Ahlu Sunnah Menjadi Incaran Golongan Lain
Benteng kaum Muslimin diserang dari dalam, kira-kira begitulah ungkapan yang dirasakan umat ini atas kejahatan ahli bid’ah khususnya Syiah terhadap Islam, Sunnah dan Ahlu Sunnah. Pengkhianatan dan kekejaman yang dilakukan oleh ahli bid’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin sangat banyak terjadi. Ini tidak lain dilandasi oleh keyakinan mereka yang mengkafirkan dan menghalalkan darah orang-orang yang berada di luar kalangan mereka. Kurangnya penghormatan mereka terhadap kehormatan, harta dan darah kaum Muslimin dan kesembronoan mereka dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap siapa saja yang tidak sepaham menjadi alasan mereka melakukan semua itu.
Tercatat di awal sejarah Islam dua kelompok bid’ah yang melakukannya, yaitu, Syiah dan Khawârij. Akibat dari tindakan pengkhianatan mereka tersebut banyak Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum yang terbunuh. Mereka tak segan-segan menghalalkan darah Sahabat Radhiyallahu anhum, para Ulama dan orang shalih dengan alasan yang mengada-ada tanpa rasa takut dan rasa malu sedikit pun terhadap Allâh Azza wa Jalla.
Sejak awal kemunculan kelompok-kelompok bid’ah ini selalu yang menjadi incaran dan targetnya adalah Ahlu Sunnah. Kelompok-kelompok bid’ah itu rela melupakan perbedaan-perbedaan di antara mereka walaupun dalam masalah yang prinsipil untuk bekerja sama dalam mematikan Sunnah dan menghancurkan Ahlu Sunnah, begitulah sejarah berbicara. Khususnya pada abad ke-4 Hijriyah ketika mulai berdirinya daulah Syiah di beberapa wilayah, terutama di daerah-daerah pegunungan. Seiring dengan semakin gencarnya gerakan dakwah mereka ditambah lagi semakin lemahnya daulah Ahlu Sunnah pada masa itu.
Syiah, Musuh Dalam Selimut
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan fenomena ini dalam kitabnya ketika menyebutkan biografi salah seorang tokoh Syiah yaitu Ibnu Nu’mân :
“Ibnu Nu’mân ini adalah seorang tokoh Syiah dan pembela mereka. Ia punya kedudukan di kalangan penguasa-penguasa daerah karena mayoritas penduduk di daerah-daerah tersebut pada masa itu mulai condong kepada tasyayyu’ (Syi’ah). Di antara muridnya adalah asy-Syarîf ar-Râdhi dan al-Murtadhâ.”[1]
Beberapa sekte, seperti Ismâ’îliyah, Buwaihiyah, Qarâmithah dan lain-lainnya memakai jubah Syiah ini untuk meraih tujuannya. Contoh kasusnya adalah yang terjadi di Afrika utara, salah seorang juru dakwah Syiah yang bernama Husain bin Ahmad bin Muhammad bin Zakariya ash-Shan’âni yang berjuluk Abu ‘Abdillâh asy-Syî’i masuk ke wilayah Afrika seorang diri tanpa harta dan tanpa satu pun orang yang mendampinginya. Ia terus melakukan kegiatan dakwah di sana hingga ia berhasil menguasainya.[2]
Abu ‘Abdillâh asy-Syîi’i inilah yang berhasil meyakinkan kaum Muslimin untuk menerima ‘Ubaidullâh al-Qaddah sebagai imam dakwah sehingga mereka membaiatnya. Lalu ‘Ubaidullâh ini menggelari dirinya sebagai al-Mahdi dan mendirikan daulah ‘Ubaidiyah yang kemudian lebih dipopulerkan dengan sebutan sebagai daulah Fâthimiyyah. Padahal pada hakekatnya merupakan daulah yang beraliran bathiniyah.
Di antara kejahatan yang dilakukan oleh ‘Ubaidullâh ini, suatu kali kudanya masuk ke dalam masjid. Lalu rekan-rekannya ditanya tentang hal itu, mereka menjawab, “Sesungguhnya kencing dan kotoran kuda itu suci, karena ia adalah kuda al-Mahdi (yakni ‘Ubaidullâh). Pengurus masjid mengingkari hal itu. Maka mereka pun membawanya ke hadapan ‘Ubaidullâh al-Mahdi, dan akhirnya ia ia menghabisi pengurus masjid tersebut. Ibnu ‘Adzâra rahimahullah berkata, “Sesungguhnya di akhir hayatnya ‘Ubaidullâh ini ditimpa sebuah penyakit yang mengerikan yaitu adanya cacing yang keluar dari duburnya dan kemudian memakan kemaluannya. Begitulah keadaannya hingga kematian merenggutnya.”[3]
Abu Syâmah rahimahullah berkomentar tentang ‘Ubaidullâh ini dengan berkata, “Ia adalah seorang zindiq (kafir), khabîts (sangat buruk), dan merupakan musuh Islam. Menunjukkan diri sebagai Syiah dan berupaya keras untuk menghilangkan agama Islam. Ia banyak membunuh Fuqahâ’, ahli hadits, orang-orang shalih dan banyak manusia lainnya. Anak keturunannya tumbuh dengan pola pikir seperti itu dan apabila ada kesempatan mereka akan menunjukkan taringnya, jika tidak maka mereka akan menyembunyikan diri.”[4]
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Duhai kiranya kalau ia hanya seorang penganut Syiah saja, tetapi ternyata di samping itu ia juga seorang zindiq.”[5]
Para ulama yang telah mereka bunuh di antaranya adalah Abu Bakar an-Nâbilisi, Muhammad bin al-Hubulli, Ibnu Bardûn yang dibunuh oleh Abu ‘Abdillâh asy-Syî’i. Sementara Ibnu Khairûn Abu Ja’far Muhammad bin Khairûn al-Mu’âfiri tewas di tangan ‘Ubaidullâh al-Mahdi.
