Type Here to Get Search Results !

 


RAHASIA LAILATUL QADR

Rahasia Lailatul Qadar

Malam lailatulqadar tentunya merupakan malam yang dinantikan oleh setiap muslim, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Bahkan, malam tersebut juga adalah malam yang dicari-cari oleh manusia terbaik di alam semesta ini, yaitu nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya, Nabi ﷺ bahkan pernah beriktikaf sebulan penuh karena ingin mencari malam lailatulqadar. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

اعْتَكَفَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَشْرَ الأُوَلِ مِن رَمَضَانَ واعْتَكَفْنَا معهُ، فأتَاهُ جِبْرِيلُ، فَقالَ: إنَّ الذي تَطْلُبُ أمَامَكَ، فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأوْسَطَ، فَاعْتَكَفْنَا معهُ فأتَاهُ جِبْرِيلُ فَقالَ: إنَّ الذي تَطْلُبُ أمَامَكَ

“Rasulullah ﷺ  beriktikaf di sepuluh malam pertama di bulan Ramadan, dan kami pun beriktikaf bersamanya. Maka datanglah kepadanya Jibril dan berkata, ‘Sesungguhnya yang engkau cari di depanmu’. Maka beliau beriktikaf di sepuluh malam kedua dan kami pun beriktikaf bersamanya. Maka datanglah kepadanya Jibril dan berkata, ‘Sesungguhnya yang engkau cari di depanmu’.”([1])

Para sahabat dan istri-istri nabi ﷺ  juga ikut bersama nabi untuk mencari malam lailatulqadar. Maka jadilah mencari malam lailatulqadar bagi kaum muslimin sebagai kegiatan tahunan, begitu pula iktikaf menjadi ritual tahunan dalam rangka untuk mencari lailatulqadar.

Hal ini sangatlah wajar karena malam ini memiliki keutamaan yang sangat banyak. Sampai-sampai Allah ﷻ menurunkan surah khusus dalam Al-Qur’an yang disebut dengan surah Al-Qadar, di mana surah ini khusus menjelaskan tentang keutamaan lailatulqadar. Ini sudah cukup bagi kita untuk meyakini bahwa malam lailatulqadar adalah malam yang sangat mulia.

Oleh karenanya, setiap muslim harus memiliki persiapan untuk menuju malam tersebut. Barang siapa yang tidak memedulikan hal ini sehingga ia pun terhalang dari keutamaan lailatulqadar, maka dia adalah orang yang sangat merugi. Sebagaimana dalam hadits bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ

“Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang kepada kalian. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya) kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).”([2])

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang keutamaan malam lailatulqadar dan juga tentang kiat-kita bagaimana kita menggapai malam lailatulqadar.
______

Footnote:

([1]) HR. Bukhari No. 813.
([2]) HR. Ibnu Majah No. 1644, dinyatakan hasan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.

Sumber Pertama

Tafsir Surat Al-Qadar

Berbicara tentang keutamaan malam lailatulqadar, maka tentu kita pasti akan berbicara tentang tafsir dari surah Al-Qadar. Oleh karenanya, kita akan membahas tafsir dari surah tersebut.

Allah ﷻ berfirman,

﴿إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ﴾

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya  pada malam lailatulqadar.” (QS. Al-Qadar: 1)

Secara harfiah, kita tentu akan bingung siapa atau apa yang diturunkan pada malam lailatulqadar, karena tidak ada keterangan langsung siapa atau apa hal tersebut. Maka, para ulama mempunyai beberapa tafsiran tentang dhamir هو yang berarti “nya (dia)” dalam kalimat “أَنْزَلْنَاهُ”.

Sebagian mengatakan bahwa dhamir tersebut tidak perlu dijelaskan, karena meskipun tidak pernah disebutkan sebelumnya, kaum muslimin tahu bahwa yang dimaksud adalah Al-Quran yang selalu ada di dalam hati mereka.

