Type Here to Get Search Results !

 


NASEHAT UNTUK PARA DA’I


Diantara adab para da’i yang wajib untuk mereka jalankan, adalah tolong menolong diantara mereka. Dan tidak selayaknya mereka berkeinginan agar ucapannya saja yang diterima dan harus didahulukan dari pada orang lain. Tapi semestinya keinginan seorang da’i adalah agar dakwah (kebenaran), diterima baik lewat dirinya atau orang lain. Selama keinginan anda adalah tegaknya agama (dimuka bumi) maka jangan anda perdulikan darimana kebenaran itu akan menyebar,apakah dari anda atau yang lain.

Memang benar bahwa seseorang berkeinginan agar kebaikan itu berada ditangannya, tapi tidak boleh dia membenci kalau seandainya kebaikan itu juga ada ditangan orang lain. Yang wajib baginya adalah agar agama Allah tegak darimana saja datangnya. Jika seorang da’i telah membangun pemikirannya diatas kaidah ini, maka dia akan membantu saudaranya dalam berdakwah di jalan Allah meskipun manusia lebih banyak condong kepada orang lain dari pada dirinya.

Yang wajib bagi para da’i adalah bergotong royong diantara mereka dan saling bermusyawarah, berpijak di atas satu pijakan dan berjuang karena Allah, baik berdua-dua, atau bertiga atau berempat [Saba/34 : 46]

Jika kita telah melihat bahwa para da’i penyesat bisa bersatu dan bahu-membahu, maka mengapa da’i kebenaran tidak mengamalkan hal ini? Agar mereka bisa nasehat-menasehati kalau ada yang salah, baik dalam keilmuan maupun metode dakwah atau yang lainnya.

Seandainya kita mau memperhatikan nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah maka kita akan menghadapi bahwasanya Allah Ta’ala telah mensifati orang-orang mukmin dengan sifat-sifat yang menunjukkan bahwa mereka itu saling bersatu dan tolong menolong. Allah Ta’ala berfirman.

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”[At-Taubah/9 : 71]

Dan Allah juga berfirman.

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴿١٠٤﴾وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka, mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali-Imran/3: 104-105]

Sesungguhnya setan merasukkan kedalam hati seorang da’i, kebencian terhadap da’i semisalnya jika sukses dalam berdakwah. Dia tidak senang jika ada yang berhasil sepertinya dalam berdakwah, bahkan dia amat benci jika orang lain lebih maju dan lebih diterima oleh manusia. Oleh karena inilah Syaikhul Islam rahimahullah berkata tentang definisi hasad : “Hasad adalah kebencian seseorang terhadap nikmat Allah yang dianugerahkan kepada orang lain. Meskipun yang masyhur dikalangan para ulama bahwa hasad adalah keinginan seseorang akan hilangnya nikmat dari orang lain. Kita katakan sekali lagi bahwa hasad adalah kebencian (seseorang) akan nikmat Allah yang dianugerahkan kepada orang lain baik orang tersebut berkeinginan untuk menghilangkan nikmat tersebut atau tidak”.

Wahai da’i, wajib bagimu untuk menolong saudaramu sesama da’i dalam dakwah, meskipun dia lebih sukses dan berhasil darimu dalam dakwah, selama anda hanya menginginkan tegaknya agama Allah.

Kemudian ketahuilah wahai saudaraku, bahwa para da’i penyesat menginginkan agar para da’i kebenaran terpecah belah, karena mereka tahu bahwa bersatunya (para da’i kebenaran) adalah sebab keberhasilan, sedangkan perpecahan mereka adalah sebab kegagalan. Allah Ta’ala berfirman.

وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar” [Al-Anfal/8 : 46]

Tidak diragukan lagi bahwa setiap kita pasti memiliki kesalahan, oleh karenanya kita wajib tolong menolong dalam menghilangkan kesalahan tersebut, dengan cara saling berkomunikasi dan menjelaskan kesalahan tersebut. Mungkin kita menyangka itu adalah kesalahan tapi sebenarnya tidak, maka dengan cara inilah (komunikasi) kita akan tahu mana yang salah.

Adapun menjadikan kesalahan sebagai senjata untuk mencaci-maki dan menjauhkan manusia dari orang tersebut, maka itu bukanlah termasuk ciri orang-orang beriman terlebih sebagai seorang da’i.

Pada akhir-akhir ini (sebagian) pemuda –alhamdulillah– mulai berjalan di atas garis yang lurus dalam berdakwah, akan tetapi ada kesalahan di dalamnya yaitu mereka berpegang teguh dengan pendapat mereka sendiri tanpa memperdulikan pendapat yang lain (dari kalangan ulama -pent), bahkan diantara mereka bersikap ujub dengan ilmu dan pemikiran yang mereka miliki meskipun kebodohan masih melekat dalam diri mereka.

