Type Here to Get Search Results !

 


TIPS BELAJAR BAHASA ARAB

 

Langkah-Langkah Untuk Bisa Membaca Kitab Arab Gundul

Cara Membaca Kitab Gundul

Allahumma yassir wa a’in.

Membaca kitab arab gundul [tulisan arab tanpa harakat] atau disebut juga kitab kuning adalah sebuah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap penimba ilmu syar’i dan para calon da’i. Kemampuan membaca kitab arab gundul akan sangat membantu setiap muslim dan muslimah dalam memahami dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah.

Ilmu yang menopang kemampuan ini adalah nahwu dan sharaf. Ilmu nahwu adalah ilmu kaidah bahasa arab yang membahas tentang keadaan akhir kata di dalam kalimat dan perubahan yang terjadi padanya. Adapun ilmu sharaf adalah ilmu kaidah bahasa arab yang membahas pembentukan kata sebelum disusun ke dalam kalimat.

Kedua ilmu ini sangat penting untuk dipelajari. Dengan memahami ilmu nahwu seorang akan bisa membedakan antara pelaku [fa’il] dan objek [maf’ul bih]. Dengan memahami ilmu nahwu seorang akan mengenali keadaan akhir dari suatu kata; apakah ia bisa berubah akhirannya ataukah tetap. Dengan ilmu nahwu pula seorang akan bisa membaca akhir kata dengan benar; apakah ia harus dibaca dhammah, fat-hah, atau kasrah misalnya.

Ilmu sharaf juga tidak kalah pentingnya. Karena dengan memahami sharaf kita bisa mengetahui asal suatu kata dan pola-pola perubahannya. Suatu kata kerja bisa diubah menjadi kata benda. Suatu kata kerja aktif bisa diubah menjadi kata kerja pasif. Bagaimana cara membentuk kata perintah, dan lain sebagainya. Semua ini bisa dipelajari dalam ilmu sharaf atau disebut juga ilmu tashrif.

Meskipun demikian kedua ilmu ini juga belum cukup untuk menjadi ‘senjata yang ampuh’ untuk menaklukkan kitab-kitab arab gundul. Sebab di samping nahwu dan sharaf, seorang penimba ilmu juga harus memiliki kosakata/mufradat yang cukup untuk bisa berlatih membaca kitab. Namun, hal ini bukanlah masalah yang harus ditakuti.

Betapa banyak orang yang tadinya tidak mengenal bahasa arab sama sekali dan tidak menghafal mufradat secara rutin dan terprogram namun berhasil meng-gondrongi [baca: mengharokati] tulisan arab gundul dan bahkan mampu menerjemahkannya. Tentu saja ini semua terwujud berkat taufik dan pertolongan Allah semata.

Selain itu, ada satu hal yang perlu untuk ditekankan di sini; bahwa kemampuan baca kitab ini tidak akan berarti apabila tidak digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang benar, yaitu untuk memahami Al-Kitab dan As-Sunnah.

Oleh sebab itu sangat disarankan bagi para pemula untuk mencari majelis-majelis ilmu yang membahas kitab para ulama salaf. Dengan demikian dia akan terbiasa mendengar penjelasan, ungkapan, dan istilah para ulama; terlebih lagi dalam masalah aqidah dan tauhid yang itu merupakan perkara paling fundamental di dalam agama Islam.

Luruskan Niat

Dalam sebuah hadits yang sangat populer, dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya. Dan setiap orang [yang beramal] akan dibalas selaras dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin dia raih atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah hadits yang sangat agung. Sebab di dalam hadits ini dipancangkan salah satu pondasi amalan; yaitu keikhlasan.

Amal tidak akan diterima tanpanya. Amal apapun; apakah itu sholat, puasa, zakat, haji, demikian pula tholabul ‘ilmi/menuntut ilmu syar’i. Semuanya membutuhkan niat yang benar.

Oleh sebab itu, sebagian ulama hadits mengawali karya mereka dengan hadits ini.

Seperti Imam Bukhari rahimahullah dalam kitabnya Sahih Al-Bukhari, demikian pula Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah dalam kitabnya ‘Umdatul Ahkam, dan Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Riyadhus Shalihin.