Sebagian juga mengatakan bahwa dhamir tersebut maksudnya adalah Al-Qur’an karena kembali kepada surah sebelumnya yaitu surat Al-‘Alaq yang bercerita tentang ayat-ayat yang pertama kali turun kepada Nabi ﷺ  di malam lailatulqadar. Allah ﷻ berfirman,

﴿اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ﴾

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Inilah lima ayat pertama yang turun kepada Nabi ﷺ  ketika beliau ﷺ  sedang berada di gua Hira. Maka seakan-akan dhamir هو  dalam ayat pertama surah Al-Qadar ini mengisyaratkan kepada apa yang disebutkan pada surah yang sebelumnya yaitu dalam surah Al-‘Alaq.([1]) Hal ini juga didukung bahwa letak surah Al-Qadar berada di antara surah Al-‘Alaq dan Al-Bayyinah. Padahal, jika kita perhatikan, secara urutan seharusnya surat Al-Qadar terletak setelah surat Al-Bayyinah karena jumlah ayat di surat Al-Bayyinah lebih banyak dari pada surah Al-Qadr. Akan tetapi surat Al-Qadar diletakkan setelah surat Al-Alaq untuk mengisyaratkan hal tersebut.

Apa sebab disebut dengan malam Al-Qadar? Ada tiga makna yang disebut oleh para ulama tentang makna lailatulqadar: ([2])

Pertama: Al-Qadar disebut Asy-Syaraf (اَلشَّرَف) yang berarti mulia. Artinya, malam lailatulqadar adalah malam yang mulia, bahkan kemuliaan yang dimilikinya sangatlah banyak. Di antara kemuliaannya adalah lebih baik dari seribu bulan, malam tersebut juga dipilih untuk diturunkannya Al-Qur’an, ketaatan di malam tersebut mudah diterima, seorang hamba yang beribadah di malam tersebut menjadi hamba yang mulia, dan masih banyak keutamaan malam lailatulqadar lainnya. Maka, sangat jelas malam lailatulqadar disebut juga malam yang mulia.

Kedua: Al-Qadru (اَلْقَدْرُ) yang memiliki makna takdir. Hal ini dikarenakan setiap malam lailatulqadar Allah ﷻ  menetapkan takdir sanawi (takdir tahunan). Sebagaimana yang Allah ﷻ  isyaratkan dalam surat Ad-Dukhan, Allah ﷻ  berfirman,

﴿إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ، فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ﴾

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhan: 3-4)

Apa yang dimaksud dengan takdir tahunan? Maksudnya adalah Allah mengambil sebagian data dari Lauhul Mahfuzh, yang di sana telah tercatat seluruh takdir sampai hari kiamat sebelum Allah menciptakan manusia dan alam semesta([3]), untuk kemudian diberi tahu kepada para malaikat tentang apa saja yang akan terjadi sejak malam lailatulqadar tersebut sampai malam lailatulqadar berikutnya. Isi Lauhul Mahfudz tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah ﷻ, terkadang Allah memberi tahu kepada sebagian malaikat-Nya dan terkadang Allah memberi tahu kepada sebagian nabi-Nya, dan tentunya ada hikmah ketika Allah menghendaki demikian. Intinya Allah memuliakan malam tersebut sehingga Allah ﷻ mengabarkan para malaikat tentang apa yang akan terjadi selama setahun ke depan.

Ketiga: Al-Qadar artinya Adh-Dhayyiq (اَلضَّيِّقُ) atau Adh-Dhiiq (اَلضِّيْقُ) yang bermakna sempit. Hal ini sering disebutkan dalam Al-Qur’an, di antaranya dalam surat Al-Fajr, Allah ﷻ  berfirman,

﴿وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ﴾

“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS. Al-Fajr: 16)

Kata قَدَرَ  dalam ayat tersebut juga bermakna sempit. Contoh lain dalam Al-Qur’an seperti firman Allah ﷻ,

﴿إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ﴾

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” (QS. Al-Isra’: 30)

Contoh lain juga firman Allah ﷻ,

﴿لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا﴾

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq: 7)

Dalam ayat lain Allah ﷻ  menceritakan tentang Nabi Yunus ‘alaissalam,

﴿وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ﴾

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim’.” (QS. Al-Anbiya’: 87)

Maka, secara bahasa al-qadar (القدر) juga berarti sempit.

