Type Here to Get Search Results !

 


KUFUR, DEFINISI DAN JENISNYA

A. Definisi Kufur

Kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.

B. Jenis Kufur

Kufur ada dua jenis: Kufur Besar dan Kufur Kecil

Kufur Besar

Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur besar ada lima macam

1. Kufur Karena Mendustakan

Dalilnya adalah firman Allah

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya ? Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?” [Al-Ankabut/29 : 68]

2. Kufur Karena Enggan dan Sombong, Padahal Membenarkan

Dalilnya firman Allah.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, ‘Tunduklah kamu kepada Adam’. Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak dan adalah ia termasuk orang-orang kafir” [Al-Baqarah/2: 34]

3. Kufur Karena Ragu

Dalilnya adalah firman Allah.

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا﴿٣٥﴾وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا﴿٣٦﴾قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا ﴿٣٧﴾ لَٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

“Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap dirinya sendiri ; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya akan kudapati tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah engkau kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku dan aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi/18 : 35-38]

4. Kufur Karena Berpaling

Dalilnya adalah firman Allah.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ

“Dan orang-orang itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka” [Al-Ahqaf/46 : 3]

5. Kufur Karena Nifaq

Dalilnya adalah firman Allah

ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ

“Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara) lahirnya lalu kafir (secara batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti” [Al-Munafiqun/63 : 3]

Kufur Kecil

Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat, sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya.

يَعْرِفُوْنَ نِعْمَتَ اللّٰهِ ثُمَّ يُنْكِرُوْنَهَا وَاَكْثَرُهُمُ الْكٰفِرُوْنَ

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir” [An-Nahl/16 : 83]

Termasuk juga membunuh orang muslim, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencaci orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لَا تَرْتَدُّوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggel leher sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Termasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَ

“Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik” [At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim]

Yang demikian itu karena Allah tetap menjadikan para pelaku dosa sebagai orang-orang mukmin. Allah berfirman.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh” [Al-Baqarah/2 : 178]

Allah tidak mengeluarkan orang yang membunuh dari golongan orang-orang beriman, bahkan menjadikannya sebagai saudara bagi wali yang (berhak melakukan) qishash[1].

Allah berfirman

فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ

“Maka barangsiapa mendapat suatu pemaafan dari saudarnya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yangmemberi maaf dengan cara yang baik (pula)” [Al-Baqarah/2 : 178]

Yang dimaksud dengan saudara dalam ayat di atas –tanpa diargukan lagi- adalah saudara seagama, berdasarkan firman Allah.

وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ – اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” [Al-Hujurat/49 : 9-10][2]
Baca Juga  Tidak Ada Benda Keramat di Dalam Agama Islam

Kesimpulan Perbedaan Antara Kufur Besar Dan Kufur Kecil

1. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan (pahala) amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, juga tidak menghapuskan (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufurannya, dan pelakunya tetap dihadapkan dengan ancaman.

2. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal dalam neraka, sedankan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka maka ia tidak kekal di dalamnya, dan bisa saja Allah memberikan ampunan kepada pelakunya, sehingga ia tiada masuk neraka sama sekali.

3. Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak demikian.

4. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang mukmin. Orang-orang mukmin tidak boleh mencintai dan setia kepadanya, betapun ia adalah keluarga terdekat. Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimananny, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kemaksiatannya.

Hal yang sama juga dikatakan dalam perbedaan antara pelaku syirik besar dan syirik kecil

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lis Shaffitss Tsalis Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tuhid 3, Penulis Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Penerjemah Ainul Harits Arifin Lc, Penerbit Darul Haq]
______
Footnote
[1]. Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak dilakukan bila yang membunuh mendapat pemaafan dari ahlis waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat diminta dengan baik, umpanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaknya membayar dengan baik, umpanya dengan tidak menangguh-nagguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Allah menjelaskan hukum-hukum ini membunuh yang bukan si pembunuh atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat maka terhadapnya di dunia di ambil qishah dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih,-pent
[2]. Lihat Syarhhuts Thahawiyah hal.361, cet. Al-Maktab Al-Islami.

Penulis: Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan


RAGAM DAN JENIS KEKUFURAN

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan-Nya. Amma ba’du:

Di antara perkara terbesar yang diperintahkan oleh Allah tabaraka wa ta’ala ialah perkara tauhid, mengesakan Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dan kebalikannya, perkara terbesar yang dilarang oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah perbuatan syirik, menyekutukan–Nya dan kekufuran. Dua perkara ini, yakni perintah mentauhidkan Allah Shubhanahu wa ta’alla serta tidak menyekutukan-Nya, telah banyak disebutkan oleh Allah dalam firman -Nya, diantaranya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. [an-Nahl/16: 36].