Di antara penguasa mereka yang telah banyak membunuh para Ulama adalah al-‘Adhid, penguasa terakhir Bani ‘Ubaid. Ibnu Khalikân rahimahullah berkata tentang orang ini, “al-‘Adhid ini orang yang sangat kental Syi’ahnya, sangat keterlaluan dalam mencaci maki Sahabat Nabi, apabila ia melihat seorang Sunni (Ahlu Sunnah), ia menghalalkan darahnya.”[6]
Salah satu sekte yang menimpakan berbagai bala terhadap Ahlu Sunnah adalah Buwaihiyah. Sekte ini dinisbatkan kepada Buwaihi bin Fannakhasru ad-Dailami al-Fârisi. Berkuasa di Irak dan Persia lebih kurang satu abad ketika kekhalifahan ‘Abbasiyah sedang melemah di Baghdad. Sekte ini juga menunjukkan kefanatikannya kepada ajaran Syi’ah. Bahkan mereka memotivasi orang-orang Syiah di Baghdad untuk melakukan tindakan-tindakan perlawanan terhadap Ahlu Sunnah. Hampir tiap tahun terjadi pertikaian dan benturan-benturan antara kaum Syiah dan Ahlu Sunnah. Sehingga banyak korban jiwa jatuh dan menimbulkan kerugian materiil yang besar, toko-toko dan pasar-pasar dibakar. Untuk menunjukkan hegemoni dan dominasi mereka atas Ahlu Sunnah, pada tahun 351 H kaum Syiah di Baghdad dengan dukungan dari Mu’izzud Daulah mewajibkan masjid-masjid untuk melaknat Mu’awiyah Radhiyallahu anhu dan tiga Khalifah Râsyid (Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman Radhiyallahu anhum). Sebuah ketetapan yang tak mampu dicegah oleh kekhalifahan ‘Abbasiyah.[7]
Bahkan pada tahun 352 H, Mu’izzud Daulah menyuruh kaum Muslimin untuk menutup toko-toko mereka, mengosongkan pasar, meliburkan jual-beli dan menyuruh mereka untuk meratap. Para wanita disuruh keluar tanpa penutup kepala dan wajah dicoreng-moreng, lalu berkeliling kota sambil meratap dan menampar-nampar pipi atas kematian Husain bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma. Maka kaum Muslimin pun melakukannya, sementara Ahlu Sunnah tidak mampu mencegahnya karena banyaknya jumlah kaum Syiah dan kekuasaan kala itu berada di tangan mereka (di tangan kaum Buwaihiyyun).[8] Sehingga Imam adz-Dzahabi rahimahullah sampai berkomentar, “Sungguh telah terlantar urusan agama Islam dengan berdirinya daulah Bani Buwaihi dan Bani ‘Ubaid yang bermadzhab Syiah ini. Mereka meninggalkan jihad dan mendukung kaum Nasrani Romawi dan merampas kota Madâin.”[9]
Di antara sekte Syiah adalah Syiah Ismâ’iliyah. Setelah wafatnya Ja’far bin Muhammad ash-Shâdiq, kaum Syiah terpecah dua kelompok. Satu kelompok menyerahkan kepemimpinan kepada anaknya, yaitu Mûsâ al-Kâzhim, mereka inilah yang kemudian disebut Syiah Itsnâ ‘Asyariyah (Aliran Syiah yang meyakini adanya imam yang berjumlah dua belas orang, red). Dan satu kelompok lagi menyerahkan kepemimpinan kepada anaknya yang lain, yaitu Ismâ’il bin Ja’far, kelompok ini kemudian dikenal sebagai Syiah Ismâ’iliyah. Kadang kala mereka dinisbatkan kepada madzhab bathiniyah dan kadang kala dikaitkan juga dengan Qarâmithah. Akan tetapi, mereka lebih senang disebut Ismâ’iliyah.[10] Adapun Qarâmithah sendiri adalah penisbatan kepada Hamdân Qirmith. Kemudian pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan Qarâmithah. Di antara tokoh mereka yang menimpakan fitnah besar terhadap kaum Muslimin adalah Abu Thâhir Sulaimân bin Hasan al-Janâbi.
Mereka inilah yang bersekutu bersama kaum Nasrani dan Tatar untuk melawan Islam dan kaum Muslimin. Ketika mereka sudah memiliki kekuatan dan berhasil mendirikan daulah Bahrain, mereka melakukan aksi-aksi yang membuat bulu kuduk merinding; berupa perampasan, pembunuhan dan pemerkosaan. Bahkan kekejaman seperti itu tidak pernah dilakukan oleh bangsa Tatar maupun kaum Nasrani sekalipun. Pada tahun 312 H, mereka menghadang kafilah haji yang hendak kembali ke Irak. Mereka merampas kendaraan kafilah itu, bekal-bekal dan harta benda yang mereka bawa, dan meninggalkan rombongan haji begitu saja sehingga kebanyakan dari mereka mati kehausan dan kelaparan.[11]
Dan pada tahun 317 H, mereka menyerang jamaah haji di Masjidil Harâm, dan membunuhi para jama’ah yang berada dalam masjid lalu membuang mayat-mayat ke sumur Zamzam. Mereka membunuh orang-orang di jalan-jalan kota Mekah dan sekitarnya. Jumlah korbannya mencapai tiga puluh ribu jiwa. Bahkan ia merampas kelambu Ka’bah dan membagi-bagikannya kepada pasukannya. Ia menjarah rumah-rumah penduduk Mekah dan mencungkil Hajar Aswad dari tempatnya untuk ia bawa ke Hajar (ibukota daulah mereka di Bahrain).[12]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah merekam kekejaman yang dilakukan oleh Abu Thâhir al-Janâbi al-Bâthini ini dengan berkata, “Ia menjarah harta penduduk Mekah dan menghalalkan darah mereka. Ia membunuhi manusia di rumah-rumah mereka hingga yang berada di jalan-jalan. Bahkan menjagal banyak jamaah haji di Masjdil Haram dan di dalam Ka’bah. Lalu pemimpin mereka, yakni Abu Thâhir –semoga Allâh Azza wa Jalla melaknatnya- duduk di pintu Ka’bah, sementara orang-orang disembelihi di hadapannya dan pedang-pedang berkelebatan membantai orang-orang di Masjidil Haram pada bulan haram (suci) di hari Tarwiyah yang merupakan hari yang mulia. Sementara Abu Thâhir ini berseru, “ Aku adalah Allâh, Allâh adalah aku. Aku menciptakan makhluk dan akulah yang mematikan mereka.