Diantara kesalahannya juga, dia meremehkan orang lain dan tidak mau tunduk kepada kebenaran meskipun disebutkan kepadanya seorang imam kaum muslimin yang telah masyhur akan keilmuan, agama serta amanahnya. Dia mengatakan : “Siapa orang (alim) ini, bukankah dia lelaki dan aku juga laki-laki?!

Padahal pengakuannya sebagai laki-laki tersebut hanyalah berdasarkan kebodohannya belaka. Anda akan mendapatinya tidak bisa menggabungkan antara dalil-dalil. Dia mengambil satu dalil dan meninggalkan dalil yang lain. Dia tidak peduli jika dikatakan kepadanya : Pikirkanlah pendapatmu dan lihatlah semua dalil serta lihatlah pendapat jumhur ulama. Akan tetapi orang ini tidak mau berpikir dan menganggap yang tidak sesuai dengannya berada di atas kebatilan dan hanya dia yang berada kebenaran seolah-olah dia mendapat wahyu Ilahi.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah metode yang salah. Tidak boleh bagi seseorang untuk meyakini, bahwa orang lain itu pasti salah dan dialah yang benar dalam perkara yang pintu ijtihad masih terbuka. Kalau orang tersebut berkeyakinan seperti ini, maka seolah-olah dia mendudukkan dirinya di singgasana kenabian dan kesucian. Jika orang lain bisa salah maka engkau juga bisa salah, dan kebenaran yang engkau dakwahkan juga didakwahkan oleh selainmu. Dari sinilah sebagian pemuda  menisbatkan dirinya kepada kelompok atau orang alim tertentu dan mengambil serta membelanya baik salah atau benar. Inilah yang menyebabkan perpecahan umat dan melemahkan kekuatan mereka. Dan hal ini menjadikan para pemuda yang berjalan di jalan agama ini sebagai bahan gunjingan dan cacian oleh kelompok sesat.

Wajib bagi kita untuk menjadi orang yang telah disifatkan oleh Allah.

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku” [Al-Mukminun/ : 52]

Dan yang wajib bagi kita adalah menyatukan barisan, tapi bukan berarti wajib untuk kita menyatukan pendapat atau harus tidak ada perselisihan (yang diperbolehkan) karena hal ini tidak mungkin terjadi. Namun saya katakan : Apabila terjadi perselisihan diantara kita dalam hal yang diperbolehkan berselisih, maka yang wajib adalah menjaga hati kita agar tidak berselisih dan hendaknya hati kita tetap bersatu serta tetap cinta-mencintai (karena Allah).

Saya contohkan misalnya dalam masalah yang ringan jika dibandingkan dengan masalah penting dalam Islam yaitu duduk (istirahat) dalam shalat ketika akan naik ke raka’at kedua atau keempat, disini para ulama sebagiannya menganggap sunnah dan sebagian lagi menganggap bukan sunnah dan sebagian lagi memperinci permasalahan.

Perselisihan ini sudah masyhur, akan tetapi jika temanku dalam berdakwah berpendapat disunnahkannya duduk (istirahat) tersebut dan saya tidak sependapat dengannya, maka apakah boleh bagi kita untuk menjadikan perselisihan ini sebagai sebab kebencian kita kepada sebagian yang lain, sebagai bahan  menyebarkan (kesalahan-kesalahannya)? Tidak,  demi Allah ini tidaklah diperbolehkan. Apabila para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum berselisih dalam masalah yang lebih besar dari ini, sedang mereka tidak pernah mentahdzir sebagian yang lain serta tidak saling membenci, maka mengapa kita saling membenci hanya karena masalah yang sepele jika dibandingkan dengan masalah yang lebih penting lagi dalam agama ini?!

Tidaklah kebanyakan kita mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika pulang dari perang Ahzab dan datang Jibril kepada beliau memerintahkan agar beliau pergi ke Bani Quraizhah karena mereka telah membatalkan perjanjian, maka beliau memerintahkan para Sahabat Radhiyallahu‘anhum berangkat ke Bani Quraizhah seraya berkata:

لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

“Janganlah salah seorang dari kalian shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah” [HR. Bukhari].

