnasawi menjelaskan perpecahan kelompok ini di dalam diri mereka sendiri dalam berinteraksi dengan kaum muslimin, maka dia mengatakan: “Ketika itu, terpecah pengikut pemikiran ini menjadi dua:
  1.     Kelompok yang tidak menampakkan pengkafiran atas orang-orang yang menyelisihi mereka, sehingga kaum muslimin yang tidak sependapat dengan mereka, tidak kafir, boleh shalat dibelakang mereka,isteri-isteri pengikut pemikiran ini juga tidak kafir, sehinga tidak perlu membatalkan akad pernikahan mereka.
  2.     Kelompok yang memisahkan diri dengan terang-terangan, dan mengumumkan pengkafiran atas saudara-saudaranya yang tidak mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi pemikiran ini, diantaranya kelompok Ikhwanul Muslimin.
Inilah kelompok yang terkenal dengan sebutan “Jama’ah Takfir dan Hijrah”, akan tetapi mereka menamakan diri dengan nama “Jama’atul Mukminin” atau “ Al-Jama’ah Al-Mukminah”.

Adapun kelompok pertama lebih memilih untuk tidak menampakkan manhaj mereka, dengan menjalankan dua kaidah : Memisahkan diri secara perlahan, dan (bergerak di) masa-masa lemah (fase Mekkah)”[10]

Pada hakekatnya, pemikiran yang Al-Bahnasawi berusaha membantahnya , yang dimiliki oleh Jama’ah At-Tafkir wal-Hijrah adalah pemikiran Ikhwanul Muslimin, bahkan itulah pemikiran dan keyakinan Sayyid Quthub. Motivasi Al-Bahnasawi melakukan hal ini, adalah kebesaran cinta dan sayangnya kepada Sayyid Quthub, sebagaimana hal itu nampak di dalam bukunya, dengan berusaha melepaskan keterkaitan Sayyid Quhub dengan keyakinan tafkir[11], meskipun dia telah mengakui bahwa aqidah ini diambil dari buku-buku Sayyid Quthub, dan Sayyid Quthub mengadopsinya dari Al-Maududi.

Diantara bukti hal ini, adalah keterus terangan Sayyid Quthub sendiri akan wajibnya mengembargo masyarakat muslim, yang dia sebut sebagai masyarakat jahiliyyah. Dia juga mewajibkan untuk mengasingkan diri, bahkan dari masjid-masjid, yang dia menyebutnya sebagai tempat-tempat ibadah jahiliyyah, seraya mengatakan: “Dan disinilah Allah membimbing kita untuk menjauhi tempat-tempat ibadah jahiliyyah, dan menjadikan rumah-rumah keluarga muslim sebagai masjid. Anda akan merasakan di dalamnya benar-benar terpisah dari masyarakat jahiliyyah”[12]

Dia juga mengatakan: “Sungguh tiada keselamatan bagi seorang muslim di seluruh dunia dari tertimpa adzab, kecuali dengan memisahkan diri baik secara aqidah, perasaan maupun metode hidup dari orang-orang jahiliyyah dari kaummnya, sampai Allah mengizinkan berdirinya negara Islam yang mereka pegang teguh”[13]

Pada hakekatnya, aqidah pengkafiran masyarakat muslim ini, dan menganggap mereka sebagai masyarakat jahiliyyah lagi kafir, tidak hanya dimiliki oleh Saayid Qutuhub saja, akan tetapi itulah keyakinan yang bibit-bibitnya sudah tertanam kuat dan tersebar luas pada para pemimpin Ikhwanul Muslimin. Diantara pengusung pemikiran ini yang paling menonjol adalah Muhammad Quthub[14], yang telah mengkhususkan pembahasan ini dalam bukunya yang terkenal, “Jahiliyyatul Qorni Isyrin” (Jahiliyah abad ke-20). Pada berbagai tempat di dalam bukunya ini, Muhammad Quthub terang-terangan mengkafirkan masyarakat muslim dewasa ini

Muhamad Quthub mengatakan: “Adapun keadaan yang dinamakan dunia Islam, maka hal itu sebagian keadaannya berbeda dengan kondisinya di Eropa, akan tetapi pada akhirnya akan bertemu dengannya, sebagaimana jahiliyyah bertemu dengan jahiliyyah di setiap tempat dimuka bumi, dan disetiap masa, meskipun sifat-sifatnya sedikit berbeda, yang membedakan jahiliyyah yang ini dengan yang itu, serta membedakan antara keadaan ini dengan keadaan itu.

