Type Here to Get Search Results !

 


NASEHAT UNTUK PARA DA’I SALAFY DI INDONESIA


Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا﴿٧٠﴾يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul- Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. [Al-Ahzab/33: 70-71]

Ayat ini yang selalu diulang-ulang oleh para khatib, mubalig, penceramah dan pemberi nasehat, orang yang tidak bisa membaca selalu mendengarnya dari mereka, terkandung didalamnya seruan dari Allah Jalla wa’azza kepada hamba-Nya yang beriman, Ia menyeru mereka dengan sifat mereka yang agung lagi mulia yaitu sifat iman, Allah subhanahu berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. [Al-Ahzab/33: 70]

Ia menyeru mereka dengan memakai sifat yang mulia yaitu sifat iman, lalu Ia memerintahkan mereka akan suatu urusan yang berat lagi agung yaitu bertaqwa, sesungguhnya taqwa kepada Allah Jalla waala adalah puncak kebaikan, dan penentu segala urusan. Pintu-pintu kebajikan berbagai macam bentuknya, begitu juga jalan-jalan keburukan bermacam-macam, semua itu terkumpul dalam kata: (Bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar), bertaqwa kepada Allah – sebagaimana yang telah diketahui oleh kebanyakan kalian dan tidak lagi tersembunyi bagi kita semua – ialah melaksanakan ketaatan kepada Allah berdasar cahaya(petunjuk) dari Allah dengan mengharapkan pahala dari-Nya, dan takut dari azab-Nya, dan juga meninggalkan maksiat yang dilarang oleh Allah mengharapkan pahala dengan meninggalkannya, dan takut akan azab bila melakukannya, melanggar dan mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah.

Taqwa merupakan diantara wasiat terakhir Rasulullah sallallahu alaihi wasallam (sebelum beliau wafat), sebagaimana dalam hadits Irbad bin Sariyah radhiallahu anhu dimana Nabi sallallahu alaihi wasallam (pada suatu hari) menasehati sahabatnya dengan nasehat yang agung dan memberikan pengaruh yang besar bagi diri mereka, yang membuat hati bergetar dan air mata bercucuran, lalu mereka berkata: wahai Rasulullah ! seolah-olah ini adalah nasehat orang yang akan berpisah(meninggal), maka wasiatkanlah kepada kami: lalu beliau bersabda : (Saya mewasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah). Beliau mengawali wasiatnya dengan taqwa, dan taqwa juga merupakan wasiat Allah jalla wa’azza kepada orang-orang terdahulu dan yang kemudian. Sebagaimana dalam firman Allah:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ

Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah.[An-Nisaa/4: 131]

Saudaraku sekalian, sesungguhnya kata-kata yang agung dan luas makna ini apabila seorang hamba memperhatikan, meneliti dan menghayatinya serta mengambil pelajaran darinya, niscaya ia akan mendapatkannya mengandung seluruh (ajaran) agama islam, melaksanakan perintah dengan mengharapkan pahala, dan meninggalkan larangan karena takut akan azab, inilah yang (disebut) agama, engkau beribadah kepada Allah diatas cahaya (petunjuk) dari Allah dan mengharapkan pahala, dan takut dari azabNya.

Ketaqwaan tidak akan mungkin diperoleh kecuali dengan ilmu, Allah Ta’ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosa-dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. [Muhammad/47 :19]

Bagaimana bisa mengetahui yang salah dan benar kecuali hanya dengan ilmu, anda mengetahui kebenaran lalu anda memuji Allah ta’ala yang telah menunjukimu kepadanya, dan meminta tambahan karunia dari-Nya, anda mengetahui yang salah lalu meminta ampunan dari-Nya jika anda terjerumus kedalamnya, dan sebelum itu anda (berusaha) menjauhinya. Akan tetapi jika anda terjerumus kedalamnya anda meminta ampun kepada Allah kemudian bertobat kepada-Nya dan ini adalah kebaikan yang besar. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda : (Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan atasnya Ia akan memberikannya pemahaman dalam agama). Memahami agama Allah adalah dengan mengetahui hukum-hukumnya, perintah-perintah dan larangan-Nya serta mempelajari syariat-Nya, ini merupakan nikmat yang paling besar, sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum-hukum agama dan dalil-dalilnya ia akan hidup bingung kanan dan kiri, (berada) diantara syubuhat dan syahwat.