Merekapun berangkat dari Madinah dan ketika waktu shalat Ashar tiba sebagian mereka mengatakan : “Kita tidak boleh shalat Ashar melainkan di Bani Quraizhah, hingga merekapun menunda shalat Ashar sampai diluar waktunya. Dan sebagian yang lain mengatakan : Kita shalat Ashar pada waktunya meskipun kita belum sampai di Bani Quraizhah. Hal ini pun terdengar oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi beliau tidak menyalahkan seorangpun dari mereka dan mereka tidak saling membenci satu sama lain meskipun perselisihan tersebut lebih berat dibandingkan perselisihan dalam masalah duduk (istirahat) ketika akan naik ke raka’at kedua atau keempat.

Yang saya harapkan dari saudara-saudaraku para da’i adalah agar mereka tidak menjadikan permasalahan yang pintu ijihad masih terbuka di dalamnya sebagai sebab perpecahan, hizbiyyah dan saling menuding sesat orang yang tidak sependapat dengannya, karena ini akan melemahkan kekuatan mereka dimata paramusuh. Kalian sudah mengetahui, bahwa disana banyak musuh yang mengintai kita, akan tetapi barangsiapa yang Allah selalu bersamanya maka akan baik akibatnya dan dia akan ditolong di dunia dan di akhirat, sebagaimana Allah Subhanahu waTa’ala berfirman.

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ

“Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”[Ghofir /40: 51]

Saya mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadikanku dan kalian semua sebagai penolong agama-Nya, dan sebagai da’i yang selalu berada di atas ilmu serta selalu merahmati kita semua, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pemberi.

(Majalah Al-Asholah, Edisi 51 oleh Abu Abdurrohman As-Salafi Lc)

[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol. 5 No. 2 Edisi 26 Muharram 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]

Sesungguhnya para penyeru keburukan dan kerusakan menyukai terpecah belahnya para penyeru kebaikan, karena mereka tahu bahwa bersatu dan bahu membahunya para penyeru kebaikan itu merupakan faktor keberhasilan mereka, sementara perpecahan mereka merupakan faktor kegagalan mereka. Sementara, setiap kita bisa saja salah. Dari itu, jika salah seorang kita melihat kesalahan pada saudaranya, hendaklah segera menghubunginya dan meluruskan perkara tersebut dengannya. Kadang kesalahan itu hanya merupakan kesalahan dalam dugaan kita, namun secara global kadang tidak begitu.

Lain dari itu, tidak boleh menggunakan kesalahan sebagai alasan untuk menghujat sang da’i dan membuat lari orang-orang yang didakwahi oleh da’i tersebut, karena ini bukan karakter orang-orang beriman dan bukan pula karakter para da’i.

Dakwah yang dimaksud adalah yang berlandaskan pada hujjah yang nyata (pengetahuan yang mapan) sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [Yusuf/12 : 108]

Pengetahuan ini adalah mengenai materi dakwah, kondisi mad’u (orang-orang yang diseru) dan metode dakwah. Pengetahuan tentang materi dakwah memerlukan ilmu, maka sang da’i tidak berbicara kecuali tentang yang diketahuinya bahwa itu adalah benar atau yang diduga kuat bahwa itu benar. Jika yang diserukan itu masih berupa dugaan, bagaimana bisa ia menyerukan sesuatu yang ia sendiri tidak mengetahuinya, bisa jadi ia malah menghancurkan apa yang telah dibangunnya, sementara itu ia pun berdosa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” [Al-Isra/17 : 36]

Pengetahuan tentang kondisi mad’u, di antara tuntutannya adalah hendaknya dalam berdakwah sang da’i membedakan antara orang jahil (tidak mengerti) dan orang yang menentang. Sementara pengetahuan tentang metode dakwah adalah hendaknya sang da’i mengetahui bagaimana cara mendakwahi manusia. Apakah dengan keras, kasar dan dengan cercaan terhadap hal-hal yang ada pada mereka, ataukah berdakwah dengan lembut, halus dan mengindahkan apa yang diserukannya tanpa memburukkan apa yang tengah ada pada mereka.

[Kitabud Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin, (2/174-175)]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk. Penerbit Darul Haq]



ARAHAN UNTUK PARA DAI

Pertanyaan:

Kami para pemuda sedang menuju ke Barat untuk berdakwah kepada Allah, kami memohon kepada anda bekal nasehat dan arahan untuk dapat kami ambil faedah dalam perjalanan kami. Semoga Allah menjaga anda.

Jawaban:

Sesungguhnya dakwah merupakan salah satu kewajiban yang ditekankan. Ia termasuk jalannya para Nabi, para Rasul dan orang yang mengikutinya dari kalangan para ulama, dai dan orang sholeh. Sebagai keinginan untuk menyempurnakan dan merealisasikan tujuan perjalanan dakwah dan mengambil faedah dalam waktu anda yang sangat berharga yang anda harapkan pahala dari Allah Ta’ala. Maka kami memberikan nasehat kepada anda berikut ini.

1. Bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan muroqobah (merasa diawasi) baik dalam kondisi sembunyi maupun terang-terangan. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda.

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

Bertakwalah anda kepada Allah dimana saja anda berada’ [HR. Tirmizi, 1910 dan dihasankan oleh Al-Bany di shohih Tirmizi, 1618.

Takwa kepada Allah adalah pilar utama dalam semua urusan. Ia sebagai sebab mendapatkan taufiq di dunia dan pahala di akhirat. Mengharapkan pahala dan mengikhlaskan niatan hanya untuk Allah Azza wa Jalla dalam ucapan dan perbuatan.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya amalan tergantung dari niatan, dan masing-masing orang tergantung apa yang diniatkan’ [HR. Bukhori,1 dan Muslim, 3530.]

Hal ini yang membantu para dai dan menjadikan amalannya barokah. Sebagaimana takwa kepada Allah adalah pilar utama dalam semua urusan. Dan ia sebagai sebab mendapatkan taufiq di dunia dan pahala di akhirat.

2. Jadilah anda sebagai contoh yang baik dalam perkataan, penampilan, makan dan tidur anda semua. Semuanya itu mencontoh kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dalam ucapan dan perbuatannya.

3. Menjaga dari pandangan mata, khususnya di negara yang banyak tabarruj (bersolek) dan membuka aurat.

4. Bagus sekali kalau (tetap) memakai pakaian arab, karena banyak sekali kemaslahatannya. Tidak direkomendasikan memakai pakaian eropa. Sementara ungkapan bahaya memakai pakaian arab di luar, itu hanya sekedar isu tidak ada hakekatnya. Memungkinkan melepas qutrah atau simag (kain yang dipakai untuk menutup atas kepala) dan cukup memakai peci ketika hal itu dibutuhkan.

5. Siwak merupakan sunnah diantara sunnah Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, dan hal itu jarang sekali di beberapa negara. Dan ia merupakan hadiah yang disukai kebanyakan umat Islam

6. Mempergunakan tas tangan (hand bag) untuk tempat pakaian, karena ada kemungkinan hilangnya tas di negara tersebut. Begitu juga kemungkinan terbuka untuk mengirimkan buku yang dibutuhkan lewat cargo. Menukar uang anda ke dolar untuk kebutuhan disela-sela bepergian.
Baca Juga  Beretika Dan Bermodal

7. Melakukan semua kemungkinan yang dibutuhkan sebelum bepergian seperti suntikan (imunisasi) dari penyakit yang menyebar di negara yang di akan dikunjunginya. Dan membawa kartu imunisasi internasional yang berwarna kuning.

8. Membawa semua alamat yang dibutuhkannya seperti alamat Kedutaan sebagian negara-negara arab dan negara Islam. Begitu juga (alamat) markaz dan Yayasan Islam yang dikenal dan terpercaya. Berhati-hati anggapan umat Islam yang anda bersinggungan dengannya bahwa anda datang untuk membantu secara finansial. Karena hal ini membuka kepada anda pintu permintaan untuk bantuan  dan permintaan secara individu. Bahkan sebagian orang menyangka bahwa anda membawa dana besar sehinggga orang jelek mengincar anda. Akan tetapi hal ini tidak menghalangi anda (membawa) sebagian (dana) zakat dan shodaqah untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan ketika anda cocokk dengan mereka disertai kehati-hatian dan secara sembunyi.

9. Tidak berbincang-bincang yang dirasa tidak perlu. Hati-hati memperbincangkan masalah pernikahan meskipun hanya sekedar bergurau apalagi dengan penterjemah. Dan telah terjadi musibah kepada sebagian para dai yang menikah pertama kali dalam perjalan dakwahnya. Dan menceraikan di akhir rihlahnya. Hal itu membuat image jelek bagi para dai dan membiarkan anak serta istri-istrinya.