Islam di dunia ini (sekarang) asing bagi manusia, seperti keterasingannya pada awal munculnya di era jahiliyyah jazirah arab dahulu, dan jahiliyyah yang sekarang[15] melebihi yang terdahulu, Islam dibenci oleh banyak orang.

Setapak demi setapak pada pasal ini kita akan berbicara tentang kelompok-kelompok manusia yang berbeda-beda, agar bisa kita jelaskan, kenapa mereka membenci Islam[16]

Kemudian dia menyebutkan, diantara kelompok-kelompok tersebut yang membenci Islam adalah kelompok thogut, dan yang dimaksud adalah para penguasa, kelompok cendekiawan, seniman dan para penulis, tukang dongeng, para penyair, anak-anak pria dan wanita[17]

Setelah itu, dia mengatakan: “Derajat kebenciannya sama, antara yang membangkang dengan yang lemah”[18]

Lalu dia bertanya-tanya: “Maka, jika demikian, apakah yang masih tersisa dari kaum muslimin?![19]

Kemudian dia mencatat hasilnya: “Sungguh manusia pada generasi ini, telah kafir padahal mereka mengetahuinya”[20]

Dan tidaklah buku-buku para pemimpin Ikhwanul Muslimin yang lain keadaannya lebih baik dari buku-buku Sayyid Quthub dan saudaranya. Dan hal itu bukanlah suatu hal yang mengherankan, karena Sayyid Quthub menurut mereka adalah Imam yang diagungkan, Syaikhul Islam, pembaharu agama abad ini. Hal ini juga diikuti simpatisan mereka, maka bagaimana mungkin mereka akan menyelisihi idola mereka ?!

Dan tidaklah keadaan Al-Maududi dan para pengikutnya di Pakistan, India dan lainnya lebih baik dari kelompok Ikhwanul Muslimin, bahkan sebagian peneliti buku-buku Al-Maududi menjelaskan bahwa Sayyid Quthub mengadopsi pemikiran dan manhajnya dari Al-Maududi saja, sebagaimana perkataan Al-Bahnasawi yang terdahulu.

Yang terakhir, sesungguhnya saya memperingatkan dengan keras kepada setiap pemuda yang memiliki kecemburuan terhadap agamanya untuk tidak membaca buku-buku pemikiran tersebut, yang namanya saja sudah menunjukkan betapa jauhnya buku-buku tersebut dari agama. Karena buku-buku pemikiran, sebagaimana penamaan mereka, yakni buku-buku yang dihasilkan dari berbagai pemikiran dan pendapat pengarangnya, kadar bahanya buku-buku ini tidak lebih rendah dari buku-buku filsafat yang dilarang oleh salaf, bahkan lebih dahsyat. Buku-buku ini tidak berdiri diatas dalil dan tidak selaras dengan pemahaman salaf, bahkan merupakan pencampuran (kolaborasi) antara berbagai bid’ah dan kesesatan. Ciri khas yang menonjol dari buku-buku tersebut adalah memprovokasi dan menyeru umat untuk memberontak dan membangkang penguasa, dengan mempropagandakan kekafiran dan kemurtadan penguasa dari agama, serta menjadikan para pemuda tersebut disibukkan dengan politik dan masuk dalam konflik, sehingga keburukan dan bahayanya buku-buku ini begitu besar, dan begitu banyak orang-orang yang terfitnah oleh buku-buku ini, dan tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah semata. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.[21]