Orang-orang pun berlarian menyelamatkan diri dari kekejaman Abu Thâhir ini. Di antara mereka bahkan ada yang bergantung pada kelambu Ka’bah. Namun itu tidak menyelamatkan jiwa mereka sedikit pun. Mereka tetap ditebas habis dalam keadaan seperti itu. Mereka dibunuhi meskipun mereka sedang bertawaf…”
Beliau melanjutkan, “Setelah pasukan Qarâmithah ini melakukan aksi brutal mereka itu –semoga Allâh melaknat mereka- dan perbuatan keji mereka terhadap para jamaah haji, Abu Thahir ini menyuruh pasukannya agar melemparkan mayat-mayat yang tewas ke sumur Zamzam. Dan sebagian lain dikubur di tempat-tempat mereka di tanah haram bahkan di dalam Masjidil Haram. Lalu kubah sumur Zamzam pun dirobohkan. Kemudian Abu Thâhir memerintahkan agar mencopot pintu Ka’bah, melepaskan kelambunya, untuk ia koyak-koyak dan bagikan kepada pasukannya.”[13]
Dan jangan lupa juga pengkhianatan mereka terhadap Khalifah al-Musta’shim billâh yang dilakoni oleh Muhammad bin al-Alqami dan Nâshiruddîn ath-Thûsi, yang anehnya kedua orang ini dianggap pahlawan oleh orang-orang Syi’ah.
Keruntuhan kota Baghdad yang kala itu merupakan ibukota Daulah Abbasiyah di tangan pasukan Tatar tak lepas dari konspirasi yang dilakukan oleh Ibnul Alqami dan ath-Thûsi. Hal ini didorong dendam kesumat Ibnul Alqami ini terhadap Ahlu Sunnah. Pasalnya, pada tahun 656 H terjadi peperangan hebat antara Ahlu Sunnah dan Syiah yang berujung dengan takluknya kota Karkh yang merupakan pusat kegiatan kaum Syiah dan beberapa rumah sanak keluarga al-Alqami menjadi korban penjarahan. Ia sangat berambisi meruntuhkan kekuatan Ahlu Sunnah dan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya, walaupun harus bersekutu dengan pasukan musuh dan berkhianat terhadap khalifah. Hal itu ia lampiaskan ketika ia memegang jabatan kementrian bagi Khalifah al-Musta’shim billâh, ia memberi jalan bagi pasukan Tatar untuk masuk Baghdad. Peristiwa itu terjadi pada tahun 656 H. Ketika Hulago Khan dan pasukannya yang berjumlah dua ratus ribu personil mengepung Baghdad dan menghujani istana khalifah dengan anak panah. Pengamanan sekitar istana saat itu lemah karena sebelum terjadinya peristiwa ini, Ibnul Alqami secara diam-diam telah mengurangi jumlah personil tentara khalifah dengan cara memecat sejumlah besar perwira dan mencoret nama mereka dari dinas ketentaraan. Pada masa kekhalifahan sebelumnya, yaitu Khalifah al-Mustanshir, jumlah pasukan mencapai 100.000 personil. Sementara pada masa al-Musta’shim billâh jumlahnya menyusut menjadi 10.000 personil saja. Kemudian Ibnul Alqami ini mengirim surat rahasia kepada bangsa Tatar dan memprovokasi mereka untuk menyerang Baghdad. Ia sebutkan dalam surat rahasia itu kelemahan angkatan bersenjata Daulah Abbasiyah di Baghdad. Itulah sebabnya bangsa Tatar dengan sangat mudah dapat merebutnya. Ketika pasukan Tatar mulai mengepung Baghdad sejak tanggal 12 Muharram 656 H, saat itulah Ibnul Alqami melakukan pengkhianatannya untuk kesekian kali. Dialah orang pertama yang menemui pasukan Tatar. Lalu ia keluar bersama keluarganya, pembantu serta pengikutnya pada saat-saat kritis itu untuk menemui Hulago Khan dan mendapat perlindungan darinya. Kemudian ia membujuk Khalifah agar ikut keluar bersamanya menemui Hulagokan untuk mengadakan perdamaian, yaitu memberikan separoh hasil devisa negara kepada bangsa Tatar.
Maka berangkatlah Khalifah bersama para qadhi, Fuqâha’, tokoh-tokoh negara dan masyarakat serta para pejabat tinggi negara lainnya dengan 700 kendaraan. Ketika sudah mendekati markas Hulago Khan, mereka ditahan oleh pasukan Tatar dan tidak diizinkan menemui Hulago Khan kecuali hanya Khalifah bersama 17 orang saja. Permintaan ini dipenuhi oleh Khalifah. Ia berangkat bersama 17 orang sementara yang lain menunggu. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan itu dirampok dan dibunuh oleh pasukan Tatar. Selanjutnya Khalifah dibawa ke hadapan Hulagokan seperti seorang pesakitan yang tak berdaya. Kemudian atas permintaan Hulagokan, Khalifah kembali ke Baghdad ditemani oleh Ibnul Alqami dan Nâshiruddîn ath-Thûsi. Di bawah rasa takut dan tekanan yang hebat, Khalifah mengeluarkan emas, perhiasan dan permata dalam jumlah yang sangat banyak. Namun tanpa disadari oleh Khalifah, para pengkhianat dari Syiah ini telah membisiki Hulago Khan agar menampik tawaran damai dari Khalifah. Ibnul Alqami ini berhasil meyakinkan Hulago Khan dan membujuknya untuk membunuh Khalifah. Dan tatkala Khalifah kembali dengan membawa perbendaharaan negara yang banyak untuk diserahkan, Hulago Khan memerintahkan agar Khalifah dieksekusi. Dan yang mengisyaratkan untuk membunuh Khalifah adalah Ibnul Alqami dan ath-Thûsi.
Baca Juga Syi'ah : Apakah Perkataan Para Imam Terdahulu Dan Belakangan Tentang Rafidhah (Syi'ah) ?
Dengan terbunuhnya Khalifah pasukan Tatar leluasa menyerbu Baghdad tanpa perlawanan berarti. Maka jatuhlah Baghdad ke tangan musuh. Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas saat itu lebih kurang dua juta orang. Tidak ada yang selamat kecuali Yahudi, Nashrani dan orang-orang yang meminta perlindungan kepada pasukan Tatar, atau berlindung di rumah Ibnul Alqami dan orang-orang kaya yang menebus jiwa mereka dengan menyerahkan harta kepada pasukan Tatar.[14]
Sebuah Pelajaran Berharga
Melalui rekaman sejarah yang telah dipaparkan Ulama, menyerahkan amanat dan jabatan kepada kaum Syiah merupakan tindakan bunuh diri yang membahayakan umat. Karena sejarah telah membuktikan pengkhianatan yang mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, khususnya kepada Ahlu Sunnah.
