Abdul Karim bin Abdurrohman bin Mu’adz bin Katsir berkata: aku bermajlis mudzakaroh (diskusi soal jawab) bersama Abdullah Al-Hulwani di Thorobalsi, Maghrib (Maroko, Afrika). Kami adalah kelompok ahli ilmu yang bermadzhab Ahlus Sunnah. Tersebutlah deretan nama ulama, seperti Malik, Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, Dawud Al-Ashfahani, Ishaq bin Rohawaih (atau Rohuyah), Ahmad bin Hanbal, Al-Muzani. Ada yang mempermasalahkan Al-Muzani $ dan berkata: “Dia bukan deretan ulama.” Kami bertanya: “Sebabnya apa?” Ada yang menjawab: “Aku mendengar dia berbicara (berkeyakinan) paham Qodariyah dan juga berdebat menggunakan qiyas dan akal (bukan hadits).”
Kami merasa berat hati mendengar itu dan ingin mengetahui kebenaran tersebut. Maka kami menulis sebuah surat kepada beliau memintanya untuk menjelaskan kepada kami hakikat keyakinanya dalam takdir, irja (paham Murjiah), Sunnah, Hari Kebangkitan, Timbangan, Shiroth, dan melihatnya manusia kepada Wajah Allah pada Hari Kiamat. Kami memintanya untuk menjawab semuanya secara ringkas. Ketika surat itu telah sampai kepadanya, beliau membalasnya...[5]
- Muqoddimah
عَصَمَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِالتَّقْوَى وَوَفَّقَنَا وَإِيَّاكُمْ لِمُوَافَقَةِ الهُدَى، أَمَّا بَعْدُ:
Semoga Allah menjagaku dan kamu dengan taqwa serta memberi taufiq[6] kepadaku dan kamu untuk mengikuti petunjuk. Amma ba’du:
فَإِنَّكَ - أَصْلَحَكَ اللهُ - سَأَلْتَنِي أَنْ أُوَضِّحَ لَكَ مِنَ السُّنَّةِ أَمْرًا تُصَبِّرُ نَفْسَكَ عَلَىٰ التَّمَسُّكِ بِهِ وَتَدْرَأُ بِهِ عَنْكَ شُبُهَ الْأَقَاوِيلِ وَزَيْغَ مُحْدَثَاتِ الضَّالِّينَ.
Kamu —semoga Allah memperbaikimu— bertanya kepadaku agar aku menjelaskan kepadamu perkara-perkara Sunnah (Aqidah) yang akan membuatmu bersabar dalam berpegang teguh kepada agama dan menolak darimu syubhat-syubhat pemikiran dan penyimpangan para ahli bid’ah[7] yang sesat.
وَقَدْ شَرَحْتُ لَكَ مَنْهَاجًا مُوضِحًا مُنِيرًا لَمْ آلُ نَفسِي وَإِيَّاك فِيهِ نُصْحًا.
Aku akan menjelaskan kepadamu jalan yang terang dan aku memperpanjang penjelasannya, sebagai nasihat untuku dan untukmu.
بَدَأْتُ فِيهِ بِحَمْدِ اللهِ ذِي الرُّشْدِ وَالتَّسْدِيدِ.
Aku memulai risalah ini dengan memuji Allah Pemilik petunjuk dan kebenaran.
الحَمْدُ للهِ أَحَقِّ مَنْ ذُكِرَ، وَأَوْلَى مَنْ شُكِرَ، وَعَلَيهِ أُثْنِي، الوَاحِدِ الصَّمَّدِ، الَّذِي لَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلَا وَلَدٌ، جَلَّ عَنِ المَثِيلِ فَلَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا عَدِيلَ، السَّمِيعِ البَصِيرِ، العَلِيمِ الخَبِيرِ، المُنِيعِ الرَّفِيعِ.
Segala puji milik Allah, Dzat Yang paling berhak disebut, paling berhak disyukuri. Aku hanya memuji-Nya dan banyak memuji-Nya[8], Yang Maha Tunggal, Yang Maha bergantung segala sesuatu, Yang tidak memiliki istri dan anak. Maha Agung jauh dari tandingan yang serupa dengan-Nya, Dia tidak memiliki tandingan yang menyerupai-Nya dan menyamai-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Mengetahui lagi Maha Teliti, Yang Maha Menahan[9] lagi Maha Mengangkat.
- Ketinggian Allah
1 - عَالٍ عَلَىٰ عَرْشِهِ فِي مَجْدِهِ بِذَاتِهِ وَهُوَ دَانٍ بِعِلْمِهِ مِنْ خَلْقِهِ، أَحَاطَ عِلْمُهُ بِالأُمُورِ، وَأَنْفَذَ فِي خَلْقِهِ سَابِقَ الْمَقْدُورِ، وَهُوَ الجَوَادُ الغَفُورُ ﴿يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ﴾
[1] Allah tinggi dengan Dzat-Nya, di atas Arsy-Nya dengan keagungan-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Ketetapan-Nya yang telah ditulis berlaku pada semua makhluk-Nya. Dia Maha Dermawan lagi Maha Pengampun, dan “Dia mengetahui penghianatan mata dan apa saja (dari pikiran) yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghōfir: 19)
- Takdir
2 - فَالْخَلْقُ عَامِلُونَ بِسَابِقِ عِلْمِهِ، وَنَافِذُونَ لِمَا خَلَقَهُمْ لَهُ مِنْ خَيْرٍ وَشَرٍّ، لَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ مِنَ الطَّاعَةِ نَفْعًا، وَلَا يَجِدُونَ إِلَى صَرْفِ المَعْصِيَةِ عَنْهَا دَفْعًا.