Mengapa malam lailatulqadar disebut dengan malam yang sempit? Disebutkan oleh para ulama, bahwa hal tersebut dikarenakan banyak malaikat yang turun di malam tersebut sehingga terasa sesak dan sempit. Maka inilah makna dari lailatulqadar.

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat pertama dalam surah Al-Qadar ini. Ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para salaf:

Pendapat pertama adalah pendapat Ibnu Abbas bahwa maksudnya adalah kami (Allah) menurunkan Al-Qur’an yang sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh ke baitul ‘Izzah di langit dunia secara menyeluruh.([4])

Pendapat kedua mengatakan bahwa malam lailatulqadar adalah awal turunnya Al-Qur’an. Ini adalah pendapat Asy-Sya’bi dari kalangan tabiin.([5])

Kedua pendapat ini tidaklah bertentangan, karena keduanya menyimpulkan bahwasanya Al-Qur’an turun pada malam lailatulqadar.

Kemudian Allah berfirman,

﴿وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ﴾

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?” (QS. Al-Qadar: 2)

Ungkapan dalam ayat ini merupakan metode dalam bahasa arab, yaitu mengagungkan sesuatu dengan pertanyaan dan hal ini dipahami oleh bangsa Arab. Allah ﷻ menggunakan metode ini karena Al-Qur’an turun menggunakan bahasa Arab, dan Allah ﷻ  juga menggunakan metode ini dalam ayat yang lain, seperti firman Allah,

﴿وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ، ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ﴾

“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?” (QS. Al-Infithar: 17-18)

Contoh lain seperti firman Allah ﷻ,

﴿الْحَاقَّةُ، مَا الْحَاقَّةُ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ﴾

“Hari kiamat, apakah hari kiamat itu? Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?” (QS. Al-Haqqah: 1-3)

Dalam ayat lain Allah ﷻ  juga berfirman,

﴿الْقَارِعَةُ، مَا الْقَارِعَةُ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ﴾

“Hari Kiamat, Apakah hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?” (QS. Al-Qari’ah: 1-3)

Inilah salah satu metode dalam bahasa Arab untuk mengagungkan sesuatu, dan hal ini juga Allah terapkan dalam mengagungkan lailatulqadar, dimana Allah ﷻ  berfirman,

﴿وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ﴾

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?” (QS. Al-Qadar: 2)

Ungkapan ini menunjukkan bahwa malam tersebut memiliki keagungan yang sangat dahsyat.

Kemudian, Allah ﷻ menjelaskan keistimewaan malam tersebut. Keutamaan yang pertama telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya, yaitu Allah pilih malam tersebut sebagai malam untuk turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an selalu berkaitan dengan yang spesial dan terbaik. Al-Qur’an adalah firman Allah dan perkataan yang terbaik adalah firman Allah. Al-Qur’an juga turun melalui malaikat yang terbaik yaitu malaikat Jibril. Al-Qur’an juga turun kepada nabi yang terbaik yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Al-Qur’an juga turun di bulan terbaik yaitu bulan Ramadan. Al-Qur’an juga turun di kota terbaik yaitu Makkah. Kemudian, Al-Qur’an diturunkan di malam hari, maka jadilah malam tersebut menjadi malam yang terbaik, yaitu malam lailatulqadar.

Keutamaan yang berikutnya dijelaskan dalam firman Allah ﷻ,

﴿لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ﴾

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Dalam ayat ini, Allah ﷻ  mengatakan bahwa malam lailatulqadar lebih baik dari pada seribu bulan. Maksudnya adalah siapa saja yang beramal pada malam tersebut maka amalan pada malam itu lebih baik daripada beramal dengan amalan tersebut selama seribu bulan.