Al-Baghdâdi rahimahullah telah menjelaskan secara ringkas permusuhan kaum Syiah Bathiniyah ini terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beliau berkata, “Ketahuilah –semoga Allâh membuatmu bahagia- sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Bathiniyah terhadap kaum Muslimin lebih besar daripada bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Yahudi, Nashrani maupun Majusi. Bahkan lebih besar daripada kaum Dahriyah (atheis) serta kelompok-kelompok kafir lainnya. Bahkan lebih besar daripada bahaya yang ditimpakan oleh Dajjal yang muncul di akhir zaman. Karena orang-orang yang tersesat akibat dakwah Bathiniyah ini sejak awal mula munculnya dakwah mereka sampai hari ini lebih banyak daripada orang-orang yang disesatkan oleh Dajjal pada waktu munculnya nanti. Karena fitnah Dajjal tidak lebih dari empat puluh hari, sementara kejahatan kaum Bathiniyah ini lebih banyak lagi daripada butiran pasir dan tetesan hujan.”[15]
Kaum Bathiniyah ini sengaja memilih ajaran Syiah sebagai alat untuk beraksi karena adanya kecocokan dengan ambisi dan keinginan mereka. Karena mereka tidak menemukan jalan masuk kepada Islam kecuali dengan menampakkan ajaran Syiah ini dan menisbatkan diri kepada agama Syiah. Abu Hamid Al-Ghazâli rahimahullah mengungkapkan, “Telah sukses diadakan pertemuan di antara pengikut-pengikut ajaran Majusi dan Mazdakiyah dari kalangan kaum Tsanawiyah yang mulhid (kafir) serta sekelompok besar kaum filsafat mulhid –ad-Dailami menambahkan- dan sisa-sisa pengikut ajaran Kharamiyah serta kaum Yahudi. Mereka disatukan dengan satu slogan yaitu membuat tipu daya untuk menolak Islam. Mereka berkata, “Sesungguhnya Muhammad telah mengalahkan kita dan menghapus agama kita. Carilah sekutu untuk menghadapinya karena kita tidak mampu secara frontal untuk menghadapi mereka. Kita tidak bisa berhasil merebut kekuasaan yang ada di tangan kaum Muslimin dengan senjata dan peperangan. Karena kekuatan mereka dan banyaknya personil pasukan mereka. Demikian pula kita tidak mampu untuk beradu argumentasi dengan mereka karena mereka memiliki Ulama, fudhala’ dan ahli tahqiq. Tidak ada cara kecuali melakukan makar dan tipu daya. Kemudian mereka membuat rancangan dan program untuk mencapai tujuan ini. Dan di antara cara yang mereka tempuh adalah masuk ke tengah kaum Muslimin melalui jalan tasyayyu’ (ajaran Syi’ah). Walaupun mereka juga menganggap bahwa kaum Syiah ini sesat, hanya saja mereka itu adalah orang yang paling dangkal akalnya, paling konyol logikanya, paling mudah untuk menerima perkara-perkara yang mustahil, paling percaya dengan riwayat-riwayat dusta yang mereka buat, serta yang paling mudah untuk menerima riwayat-riwayat palsu. Apalagi dalam ideologi Syiah ini terdapat ajaran taqiyah (bermuka dua) yang sangat mereka perlukan untuk menjalankan misi mereka. Maka mereka pun bersembunyi di balik ajaran ini untuk melemahkan Islam dan kaum Muslimin. Sehingga tampilan luar mereka adalah Syiah, tetapi batin mereka berisi kekufuran (terhadap Islam).[16]
Itulah sedikit dari fakta sejarah yang sudah terjadi. Sebenarnya masih banyak lagi sejarah hitam kekejaman ahli bid’ah ini (kaum Syiah) terhadap Ahlu Sunnah khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya. Kita harus mengambil pelajaran dari masa lalu agar tidak berulang pada masa mendatang. Karena sesungguhnya seorang Mukmin itu tidak boleh jatuh dalam satu lobang berulang kali, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Wallâh a’lam
_______
Footnote:
[1] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XII/17)
[2] Wafayâtul A’yân, Ibnu Khalikân (II/192)
[3] Akhbâr Mulûk Bani ‘Ubaid tulisan ash-Shanhâji hlm. 96
[4] Ar-Raudhataini fi Akhbâri Daulatain hlm. 201
[5] Târîkh Islâm , adz-Dzahabi
[6] Wafayâtul A’yân (III/110)
[7] Al-Kâmil (VIII/542)
[8] Al-Kâmil (VIII/549)
[9] Siyar A’lâmun Nubalâ’ (XVI/232)
[10] Al-Milal wan Nihal (I/191-192)
[11] Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 38
[12] Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 54
[13] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XI/160)
[14] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XVIII/213-224)
[15] Al-Farqu bainal Firaq hlm 382
[16] Silahkan lihat Fadhâih Bâthiniyah hlm 18-19 dengan sedikit penambahan dan pengurangan.
Referensi: https://almanhaj.or.id/
KEKEJIAN KAUM SYIAH TERHADAP AHLUS-SUNNAH DI WILAYAHNYA
Berbicara masalah Syiah tidak dapat terlepas dari Negara Iran, karena ia merupakan simbol dan pusat penyebaran paham Syiah. Anda pasti kaget, ternyata sebagian besar penduduk Negara itu pada mulanya adalah Ahlu Sunnah kemudian saat Syah Ismail menjadi Raja Iran pada tahun 1502 bertepatan tahun 907 H, dia menggandeng Syiah dalam banyak kebijakan pemerintahannya.
Dari sinilah mulai tragedi berdarah terhadap Ahlu Sunnah di Iran, meskipun pada hakekatnya lebih dahsyat dari yang dapat diketahui oleh dunia karena ketatnya sistim untuk mengakses berita tersebut. Allah ta’ala berfirman,
ÙˆَÙ„َÙ† تَرْضَÙ‰ عَنكَ الْÙŠَÙ‡ُودُ Ùˆَلاَ النَّصَارَÙ‰ ØَتَّÙ‰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ…ْ Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللّÙ‡ِ Ù‡ُÙˆَ الْÙ‡ُدَÙ‰ ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ Ø£َÙ‡ْÙˆَاءهُÙ… بَعْدَ الَّØ°ِÙŠ جَاءكَ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ Ù…َا Ù„َÙƒَ Ù…ِÙ†َ اللّÙ‡ِ Ù…ِÙ† ÙˆَÙ„ِÙŠٍّ Ùˆَلاَ Ù†َصِيرٍ.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al Baqarah:120).
Berlandaskan firman Allah tersebut, jelaslah bahwa semua agama-agama selain Islam tidak pernah rela terhadap kejayaan Islam di muka bumi ini. Barangkali ada beberapa orang awam yang bertanya, apa hubungan ayat tersebut dengan Syiah, bukankah syiah juga termasuk agama islam?.
