Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Sebagaimana diketahui bahwa definisi syirik kecil adalah:
فكل ما نهى عنه الشرع مما هو ذريعة إلى الشرك الأكبر ووسيلة للوقوع فيه، وجاء في النصوص تسميته شركا
“Segala yang dilarang dalam syari’at sedangkan dalam nash disebut dengan nama syirik dan menjadi sarana menghantarkan kepada kesyirikan besar.” Contoh dari perbuatan ini adalah bersumpah dengan nama selain Allah, riya` (cari pujian) yang sedikit dalam beribadah, serta ucapan “atas kehendak Allah dan kehendak Anda”, dan selainnya dari perbuatan syirik kecil.
Syirik Kecil adalah Hal yang amat terlalu
Syirik kecil adalah perkara yang sangat terlalu karena ia sangat diharamkan dalam Islam. Bahkan -secara umum- dikategorikan dosa terbesar dari dosa-dosa besar dibawah syirik besar dan yang setingkatnya, meskipun tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam (baca artikel: Benarkah syirik kecil lebih besar dosanya dari dosa besar?). Oleh karena itu, banyak didapatkan peringatan keras terhadap kesyirikan jenis ini atau larangannya di dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah.
Larangan Terhadap Syirik Kecil dalam Al-Qur`an
Ayat pertama
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang salih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi : 110).
Ayat di atas menunjukkan makna umum bahwa syirik besar maupun kecil -keduanya- adalah perkara yang terlarang, karena Allah tidaklah membatasi bentuk kesyirikan dalam firman-Nya tersebut. Dan karena dalam kaidah ilmiyyah disebutkan bahwa jika ada sebuah kata yang nakirah (tidak ditentukan maksudnya [indefinite]) dalam konteks kalimat nafi (peniadaan), maka menunjukkan faidah keumuman perkara yang terlarang tersebut, baik syirik besar maupun kecil.
Ayat kedua
Allah Ta’ala berfirman
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun” (An-Nisaa`: 36).
Sebagaimana ayat sebelumnya, maka ayat ini pun juga menunjukkan makna yang umum, yaitu larangan dari semua macam syirik, baik kecil maupun besar, karena didapatkannya kata nakirah (tidak ditentukan maksudnya [indefinite]) yang tersirat di dalam kata {تُشْرِكُو} berada dalam konteks kalimat nahi (larangan dengan adanya huruf {لَا} ) di dalam ayat ini, maka menunjukkan faidah keumuman perkara yang terlarang tersebut, baik syirik besar maupun kecil.
Ayat ketiga
Allah Ta’ala berfirman
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Huud: 15-16).
Salafus Salih menyebutkan bahwa yang termasuk kedalam kandungan ayat ini, di antaranya adalah
orang yang melakukan riya’ (memamerkan ibadah agar dipuji manusia), seperti yang disebutkan oleh Al-Baghawi rahimahullah dalam kitab Tafsirnya 2/391,
قال مجاهد هم أهل الرياء
“Mujahid mengatakan, ‘Mereka adalah para pelaku riya`’”.
Di antara salaf juga ada yang menyebutkan bahwa shalat dan shadaqah yang dilakukan dengan niat mengharap manfa’at dunia atau balasan kenikmatan duniawi, tidak mengharap pahala di Akhirat, hal ini termasuk perbuatan syirik yang terancam dengan neraka di dalam Ayat ini (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/97).
Ayat keempat
Allah Ta’ala berfirman
وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۖ وَمَكْرُ أُولَٰئِكَ هُوَ يَبُورُ
“Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur” (Faathir: 10).