Hal ini merupakan bentuk optimalisasi umur yang sangat luar biasa. Sebagaimana kita ketahui bahwa umur kita sangatlah pendek, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ، إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku di antara enam puluh sampai tujuh puluh, hanya sedikit yang melebihinya.”([6])

Maka, keutamaan malam lailatulqadar ini merupakan salah satu keutamaan yang diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad ﷺ, yaitu walaupun umur umat beliau ﷺ sedikit jika dibandingkan umat-umat terdahulu yang mencapai ratusan bahkan ribuan tahun, akan tetapi amalan-amalannya dilipat gandakan, salah satunya dengan adanya malam lailatulqadar. Dengan begitu, umat Nabi Muhammad ﷺ  dapat bersaing dengan umat-umat lainnya. Nabi Muhammad ﷺ  bersabda,

نَحْنُ الْآخِرُونَ الْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، وَأُوتِينَاهُ مِنْ بَعْدِهِمْ

“Kita (umat Muhammad) adalah yang terakhir (datang ke dunia), tetapi yang terdahulu (diadili) pada hari kiamat. Kita adalah yang paling dahulu masuk surga, padahal mereka diberi kitab lebih dahulu dari kita, sedangkan kita sesudah mereka.”([7])

Inilah cara agar umat Nabi Muhammad ﷺ  mendapatkan pahala lebih banyak. Jika seseorang beramal pada malam lailatulqadar maka ini lebih baik dari pada seribu bulan atau setara dengan 83 tahun empat bulan. Jika seseorang mendapatkan lailatulqadar selama sepuluh tahun maka amalannya kurang lebih setara dengan beramal selama 830 tahun. Tentunya, ini adalah keutamaan yang sangat luar biasa, dan tentu saja hal tersebut merupakan karunia dari Allah ﷻ  yang sangat agung kepada umat Nabi Muhammad ﷺ.

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

﴿تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ، سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ﴾

“Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar: 4-5)

Kata تَنَزَّلُ  dalam ayat di atas berarti malaikat turun secara terus menerus. Bahkan, Allah ﷻ  menyebutkan bahwa malaikat Jibril juga turun pada malam tersebut untuk menyaksikan bagaimana agungnya malam lailatulqadar.

Sebagian ulama menjelaskan bahwa ketika itu malaikat turun ke bumi untuk membawa keselamatan. Hal ini karena sering kali malaikat turun dengan membawa azab, sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُّنظَرِينَ﴾

“Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.” (QS. Al-Hijr: 8)

Demikian pula Allah ﷻ  mengirimkan malaikat yang membawa azab kepada kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Allah ﷻ  berfirman dalam surat Al-Furqan,

﴿يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلَائِكَةَ لَا بُشْرَىٰ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَّحْجُورًا﴾

“Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: ‘Hijraan mahjuuraa’.” (QS. Al-Furqan: 22)

Jadi, di sini Allah ﷻ  menjelaskan bahwa malaikat turun tidak untuk menurunkan azab, melainkan untuk membawa keselamatan.

Disebutkan juga oleh para ahli tafsir bahwa maksud ayat ini adalah malaikat turun dan berjalan-jalan mencari orang yang sedang beribadah pada malam tersebut, kemudian mengucapkan salam kepada mereka meskipun mereka tidak mendengar. Demikianlah kebiasaan para malaikat, yang kebiasaan itu mereka lanjutkan sampai tatkala manusia akan dimasukkan ke dalam surga, sebagaimana dalam surat Ar-Ra’d Allah ﷻ  jelaskan,

﴿جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ، سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ﴾

“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), ‘Keselamatan atas kalian karena kesabaran kalian’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d: 23-24)

Maka sungguh kebahagiaan untuk orang-orang yang malaikat mengucapkan keselamatan bagi mereka pada malam tersebut, sementara mereka dalam keadaan beribadah kepada Allah ﷻ. Kemudian sungguh celaka pada malam tersebut orang-orang yang hanya bermain-main, bermaksiat, gibah, dan yang melakukan perkara-perkara sia-sia, sungguh mereka telah merugi.

Allah ﷻ menyebutkan dalam ayat ini bahwa malam tersebut penuh dengan keselamatan hingga terbitnya fajar. Terdapat ikhtilaf di kalangan para ulama dalam menafsirkan kata “hingga” dalam ayat tersebut. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa maksudnya adalah malam lailatulqadar berakhir hingga terbitnya fajar atau azan subuh. Hal ini merupakan zahir yang dijelaskan Al-Qur’an, karena malam dimulai dari tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar.