Tumbuhkan Semangat

Mempelajari ilmu bahasa arab adalah bagian dari ibadah dan termasuk ajaran agama. Karena memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kewajiban; sementara kita tidak akan bisa memahami keduanya dengan baik kecuali dengan bahasa arab, maka mempelajari ilmu bahasa arab menjadi sebuah kewajiban yang sangat mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya akan dipahamkan dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu [agama] maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim)

Cita-Cita Tinggi

Mempelajari bahasa arab bukanlah kebutuhan yang bersifat pribadi semata, bahkan ini adalah kebutuhan umat Islam dan umat manusia. Karena dengan memahami bahasa arab dan menggunakannya untuk memahami Al-Kitab dan As-Sunnah seorang muslim akan bisa mengajak manusia ke jalan Allah di atas landasan ilmu/bashirah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku. Aku mengajak [kalian] kepada [agama] Allah di atas bashirah/ilmu. Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Dan maha suci Allah, aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)

Ayat ini menunjukkan bahwa pengikut sejati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang berdakwah kepada Islam/tauhid di atas ilmu. Bukan berdakwah di atas kebodohan. Bukan berdakwah dengan semangat belaka tanpa modal ilmu. Ia berdakwah dengan ikhlas; mengajak manusia untuk menghamba kepada Allah saja, bukan menghamba kepada kepentingan dunia, kepentingan kelompok atau individu tertentu.

Mengatur Waktu

Waktu adalah nikmat yang sering dilalaikan. Banyak orang yang gagal dan binasa gara-gara tidak pandai memanfaatkan waktu. Kesempatan yang Allah berikan kepada seorang hamba di alam dunia ini semestinya digunakan sebaik-baiknya. Sebab hidup di dunia hanya sekali. Setelah itu akan ada kematian dan hari kebangkitan serta pembalasan amal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah kenikmatan yang banyak orang tertipu karenanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma)

Allah ta’ala bahkan telah mengingatkan (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 1-3)

Surat yang ringkas ini menggambarkan kepada kita bahwa kerugian di alam dunia ini dialami oleh orang yang tidak membekali dirinya dengan keimanan, amal salih, dakwah, dan kesabaran. Orang yang tenggelam dalam kekafiran, syirik, kemaksiatan, kebid’ahan, dan hawa nafsu adalah barisan orang-orang yang merugi.

Oleh karenanya, seorang penuntut ilmu yang berusaha untuk memahami bahasa kitab sucinya untuk memanfaatkan waktu dan kesempatan yang Allah berikan kepadanya sebaik-baiknya.

Mungkin anda punya waktu luang satu jam atau setengah jam setiap harinya yang bisa anda gunakan untuk membaca pelajaran dan mengulang-ulang materi yang telah diberikan. Sungguh itu adalah amalan yang sangat berharga bagi anda.

Fokus Terhadap Pelajaran dan Belajar Secara Bertahap

Terkadang dijumpai sebagian orang yang telah lama mengikuti pengajian dan bahkan sempat belajar bahasa arab berkali-kali akan tetapi masih saja belum bisa membaca kitab. Diantara sebab utama yang banyak terjadi di lapangan adalah dikarenakan tidak fokusnya mereka dalam belajar.

Mereka bersemangat akan tetapi tidak mengerti bagaimana menyalurkan semangatnya. Sehingga mereka aktif pengajian kesana kemari namun ilmu bahasa arab dan kemampuan baca kitabnya tidak kunjung bertambah.

Tentu saja, yang kita maksudkan di sini adalah orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk belajar. Bukan orang yang sudah pikun yang sering lupa atau orang gila yang tidak sadar apa yang dia ucapkan atau lakukan. Sebab mereka adalah para pemuda dan belum memasuki jenjang lansia.

Tidak jarang pula kita dapati mereka adalah orang yang aktif mengurus kajian dan menggerakkan berbagai kegiatan islam dan dakwah.

Ini merupakan fenomena memprihatinkan. Terlebih lagi jika kita cermati berbagai kasus berbau fanatisme golongan; tidak sedikit diantaranya yang dipicu oleh orang-orang yang tidak paham tentang ilmu-ilmu Islam yang mendasar, dan juga tidak paham bahasa arab. Mereka ikut andil dalam pergolakan dan perseteruan yang seolah tak berkesudahan.

Semata-mata karena sosok [baca: ustadz atau da’i] yang mereka ikuti berlainan. Padahal, ulamanya sama, kitabnya sama, dan aqidahnya pun sama.

Mereka ingin menyelesaikan pertikaian dengan kebodohan dan semangat berapi-api yang tidak bisa membedakan antara berjihad dengan lisan dan berbuat jahat dengan ucapan.