Ya, mereka mengatasnamakan orang muslim, tapi apa benar mereka muslim?. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakar dan Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
Tahun 1917 M, saat revolosi Iran bergolak, ahlu sunnah bersama penduduk Iran lainnya berjuang bersama-sama melawan kedhaliman Raja Syah Ismail, dan secara khusus Ahlu Sunnah berjuang dengan segala kekuatan untuk mendapatkan hak dalam beribadah, namun ketika berhasil menumbangkan Raja Syah Ismail para petinggi Syiah dengan arogansinya mengokohkan Syiah sebagai satu-satunya landasan hukum negara.
Di awal-awal kepemimpinan Syiah, diskriminasi terhadap Ahlus Sunnah sudah mulai muncul, misalnya dalam hukum negara tercantum; Syarat menjadi presiden harus bermadzhab Syiah. Epesode selanjutnya para ulama sunnah diburu, diusir, ditangkap, dipenjara dan disiksa sebab bermadzhab sunni dan bukan karena lainnya. Larangan mendirikan masjid di Taheran, padahal saat itu penduduk Sunni di Taheran lebih dari satu juta. Dalam suatu acara; Ali Al Khumaini mengatakan; selama saya masih hidup saya tidak akan mengizinkan Ahlus Sunnah untuk mendirikan masjid”.
Khumaini tidak hanya melarang namun juga memerintahkan untuk menghancurkan masjid Ahlus Sunnah di wilayah Khurasan kemudian disulap menjadi taman rekreasi, termasuk pembakaran gedung-gedung, markas pendidikan Ahlu Sunnah serta para santrinya. Tidak heran jamaah masjid berusaha untuk melawannya tapi apa daya, usaha mereka dibalas dengan tembakan peluru tajam dan senjata-senjata berat lainnya, tidak terbayangkan jumlah syuhada yang berguguran.
Ketika Mahmoud Ahmadinajad mencalonkan diri sebagai presiden dengan mengusung motto “Keadilan dan Kemakmuran”, Ahlu Sunnah merasa ada angin segar dan berharap bahwa ini adalah akhir dari kekejaman Syiah, namun apa yang terjadi setelah dia terpilih jadi presiden penindasan dan penangkapan terhadap ulama-ulama Sunnahpun berulang kembali, permohonan izin untuk melakukan shalat Jum’at di gedung Taheran dilarang, shalat Jum’at di lapangan umum juga dilarang dan berbagai macam pemasungan hak beribadah Ahlu Sunnah.
Surat kabar The Daily News memberitakan, ketika salah seorang rujukan Syi’ah yang bernama Misbah Al Yazdi ditanya tentang sebab tidak diizinkannya Ahlus Sunnah mendirikan mesjid di Taheran, ia menjawab: “Kalau di Mekkah telah diizinkan untuk membangun Huseiniyyah, maka barulah di Taheran boleh didirikan mesjid Ahlus Sunnah.
Heem…, kita hanya bisa berdo’a dan mengelus dada, mereka mengatakan Muslim bahkan nama negaranya Republik Islam Iran namun perlakuan terhadap Ahlus Sunnah sangat kejam, sebaliknya hubungan mereka dengan kaum kuffar sangat mesra, terlihat di sana banyak gereja-gereja berdiri megah dan tempat ibadah-ibadah orang-orang kafir lainnya. Ini pertanda jelas dalam aqidah mereka bahwa Ahlu Sunnah adalah musuh utama Syiah.
Selain di Iran terdapat juga Ahlus Sunnah di Iraq, Libanon, Yaman, Suria dll, dan kondisi mereka juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh kaum muslimin di Iran. Dan apa yang bergolak di Suria hari ini adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa Syiah bersatu padu dalam memusuhi Ahlu Sunnah, meskipun sesungguhnya Syiah yang ada di Suriah merupakan sempalan Syiah Iran tapi dalam membantai Ahlu Sunnah mereka satu kata. Tidak ketinggalan Syiah Hizbullah Libanon –baca hizbussyaithon- berperan besar bersama Syiah Suria dalam membantai Ahlu Sunnah di Suria.
Informasi dari para masyayikh yang barusan berkunjung ke Suria dalam misi bantuan kemanusian, mereka mendapatkan fakta bahwa; Ribuan syuhada Ahlu Sunnah dan ribuan kurban luka-luka dalam kondisi yang sangat mengenaskan dan membuat bulu merinding karena akibat penyiksaan dan kebiadaban Syiah sebelum menghabisi mereka, tidak hanya itu, setiap akal sehat pasti tidak akan menerima, bagaimana mungkin anak-anak, wanita-wanita dan orang-orang tua yang tidak tahu menahu ikut jadi kurban penyiksaan, bukan karena mereka ikut berjuang di barisan Ahlus Sunnah, sekali lagi saya katakan bukan, namun hanya karena mereka berakidah Ahlus Sunnah.
Saya tidak habis fikir, saat saya melihat video di yotube, seorang tentara Syiah Suria yang gagah perkasa dengan seragam kebanggaannya sambil menenteng senjata menginjak-injak anak kecil berumur sekitar 9 tahunan yang terlentang di tengah jalan. Ibunya hanya bisa melihat dengan deraian air mata dan hati hancur lebur. Apakah dosa anak tersebut?!. Sungguh ini adalah perang agama, mereka ingin memusnahkan kaum muslimin Ahlu Sunnah sampai ke akar-akarnya.
Di antara kekejaman Syiah terhadap Ahlu Sunnah di Suria sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang ulama Ahlu Sunnah Suria Nama Syaikh ini sengaja dirahasiakan demi menjaga keselamatan keluarga beliau yang bermukim di Syiria, dalam suatu kajian yang diterjemahkan oleh Ustadz Firanda Andirja, MA.
Sekitar duapuluh orang tentara memperkosa seorang perempuan di depan suaminya. pada tanggal 3 Februari 2012 saat Basyar Asad laknatullah ‘alaihi, memerintahkan para tentaranya untuk mengebom suatu lokasi yang akhirnya menewaskan 350 orang dan luka-luka 1500 terluka, mereka juga mencampur racun di air PAM untuk membunuh Ahlu Sunnah, adapula anak-anak yang dicincang di depan kedua orang tuanya, dan lain sebagainya yang dapat anda lihat sendiri di berbagai video di youtube. Dan saat makalah ini ditulus jumlah syuhada muslimin Suria sekitar 12112 syahid, semoga Allah ta’ala merahmati mereka semua, amin.