_______

Footnote:

[1] Dialihbahasakan oleh Abu Zahroh Imam Wahyudi Lc, dari buku At-Takfir wa Dhowabithuh” karya Prof Dr Ibrahim bin Amir Ar-Rauhaily, dosen fakultas Da’wah wa Ushuludin, Universitas Islam Madinah hal : 37-45. Tulisan ini kami muat sebagai jawaban atas orang-orang yang menyatakan Khowarij sekarang ini, sudah punah (-pent)
[2] Ma’alim Fith Thoriq hal : 158
[3] Fii Zhilalil Qur’an (2/1057)
[4] Idem (4/2122)
[5] Penjara ini ada di Kairo, Mesir (-pent)
[6] Penulis dari kalangan Ikhwanul Muslimin, pernah tinggal di Kuwait. (-pent)
[7] Al-Hukmu wa Qodhiyah Takfiril Muslimin hal : 50
[8] Penulis dari kalangan Ikhwanul Muslimin, lulusan Fakultas Hukum, Kairo
[9] Al-Ittijaahat Al-Fikriyah Al-Mu’aashiroh hal : 279
[10] Al-Hukmu wa Qodhiyah Takfiril Muslimin hal : 34-35
[11] Al-Hukmu wa Qodhiyah Takfiril Muslimin hal : 50, 56, 66, 73, 74,76, 112
[12] Fii Zhilalil Qur’an 3/1816
[13] Fii Zhilalil Qur’an 4/2122
[14] Adik kandung Saayid Quthub, lulusan Fakultas Bahasa Inggris di Universitas Kairo Mesir, kemudian mendapatkan gelar Diploma dalam bidang Psikologi. Dialah yang mengusung dan mengembangkan pemikiran Sayyid Quthub di Saudi Arabia, ketika ia mengajar di Universitas Umul Quro, Mekkah. Sehingga tidak mengherankan apabila muncul dari sana tokoh-tokoh yang berpemikiran takfir akan tetapi berbaju salaf, semisal Dr Safar Hawali dll. Allahu Musta’an. (-pent)
[15] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mensifati zaman secara mutlak, maka tidak ada masa jahiliyah setelah diutusnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena senantiasa akan ada segolongan dari umatnya yang akan nampak di atas kebenaran sampai kiamat nanti” (Iqtidho’ush Shirothol Mustaqim : 1/259)
Dr Nashir bin Abdul Karim Al-Aql (pentahqiq buku diatas) mengomentari : “Atas dasar ini, maka menggunakan istilah Jahiliyah dengan mutlak untuk kaum muslimin secara umum, atau untuk suatu negeri kaum muslimin, atau untuk suatu masyarakat muslim, tanpa perincian keadaan, perbuatan, tindakan atau individu tertentu, merupakan suatu kesalahan dan peremehan, yang sudah sepatutnya seorang muslim menjauhinya. Adapun yang disampaikan oleh beberapa penulis, penyusun dan pemikir bahwa semua atau semua masyarakat muslim adalah masyarakat jahiliyyah (tanpa perincian atau pengkhususan siapa yang menurut syari’at berhak menyandang istilah tersebut), maka itu bukanlah metode yang selamat, bahkan menyelisihi kaidah-kaidah syari’at dan manhaj As-Salaf Ash-Shalih. (editor).
[16] Jahiliyatul Qornil ‘Isyrin hal :328-329
[17] Idem hal 329-331
[18] Idem hal 337
[19] Idem hal 337
[20] Idem hal 351
[21] Lihatlah fatwa larangan sebagian ulama masa kini dari membaca buku-buku tersebut, seperti dalam kitab “Al-Ajwibah Al-Mufidah An-Manahijid Dakwal Al-Jadidah” oleh Syaikh Sholih Al-Fauzan, dikumpulkan oleh Jamal Furaihan Al-Haritsi. Juga buku “Fatawa Al-Akabir” dikumpulkan dan dikomentari oleh Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Rhamadhany. (-pent)

Tags