[2] Semua makhluk beramal, dan Allah sudah mengetahui sebelumnya. Mereka beramal kebaikan maupun keburukan sesuai dengan takdir untuk apa ia diciptakan (penguhi Surga ataukah Neraka). Mereka tidak memiliki wewenang manfaat untuk dirinya sendiri atas ketaatannya[10], dan juga mereka tidak mampu mengalihkan bahaya untuk dirinya atas maksiatnya[11].
- Malaikat
3 - خَلَقَ الخَلْقَ بِمَشِيئَتِهِ عَن غَيْرِ حَاجَةٍ كَانَتْ بِهِ، فَخَلَقَ المَلَائِكَةَ جَمِيعًا لِطَاعَتِهِ وَجَبَلَهُمْ عَلَىٰ عِبَادَتِهِ، فَمِنْهُمْ مَلَائِكَةٌ بِقُدْرَتِهِ لِلْعَرْشِ حَامِلُونَ، وَطَائِفَةٌ مِنْهُمْ حَوْلَ عَرْشِهِ يُسَبِّحُونَ، وَآخَرُونَ بِحَمْدِهِ يُقَدِّسُونَ، وَاصْطَفَى مِنْهُمْ رُسُلًا إِلَى رُسُلِهِ، وَبَعْضٌ مُدَبِّرُونَ لِأَمْرِهِ.
[3] Allah menciptakan seluruh makhluk dengan kehendak-Nya, tanpa butuh kepada makhluk. Allah menciptakan seluruh Malaikat agar menyembah-Nya dan menjadikan mereka bertabiat selalu menyembah-Nya. Di antara Malaikat tersebut ada Malaikat yang memikul Arsy dengan kuasa dari-Nya, ada pula Malaikat yang senantiasa bartasbih di sekitar Arsy, ada pula Malaikat yang mensucikan Allah dengan memuji-Nya, ada pula Malaikat yang Allah pilih menjadi utusan untuk para Rosul, ada pula Malaikat yang diberi tugas mengatur (sebagian urusan di bumi) atas perintah-Nya.
- Adam
4 - ثُمَّ خَلَقَ آدَمَ بِيَدِهِ وَأَسْكَنَهُ جَنَّتَهُ، وَقَبْلَ ذَلِكَ لِلْأَرْضِ خَلَقَهُ، وَنَهَاهُ عَنْ شَجَرَةٍ، قَدْ نَفَذَ قَضَاؤُهُ عَلَيْهِ بِأَكْلِهَا، ثُمَّ ابْتَلَاهُ بِمَا نَهَاهُ عَنْهُ مِنْهَا.
[4] Lalu Allah menciptakan Adam dengan Tangan-Nya dan menempatkannya di Surga-Nya. Sebelum itu, Dia sudah menciptakan penghuni bumi (para jin). Allah melarang Adam mendekati sebuah pohon, akan tetapi telah ditetapkan dalam takdir-Nya bahwa ia akan memakannya. Lalu Allah menguji Adam dengan apa yang dilarang tersebut atasnya.
ثُمَّ سَلَّطَ عَلَيْهِ عَدُوَّهُ فَأَغْوَاهُ عَلَيْهَا، وَجَعَلَ أَكْلَهُ لَهَا إِلَى الأَرْضِ سَبَبًا، فَمَا وَجَدَ إِلَى تَرْكِ أَكْلِهَا سَبِيلًا، وَلَا عَنْهُ لَهَا مَذْهَبًا.
Lalu Allah menguasakan musuhnya untuk leluasa menggodanya. Allah menjadikan Adam memakan pohon tersebut sebagai sebab turunnya di bumi. Adam tidak mendapatkan jalan untuk meninggalkan memakannya, dan tidak pula jalan untuk pergi darinya.
- Surga dan Neraka
5 - ثُمَّ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَهْلًا، فَهُمْ بِأَعْمَالِهَا بِمَشِيئَتِهِ عَامِلُونَ، وَبِقُدْرَتِهِ وَبِإِرَادَتِهِ يَنْفَذُونَ.
[5] Lalu Allah menciptakan sebagian keturunan Adam sebagai penghuni Surga, dan mereka akan melakukan amal penduduk Surga dengan kehendak Allah. Hanya dengan kuasa dan kehendak-Nya mereka bisa menjalaninya.[12]
وَخَلَقَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ لِلنَّارِ أَهْلًا، فَخَلَقَ لَهُمْ أَعْيُنًا لَا يُبْصِرُونَ بِهَا، وَآذَانًا لَا يَسْمَعُونَ بهَا، وَقُلُوبًا لَا يَفْقَهُونَ بهَا، فَهُمْ بِذَلِكَ عَنِ الهُدَى مَحْجُوبُونَ، وَبِأَعْمَالِ أَهْلِ النَّارِ بِسَابِقِ قَدْرِهِ يَعْمَلُونَ.
Allah menciptakan sebagian keturunan Adam sebagai penghuni Neraka. Allah menciptakan mata mereka tidak mampu melihat (kebenaran) dan telinga mereka tidak mampu mendengar (kebenaran) serta hati yang tidak mampu memahami (kebenaran). Mereka terhalangi dari petunjuk dan mereka akan melakukan amal penghuni Neraka sesuai dengan ketetapan takdirnya yang sudah berlalu.[13]
- Iman
6 - وَالإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالجِنَانِ، قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالجَوَارِحِ وَالأَرْكَانِ، وَهُمَا سِيَّانِ وَنَظَامَانِ وَقَرِينَانِ، لَا نُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا، لَا إِيمَانَ إِلَّا بِعَمَلٍ، وَلَا عَمَلَ إِلَّا بِإِيمَانٍ.
