Sikap yang Tepat dalam Menikahkan Anak Saat Ayah Biologis Tidak Bisa Menjadi Wali Nikah
Pertanyaan:
“Menceritakan aib dilarang dalam Islam. Namun, bagaimana sikap seseorang yang akan menikahkan anak perempuannya, sementara ayah biologisnya tidak boleh menjadi wali nikah? Mohon nasihatnya ustadz”
Ustadz Menjawab:
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai masalah anak hasil perzinaan, apakah ia dinasabkan kepada ayah biologisnya atau tidak. Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak tersebut tidak boleh dinasabkan kepada ayah biologis. Namun, ada sebagian ulama yang berpendapat berbeda, dan pandangan ini telah ada sejak zaman salaf. Mereka mengatakan bahwa ayah biologis boleh menasabkan anaknya kepada dirinya dengan beberapa syarat.
Syarat pertama, ketika perzinaan terjadi, perempuan tersebut tidak berada di bawah ikatan pernikahan dengan suami lain. Syarat kedua, ayah biologis mengakui anak tersebut sebagai anaknya. Jika kedua syarat ini terpenuhi, menurut sebagian ulama, diperbolehkan menasabkan anak tersebut kepada ayah biologisnya.
Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta’ala, dan juga didukung oleh murid beliau, Ibnul Qayyim rahimahullah ta’ala, serta dipilih oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin rahimahullah. Saya pribadi lebih condong kepada pendapat ini, karena terdapat banyak dalil yang mendukungnya. Oleh karena itu, jika kita memilih pendapat ini, tidak perlu menyampaikan masalah ini kepada calon suami.
Berbeda halnya jika kita mengikuti pendapat mayoritas ulama yang mengatakan tidak boleh menasabkan anak hasil zina kepada ayah biologisnya. Jika kita mengikuti pendapat mayoritas tersebut, maka masalah ini harus disampaikan kepada calon suami, dan yang menikahkan bukan ayah biologisnya, melainkan wali hakim.
Namun, jika kita memilih pendapat sebagian ulama yang membolehkan menasabkan anak kepada ayah biologis, maka tidak perlu menyampaikan hal ini kepada calon mempelai laki-laki, dan ayah biologisnya boleh menjadi wali langsung dalam pernikahan tersebut. Demikianlah, wallahu ta’ala a’lam.
Penulis: Ustadz Dr. Musyaffa' Ad Dariny, M.A.
Sumber: https://dewanfatwa.com/