Hikmah besar di balik krisis Suria, yaitu Allah ta’ala hendak membongkar topeng paham Syiah yang sesungguhnya, cukuplah sudah puluhan tahun umat Islam tertipu oleh kemunafikannya, mereka menyuarakan ke seluruh dunia bahwa Ahlu Sunnah di Iran mendapatkan kebebasan, kedudukan dan hak beribadah sebagaimana penduduk Iran lainnya. Hampir setiap muslim terpedaya oleh tipu dayanya kecuali orang yang Allah rahmati, senjata berakting dengan bermuka dua mampu merebut hati sebagian masyarakat Sunni, ditambah dengan manisnya senyum mereka setiap berjumpa dengan orang serta luwesnya dalam bergaul.
Gerakan lain yang cukup menipu kaum muslimin di seluruh dunia, adalah Hizbullah yang artinya partai Tuhan, gerakan yang beroperasi di Libanon, banyak orang yang mengira bahwa gerakan ini dalam rangka menegakkan panji-panji Islam dan kemulian kaum muslimin, ternyata gerakan ini adalah kepanjangan tangan Syiah Iran, maka tidak heran jika Iran menjadi kiblat dalam idiologi mereka. Mereka berdomisili di selatan Libanon, saat Israil menyerbu Libanon Hizbullah secara dhahir melakukan perlawanan namun sejarah mengatakan justru memberikan jalan masuk dan akhirnya dapat menerobos wilayah Libanon barat yang banyak dihuni oleh kaum muslimin Ahlu Sunnah juga para pengungsi Palestine, yang akhirnya agresi tersebut memporak-porandakan wilayah tersebut dan memaksa kaum muslimin Ahlu Sunnah meninggalkannya. Inilah yang sangat diharapkan hizbullah, demikianpula saat Gaza diserbu Israel hizbullah dengan enteng mengatakan ini bukan urusan kami.
Saudaraku….. benar, syiah dengan bekal taqiyah (berbohong atau menyembunyikan yang sesungguhnya) mereka berakhlak baik, pandai bergaul, luwes bermasyarakat, menyapa jika bertemu bahkan juga suka membantu orang lain, namun itu semua hanya kita dapati di wilayah-wilayah minoritas Syiah, akan tetapi jika mereka sudah mayoritas maka tragedi berdarah terhadap kaum muslimin Ahlu Sunnah akan kita saksikan. Alhamdulillh dengan apa yang terjadi di Suria kaum muslimin segera sadar bahwa sesungguhnya Syiah adalah paham di luar Islam, mustahil untuk bersatu dengan kaum muslimin Ahlu Sunnah, dan mereka teman dekat Yahudi serta kaum kuffar lainnya. Kita memohon kepada Allah ta’ala taufiq dan istiqamah dalam beramal shaleh dan berjalan di atas manhaj para ulama salaf. Amin.
Allahu ‘alam bisshawab (*)
Penulis: Ustadz Nurhasan Asy’ari (Dai di Islamic Center Badi’ah Riyadh)
Sumber: https://muslim.or.id/
NUSHAIRIYAH ALIRAN DI BALIK KEKEJAMAN YANG MENIMPA MUSLIMIN AHLUS SUNNAH DI SURIAH
Kekejaman Penguasa Suriah terhadap kaum Muslimin Ahli Sunnah, -disengaja atau tidak- jarang diekspos oleh media massa. Padahal fakta menyebutkkan, telah terjadi kebengisan yang tak terperikan yang dipraktekkan secara terang-terangan oleh pasukan pemerintah dalam menghabisi rakyat sendiri; tua, muda dan anak-anak. Korban pun mencapai angka yang sangat besar, lebih dari 5000 jiwa tewas. Masjid-masjid Muslimin hancur berantakan oleh senjata berat pasukan pemerintah. Mushaf al-Qur`an pun tak luput dari penodaan tangan-tangan mereka, termasuk kehormatan wanita Muslimah.
Penindasan dan kebiadaban yang disebut Syaikh Musa Alu Nashr (Majalah As-Sunnah 01 Thn XVI) melebihi kekejaman dan kebrutalan bangsa Yahudi terhadap kaum Muslimin Palestina ini jelas membekaskan tanda tanya dan pertanyaan, mengapa mereka berani mempertontonkan aksi sangat mengerikan dan biadab terhadap kaum Muslimin di sana, berbeda halnya saat Libia, Mesir dan Tunisia bergejolak. Tanda tanya itu akan terjawab, sekaligus menjawab diamnya Negara Barat atas aksi brutal di sana, dengan mengetahui ideologi yang mendominasi kalangan pemerintah dan pasukannya, yaitu paham Syi’ah Nushairiyah.
MUNCUL PADA ABAD KE-3
Nushairiyah merupakan salah satu dari aliran kebatinan, muncul pada abad ke-3 Hijriyah, dan merupakan sempalan dari golongan Syiah Imam Dua belas. Kelompok ini dinisbatkan kepada pimpinan mereka yang bernama Muhammad bin Nushair an-Numairi, Abu Syuaib, berasal dari Persia. Sebelumnya, ia berpaham Syi’ah Imam Dua belas.
Dia telah mengklaim sebagai bâb , pintu penghubung manusia menuju imam ke dua belas (yang fiktif) yang mereka anggap sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. Akan tetapi, para tokoh Syi’ah lainnya tidak mengakui klaimnya itu. Ia pun lalu melepaskan diri dari Syi’ah dan membuat kelompok sendiri Nushairiyah, serta menjadi pimpinan sampai mati pada tahun 270 H.
Firqah (aliran) ini layaknya musuh-musuh Islam lainnya, selalu mengintai barisan kaum Muslimin dan tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mengganggu kaum Muslimin dengan berbagai cara tanpa rasa belas kasihan. Bahkan mereka berkeyakinan, apa yang mereka lakukan akan mendapatkan pahala. Semakin besar gangguan yang mereka munculkan, akan semakin besar pula pahala yang akan mereka dapatkan. Fakta yang terjadi di Suriah belakangan ini menjadi bukti nyata terbaru. Mereka membantai banyak orang yang tidak bersalah, baik pria, wanita maupun anak-anak. Jauh sebelum itu, sejarah telah mencatat mereka juga telah membantu pasukan Tartar dan kaum Salibis untuk menyerang kaum Muslimin dengan cara yang sangat keji. Fakta ini sekaligus menjadi jawaban atas penindasan dan kebrutalan mereka terhadap kaum Muslimin.