[6] Iman adalah ucapan dan perbuatan, disertai keyakinan di hati, yakni ucapan lisan dan perbuatan anggota badan. Keduanya (ucapan dan perbuatan) saling terikat, terkait, dan beriringan, dan kami tidak membeda-bedakan keduanya. Tidak sah iman tanpa amal, dan tidak sah amal tanpa iman.[14]
وَالمُؤْمِنُونَ فِي الإِيمَانِ يَتَفَاضَلُونَ، وَبِصَالِحِ الأَعْمَالِ هُمْ مُتَزَايِدُونَ، وَلَا يَخْرُجُونَ بِالذُّنُوبِ مِنَ الْإِيمَانِ، وَلَا يُكَفَّرُونَ بِرُكُوبِ كَبِيرَةٍ وَلَا عِصْيَانَ، وَلَا نُوجِبُ لِمُحْسِنِهِمُ الجِنَانِ بَعْدَ مَنْ أَوْجَبَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ، وَلَا نَشْهَدُ عَلَىٰ مُسِيئِهِمْ بِالنَّارِ.
Kaum Mukminin bertingkat-tingkat dalam imannya. Mereka saling bertambah (iman dan derajatnya) dengan amal sholihnya. Mereka tidak keluar dari keimanan hanya karena dosa besar[15]. Mereka tidak dikafirkan karena dosa besar maupun maksiat (yang dikerjakannya). Kami tidak memastikan (memvonis) orang-orang sholih dari mereka sebagai penghuni Surga, setelah orang-orang yang dipastikan Nabi ﷺ. [16] Begitu juga kami tidak memastikan orang-orang buruk dari mereka sebagai penghuni Neraka.[17]
- Al-Qur’an
7 - وَالْقُرْآنُ كَلَامُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْ لَدُنْهُ، وَلَيْسَ بِمَخْلُوقٍ فَيَبِيدَ.
[7] Al-Qur’an adalah Kalamullah Azza wa Jalla dan berasal dari-Nya, bukan mahluk yang akan sirna.[18]
- Sifat-Sifat Allah
8 - وَكَلِمَاتُ اللهِ وَقُدْرَةُ اللهِ وَنَعْتُهُ وَصِفَاتُهُ كَامِلَاتٌ غَيْرُ مَخْلُوقَاتٍ دَائِمَاتٌ أَزَلِيَّاتٌ، وَلَيْسَتْ بِمُحْدَثَاتٍ فَتَبِيدَ، وَلَا كَانَ رَبُّنَا نَاقِصًا فَيَزِيدَ.
[8] Kalimat-kalimat Allah, kuasa-Nya, Sifat-Sifat-Nya adalah sempurna dan bukan mahluk, senantiasa melekat pada-Nya selama-lamanya dan semenjak azali (awal tanpa batas). Sifat-sifat Allah bukan perkara baru (makhluk) yang akan lenyap. Bukanlah Rob kita dahulunya berkurang lalu bertambah.
جَلَّتْ صِفَاتُهُ عَنْ شَبَهِ صِفَاتِ المَخْلُوقِينَ، وَقَصُرَتْ عَنْهُ فَطَنُ الوَاصِفِينَ.
Sifat-Sifat-Nya Mahaagung jauh dari serupa dengan sifat makhluk-Nya. Nalar orang-orang yang mensifatinya tidak mampu menjangkaunya.
قَرِيبٌ بِالإِجَابَةِ عِنْدَ السُّؤَالِ، بَعِيدٌ بِالتَّعَزُّزِ لَا يَنَالُ، عَالٍ عَلَىٰ عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ، مَوْجُودٌ وَلَيْسَ بِمَعْدُومٍ وَلَا بِمَفْقُودٍ.
Allah sangat dekat dari menjawab setiap permohonan. Allah sangat jauh dari dikalahkan. Allah tinggi di atas Arsy-Nya, terpisah dari semua makhluk-Nya. Dia berwujud dan bukan tidak ada dan tidak pula lenyap.
- Ajal
9 - وَالخَلْقُ مَيِّتُونَ بِآجَالِهِمْ عِنْد نَفَادِ أَرْزَاقِهِمْ وَانْقِطَاعِ آثَارِهِمْ.
[9] Semua makhluk akan mati sesuai ajalnya (batas akhir) bersamaan habisnya rizkinya dan terputusnya amalnya (sesuai yang tercantum di Lauhul Mahfuzh).
- Kubur
10 - ثُمَّ هُمْ بَعْدَ الضَّغْطَةِ فِي القُبُورِ مُسَاءَلُونَ.
[10] Lalu setelah terkena himpitan kubur, mereka ditanya (Munkar Nakir).
- Kebangkitan dan Hisab
11 - وَبَعْدَ البِلَى مَنْشُورُونَ، وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى رَبِّهِمْ مَحْشُورُونَ.
[11] Setelah lenyap jasadnya, mereka dibangkitkan, dan pada Hari Kiamat mereka dikumpulkan hanya kepada Rob-nya.
وَلَدَى العَرْضِ عَلَيْهِ مُحَاسَبُونَ، بِحَضْرَةِ المَوَازِينِ وَنَشْرِ صُحُفِ الدَّوَاوِينَ، أَحْصَاهُ اللهُ وَنَسُوهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ.
Setelah dipaparkan amalnya, mereka dihisab, dengan didatangkan Timbangan dan diserahkannya Catatan Amal. Allah menghitungnya dengan sangat teliti tetapi orang-orang sudah lupa perbuatannya. Peristiwa itu terjadi dalam sehari yang kadarnya seperti 50.000 tahun.[19]
لَو كَانَ غَيْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الحَاكِمِ بَيْنَ خَلْقِهِ، لَكِنَّهُ اللهُ يَلِي الحُكْمَ بَيْنَهُمْ بِعَدْلِهِ، بِمِقْدَارِ القَائِلَةِ فِي الدُّنْيَا، وَهُوَ أَسْرَعُ الحَاسِبِينَ
Seandainya bukan Allah Yang Maha Bijaksana yang mengadili semua makhluk-Nya (tentu tidak bisa adil), akan tetapi Allah sendiri yang menangani pengadilan tersebut dengan adil di antara para hamba-Nya, kadarnya seperti tidur siang sewaktu di dunia[20]. Allah sangat cepat hisab-Nya.