Dan siapa yang berada diantara dua jurang ini – jurang syubuhat dan jurang syahwat ? ia akan celaka, segala urusan baginya bercampur-baur tanpa ada (sedikitpun) padanya pembeda, dan hawa nafsu (senantiasa) menguasainya dan ia tidak mendapatkan didalam hatinya pertahanan dan penasehat yang mengingatkannya kepada Allah, dan saat menghadap-Nya, berdiri dihadapan Allah di hari akhirat, kala itu ia akan celaka -kita memohon kepada Allah keamanan dan keselamatan-. Maka pemahaman terhadap agama sangatlah penting, kedudukan setiap orang dalam agama tergantung kepada kepahamannya terhadap agama. Dan kebaikan akan luput darinya sesuai dengan kadar kelalaiannya dari hal tersebut. Maka kita semua wajib untuk mencapai hal itu, yaitu pemahaman terhadap agama.

Dan lebih wajib lagi atas orang yang meletakkan dirinya di atas (jalan) dakwah kepada Allah jalla wa’azza, siapa yang meletakkan dirinya diatas dakwah, ia wajib memahami dan mengetahui apa yang ia dakwahi dan mengetahui keadaan orang yang ia dakwahi. Dan meletakkan hukum-hukum Allah dengan benar, sebagaimana yang diperintahkan Allah jalla wa?ala, dan dikehendaki dan dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.

Apabila ia berdakwah tanpa ilmu maka apa yang ia rusak lebih banyak dari apa yang ia perbaiki, karena seorang penyeru kepada Allah otomatis ia juga pengajak kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran. Dan orang yang mengajak kepada kebaikan mesti tahu betul akan kebaikan, tahu kemungkaran, mengetahui keadaan orang yang ia ingkari. Dan hendaklah ia bijaksana, lembut, mengetahui mafasid (kerusakan) dan maslahat (yang akan terjadi), kapan ia maju (melakukan suatu tindakakan) dan kapan ia menahan dirinya, kapan ia mendahulukan (suatu pekerjaan) dan kapan ia mengakhirkan. dan (mengetahui) apa yang harus ia dahulukan dalam berdakwah, dan apa yang boleh ia akhirkan.

Dan hendaklah ia berlemah- lembut kepada manusia, dan sebagainya dari bermacam-macam masalah yang ditempuh oleh ulama-ulama islam rahimahumullah, dibawah naungan hadits-hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam berdakwah dan melakukan hisbah, hisbah yang saya maksud adalah mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran sebagaimana berlalu, dan kedudukan ini ?kedudukan penyeru kepada Allah ?adalah kedudukan yang paling tinggi. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٣٣﴾ وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, menerjakan amal yang sholeh dan berkata : sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. [Fushilat/ : 33-34]

Apa yang dikhabarkan Allah subhanahu wata’ala ini sedikit sekali orang yang memikirkan dan memahaminya.

Sesungguhnya dakwah itu adalah urusan yang sangat mulia, oleh sebab itu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak membiarkannya begitu saja dan tidak jelas, sebagaimana yang telah kalian ketahui wahai saudara sekalian, tentang hadits Mu’adz radhiallahu anhu dalam kisah pengutusannya ke negri Yaman dan wasiat Nabi sallallahu alaihi wasallam kepadanya: (Sesungguhnya engkau (akan) mendatangi kaum ahli kitab (yahudi & nasrani), hendaklah dakwah yang pertama sekali engkau serukan adalah (mengajak) mereka mentauhidkan Allah), dan didalam lafadz yang lain : ( (Adalah) Syahadah bahwa tidak ada sesembahan yang diibadati dengan Haq selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, jika mereka menerima seruanmu itu maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka menerima seruanmu itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang yang miskin (diantara) mereka). [Al-Hadits].

Rasulullah salallahu alaihi wasallam menjelaskan didalam hadits ini apa yang pertama sekali dimulai (dalam berdakwah). Seorang da’i (dalam dakwahnya) wajib untuk menempuh jalan yang benar, jalan yang syar’i jauh dari perasaan atau semangat yang (pada hakikatnya) angina topan , hendaklah ia tidak bersikap lunak pada apa yang dikeraskan oleh Allah, dan tidak keras pada apa yang dimudahkan Allah, maka hendaklah ia berlemah-lembut di dalam dakwahnya, lembut bukan karena lemah, dan keras terhadap musuh-musuh Allah bukan (pula) karena ganas, maka pada saat itu ia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. dan hendaklah ia memulai dengan memberi kabar gembira sebelum menyampaikan peringatan.