Para Ulama Ahlus Sunnah telah mencatat kekejaman Nushairiyah Batiniyah terhadap kaum Muslimin dalam masa yang berbeda-beda. Bagaimana mereka menjelma binatang liar yang ganas yang tidak punya rasa iba dan belas kasih sama sekali terhadap kaum Muslimin, tua, muda, perempuan maupun anak-anak.
NAMA ALIRAN YANG PALING MEREKA SUKAI
Kelompok ini dikenal dengan beberapa nama. Yang paling populer adalah Nushairiyah, penisbatan kepada penggagas pertama aliran ini. Akan tetapi, mereka kurang menyukai nama ini karena ingin menghilangkan kesan eksklusif dan menghindari permusuhan dari golongan lainnya.
Mereka lebih menyukai nama ‘Alawiyyun dan berharap dikenal dengan nama ini, karena penisbatan kepada Ali tentu lebih baik dari penisbatan kepada Ibnu Nushair. Sebagaimana slogan yang diusung oleh komunitas Syiah lainnya, dengan nama ini mereka ingin disebut sebagai para penganut ‘Ali atau mencintai keluarga Nabi guna menarik simpati orang dan menutupi kerusakan yang ada pada aliran tersebut sekaligus.
SEBAGIAN AQIDAH RAHASIA NUSHAIRIYAH
Para pengikut Nusairiyyah ini beranggapan, agama atau kelompok mereka merupakan suatu rahasia besar yang tidak boleh diketahui atau disebarkan selain dari kalangan mereka sendiri. Mereka menetapkan peraturan, orang yang berani menyebarkan sedikit saja tentang akidah mereka, maka hukumannya dibunuh dengan cara yang paling sadis. Hukuman ini pernah ditimpakan pada orang bernama Sulaiman al-Adhani, anak dari salah satu pimpinan Nushairiyah di wilayah Adhnah menulis buku menelanjangi Nushairiyah yang berjudul al-Bakûrah as-Sulaimâniyyah, yang kemudian dicetak oleh para misionaris di Beirut yang telah berhasil mengkristenkannya. Setelah berhasil ditangkap, ia pun dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup.
Di antara yang tertulis dalam kitab tersebut, ialah:
- Mereka meyakini ketuhanan Ali. Mereka menyakini Ali adalah imam dalam bentuk lahirnya dan Tuhan dalam batinnya, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Ali belum meninggal dan tidak terbunuh, tidak makan ataupun minum. Bahkan mereka mengatakan, Ali telah menciptakan Muhammad dan Muhammad menciptakan Salman al-Farisi.
- Mereka memiliki kitab suci selain al-Qur‘an yang menjadi pedoman pokok. Al-Qur‘an hanya menjadi pedoman sampingan semata.
- Kerahasiaan ini juga menjadi pertanda kesesatan Nushairiyah. Kalau memang keyakinan dan pedoman mereka baik dan bagus, mengapa takut diketahui oleh orang lain?!.
KEBENCIAN NUSHAIRIYAH KEPADA PARA SAHABAT NABI
Sikap para penganut Nushairiyah terhadap Sahabat Nabi seperti sikap para musuh Islam yang memusuhi Islam dan Muslimin. Satu sikap negatif yang tertanam pada hati para penganut aliran Syiah dengan segala cabangnya, termasuk Nushairiyah. Kebencian mereka terhadap Sahabat sampai pada titik melontarkan pernyataan ada individu dari kalangan Sahabat Nabi yang pada dasarnya belum pernah beriman secara mutlak. Ia hanya menampakkan keislaman dan keimanan karena takut kepada Ali bin Abi Thalib semata.
Seperti orang Syiah lainnya, kebencian mereka terhadap Sahabat Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan Umar Radhiyallahu anhu sangat besar sampai enggan menjadikan dua nama itu untuk anak keturunan mereka. Kebencian dan kedengkian ini terlukiskan pada tindakan yang pantas disebut kedunguan, dengan sengaja membunuhi beberapa binatang dan menyiksanya dengan cara-cara yang sadis, karena beranggapan ruh Abu Bakar Radhiyallahu anhu , ‘Umar dan ‘Aisyah berdiam di sana. Secara khusus, Sahabat ‘Umar menjadi sosok yang paling mereka benci tiada lain karena pada masa khilafah ‘Umar kekuatan Persia luluh lantak, dan api Majusi padam dan digantikan dengan menyebarnya hidayah Islam dan cahayanya di sana.
WANITA MEREKA, WANITA PALING BODOH DAN TERHINA
Para wanita Nushairiyah tidak diperbolehkan mempelajari rahasia-rahasia yang terdapat dalam aliran Nushairiyah. Mereka menganggap, wanita memiliki pikiran, akal dan kehendak yang sangat lemah. Di samping itu, wanita dianggap lebih jahat dan memiliki banyak tipu muslihat. Oleh karena itu, bisa dikatakan kaum wanita mereka tidaklah beragama, dan termasuk wanita-wanita yang sangat bodoh di dunia ini.
Para lelaki saja yang diizinkan untuk mendalami keyakinan Nushairiyah. Bila seorang lelaki telah berusia lebih dari 19 tahun, ia boleh mengikuti pembinaan spiritual ala Nushairiyah melalui beberapa tahap. Banyak ritual aneh dan merendahkan martabat manusia yang harus ia jalani. Dalam kondisi ini, ‘penuntut ilmu’ ini harus patuh dan tunduk kepada gurunya layaknya jenazah di hadapan orang yang memandikannya. Setelah berhasil menuntaskan ‘pendidikan’ ini, maka sang murid telah mengetahui rahasia-rahasia aliran dan berkewajiban mengemban dan menjaga rahasianya. Ia pun berhak menyandang gelar guru dalam aliran ini.
MEMUJA KHAMR
Mereka memuja khamr atau segala sesuatu yang memabukkan. Mereka memiliki anggapan (sesat) bahwa Allâh Azza wa Jalla berada jelas di dalam khamr. Orang yang ingin masuk ke aliran ini akan disuruh tokoh Nushairiyah untuk menenggak khamr.
IBADAH VERSI NUSHAIRIYAH
Cara peribadahan kaum Muslimin jauh berbeda dari ritual-ritual kaum Nushairiyah. Dan ini wajar sekali, karena ajaran-ajaran Islam tidak akan mungkin bersesuaian dengan ajaran Nushairiyah yang bersumber dari watsaniyah (paganisme) Persia, meskipun para penganut Nushairiyah menampakkan diri dengan penampilan Islam, seperti menggunakan nama Islami. Anehnya, walaupun kadang-kadang mereka menggunakan nama-nama Nasrani, akan tetapi mereka melarang menggunakan nama-nama para Sahabat Nabi terbaik seperti Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu.