كَمَا بَدَأَهُ لَهُمْ مِنْ شَقَاوَةٍ وَسَعَادَةٍ يَوْمَئِذٍ يَعُودُونَ، فَرِيقٌ فِي الجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرُ.
Sebagaimana Allah sudah memulai penciptaan pertama mereka disertai nasib celaka (masuk Neraka) atau bahagia (masuk Surga), Allah akan mengulangi penciptaannya lagi (pada Hari Kebangkitan). Sebagian orang masuk Surga dan sebagian lain masuk Neraka Sa’ir.
Ahli Surga
12 - وَأَهْلُ الجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ فِي الجَنَّة يَتَنَعَّمُونَ، وَبِصُنُوفِ اللَّذَّاتِ يَتَلَذَّذُونَ، وَبِأَفْضَلِ الكَرَامَاتِ يُحْبَرُونَ.
[12] Ahli Surga pada hari itu bersenang-senang di Surga dengan berbagai jenis kelezatan. Mereka gembira atas karunia terbaik.
- Melihat Allah
13 - فَهُمْ حِينَئِذٍ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْظُرُونَ، لَا يُمَارُونَ فِي النَّظَرِ إِلَيْهِ وَلَا يَشْكَوْنَ، فَوُجُوهُهُمْ بِكَرَامَتِهِ نَاضِرَةٌ، وَأَعْيُنُهُمْ بِفَضْلِهِ إِلَيْهِ نَاظِرَةٌ، فِي نَعِيمٍ دَائِمٍ مُقِيمٍ، وَ﴿لَا يَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ وَمَا هُمْ مِنْهَا بِمُخْرَجِينَ﴾، ﴿أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا تِلْكَ عُقْبَى الَّذِيْنَ اتَّقَوا وَعُقْبَى الكَافِرِينَ النَّارُ﴾.
[13] Pada waktu itu mereka melihat Rob-nya. Mereka tidak saling berdesakan dalam melihat-Nya dan tidak pula merasa berat pandangannya. Wajah mereka berseri bahagia dengan karunia-Nya. Mata mereka melihat Allah dengan karunia-Nya. Kenikmatan tersebut terus-menerus selamanya. “Mereka tidak tertimpa keletihan di dalam Surga dan tidak pula mereka dikeluarkan darinya.” (QS. Al-Hijr: 48) “Buah-buahan Surga selalu tersedia matang dan begitu pula naungannya. Itulah balasan bagi orang-orang bertaqwa, sementara balasan bagi orang-orang kafir adalah Neraka.” (QS. Ar-Ro’du: 35)
وَأَهْلُ الجَحْدِ ﴿عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ﴾ وَ﴿فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ﴾، ﴿لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ﴾ و﴿لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ﴾ الْآيَةَ، خَلَا مَنْ شَاءَ اللهُ مِنَ المُوَحِّدِينَ إِخْرَاجَهُمْ مِنْهَا.
Sementara orang-orang yang mengingkari, “Pada hari itu mereka terhalangi dari melihat Allah, (QS. Al-Muhoffifin: 15),” dan “mereka dibakar di Neraka (QS. Ghōfir [40]: 72)”, “amat buruk perbuatan yang telah dikerjakan mereka karena menjadikan Allah marah kepada mereka, dan mereka kekal selama-lamanya di dalam siksa, (QS. Al-Maidah: 80),” dan “mereka tidak dituntaskan dengan dimatikan dan siksanya tidak pula diringankan, dan demikianlah kami membalas setiap orang kafir, (QS. Fāthir: 36)”. Dikecualikan oleh Allah dari penduduk Neraka, orang-orang yang mentauhidkan-Nya bahwa mereka akan dikeluarkan darinya.
- Taat Kepada Ulil Amri
14 - وَالطَّاعَةُ لِأُولِي الأَمْرِ فِيمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًا.
[14] Wajib mentaati ulil amri[21] selama dalam perkara yang Allah ridhoi dan menjauhi perkara yang Allah murkai.
وَتَرْكُ الخُرُوجِ عِنْدْ تَعْدِيهِمْ وَجَوْرِهِمْ، وَالتَّوْبَةُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ كَيْمَا يَعْطَفُ بِهِمْ عَلَىٰ رَعِيَّتِهِم.
Tidak memberontak atas kezoliman dan kejahatan ulil amri. Wajib bertaubat kepada Allah agar mereka kembali bersikap lemah-lembut kepada rakyatnya.
- Tidak Mengkafirkan Ahli Qiblat Atas Dosa Besar
15 - وَالإِمْسَاكُ عَنْ تَكْفِيرِ أَهْلِ القِبْلَةِ، وَالبَرَاءَةُ مِنْهُمْ فِيمَا أَحْدَثُوا مَا لَمْ يَبْتَدِعُوا ضَلَالًا.
[15] Wajib menahan diri dari mengkafirkan ahli qiblat[22], dan wajib berlepas diri dari perbuatan bid’ah mereka selama bid’ah mereka bukan bid’ah kekufuran.
فَمَنِ ابْتَدَعَ مِنْهُمْ ضَلَالًا؛ كَانَ عَلَىٰ أَهْلِ القِبْلَةِ خَارِجًا، وَمِنَ الدِّينِ مَارِقًا، وَيُتَقَرَّبُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالبَرَاءَةِ مِنْهُ، وَيَهْجُرُ وَيُحْتَقَرُ، وَتُجْتَنَبُ غُدَّتُهُ، فَهِيَ أَعْدَى مِنْ غُدَّةِ الجَرْبِ.
Siapa yang melakukan bid’ah kekufuran yang sudah keluar dari ajaran Ahlus Sunnah dan keluar dari agama, maka wajib baginya berlepas diri darinya sebagai bentuk taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah, wajib pula merendahkannya[23] dan menjauhi bid’ahnya, karena ia lebih berbahaya dari tho’un kudis[24] yang menyerang unta.