Sebagaimana firman Allah yang menggabarkan sifat Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا ﴿٤٥﴾ وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan utk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan jadi cahaya yang menerangi. [Al-Ahzab/33:45-46]

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. [Al-Ahzab/33:48]

Perhatikanlah ayat-ayat ini wahai saudara sekalian, yang mana didalamnya Allah menyeru kepada rasul-Nya : (Hai nabi sesungguhnya Kami mengutusmu) untuk apa ? (untuk jadi saksi) saksi bagi manusia, (dan pembawa kabar gembira) pemberi kabar gembira tentang rahmat Allah ta’ala, dan surga yang disediakan oleh Allah bagi wali-wali-Nya(orang yang beriman dan bertaqwa) sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala tentang mereka:

وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga) ; mereka kekal didalamnya. [Ali Imron/3 : 107]

Rahmat Allah i tu adalah surga -kita memohon kepada Allah supaya ia tidak mengharamkan bagi saya dan kalian rahmat-Nya-, ia memberi kabar gembira dengannya(surga tersebut), maka orang-orang yang dihati mereka ada kebaikan dan keutamaan dan mempunyai akal yang sehat ia akan menerima kabar gembira itu, dan barangsiapa yang membangkang maka ia diberikan peringatan. – peringatan, pertakut, dan ancaman – sesungguhnya hati itu tidaklah sama, ada yang cukup menerima dengan kabar gembira dan ada juga yang tidak bermanfaat baginya selain dengan peringatan, pertakut dan ancaman.

Kemudian Allah menjelaskan atau memerintahkan dengan firman-Nya:

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. [Al-Ahzab/33: 48]

Pada ayat ini (terdapat) petunjuk bagi para da’i setelah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, agar menempuh jalan yang ditempuh oleh beliau sallallahu alaihi wasallam, dan hendaklah mereka berhati-hati terhadap orang-orang munafik yang memata-matai didalam barisan, yang mana mereka menghasut didalam barisan kaum muslimin dan membiarkan dan menyebarkan diantara mereka berita bohong maka hendaklah berhati-hati terhadap mereka. kenapa? karena mereka itu merusak kaum muslimin, dan begitu juga orang kafir, tidak ada perhitungan bagi mereka, janganlah mentaati mereka untuk mendurhakai Allah, janganlah pula bermanis-manis muka dalam agama Allah dan berlembut-lembut terhadap mereka. Dan hendaklah mendakwahi mereka kepada Allah, jika mereka enggan maka tidak ada antaranya dan mereka kecuali apa yang telah dijelaskan oleh Allah, dan diperintahkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan yang telah beliau jelaskan didalam syariatnya yang suci.

Maka seorang da’i itu hendaklah alim, fakih (memahami), dan tamak dalam memberi petunjuk kepada manusia. Mengeluarkan segala kesanggupannya dan menjauhi kekasaran dan kekerasan, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

(Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya) [Ali Imran/3:159]

Wahai ikhwan sekalian? perhatikanlah nasehat yang agung dari pencipta kita kepada Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam yang ada didalam ayat yang mulia ini, sesungguhnya Ia telah memberikannya karunia, dan menjadikannya sallallahu alaihi wasallam seorang yang penyayang. beliau sallallahu alaihi wasallam sangat penyantun dan sayang kepada umatnya:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [At-Taubah/9:128]

Beliau menyayangi orang-orang beriman, mengasihi, serta belas kasih terhadap mereka.

Kelembutan dan kasih sayang ini sangat besar pengaruhnya didalam diri manusia dan mempunyai pengaruh yang baik dalam sambutan manusia dan penerimaan terhadap seorang da’i, karena ia menauladani Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dimana beliau disifatkan dengan sifat ini didalam (kitab) Taurat sebagaimana yang terdapat didalam shoheh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Salam radhiallahu anhu : (Bahwasanya beliau sallallahu alaihi wasallam tidak jahat perangainya dan tidak kasar, tidak pula pemekik dipasar, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Akan tetapi pemaaf dan pemurah, beginilah disifatkan Rasulullah didalam taurat sebagimana yang terdapat didalam shohihain, ini perkataan Allah didalam al-quran dan itu sudah cukup, akan tetapi beliau sallallahu alaihi wasallam telah disifatkan dengan ini dalam kitab yang terdahulu.