Pendapat yang lain menyebutkan bahwa “hingga” dalam ayat ini menunjukkan ujung dari bagian tersebut, sehingga shalat subuh yang merupakan ujung dari waktu fajar masih termasuk bagian dari malam lailatulqadar. Dari pendapat ini, kita bisa menyimpulkan bahwasanya hal ini merupakan rahmat dari Allah ﷻ agar seseorang tetap tidak lalai dengan waktu shalat subuh di malam lailatulqadar, karena di waktu tersebut masih terdapat keutamaan-keutamaan dari malam lailatulqadar. ([8])

Dikatakan oleh sebagian ulama bahwa ini adalah hikmah mengapa sinar matahari yang terbit di keesokan harinya tidak terlalu kuat, tidak seperti hari-hari selainnya. Hal ini karena tertutupi oleh sayap-sayap malaikat yang sedang kembali ke langit.

Ini adalah tafsir sederhana dari surat Al-Qadar yang menjelaskan tentang keutamaan malam lailatulqadar.
______

Footnote:

([1]) Tafsir ath-Thabari (24/543).
([2]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (20/130-131).
([3]) Yang pertama kali Allah ﷻ ciptakan adalah pena, kemudian Allah ﷻ memerintahkan pena untuk mencatat seluruh takdir hingga hari kiamat. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Sesungguhnya yang pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Allah berfirman kepadanya: ‘Tulislah!’ pena itu menjawab, ‘Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?’ Allah menjawab: ‘Tulislah semua takdir yang akan terjadi hingga datangnya hari kiamat’.” (HR. Abu Daud No. 4700, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani).

([4]) Tafsir Ibnu Katsir (8/441).
([5]) Tafsir ath-Thabari (24/543).
([6]) HR. Ibnu Majah No. 4236, dinyatakan hasan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([7]) HR Muslim No. 855.
([8]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (30/465-466).

Sumber Kedua

Kapan Waktu Lailatul Qadar?

Ini adalah poin penting yang harus kita ketahui, karena untuk meraih malam lailatulqadar maka kita harus mengetahui kapan lailatulqadar. Secara umum ada dua pendapat para ulama tentang kapan terjadinya malam lailatulqadar:

Pendapat pertama: Malam lailatulqadar tetap di suatu malam tertentu, tidak berubah-ubah setiap tahun. ([1]) Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, dimana ia bersumpah bahwasanya malam lailatulqadar itu di malam ke-27 karena ia pernah mengalaminya bersama Nabi Muhammad rahimahullah.

Pendapat kedua: Malam lailatulqadar berubah-ubah dari satu tahun ke tahun yang berikutnya. ([2]) Pendapat yang kedua ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal ini terjadi karena Nabi Muhammad ﷺ  pernah diberi tahu oleh Allah ﷻ tentang waktu lailatulqadar, akan tetapi Allah ﷻ  kemudian membuatnya lupa kembali. Dalam hadits Ubadah bin Shamit, Nabi Muhammad rahimahullah bersabda,

خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ، فَرُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ

“Sesungguhnya aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian, akan tetapi fulan dan fulan bertengkar, maka kemudian diangkat oleh Allah, dan semoga ini lebih baik untuk kalian.”([3])

Para ulama berusaha menyebutkan hikmah dari kejadian ini, di antaranya seperti Ibnu Hajar rahimahullah.([4]) Ia menjelaskan bahwa dengan diangkatnya kabar tentang malam lailatulqadar, maka orang-orang akan tetap semangat di bulan Ramadan, terutama di sepuluh malam terakhir karena sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan juga mulia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ﷻ,

﴿وَلَيَالٍ عَشْرٍ﴾

“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 2)

Jika diketahui bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh misalnya, maka orang-orang akan mengabaikan malam-malam yang lain, sedangkan sepuluh malam terakhir lainnya juga mempunyai kemuliaan dan keutamaan.