Demikian pula tersirat jelas dalam firman -Nya:

فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ [ البقرة: 256]

“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.  [al-Baqarah/2: 256).

Inti Pembahasan:

Kekufuran (kekafiran) adalah lawan dari keimanan, dan yang dimaksud ialah mengingkari adanya agama yang benar. Dinamakan kufur (kafir) karena didalam kekufuran ini terkandung bentuk menutupi kebenaran dibarengi pengingkaran terhadap kebenaran tersebut. Dan kufur itu ada dua macam: Kufur akbar (kekufuran besar) yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Kufur ashgar (kekufuran kecil) yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama. Dan kufur akbar ini beragam macam dan bentuknya, diantaranya ialah:

1. Kufur dalam kisaran mendustakan.
Sehingga barangsiapa yang mendustakan al-Qur’an atau sedikit saja dari al-Qur’an. Atau mendustakan sunah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam yang telah shahih penukilannya sedang dirinya telah mengetahui akan hal itu. Maka orang semacam ini adalah kafir, karena masuk dalam kawasan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya keluar dari agama Islam. Sehingga status darah dan hartanya menjadi halal. Dalil yang mendasari dan menjelaskan akan hal tersebut ialah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam sebuah firman -Nya:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهٗ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ [ العنكبوت: 68]

“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang haik tatkala yang haik itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?  [al-‘Ankabuut/29: 68].

Dan Allah ta’ala telah menjelaskan dalam kitab -Nya sebab kebinasaan umat-umat terdahulu adalah dengan sebab karena mereka mendustakan Rasul yang diutus oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada mereka. Seperti disinggung oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam banyak ayat -Nya, diantaranya:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوْحِ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ [ الشعراء: 105]

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”. [asy-Syu’araa’/26: 105].

Tentang kaum Aad, mereka binasa juga gara-gara mendustakan para Rasul, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal tersebut dalam firman -Nya:

كَذَّبَتْ عَادُ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ ۖ [ الشعراء: 123]

“Kaum ‘Aad telah mendustakan para rasul”. [asy-Syu’araa’/26: 123].

Tentang kaum Tsamud juga sama, kebinasaan mereka dengan sebab mendustakan para Rasul, sebagaimana diterangkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ الْمُرْسَلِيْنَ ۖ [الشعراء: 141]

“Kaum Tsamud telah mendustakan rasul-rasul”.  [asy-Syu’araa’/26: 141].

Dan barangsiapa mendustakan satu Rasul saja maka dirinya sama dengan mendustakan seluruh Rasul. Dan tidak mungkin keimanan mereka bisa diterima sampai kiranya dia mengimani seluruh Rasul dengan tidak menbeda-bedakan satu sama lainnya. Hal itu, sebagaimana ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam firman -Nya:

اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ [ البقرة: 285]

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat -Nya, kitab-kitab -Nya dan rasul-rasul -Nya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul -Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” [al-Baqarah/2: 285].

2. Kufur Juhud (Pengingkaran).[1]

Yang mana orang kafir jenis ini mempunyai maklumat tentang kebenaran serta meyakininya, akan tetapi, dirinya mengingkarinya secara terang-terangan, bisa karena faktor sombong, atau dengki, atau rakus terhadap kekuasaan, dunia atau ambisi yang lainnya.

Jenis kekafiran ini, secara umum ada dikebanyakan orang-orang kafir. Seperti disindir oleh Allah ta’ala melalui firman-Nya:

قَدْ نَعْلَمُ اِنَّهٗ لَيَحْزُنُكَ الَّذِيْ يَقُوْلُوْنَ فَاِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُوْنَكَ وَلٰكِنَّ الظّٰلِمِيْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ يَجْحَدُوْنَ [ الأنعام: 33]

“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. [al-An’am/6: 33].

Begitu pula, telah dijelaskan oleh Allah tabaraka wa ta’ala dalam firman -Nya:

وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ [ النمل: 14]

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya”.  [an-Naml/27: 14].

Allah Shubhanahu wa ta’ala mengabarkan pada kita dalam ayat diatas, bahwa mereka menyakini kebenaran dalam hatinya, namun, mereka mengingkarinya karena zalim dan sombong, yakni disebabkan karena kesombongan serta kezalimananya terhadap orang lain.

