Macam-Macam Ibadah Syirik (5)
Larangan untuk Takut Yang Mengarah pada Kesyirikan
Takut yang mengarah pada kesyirikan adalah jenis takut yang dilarang dalam firman Allah QS. Al-An’aam: 81. Dalam ayat tersebut, Allah mengabarkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata,
وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا ۚ فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kalian mengetahui?” (QS. Al-An’aam: 81).
Telah dijelaskan, bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam mengatakan
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ}
“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah)”. Para Ulama menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang dihadapi beliau ketika itu takut (takut jenis ibabah) kepada sesembahan-sesembahan selain Allah yang mereka sembah. Oleh karena itu Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam mengingkari kesyirikan tersebut.
Jenis Khauf (takut) Yang Bukan Ibadah
Adapun jenis khauf yang tidak mengandung penyembahan seperti kedua macam khauf di atas, maka bukanlah termasuk ibadah, sehingga jika khauf tersebut ditujukan kepada selain Allah, maka bukanlah kesyirikan. Berikut ini perinciannya,
1. Khauf thabi’i (takut manusiawi), rasa takut seperti ini biasa terjadi pada manusia dan hukum asalnya mubah. Misalnya takut terhadap panasnya api, binatang buas dan takut jatuh dari tempat yang tinggi. Takut jenis inipun dialami oleh Nabi Musa ‘alaihis salaam, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ
“Karena itu, jadilah Nabi Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya)” (QS. Al-Qashash: 18).
2. Khauf Muharram (takut yang hukumnya haram)
Sesungguhnya secara asalnya, takut yang satu ini adalah jenis takut yang ketiga tersebut di atas, namun mengakibatkan ditinggalkannya kewajiban atau dilakukannya keharaman, maka hukumnya menjadi haram, karena segala sesuatu yang menjadi sebab ditinggalkannya sebuah kewajiban atau dilakukannya suatu keharaman, maka hukumnya haram. Misalnya, seorang bawahan yang diancam oleh atasannya akan dipecat dari pekerjaannya, jika tidak mau diajak korupsi bersama, lalu ia takut dipecat sehingga ia mau melakukan korupsi bersama dengan atasannya tersebut.
3. Khauf Wahmi (takut yang penyebabnya tidak ada atau lemah)
Misalnya, seseorang yang takut terhadap suara angin biasa yang mengakibatkan pergesekan dahan-dahan pepohonan di malam hari, dia merasa ketakutan dengan sebab yang tidak jelas dan lemah. Orang yang seperti ini disifati dengan penakut dan tercela.
Takut yang terpuji dan tercela
Takut kepada Allah adalah ibadah hati yang harus ada dalam hati seorang muslim dan muslimah yang mukallaf (yang dibebani syari’at). Takut yang terpuji adalah takut yang mendorong pelakunya untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi keharaman. Sedangkan takut yang menyebabkan pelakunya putus asa dari rahmat Allah adalah takut yang tercela. Jadi takut yang benar haruslah bergandengan dengan raja’ (harapan) yang benar.
Macam-Macam Ibadah Syirik (6)
1. Raja’ (Harapan)
Raja‘ (الرجاء) adalah keterkaitan hati dengan sesuatu yang diinginkan untuk didapatkan di waktu yang akan datang.
Ciri Raja’ (harapan) yang Selaras dengan Tauhid
Adanya ketergantungan hati yang mengandung perendahan dan ketundukan yang sempurna dan totalitas yang hanya boleh ditujukan kepada Allah semata.
Sesuatu yang diharapkan adalah jenis perkara yang tidak mampu memenuhinya kecuali Allah Ta’ala, seperti harapan selamat dari neraka dan masuk surga, sembuh dari penyakit (bukan sekedar harapan agar diobati semata) dan harapan agar selamat dari segala musibah.
Maka raja‘ (harapan) yang jenis ibadah ini, akan bernilai:
Tauhid, apabila hanya dipersembahkan kepada Allah Ta’ala semata. Maksudnya seorang hamba hanya berharap kepada Allah semata untuk mendapatkan sesuatu yang hanya Allah sajalah yang mampu memenuhinya, karena hal itu terkait dengan kekhususan Allah, sehingga selain-Nya tidak mampu memenuhinya.
Demikian pula, seorang Ahli Tauhid berharap hanya kepada Allah semata dengan disertai ketergantungan hati yang mengandung perendahan dan ketundukan yang sempurna, karena Allah Ta’ala Maha Kuasa atas segala sesuatu dan hanya Allah Ta’ala sajalah yang mampu menjadikan suatu sebab berpengaruh. Dengan demikian tidak boleh seseorang yang bertauhid berharap kepada selain Allah dengan jenis harapan ibadah.
Syirik akbar (besar), apabila harapan yang jenis ibadah tersebut dipersembahkan kepada selain Allah. Maksudnya seorang berharap kepada selain Allah dengan jenis harapan ibadah ini dan hal ini mengeluarkan pelakunya dari Islam. Contoh harapan yang syirik akbar ini adalah harapan seseorang kepada seorang kyai agar menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya kedalam surga, harapan pada seorang dukun agar menyembuhkannya dari penyakit dan agar menyelamatkannya dari segala bentuk musibah. Contoh yang lainnya, harapan seseorang kepada seorang wali dalam bentuk sampai hatinya bergantung totalitas dengan merendahkan diri dan tunduk yang sempurna kepada wali tersebut dalam mengkabulkan harapannya.
Larangan Menyekutukan Allah dalam Ibadah raja’ (harapan)
Dalil Raja’ (harapan) adalah firman Allah Ta’ala:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan dengan apapun dalam beribadah kepada Robbnya” (QS. Al-Kahfi: 110).
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memuji orang yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya. Dalam ayat itu pula, Allah melarang seorang hamba mempersekutukan-Nya dalam semua bentuk peribadatan kepada-Nya, termasuk dalam masalah ibadah mengharap.
Catatan:
Sebuah harapan kepada selain Allah bisa juga tergolong syirik kecil, hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa harapan yang mengandung perendahan dan ketundukan hanya boleh ditujukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menujukan suatu harapan kepada selain Allah itu bisa termasuk perbuatan syirik besar atau syirik kecil, hal itu tergantung apa yang ada di dalam hati orang yang berharap.
Sebuah harapan kepada selain Allah tidaklah termasuk syirik apabila seseorang berharap kepadanya dalam perkara yang makhluk mampu memenuhinya dengan berkeyakinan bahwa terwujudnya harapan tersebut atas kehendak Allah sehingga dia tetap bertawakal pada Allah, perendahan diri dan ketundukannya tetap kepada Allah semata. Harapan ini disebut sebagai raja’ thobi’i (harapan manusiawi). Contohnya adalah harapan kepada seseorang agar ia memaafkan kesalahan kita, mengharap seseorang hadir dalam walimah pernikahan kita dan yang semisalnya.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber: https://muslim.or.id/