Dari sini, pendapat yang kuat adalah malam lailatulqadar berpindah-pindah dari tahun ke tahun berikutnya, wallahu a’lam. Hal ini berdasarkan dari hadits-hadits Nabi Muhammad ﷺ bahwasanya di zaman beliau malam lailatulqadar pernah terjadi di malam ke-21. Sebagaimana hadits dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ، ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، فَابْتَغُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وَابْتَغُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ، وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ

“Dan sungguh aku telah diperlihatkan malam ini tentang kapan waktu lailatulqadar lalu aku dilupakan, maka carilah lailatulqadar di sepuluh malam terakhir dan carilah di setiap malam ganjil. Dan sungguh aku telah melihat (tatkala lailatulqadar) aku sujud di atas air dan tanah.”

Maka Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata,

اسْتَهَلَّتِ السَّمَاءُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَأَمْطَرَتْ، فَوَكَفَ المَسْجِدُ فِي مُصَلَّى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، فَبَصُرَتْ عَيْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَظَرْتُ إِلَيْهِ انْصَرَفَ مِنَ الصُّبْحِ وَوَجْهُهُ مُمْتَلِئٌ طِينًا وَمَاءً

“Maka muncullah tanda-tanda mau hujan di malam tersebut, lalu turunlah hujan. Lalu hujan masuk melalui sela-sela atap masjid pada malam ke-21. Lalu mataku melihat Rasulullah ﷺ, dan aku melihat beliau selesai shalat subuh dan wajah beliau penuh dengan tanah dan air.”([5])

Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam ke-23. Hal ini sebagaimana hadits dari Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ، قَالَ: فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ، فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّينِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ قَالَ: وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُولُ: ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ

“Sesungguhnya Rasulullah bersabda, ‘Aku telah diperlihatkan Lailatulqadar kemudian aku dibuat lupa, dan aku bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air’. Maka kami dihujani pada malam yang ke dua puluh tiga, Rasulullah shalat bersama kami, kemudian beliau pergi sedangkan bekas air dan tanah (masih melekat) di dahi dan hidungnya. Itu malam ke-23.”([6])

Dari sini kemudian sebagian ulama berpendapat bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam ke-23.

Selain itu, Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu berpendapat bahwa malam lailatulqadar adalah malam ke-27. Ia berpendapat demikian karena pernah mengalaminya bersama Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ pernah mengabarkan bahwa ciri-ciri malam lailatulqadar adalah matahari tidak terlalu terik ketika terbit. Maka Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu pun melihat di pagi hari bahwasanya matahari terbit dengan cahaya yang tidak begitu terik, dan malam tersebut adalah malam ke-27.([7])

Selain itu, ada pendapat pula bahwasanya malam lailatulqadar itu jatuh pada malam ke-29, karena Nabi Muhammad ﷺ  pernah bersabda,

الْتَمِسُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ

“Carilah lailatulqadar di malam yang terakhir (dari bulan Ramadan).”([8])

Kebanyakan bulan Ramadan yang dilalui oleh Nabi Muhammad adalah 29 hari.

Ini semua menguatkan pendapat bahwasanya malam lailatulqadar berpindah dari satu malam ke malam yang lainnya setiap tahun([9]), namun tetap jatuh di malam ganjil, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatulqadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.”([10])
_______

Footnote:

([1]) Ini adalah pendapat masyhur mazhab Syafi’iyah. [Lihat: Al-Majmu’ (6/450)].
([2]) Lihat: Al-Inshaf (3/354), asy-Syarh al-Kabir (1/551), dan Fath al-Qadir (2/389).
([3]) HR. Bukhari No. 2023.
([4]) Lihat: Fath al-Bari (4/266).
([5]) HR. Bukhari No. 2018.
([6]) HR. Muslim No. 1168.
([7]) Lihat: Shahih Muslim No. 762.
([8]) HR. Ibnu Khuzaimah No. 2189, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani.
([9]) Lihat: Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/450), hal ini merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Muzani dan dikuatkan oleh Imam an-Nawawi s.
([10]) HR. Bukhari No. 2017.

Sumber: https://bekalislam.firanda.com/