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan tafsir salafus salih dalam kitab tafsirnya, hal. 276, dengan mengatakan,
وقوله : { والذين يمكرون السيئات} : قال مجاهد ، وسعيد بن جبير ، وشهر بن حوشب : هم المراءون بأعمالهم ، يعني : يمكرون بالناس ، يوهمون أنهم في طاعة الله ، وهم بغضاء إلى الله عز وجل
“Dan firman-Nya { والذين يمكرون السيئات}, Mujahid, Sa’id bin Jubair dan Syahr bin Hausyab berkata (tentangnya), ‘Mereka adalah para pelaku riya`(memamerkan ibadah agar dipuji manusia) amal-amal mereka, yaitu mereka berbuat tipu daya kepada manusia, menampakkan seolah-olah mereka berada dalam ketaatan kepada Allah, padahal sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dibenci oleh Allah‘”. Dan merupakan perkara yang telah diketahui bahwa riya` adalah salah satu bentuk kesyirikan kecil yang sangat besar.
Ayat kelima
Allah Ta’ala berfirman
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah : 22).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitab Tafsirnya, hal. 34,
{ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا } أي: نظراء وأشباها من المخلوقين, فتعبدونهم كما تعبدون الله, وتحبونهم كما تحبون الله , { فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا }”
“Yaitu tandingan-tandingan dan yang semisalnya dari para makhluk, kalian menyembah mereka sebagaimana kalian menyembah Allah, dan kalian mencintai mereka sebagaimana kalian mencintai Allah”. Dengan demikian ayat ini sesungguhnya menunjukkan larangan terhadap syirik besar karena ayat ini diturunkan terkait dengan musyrikin Quraisy yang menyekutukan Allah dengan jenis syirik akbar, namun Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berdalil dengannya dalam menyatakan terlarangnya syirik kecil.
Ini menunjukkan betapa besarnya dosa syirik kecil dan menunjukkan bahwa walaupun jenis yang kecil, namun kelasnya adalah dosa syirik. Sebagaimana dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya hal. 55 bahwa Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan terlarangnya perkara-perkara syirik kecil.
Ayat keenam
Allah Ta’ala berfirman
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)” (Yusuf: 106).
Ayat ini sesungguhnya ditujukan untuk pelaku syirik besar, namun salah seorang sahabat,yaitu Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, berdalil dengannya untuk mengingkari perbuatan memakai jimat yang tergolong syirik kecil.
Ini menunjukkan bahwa syirik kecil adalah dosa yang sangat besar, karena walaupun itu adalah jenis syirik kecil, namun kategori dosanya adalah dosa kesyirikan dan bisa menghantarkan kepada syirik besar.
Penutup
Di antara perkara yang menunjukkan bahwa syirikk ecil adalah sebuah dosa yang sangat besar menurut pendapat sebagian ulama, yaitu pelaku syirik kecil tidak diampuni jika ia mati dan tidak bertaubat darinya, sehingga pastilah ia diazab. Jika tidak ada amal shalihnya yang bisa mengalahkan timbangan amal buruknya, namun tidak kekal di Neraka. Karena sebagian ulama tersebut memasukkan syirik kecil ke dalam jenis “dosa yang tidak diampuni” sebagaimana yang ada dalam firman Allah,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang dibawahnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (An-Nisaa`: 48).
Namun, jumhur ulama berpendapat bahwa pelaku syirik kecil, jika dia tidak bertaubat, tergantung kehendak Allah, jika Allah menghendaki mengampuninya, maka ia akan diampuni, namun jika Allah menghendaki mengazabnya, maka ia akan diazab. Dan inilah pendapat terkuat. Wallahu ‘alam.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
_____
Referensi:
- Tafsir Ibnu Katsir
- Tafsir Al-Baghawi
- Tafsir As-Sa’di
- At-Tamhid, Syaikh Shalih Alus-Syaikh.
- Al-Qoulul Mufiid, Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin.
- Al-Qaulus Sadiid, Syaikh As-Sa’di.
- At-Tanbihatul Mukhtasharah, Syaikh Ibrahim Al-Khuraishi.
- http://madrasato-mohammed.com/mawsoaat_tawheed_03/pg_015_0042.html
Sumber: https://muslim.or.id/