- Para Sahabat
16 - وَيُقَالُ بِفَضْلِ خَلِيفَةِ رَسُولِ الله ﷺ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ﭬ، فَهُوَ أَفْضَلُ الخَلْقِ وَأَخْيَرُهُمْ بَعْدَ النَّبِيِّ ﷺ، وَنُثَنِّي بَعْدَهُ بِالفَارُوقِ وَهُوَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ ﭬ، فَهُمَا وَزِيرَا رَسُولِ اللهِ ﷺ وَضَجِيعَاهُ فِي قَبْرِهِ وَجَلِيسَاهُ فِي الجَنَّةِ، وَنُثَلِّثُ بِذِي النُّورَيْنِ عُثْمَانِ بْنِ عَفَّانَ ﭬ، ثُمَّ بِذِي الفَضْلِ وَالتُّقَى عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِي الله عَنْهُم أَجْمَعِينَ.
[16] Wajib menyatakan keutamaan kholifah Rosulullah ﷺ Abu Bakar ﭬ. Dia adalah orang terbaik setelah Nabi ﷺ. Lalu kami menomorduakan Al-Faruq[25] Umar bin Al-Khothob ﭬ. Keduanya adalah orang terdekat Rosulullah ﷺ, dua teman di kubur beliau ﷺ, dan teman duduk di Surga. Lalu kami menomortigakan Dzunnuroin[26] Utsman bin Affan lalu berikutnya adalah pemilik keutamaan dan ketaqwaan[27] Ali bin Abi Tholib, semoga Allah meridhoi mereka semua.
ثُمَّ البَاقِينَ مِنَ العَشَرَةِ الَّذِّينَ أَوْجَبَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ ﷺ الجَنَّةَ، وَنُخْلِصُ لِكُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ مِنَ المَحَبَّةِ بِقَدْرِ الَّذِي أَوْجَبَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ ﷺ مِنَ التَّفْضِيلِ، ثُمَّ لِسَائِرِ أَصْحَابِهِ مِنْ بَعْدِهِمْ رَضِي الله عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ.
Lalu 6 Sahabat lainnya dari 10 Sahabat yang dijamin Rosulullah ﷺ masuk Surga.[28] Kami tulus mencintai masing-masing dari mereka sesuai kadar keutamaan mereka yang ditetapkan Rosulullah ﷺ, lalu seluruh Sahabat setelah mereka, semoga Allah meridhoi mereka semua.
وَيُقَالُ بِفَضْلِهِمْ، وَيُذْكَرُونَ بِمَحَاسِنِ أَفْعَالِهِمْ، وَنُمْسِكُ عَنِ الخَوْضِ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ، فَهُمْ خِيَارُ أَهْلِ الأَرْضِ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ، ارْتَضَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِنَبِيِّهِ، وَخَلَقَهُمْ أَنْصَارًا لِدِينِهِ، فَهُمْ أَئِمَّةُ الدِّينِ وَأَعْلَامُ المُسْلِمِينَ، فَرَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ.
Wajib menyebut keutamaan mereka, menyebut kebaikan perbuatan mereka, menahan diri dari sibuk membicarakan perselisihan di antara mereka[29], karena mereka penduduk bumi terbaik setelah Nabinya. Allah telah meridhoi mereka untuk Nabi-Nya, menciptakan mereka sebagai penolong agama-Nya. Mereka para pemimpin agama dan tokoh kaum Muslimin. Semoga rohmat Allah untuk mereka semua.
- Bermakmum, Berjihad, dan Berhaji Bersama Ulil Amri
18 - وَلَا يُتْرَكُ حُضُورُ صَلَاةِ الجُمُعَةِ، وَصَلَاتُهَا مَعَ بَرِّ هَذِهِ الأُمَّةِ وَفَاجِرِهَا لَازِمٌ مَا كَانَ مِنَ البِدْعَةِ بَرِيئًا، فَإِنِ ابْتَدَعَ ضَلَالًا فَلَا صَلَاةَ خَلْفَهُ.
[18] Tidak boleh meninggalkan menghadiri sholat Jamaah.[30] Sholat berjamaah bermakmum kepada orang yang paling baik maupun paling jahat dari umat ini adalah tetap berlaku, selama orang tersebut tersebut berlepas diri dari bid’ah kekufuran. Jika dia melakukan bid’ah kekufuran maka tidak boleh sholat bermakmum kepadanya. [31]
وَالجِهَادُ مَعَ كُلِّ إِمَامٍ عَدْلٍ أَوْ جَائِرٍ، وَالحَجُّ.
Begitu juga jihad dan haji tetap berlaku meskipun bersama pemimpin adil maupun jahat.
- Qoshor dan Tidak Puasa Saat Safar
19 - وَإِقْصَارُ الصَّلَاةِ فِي الأَسْفَارِ، وَالِاخْتِيَارُ فِيهِ بَيْنَ الصِّيَامِ وَالإِفْطَارِ فِي الأَسْفَارِ، إِن شَاءَ صَامَ وَإِن شَاءَ أَفْطَرَ.
[19] Bolehnya mengqoshor sholat dalam safar. Boleh memilih antara tetap berpuasa atau tidak berpuasa dalam safar. Jika ia mau berpuasa maka silahkan dan jika ia mau tidak berpuasa maka silahkan.