Wahai para ikhwan sekalian?saya mewasiatkan kepada kalian dan diri saya untuk bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan memahami agama-Nya, begitu juga saya menasehati kalian supaya sayang dan lembut kepada hamba Allah, dan betul-betul berusaha dengan segala kesanggupan dalam memberikan petunjuk kepada manusia. Dan hendaklah seorang da’i mengetahui bahwa didalam menempuh jalannya ini akan menemui beberapa ijtihad (perbedaan pendapat) antara ia dan saudaranya yang lain yang mana kadangkala terjadi perbedaan pandangan pada apa yang boleh berpendapat padanya, yang saya maksud dengan ijtihad disini adalah pada apa yang boleh sesama para da’i untuk memberi pandangan/pendapat, dan jika tidak ini, maka ijtihad yang terlintas di pikiran kita hanya untuk orang yang ahli dalam ijtihad, orang yang fakih didalam agama yang mana mereka akan menerangkan dan meneliti serta menjelaskan dengan keluasan ilmu dan pengetahuan mereka.

Dari merekalah manusia mengambil fatwa dan pemahaman dalam agama Allah ta’ala. Akan tetapi ijtihad yang saya maksud adalah (ijtihad) dalam menempuh jalan menuju kebaikan, sesuai dengan kesanggupan dan menepis kerusakan didalam dakwah ini.

Hendaklah seorang da’i memahami bahwa antara dirinya dengan saudara-saudaranya mesti terjadi sesuatu, karena jalan yang ditempuh sangat panjang, dan dengan banyaknya pejalan dan panjangnya perjalanan, pasti akan terjadi kesulitan, dan keletihan, dan kadangkala ketidak sepakatan dalam sisi pandang pada apa yang dibolehkan berbeda pendapat. Dan saya tekankan dalam kalimat ini : (pada apa yang dibolehkan padanya perbedaan pendapat)

Maka saya katakan: Apabila (perbedaan pendapat) itu terjadi maka wajib bagi seorang da’i, da’i salafiyin kususnya -dan merekalah yang saya maksudkan dalam pembicaraan ini- untuk memegang wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada Mu’adz dan sahabatnya(Abu Musa al-Asy’ary) ketika mereka diutus ke negeri Yaman, beliau berkata kepada mereka berdua: sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan (tathoowa’aa) saling menghargailah kalian.

Wahai ikhwan sekalian? (ini) adalah kata-kata yang agung, dari pendidik yang paling mulia yaitu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam maka sampaikanlah oleh kalian khabar gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah kalian berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan saling menghargailah kalian.

Apabila seseorang bersikukuh dan berpegang dengan pendapatnya yang ada mempunyai dasar, dan tidak ada larangan syar’i padanya, maka wajiblah ia menyerahkan (keputusan) kepada temannya tersebut, tidak ada percekcokan dalam masalah itu, karena berita baik akan diterima dengan hati yang baik dan halus dari pertama kalinya. Dan tindakan yang membuat orang lari akan memalingkan manusia dari agama, dan Nabi sallallahu alaihi wasallam murka dalam kisah tentang seseorang memanjangkan sholat -sebagaimana yang kalian ketahui-dan beliau berkata : (wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada orang yang membuat orang minggat, barangsiapa yang mengimami orang), dalam lafadz yang lain: (barangsiapa yang mengimami manusia hendaklah ia memendekkan).

Wahai saudara se-Islam? Nabi sallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan dalam masalah ini bahkan beliau marah kepada orang yang menyebabkan larinya manusia dari kebenaran, dan menyebabkan manusia berpaling dari agama Allah ta’ala, beliau berkata : (sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian menyebabkan manusia lari), Maka jadilah kalian orang tamak dalam menyampaikan berita gembira kepada manusia, dan menyampaikan apa yang dapat diterima oleh hati mereka tentang agama, dan tentang manhaj yang baik ini yaitu manhaj salafi, yang mana ia adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan jalan para sahabat beliau. Dan janganlah kalian membuat orang lari, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan kalian. Berhati-hatilah, karena seseorang bisa saja menghambat dari agama Allah dengan kelakuannya. karena ilmu itu wahai saudara sekalian adalah pemindahan gambaran yang bersemayam didalam hati keluar. Dan mengamalkan ilmu kebalikan darinya yaitu gambaran luar dari ilmu yang didengar dilakukan oleh anggota tubuh, apabila sesuai apa yang didalam dengan apa yang diluar maka itu adalah da’i yang sebenarnya, dan ia akan dibukakan oleh Allah baginya penerimaan, (hal itu) karena ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan menunjukkan kasih sayang dan cinta kasih kepada penciptanya dengan melakukan ketaatan dan jauh dari larangan.

Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah mencintainya, maka apabila Allah mencintainya Ia akan memberikan baginya penerimaan dimuka bumi, dan meletakkan kecintaan kepadanya dihati manusia, maka ia akan diterima karena mereka melihat kejujurannya, dan karena mereka melihat perbuatannya sesuai dengan perkataannya. Saya ulangi sekali lagi, saya katakan: sesungguhnya ilmu itu adalah pemindahan gambaran dalam keluar, yaitu agar manusia mendengar apa yang engkau ketahui dalam nasehatmu, apa yang engkau pahami dalam agama Allah, mereka mendengarnya dalam pengajianmu, adapun mengamalkan (ilmu) kebalikan darinya, yaitu menyatakan gambaran dalam yang telah engkau keluarkan dalam pelajaran yang engkau tampakkan kepada manusia, sehingga sesuai apa yang ada diluar dengan apa yang ada di hati, apabila sesuai amal dengan ilmu maka inilah yang sebut teladan, saya mewasiatkan kalian wahai ikhwan sekalian… ingatlah Allah terhadap manusia, ingatlah Allah terhadap hamba Allah?

Kemudian nasehat yang kedua sebagaimana dalam hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang disebutkan diatas: (Berilah kemudahan, dan janganlah memberi kesempitan), dan ini (mesti) berada didalam bingkai syari’ah dan kita tidak berhak keluar dari agama Allah bahkan tidak boleh, akan tetapi (mesti) dalam lingkaran nash-nash, maka apa yang boleh dimudahkan kita mudahkan dan apa yang tidak boleh dianggap enteng maka kita tidak boleh meremehkannya. Masalah-masalah keyakinan tidak boleh meremehkannya, dan tidak pula menganggap enteng, akan tetapi semua manusia dalam hal ini wajib berpegang kepada perintah yang datang dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, janganlah menganggap remeh perkara syirik, besar ataupun kecil, dan jangan menganggap enteng perkara bid’ah, sedikit maupun banyak, karena ia adalah pintu kepada kekufuran ?kita belindung kepada Allah darinya, begitu juga maksiat kita tidak boleh meremehkannya dan (hendaklah) kita mengikuti dalam masalah ini perkataan Rasulullah salallallahu alaihi wasallam : (apa yang saya larang kalian darinya maka jauhilah ia, dan apa yang saya perintahkan kepada kalian maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian). Inilah kemudahan itu, (mudahkanlah dan janganlah memberi kesulitan). Dalam ruang lingkup batas syari’at dan pada garis nash-nash wahyu dari Alquran dan sunnah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, kemudian (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih), Jauihilah oleh kalian perselisihan karena perselisihan itu adalah jelek, apabila engkau berselisih dengan saudaramu, manusia akan berselisih karena kalian, (yang satu) pergi dengan kelompok ini, dan (yang satu lagi) pergi dengan kelompok yang lain, dan terjadilah perbantahan disebabkan oleh ingin menang sendiri, apabila telah terjadi perbantahan maka akan muncul ketakutan, Allah ta’ala berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ

Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu [Al-Anfal/8: 46]

Wahai saudara se-Islam? ingatlah Allah wahai para du’at, ingatlah Allah wahai para penuntut ilmu, dalam menjauhi perbuatan yang hina dan tercela ini, yaitu perselisihan yang menyebabkan perpecahan, belakang-membelakangi, saling marah-marahan, saling iri, saling perang, dan saling memusuhi -kita berlindung kepada Allah dari semua itu-. Seorang da’i lebih mulia dan jauh dari semua ini, karena ia mengajak manusia kepada agama Allah bukan mengajak mereka kepada dirinya sendiri, hendaklah ia ikhlas dan termasuk orang-orang yang jujur didalam ikhlasnya itu, jauh dari perbuatan yang tercela ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman didalam kitab-Nya :

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ 

Katakanlah: Inilah jalan (agama) Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah. [Yusuf/12 :108]