10. Membekali dengan berikut ini,
  •     Mushaf saku, disarankan yang ada terjemah makna kata dan sebab turunnya ayat.
  •     Satu dua kitab tentang aqidah, terutama masalah tauhid dan yang terkait dengan cara-cara sufi.
  •     Satu atau dua kitab dalam masalah fiqih ibadah terutama masalah fiqih bersuci, shalat dan puasa
  •     Kitab ‘Riaydus Solihin’ karangan Imam Nawawi. Ia merupakan refrenci lengkap terutama dalam masalah fiqih bersuci dan puasa
  •     Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah
  •     Sekumpulan rekaman  pelajaran dan muhadhoroh pilihan untuk diambil manfaatnya apalagi disela-sela perjalanan panjang di mobil.
  •     Membawa sarana yang membantu untuk menentukan kiblat, waktu-waktu shalat dan alarm jam. Diutamakan memberi alat rekaman kecil untuk merekam sebagian pengajian dan merekam sebagian interviu dengan penduduk setempat dikala dibutuhkan. Dan pertemuan-pertemuan dakwah serta apa yang telah disebutkan agar seorang dai dapat mengambil manfaat dalam mempersiapkan pengajian, muhadhoroh dan menjawab pertanyaan. Begitu juga dalam mengatur waktu dan mengambil faedah dengan izin Allah Ta’ala.
11. Mengambil manfaat semaksimal mungkin dari waktu untuk kemanfaatan dakwah. Dimana kunjungan anda di sana akan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh umat Islam di negeri tersebut. Maka tidak ada pintu kebaikan yang memungkinkan masuk didalamnya, maka jangan ragu anda untuk memasukinya. Hal itu bisa berkordinasi dengan para ikhwah penanggung jawab dan pengatur.

12. Menjaga dari sisi kelemahan ilmu, kebodohan dan perbedaan madzhab ketika ada permasalahan atau masalah yang didiskusikan serta berusaha menjauhi membahas masalah-masalah khilafiyah dan pengklasifikasikan orang. Dan menjaga untuk menjelaskan kebenaran tanpa membahas individu seseorang.
Baca Juga  Berdakwah Kepada Orang Yang Sudah Terkontaminasi Kebudayaan Tertentu

13. Bijaksana merupakan pilar utama dalam manhaj dakwah kepada Allah Ta’ala terutama dalam kondisi bepergian. Dan ini dibutuhkan dalam membuat skala prioritas dan berjenjang dalam merealisasikan tujuan sebagaimana dibutuhkan dalam berinteraksi dengan berbagai macam tipe manusia. Diantara sikap bijak adalah memberikan apresiasi kepada seseorang dan menjaga kedudukannya serta menempatkan seseorang pada tempatnya.

14. Seorang dai akan mendapatkan pertanyaan fiqih yang sering terjadi di sela-sela perjalanan. Terutama setelah memberikan pelajaran dan pengarahan. Maka seyogyanya moderat dalam berinteraksi terhadap masalah ini. Dan menjawab pertanyaan disertai dalil agama dan menyebutkan pendapat ahli ilmu atau mengucapkan kata ‘saya tidak mengetahui’ sebagaimana  ungkapan ‘Barangsiapa yang mengatakan saya tidak tahu, maka dia telah berfatwa’ tidak mengapa menunda jawaban sampai mendalami masalah ini.

15. Lebih utama pelajaran dan pengarahan digilir diantara peserta dalam perjalanan. Dan kami lihat tidak bagus hanya mengedepankan satu orang saja yang bertanggung  jawab semuanya sehingga dia menjadi mufti, khotib, pemberi nasehat meskipun dia lebih menguasai dan lebih tinggi keilmuan. Karena diantara tujuan perjalanan adalah melatih para dai secara amali dalam berdakwah. Perjalanan ini merupakan kesempatan emas untuk melatih memberikan nasehat, berkhutbah terutama bagi orang yang mendapatkan kesulitan dan ketidak mampuan pada dirinya dalam menerapkan hal itu di dalam negeri dikarenakan adanya para ulama’ dan para penuntut ilmu.

16. Mengenal kondisi umat Islam, hal itu dengan mengenal kondisi islam secara umum, Organisasi, Yayasan Islam yang resmi maupun tidak resmi di daerah tersebut secara khusus. Menulis alamat-alamatnya, laporan tentang kegiatannya. Begitu juga mengenal tokoh-tokoh Islam yang dikenal dan berpengaruh di masyarakat. Dan berusaha semaksimal mungkin menggaetnya dengan berkunjung dan dengan perkataan baik. Untuk mengambil manfaat kebaikan baik untuk agama Islam maupun umat Islam. Semuanya itu sesuai dengan aturan agama. Begitu juga perlu mengenal aktifitas yang memusuhi Islam di daerah dan sekitarnya.

17. Memperkuat hubungan dengan instsansi agama yang ada secara resmi. Hal itu dengan pertemuan persahabatan dan saling memberi hadiah kitab dan cindera mata islami atau semisalnya. Hal ini akan banyak memudahkan dalam kegiatan dan lebih cepat dalam menyebarkan dakwah dan mempengaruhinya.

Sebagai penutup, kami memohon kepada Allah agar anda mendapatkan taufiq dan ketepatan.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarokatuhu.

Tags