Kesepakatan Para Imam Atas Risalah Ini20 - هَذِهِ مَقَالَاتٌ وَأَفْعَالٌ اجْتَمَعَ عَلَيْهَا المَاضُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ أَئِمَّةِ الهُدَى، وَبِتَوْفِيقِ اللهِ اعْتصَمَ بهَا التَّابِعُونَ قُدْوَةً وَرِضًا، وَجَانَبُوا التَّكَلُّفَ فِيمَا كُفُوا فَسَدَّدُوا بِعَونِ اللهِ وَوُفِّقُوا، لَمْ يَرْغَبُوا عَنْ الِاتِّبَاع فَيَقْصُرُوا، وَلَمْ يُجَاوِزُوهُ تَزَيُّدًا فَيَعْتَدَوْا.
[20] Ini adalah ucapan dan perbuatan yang telah disepakati oleh orang-orang terdahulu dari para imam pembawa petunjuk. Dengan taufiq dari Allah, para Tabi’in[32] berpegang teguh kepadanya dengan qudwah (meneladani para Sahabat) dan ridho atasnya. Mereka menjauhkan dirinya dari takalluf [33]yang dijauhi oleh para Sahabat sehingga mereka mendapatkan pertolongan Allah dan taufiq. Mereka tidak membenci mengikuti para Sahabat, yang bisa menyebabkan mereka meninggalkan Sunnah. Mereka tidak melampauinya, yang bisa menyebabkan mereka berbuat bid’ah.
- Menjaga Kewajiban dan Menjauhi Larangan
فَهَذَا شَرْحُ السُّنَّةِ تَحَرَّيْتُ كَشْفَهَا وَأَوْضَحْتُهَا، فَمَنْ وَفَّقَهُ اللهُ لِلْقِيَامِ بِمَا أَبَنْتُهُ مَعَ مَعُونَتِهِ لَهُ بِالقِيَامِ عَلَىٰ أَدَاءِ فَرَائِضِهِ بِالِاحْتِيَاطِ فِي النَّجَاسَاتِ، وَإِسْبَاغِ الطَّهَارَةِ عَلَىٰ الطَّاعَاتِ، وَأَدَاءِ الصَّلَوَاتِ عَلَىٰ الِاسْتِطَاعَاتِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ عَلَىٰ أَهْلِ الجَدَّاتِ، وَالحَجِّ عَلَىٰ أَهْلِ الجَدَّةِ وَالِاسْتِطَاعَاتِ، وَصِيَامِ الشَّهْرِ لِأَهْلِ الصِّحَّاتِ، وَخَمْسِ صَلَوَاتٍ سَنَّهَا رَسُول الله ﷺ مِنْ بَعْدِ الصَّلَوَاتِ: صَلَاةِ الوِتْرِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ، وَرَكْعَتَيِ الفَجْرِ، وَصَلَاةِ الفِطْرِ وَالنَّحْرِ، وَصَلَاةِ كُسُوفِ الشَّمْسِ وَالقَمَر إِذَا نَزَلَ، وَصَلَاةِ الِاسْتِسْقَاءِ مَتَى وَجَبَ، وَاجْتِنَابِ المَحَارِمِ، وَالِاحْتِرَازِ مِنَ النَّمِيمَةِ وَالكَذِبِ وَالغِيبَةِ وَالبَغْيِ بِغَيْرِ الحَقِّ وَأَنْ يُقَالَ عَلَىٰ اللهِ مَا لَا يَعْلَمْ، كُلُّ هَذَا كَبَائِرُ مُحَرَّمَاتٌ.
Ini adalah Syarhus Sunnah (penjelasan Aqidah) yang aku pilih dan jelaskan. Siapa yang diberi taufiq oleh Allah untuk menjalankan apa saja yang telah kujelaskan (maka ia berada di atas petunjuk), disertai menjalankan kewajiban-kewajiban dengan kehati-hatian dari najis; menyempurnakan wudhu sebagai syarat beberapa ibadah ketaatan[34]; menunaikan sholat sesuai dengan kemampuan[35]; menunaikan zakat bagi yang memiliki kekayaan[36]; berhaji bagi yang mampu secara fisik dan finansial; berpuasa Romadhon bagi yang sehat (dan mukim); melaksanakan lima sholat yang disunnahkan Rosulullah ﷺ yaitu (1) sholat witir setiap malam, (2) dua rokaat qobliyah Subuh, (3) sholat Id pada Idul Fithri dan Adha, (4) sholat Kusuf dan Khusyuf jika terjadi gerhana, dan (5) sholat Istisqo kapan mengharuskan; menjauhi perkara-perkara harom: yaitu menjaga diri dari namimah (adu domba)[37], dusta, ghibah, melampaui batas tanpa hak[38]; berbicara atas nama Allah (dalam bab agama) tanpa ilmu. Semua ini adalah dosa-dosa besar yang diharomkan.
وَالتَّحَرِّي فِي المَكَاسِبِ، وَالمَطَاعِمِ، وَالمَحَارِمِ، وَالمَشَارِبِ، وَالمَلَابِسِ، وَاجْتِنَابِ الشَّهَوَاتِ؛ فَإِنَّهَا دَاعِيَةٌ لِرُكُوبِ المُحَرَّمَاتِ، فَمَنْ رَعَى حَولَ الحِمٰى فَإِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَ الحِمٰى.
Hendaknya memilih-milih dalam mencari pekerjaan, makanan, perkara harom, minuman, pakaian, dan menjauhi syahwat-syahwat, karena ia bisa mengajak kepada melakukan perkara harom. Siapa yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan, suatu saat ia akan memasuki tanah larangan tersebut[39].
Penutup
فَمَنْ يَسَّرَ لِهَذَا، فَإِنَّهُ مِنَ الدِّينِ عَلَىٰ هُدًى، وَمِنَ الرَّحْمَةِ عَلَىٰ رَجَاءٍ، وَوَفَّقَنَا اللهُ وَإِيَّاكَ إِلَى سَبِيلِهِ الأَقْوَمِ بِمَنِّهِ الجَزِيلِ الأَقْدَمِ، وَجَلَالِهِ العَلِيِّ الأَكْرَمِ.