Dan kalian telah mengetahui sebagaimana yang ada didalam kitab tauhid karya Syekh Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah waridhwanuhu alaihi ketika sampai pada ayat ini dan beliau mengambil kesimpulan darinya dalam masail (permasalahan-permasalahan) yang ma’ruf, beliau berkata: padanya (ada) peringatan untuk berikhlas, sesungguhnya kebanyakan manusia jika mereka menyeru sesungguhnya ia menyeru kepada dirinya. Maka orang yang (menyeru) kepada ia akan marah untuk dirinya. Maka hendaklah bagi seorang insan untuk menjauhi sebab-sebab perselisihan, adapun perselisihan yang tidak berpengaruh seperti yang saya sebutkan tadi maka ini biasa terjadi pada manusia, biasa terjadi perselisihan tanawwu? yang tidak menyebabkan pertentangan), bukan perselisihan permusuhan yang menyebabkan pembunuhan, ini tidak apa-apa, dan ini (mesti) terjadi, akan tetapi orang yang mengetahui sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam : (Dan saling menghargailah kalian), ini tidak akan terjadi antara ia dan saudaranya sesama da’i perselisihan dalam keadaan bagaimanapun. (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih, bersepakatlah dan janganlah kalian berpecah-belah). berpecah-belah juga jelek, karena setiap orang yang berpecah dengan saudaranya akan mengambil jalan yang bukan jalannya, dan sekelompok manusia akan berkumpul bersamanya, mereka berpegang kepadanya, lalu mereka akan mengikuti jalannya dan pada waktu itu jadilah kelompok yang saling benci dan perkumpulan yang sesat yang dilarang didalam islam, dalam firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَفَرَّقُوا

Dan janganlah kamu bercerai-berai. [Ali Imram/3: 103]

Dan ini juga perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang kalian dengar barusan.

Dan Allah serta Rasul-Nya telah melarang dari perpecahan, kita tidak boleh dalam keadaan apapun melakukan sebab-sebabnya, (kemudian saling menghargailah kalian), saling menghargai mesti ada, karena panjangnya jalan mengharuskan kita melakukannya, dan sabar terhadap apa yang dihadapi dan jika tidak ada saling menghargai maka akan terjadi perpecahan, dan yang saya maksud adalah saling menghargai dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya jangan dipahami sebaliknya -saya berlindung kepada Allah jika dipahami selain ini-. Saling menghargai dalam lingkaran apa yang dibolehkan padanya. Dan pada apa yang tidak dibolehkan kita mengatakan padanya seperti perkataan para sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam:

قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku temasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. [Al-An’am/6 : 56]

Jika saya setuju dengan ini yaitu dengan kesalahan yang sudah jelas dan nyata yang tidak boleh ditempuh dan melakukannya.

Ini yang saya maksudkan. Saya mengatakan setelah semua yang diatas, saya mewasiatkan kalian untuk ikhlas didalam agama Allah dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kemudian (betul-betul) memahami agama Allah, karena bertambahnya pemahaman membuat lemah para musuh dan memutuskan tipu daya mereka yang mereka masukkan untuk merusak kita, dan saya memohon kepada Allah subahanahu wata’ala dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, agar Ia memberikan kepada saya dan kalian pengetahuan dalam agama dan memahaminya, begitu juga saya memohon kepada-Nya subhanahu wata’ala supaya Ia memberikan kepada saya dan kalian keikhlasan kepada-Nya, dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan menjadikan saya dan kalian pemberi petunjuk bagi orang-orang yang ditunjuki, penyeru kepada kebaikan, baik lagi memperbaiki, penyeru kepada persatuan bagi orang-orang yang ingin bersatu berkumpul dalam kebaikan dan taqwa dan kita menentang orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, dan semoga Ia menjauhkan kita darinya, karena Ia maha kuasa dan mampu melakukannya, dan semoga salawat dan salam serta keberkatan Allah bagi hamba dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad dan segala puji bagi Allah pencipta semesta alam.

[Diterjemahkan oleh Ummu Fadhil, Aspri Rahmat Azai, Islamic University Of Madinah, Pasca Sarjana Jurusan Aqidah. P.O.Box : 10234 Madinah – Saudi Arabia. Phone : +966 – 4 ?8390448]

Penulis: Syaikh Muhammad bin Hady Al-Madkhaly