Dalam hal itu, ada contoh nyata yang Allah Shubhanahu wa ta’alla abadikan dalam kitab -Nya, yaitu tatkala Nabi Musa ‘alaihi sallam kemukakan kebenaran dihadapan Fir’aun, akan tetapi, dengan kecongkakannya dia enggan menerima kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihi sallam, hal tersebut sebagaimana diabadikan oleh Allah ta’ala dalam firman -Nya:

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَآ اَنْزَلَ هٰٓؤُلَاۤءِ اِلَّا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ بَصَاۤىِٕرَۚ وَاِنِّيْ لَاَظُنُّكَ يٰفِرْعَوْنُ مَثْبُوْرًا [ الإسراء: 102]

“Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan Sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”.  [al-Israa’/17: 102].

Maka, pada sejatinya Fir’aun mengetahui kalau yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihissalam adalah kebenaran, akan tetapi, dirinya terang-terangan mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan serta ambisinya agar tetap berada dalam singgasananya. Lebih jelas lagi, sebagaimana Allah Shubhanahu wa ta’alla abadikan itu semua melalui firman -Nya, sebagai pelajaran bagi kita semua, bagaimana kesombongan Fir’aun serta ambisinya terhadap kekuasaan:

 وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي   [ القصص: 38]

“Dan Fir’aun berkata: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku”. [al-Qashash/28: 38].

Tiap orang yang masih punya akal sehat, tentu mereka semua mengakui serta menetapkan adanya makhluk dimuka bumi ini pasti ada pencipta yang mengaturnya. Sedangkan Fir’aun, maka dia sama sekali tidak pernah menciptakan sesuatu pun, dan tidak pula mengatur urusan makhluk sedikitpun. Akan tetapi, yang menyebabkan Fir’aun mengucapkan hal tersebut ialah karena sombong dan ingin tetap berada didalam kekuasaannya.

Dan semisal dalam hal ini, apa yang diperoleh dan dilakukan oleh Iblis laknatullah, manakala Allah Shubhanahu wa ta’alla menyuruhnya supaya sujud kepada Adam, namun, dirinya enggan disebabkan kesombongan dan dengki terhadap Adam. Dan hal itu, telah dijelaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:

 وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ  [ البقرة: 34]

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan sombong dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. [al-Baqarah/2: 34].

3. Kufur karena ragu dan dhon (persangkaan)

Yakni pelakunya merasa ragu terhadap perkara yang dibawa oleh para Rasul serta mengira kalau mereka itu bukan berada dijalan yang benar. Lebih jelasnya, sebagaimana kisahnya dua orang yang disitir oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya, dimana salah seorang dari keduanya mengatakan:

وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةٗ  [ الكهف: 36]

“Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang”. [al-Kahfi/18: 36].

Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla kisahkan kembali jawaban temannya tadi yang mengatakan:

قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرۡتَ بِٱلَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلٗا  [ الكهف: 37]

“Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”. [al-Kahfi/18: 37].

4. Kufur I’radh (berpaling)

Yang dimaksud dengan berpaling dari sini ialah enggan untuk mempelajari ilmu-ilmu pokok agama yang menjadi dasar seseorang menjadi seorang muslim, hingga dirinya mau mengkaji lalu mengamalkannya. Perkaranya sudah jelas, sebagaimana disinggung oleh Allah ta’ala melalui firman -Nya:

وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِۦ ثُمَّ أَعۡرَضَ عَنۡهَآۚ إِنَّا مِنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُنتَقِمُونَ [ السجدة: 22]

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling dari padanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa“. [as-Sajdah/32: 22].

Dan diperjelas lagi oleh Allah ta’ala melalui firman -Nya yang lain:

 وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ عَمَّآ أُنذِرُواْ مُعۡرِضُونَ  [ الأحقاف: 3]

“Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka”. [al-Ahqaf/46: 3].

Mereka dinamakan sebagai orang-orang kafir disebabkan karena mereka berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.