Siapa yang dimudahkan untuk menerapkan ini (Aqidah dan ibadah), maka ia berada di atas petujuk agama dan diharapkan mendapatkan rohmat. Semoga Allah memberi kita taufiq (pertolongan) kepada jalan yang lurus dengan karunia-Nya yang agung dan azali, serta dengan kemuliaan-Nya yang tinggi dan mulia.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، وَعَلَى مَنْ قَرَأَ عَلَيْنَا السَّلَامَ، وَلَا يَنَالُ سَلَامُ اللهِ الضَّالِّينَ، وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ
Semoga salam (keselamatan) dan rohmat serta barokah-Nya atasmu, juga atas siapa saja yang mengucapkan salam kepadaku. Salam Allah tidak akan diraih oleh orang-orang sesat (ahli bid’ah). Segala puji milik Allah Pencipta seluruh alam.
نَجَزْتُ الرِّسَالَةَ بِحَمْدِ اللهِ وَمَنِّهِ، وَصَلَوَاتُهُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ وَسَلَّمَ كَثِيرًا كَثِيرًا.
Aku telah menyelesaikan risalah ini dengan memuji Allah atas karunia-Nya. Semoga sholawat dan salam yang sangat banyak terlimpah untuk Muhammad ﷺ, keluarganya, para Sahabatnya, dan istri-istrinya yang suci.
____
Footnote:
[1] Manāqibu Asy-Syāfi’ī, 2/349, Al-Baihaqi
[2] Manāqibu Asy-Syāfi’ī, 2/236, Al-Baihaqi.
[3] Manāqibu Asy-Syāfi’ī, 2/340, Al-Baihaqi.
[4] Siyar Alāmin Nubalā, 12/217, Adz-Dzahabi.
[5] Tamāmul Minnah, hal. 18, Dr. Al-Juhani.
[6] Kemampuan untuk menjalankan kebenaran dan beramal, dan ini anugerah dari Allah. Terkadang ada orang yang tahu kebenaran tetapi tidak menjalankannya, karena lemahnya tekad dan keinginan.
[7] Yakni bid’ah dalam masalah keyakinan. Bid’ah ada dua: (1) bid’ah mufassiqoh yaitu bid’ah dalam amal ibadah yang menyebabkan pelakunya fasik, tidak sampai murtad; (2) bid’ah mukaffiroh yaitu bid’ah dalam keyakinan yang menyebabkannya kafir, seperti bid’ahnya Qodariyah, Jahmiyah, Muktazilah, Karromiyah, dan lain-lain. Karena kitab ini berbicara Aqidah, yang nampak adalah bid’ah mukaffiroh yang dimaksud penulis $.
[8] Hamdu (الحمد) adalah memuji, dan jika dilakukan berkali-kali dan banyak maka dinamakan tsanā (الثناء).
[9] Al-Munī (yang menahan) bukanlah Nama Allah, karena tidak adanya dalil shohih tentangnya. Para ulama berpendapat Nama Allah harus didasari dalil shorih (jelas) dari Qur’an maupun Sunnah, tidak boleh menggunakan akal, karena akal tidak mampu menjangkau alam ghoib.
[10] Karena tugas hamba hanya beramal, adapun diterima ataukah tidak menjadi urusan Allah semata.
[11] Karena kewajiban hamba hanyalah istighfar, bukan wewenang menjauhkan dirinya dari bahaya atas dosanya.
[12] Nabi ﷺ bersabda: “Allah menciptakan Adam lalu mengusap punggungnya dengan Tangan Kanan-Nya lalu keluarlah beberapa keturunannya, lalu berfirman: ‘Aku ciptakan mereka untuk menjadi penghuni Surga dan mereka akan beramal dengan amal penghuni Surga.’ Jika Allah menciptakan hamba untuk menjadi penghuni Surga, maka ia akan dibantu untuk beramal dengan amal penghuni Surga hingga ia mati di atas amal penghuni Surga lalu Allah memasukkannya ke Surga.” (HR. Abu Dawud no. 4703 dengan sanad shohih)
[13] Nabi ﷺ bersabda: “Allah menciptakan Adam lalu mengusap punggungnya dengan Tangan Kanan-Nya lalu keluarlah beberapa keturunannya, lalu berfirman: ‘Aku ciptakan mereka untuk menjadi penghuni Neraka dan mereka akan beramal dengan amal penghuni Neraka.’ Jika Allah menciptakan hamba untuk menjadi penghuni Neraka, maka ia akan dibiarkan untuk beramal dengan amal penghuni Neraka hingga ia mati di atas amal penghuni Neraka lalu Allah memasukkannya ke Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 4703 dengan sanad shohih)
[14] Iman terdiri dari pokok iman dan cabangnya. Pokok iman adalah keyakinan, dan cabang iman adalah perbuatan. Jika ia beramal maka bertambah imannya, dan jika tidak beramal tidak bertambah imannya atau berkurang. Sebagian amal menjadi pokok iman, jika ia meninggalkannya maka lepas imannya seperti meninggalkan sholat. Allahu a’lam.
[15] Berbeda dengan kaum Khowarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Di sisi mereka para peminum khomr, pencuri, pezina, dan pembunuh adalah murtad.
[16] Ahlus Sunnah memastikan Surga bagi siapa saja yang dipastikan sebagai penduduk Surga oleh Allah dan Rosul-Nya, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Tholhah, Zubair, Sa’ad, Sa’id, Abu Ubaidah, Abdurrohman bin Auf. Selain mereka, Ahlus Sunnah tidak mau memastikan, mereka hanya berharap orang sholih masuk Surga. Sebabnya karena tidak ada yang tahu akhir hidup seseorang dan isi hati seseorang kecuali Allah semata.
[17] Seburuk apapun seseorang, tidak boleh dipastikan Neraka, termasuk tetangga kita yang kafir sekalipun. Kita hanya meyakini orang kafir pasti masuk Neraka, tetapi kita diam atas individu-individunya.