Mereka memaknai shalat, puasa, zakat dan haji dengan pengertian kebatinan yang juga sangat jauh berbeda dari Islam. Makna menegakkan shalat menurut mereka yaitu mengetahui dan menjunjung tinggi Amirul Mukminin. Puasa adalah larangan bercampur dengan istri sepanjang bulan Ramadhan saja. Sementara ibadah haji mereka maknai sebagai praktek kekufuran dan penyembahan kepada berhala.
Para penganut Nushairiyah tidak melaksanakan shalat Jum’at karena tidak mengakui kewajiban itu. Dalam ibadah shalat versi mereka, orang-orang tidak bersuci terlebih dahulu. Mereka mengerjakan shalat di tempat-tempat tertentu pada waktu tertentu pula, tidak pernah mengerjakannya di masjid. Justru mereka melawan setiap usaha pembangunan masjid.
Dalam aliran kebatinan ini, tokoh agama Nushairiyah dan orang-orang yang telah mengetahui dan mengarungi makna-makna batin akan terbebas dari aturan syariat, sebagaimana terdapat pada aliran-aliran kebatinan lainnya.
BUKU PANDUAN RINGKAS AJARAN NUSHAIRIYAH
Abdurrahman Badawi menyampaikan fakta menarik, ditemukannya buku panduan ringkas mengenal ajaran Nushairiyah berjudul Kitâbu Ta’lîm Diyânati an-Nushairiyyah yang masih berbentuk manuskrip kuno di Perpustakaan Paris. Buku panduan ini disajikan dalam bentuk soal berjawab, berisi 101 soal dan jawabannya.
Diantaranya: Soal (S): “Siapakah yang menciptakan kita?”
Jawab (J): ‘Ali bin Abi Thâlib Amirul Mukminin
(S): “Dari mana kita tahu ia adalah Tuhan?”.
(J): “Dari penjelasannya saat berkhutbah di atas mimbar”.
(S): “Apakah al-Qur`an itu?”
(J): “Kitab yang memberi kabar gembira perihal junjungan kita (‘Ali) dalam rupa manusia”.
(S): “Siapakah nujabâ di bumi ini?”.
(J): Pertama Abu Ayyub….dan yang terakhir ‘Abdullah bin Saba`”.
(S): “Mengapa orang Mukmin shalat menghadap matahari?”
(J): “Karena matahari adalah sumber seluruh cahaya”.
Ini sebagian keyakinan Nushairiyah yang termaktub dalam panduan tersebut yang jelas bertentangan dengan aqidah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
KEBENCIAN TERHADAP ISLAM DAN NABINYA
Pernah ada sekelompok orang penganut Nushairiyah melantunkan pernyataan, “Ambillah senjata, ambillah senjata, agama Muhammad biar pergi dan sirna”.
Harian ats-Tsaurah juga pernah menulis, “Allah, para nabi, kitab-kitab suci semuanya ini adalah muhannathaat yang harus dialihkan ke museum-museum sejarah”. Maka, tidak aneh bila terdengar sebagian prajurit pemerintah Suriah memaksa sebagian Muslimin untuk mengatakan kata-kata kekufuran.
MASJID DALAM PANDANGAN NUSHAIRIYAH
Kekeliruan dan penyimpangan Nushairiyah bukan perkara yang sepele dan ringan, sudah merupakan kesalahan yang fundamental. Karenanya, sudah banyak pemimpin Islam dan dai-dai Muslim seperti Sultan Shalâhuddîn al-Ayyûbi rahimanullah , Zhâhir Baibrus rahimanullah , Sultan Sâlim al-‘Utsmâni rahimanullah , Ibrâhim Bâsya rahimanullah , Sultan ‘Abdul Hamid al-‘Utsmâni rahimanullah dan lainnya yang berusaha mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang benar. Para pemimpin umat Islam itu pun sudah membangunkan masjid dan mengajak mereka mengerjakan shalat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya.
Namun, mereka menolak ajakan baik tersebut. Bila mereka merasa terancam oleh kekuatan Islam, maka mereka berpura-pura memperlihatkan komitmen dengan syiar Islam yang tampak. Sebaliknya, bila kekuatan yang mereka takuti melemah, mereka akan menampakkan batin mereka dan memerangi syiar-syiar Islam tersebut dengan terang-terangan.
Sebagai contoh, usai mengalahkan kaum Salibis, Sultan Shalâhuddîn al-Ayyûbi membangunkan masjid-masjid bagi Nushairiyah dan memerintahkan mereka untuk memakmurkannya dengan ibadah shalat. Mereka mematuhi perintah ini. Akan tetapi, setelah Shalâhuddîn al-Ayyûbi meninggal, serta merta mereka mengalihkan fungsi masjid menjadi kandang binatang. Na’udzubillâh min dzâlik.
Demikian juga nasib masjid-masjid yang dibangun oleh Zhâhir Baibrus. Mereka menelantarkannya. Bahkan ketika ada orang akan mengumandangkan adzan, justru mereka berkomentar, “Jangan mengembik, pakanmu akan tiba sebentar lagi”.
Begitu pula, masjid-masjid dan madrasah yang dibangun atas perintah Sultan ‘Abdul Hamîd al-‘Utsmâni. Mereka menghancurkan madrasah-madrasah itu dan membakar masjid-masjid.
Keyakinan kebatinan yang tertanam pada hati mereka itulah yang mendorong mereka merusak dan menghancurkan masjid-masjid. Menurut mereka, orang yang sudah mengenal tuhannya dan memahami makna syariat, ia menjadi orang bebas dan tidak terkena beban menjalankan syariat lagi. Dengan demikian, keberadaan masjid dalam pandangan mereka merupakan bukti mereka belum mengenal tuhannya dan ketidaktahuan mereka terhadap perintah tuhannya secara lahir dan batin.
Demikianlah gambaran ringkas tentang kebusukan keyakinan Nushairiyah dan bahaya mereka terhadap kaum Muslimin. Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita orang yang senantiasa mendapatkan petunjuk dan selamat dari tipu daya dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang, serta mendatangkan faraj (jalan keluar dari masalah) segera bagi kaum Muslimin di Suriah.
(Diringkas dari kitab Firaq Mu’âshirah Tantasibu ilal Islâm wa Bayânu Mauqiful Islâm Minha, oleh Dr. Ghâlib bin ‘Ali ‘Awaji Cet. V, 2005 M, al-Maktabah al ‘Ashriyyah adz-Dzahabiyyah, Jeddah)
Referensi: https://almanhaj.or.id/