5. Kufur Nifaq (kemunafikan), adapun yang dimaksud ialah munafik I’tiqodi (keyakinan)

Dan dalam kategori ini ada enam macam bentuknya:
  1.     Mendustakan Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam.
  2.     Mendustakan sebagian apa yang dibawa oleh beliau.
  3.     Membenci Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam.
  4.     Membenci sebagian yang bawa oleh beliau Shalallahu ‘alihi wa sallam.
  5.     Merasa senang bila agama Islam itu semakin terkoyak-koyak dan lemah.
  6.     Tidak mau atau enggan untuk membela agama Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam.
Inilah yang dinamakan sebagai orang munafik, yang mana dalam hal ini dia menampakan keimanan dan menyembunyikan kekafirannya. Adapun keimanan yang nampak dari mereka, maka mereka bersaksi dengan persaksian yang benar, turut bersama kegiatan yang dikerjakan oleh kaum muslimin, dengan mengerjakan sholat, berpuasa, haji, dan berjihad. Dan secara umum mereka ikut serta bersama kaum muslimin didalam syi’ar-syi’ar agama Islam yang nampak jelas, sebagaimana keadaan dan jati diri orang-orang munafik pada zaman Nabi Muhammad  Shalallahu ‘alihi wa sallam. Namun, pada setiap zaman kebenaran itu selalu saja ditolong oleh Allah azza wa jalla.

Sedangkan kekufurannya secara bathin, maka dia sembunyikan didalam hatinya, mendustakan kebenaran, serta menutupi rapat-rapat kebenciannya terhadap Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rasul -Nya dan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana digambarkan oleh Allah ta’ala dengan jelas sekali melalui firman -Nya:

إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ قَالُواْ نَشۡهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُۥ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَكَٰذِبُونَ ١ ٱتَّخَذُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ جُنَّةٗ فَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّهُمۡ سَآءَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ ثُمَّ كَفَرُواْ فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَهُمۡ لَا يَفۡقَهُونَ  [ المنافقون: 1-3]

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul -Nya dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti”. [al-Munafiquun/63: 1-3].

Artinya mereka mengatakan beriman dengan lisan-lisannya, namun, mengingkari dalam hatinya. Orang munafik hanya sekedar menampakkan keimanan secara nifak, hal tersebut ia lakukan agar bisa tetap hidup berdampingan bersama kaum muslimin, disebabkan dirinya tidak punya kekuataan untuk menghadapi kaum muslimin, begitu pula tidak mampu memporak porandakan kaum muslimin sehingga mengantarkan dirinya rela untuk bersikap mendua seperti itu.

6. Kufur Asghar (kecil)

Yaitu mendatangi perbuatan dosa yang telah diberi stempel oleh Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam sebagai kekufuran, akan tetapi, tidak sampai pada derajat kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Semisal, ucapan Nabi Muhammad  Shalallahu ‘alihi wa sallam dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alihi wa sallam bersbda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Janganlah kalian kembali kufur setelah (kematian)ku, dengan saling memukul sebagian dengan yang lainnya (saling berperang)”. HR Bukhari no: 1739. Muslim no: 1679.

Yang dimaksud dengan kufur disini adalah kufur kecil dikarenakan yang namanya membunuh jiwa seorang mukmin adalah perkara besar dan termasuk dosa besar, akan tetapi, tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Dalil yang mendasari hal tersebut adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala yang mengatakan:

 وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ  [ الحجرات: 9]

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. [al-Hujuraat/49: 9].

Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’ala mengatakan dalam ayat berikutnya:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ   [ الحجرات: 10]

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu”. [al-Hujuraat/49: 10].

Allah Shubhanahu wa ta’alla mengabarkan dalam ayat diatas, keadaan dua kubu yang saling berperang, akan tetapi, Allah ta’ala masih menamakan mereka sebagai orang mukmin, bahwa mereka adalah saudara. Ini menunjukan kalau membunuh orang tanpa ada alasan yang dibenarkan, walaupun termasuk dosa besar dan kejahatan yang tidak bisa ditolerir, tidak sampai mengeluarkan sang pembunuh dari ruang lingkup keimanan pada kekafiran, dengan catatan selagi pelakunya tidak berkeyakinan halal membunuh orang lain.

Diantara contoh lain dari kufur kecil adalah kufur terhadap nikmat. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah ta’ala di dalam banyak ayat -Nya, salah satunya:

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَىِٕنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.  [an-Nahl/16: 112].[2]

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari الكفر وأنواعه Penulis : Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi,  Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor  : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
_______

Footnote:

[1] Kafir jenis ini dengan yang sebelumnya ada sisi persamaan, namun, ada beberapa berbedaan dari beberapa sisi. Silahkan lihat kitab: ‘Syifa’ul Alil fii Masail Qadha wal Qadar. Madarijus Salikin. Keduanya karya Ibnu Qayim. Dan kitab: al-Khafaaji fii Hasyiyatihi ‘ala Kitab Asy-Syifa’ karya al-Qadhi Iyadh.
[2] Pembahasan ini banyak mengambil dari kitab: Durus minal Qur’anul Karim. Karya D. Shaleh al-Fauzan, dari hal: 159-166.

Tags