[18] Allah berfirman lalu firman ini diterima Jibril dan dibawa dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia (langit terdekat dengan manusia) sebanyak 30 juz pada malam Lailatul Qodar. Lalu Jibril menurunkannya kepada Muhammad ﷺ selama 23 tahun, 13 tahun di fase Makkah dan 10 tahun di fase Madinah. Al-Qur’an adalah ucapan (firman) Allah secara hakiki, huruf dan suaranya. Ia dinisbatkan kepada pengucap awalnya bukan pengucap perantara.
[19] Bagi orang kafir, kadar lamanya antara 1.000 sampai 50.000 tahun. Adapun bagi orang beriman, kadar lamanya seperti durasi antara Zhuhur sampai Ashar.
[20] Yakni bagi orang beriman pilihan.
[21] Yaitu setiap orang yang diserahi urusan, baik urusan kenegaraan (pemerinah/ penguasa) maupun urusan agama (ulama). Nampaknya penulis $ memaksudkan penguasa pada kalimat ini.
[22] Yakni kaum Muslimin, mereka disebut ahli Qiblat karena syarat disebut Muslim jika ia melaksanakan sholat. Ada pula yang berpendapat, untuk membedakan dengan orang Syi’ah yang tidak berqiblat ke Ka’bah, tetapi ke kuburan Husain.
[23] Ini dilakukan jika Ahlus Sunnah adalah mayoritas, jika mereka minoritas maka ia meminimalkan gesekan dengan mereka, karena mudhorotnya lebih besar.
[24] Quddatul jarob adalah tho’un (wabah mematikan) yang menyerang unta dan jarang sekali bisa selamat. Bid’ah diibaratkan penyakit ini karena ia bisa menular dan mematikan agama seseorang.
[25] Artinya membedakan antara yang hak dan yang batil, antara Muslim dan kafir, karena Umar terang-terangan dalam menampakkan Islamnya dan kebenaran, dari zaman Nabi ﷺ sampai wafatnya.
[26] Artinya pemilik dua cahaya, karena Utsman dinikahkan dengan dua putri Rosulullah ﷺ. Setelah wafatnya Ruqoyyah, ia dinikahkan dengan Ummu Kultsum, ﭭ.
[27] Setelah wafatnya Utsman ﭬ, tidak ada orang terbaik, paling bertaqwa, paling zuhud melebihi Ali bin Abi Tholib ﭬ.
[28] Nabi ﷺ bersabda: “Abu Bakar di Surga, Umar bin Surga, Utsman di Surga, Ali di Surga, Tholhah di Surga, Az-Zubair di Surga, Abdurrohman di Surga, Sa’ad di Surga, Sa’id di Surga, Abu Ubaidah di Surga.” (HR. At-Tirmidzi no. 3747 dengan sanad shohih)
[29] Alasannya banyak: (1) kebanyakan riwayat tersebut palsu, andaipun shohih maka sudah ditambah-tambahi, dikurangi, atau dirubah; (2) amal sholih mereka berupa jihad bersama Nabi ﷺ dan menunaikan kewajiban akan menghapus dosa-dosa mereka; (3) musibah yang menimpa mereka juga akan menghapus dosa-dosa mereka; (4) kita diperintah untuk mendoakan ampunan untuk mereka dalam surat Al-Hasyr ayat 10; (5) setiap mereka mujtahid (ahli ijtihad), jika benar mendapatkan dua pahala dan jika salah mendapatkan satu pahala.
[30] Berbeda dengan kaum Syi’ah yang mengklaim tidak ada kewajiban sholat berjamaah sampai muncul Al-Mahdi sebagai imam sholat mereka.
[31] Berbeda dengan kaum Khowarij yang menganggap tidak sah bermakmum kepada penguasa zolim atau jajaran pegawainya, karena bagi mereka penguasa tersebut sudah kafir.
[32] Generasi sholih setelah para Sahabat, baik ahli haditsnya maupun orang awamnya. Di antara tokoh ulama dari Tabi’in adalah Ikrimah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Sa’id bin Musayyib, Atho bin Abi Robah, Alqomah, Salim bin Abdullah bin Umar, Urwah bin Az-Zubair bin Awwam, dan lain-lain.
[33] Berlebihan dalam beribadah karena bisa menyelisihi Sunnah, misalnya puasa tiap hari, sholat semalam suntuk, hidup membujang untuk fokus ibadah, dan semisalnya.
[34] Yakni sholat, dan ibadah lainnya yang mensyaratkan berwudhu seperti thowaf, menyentuh mushaf, dan lain-lain.
[35] Yakni duduk jika tidak mampu berdiri, dan berbaring jika tidak mampu duduk, dan berisyarat jika tidak mampu bergerak. Begitu pula membaca dzikir apa saja yang dihafal jika tidak hafal Al-Fatihah, dan lain-lain.
[36] Yakni zakat mal (harta), dan ia ada lima: (1) emas dan perak serta alat tukar lainnya; (2) peternakan yaitu unta, sapi, dan kambing; (3) pertanian yaitu biji-bijian dan buah-buahan; (4) barang dagangan, (5) barang temuan yang terpendam. Ketentuan dan syaratnya dibahas di kitab-kitab fiqih.
[37] Yaitu menukil ucapan orang lalu disampaikan kepada orang lain dengan niat menimbulkan kerusakan dan saling berburuk sangka serta saling membenci.
[38] Jika dengan hak maka diperbolehkan meskipun meninggalkannya lebih utama, misalnya marah-marah saat menagih hutang jika melebihi tempo.
[39] Ini kiasan untuk orang yang mendekati perkara yang masih samar-samar hukumnya bagi dirinya atau meremehkan dosa-dosa kecil, bahwa suatu saat perkara itu akan menyeretnya kepada dosa besar.
Sumber: https://www.terjemahmatan.com/