Padahal, sebagaimana telah diungkapkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya, ketika beliau menukil sebagian ucapan ulama salaf tentang makna istilah rabbani.

Beliau berkata, “Rabbani adalah orang yang membina manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil/dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar.” Lantas, apakah kenyataan yang kita saksikan sama seperti apa yang digambarkan di dalam riwayat ini?

Para penimba ilmu yang dirahmati Allah, agama kita yang mulia ini sangat menghargai kehormatan para ulama. Seperti yang digambarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah di mukadimahnya dalam kitab Ar-Radd ‘ala Al-Jahmiyah; bahwa para ulama lah yang ‘menghidupkan’ orang-orang yang telah mati [hatinya] dengan Kitabullah, mereka lah yang mengajak orang sesat kepada hidayah, mereka lah yang memberikan pencerahan kepada mereka yang buta [mata hatinya] dengan cahaya [ilmu] dari Allah. Mereka lah yang membersihkan Kitabullah dari ta’wil/penyelewengan orang-orang jahil, kedustaan para pembohong, dan menyingkirkan tahrif/penyimpangan orang-orang ekstrim.

Salah satu bentuk pemuliaan kita terhadap ilmu yang mereka bawa adalah dengan fokus dalam belajar dan bertahap dalam mempelajarinya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu’anhum.

Mereka mempelajari sepuluh ayat al-Qur’an dan berusaha memahami ilmu, keimanan dan amal yang terdapat di dalamnya. Sehingga hidup mereka penuh dengan keberkahan. Ucapan dan amalan mereka pun menjadi teladan bagi generasi yang datang sesudahnya. Padahal, sebelumnya mereka terbenam dalam kejahiliyahan dan keburukan. Kemudian dengan Islam lah mereka dimuliakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian orang dan akan merendahkan sebagian yang lain dengannya pula.” (HR. Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)

Bacalah al-Qur’an!

Sebagaimana sudah ditegaskan di awal, bahwa tujuan belajar membaca kitab arab gundul adalah untuk memahami al-Kitab dan as-Sunnah. Oleh sebab itu sangat tidak pantas bagi seorang penuntut ilmu -yang mengharapkan kedekatan diri di sisi Rabbnya- untuk kemudian mengosongkan hari-harinya dari kegiatan membaca al-Qur’an dan men-tadabburinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dari ‘Utsman bin ‘Affanradhiyallahu’anhu)

Membaca al-Qur’an adalah termasuk dzikir kepada Allah. Sementara dzikir kepada Allah akan menambah keimanan dan sebab datangnya pertolongan, hidayah dan keselamatan.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanyalah orang-orang beriman itu adalah yang apabila disebut nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfaal: 2)

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123)

Bacalah Hadits!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -sebagaimana kita yakini- adalah manusia yang menyampaikan wahyu Allah kepada kita. Beliau lah sebaik-baik manusia yang memahami tafsir al-Qur’an dan hukum-hukum Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisaa’: 80)

Oleh sebab itu para ulama menerangkan, bahwa makna keimanan beliau sebagai rasul adalah; membenarkan beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah dengan tata-cara yang diajarkannya, dan berhukum dengan hukum-hukumnya.

Dengan demikian sudah semestinya seorang penuntut ilmu untuk meluangkan waktu membaca sabda-sabda manusia terbaik sepanjang masa. Menelaah lembaran-lembaran nasehat dan pelajaran yang beliau wariskan kepada kita umatnya.

Bagaimana mungkin seorang penuntut ilmu -yang berusaha untuk memahami Kalam Rabbnya- kemudian berpaling dari memetik hikmah dan faidah dari hadits-hadits Nabi akhir zaman yang membawa rahmat bagi segenap alam?

Semoga salawat dan salam tercurah kepadanya, para sahabat, dan segenap pengikut setia mereka.

Koleksi Kitab Ulama

Penimba ilmu al-Kitab dan as-Sunnah sangat memerlukan keterangan dari para ulama. Apakah ulama tafsir, hadits maupun fiqih. Terlebih lagi dalam masalah aqidah atau tauhid. Karena itulah mengumpulkan karya-karya mereka dalam bentuk kitab atau file di dalam komputer adalah metode yang sangat tepat dan bermanfaat. Sehingga sewaktu-waktu kita butuhkan, dengan mudah kita akan bisa menemukan apa yang kita inginkan.

Kitab para ulama tentu sangat banyak jumlahnya. Terkadang satu judul kitab saja sudah kita temukan berjilid-jilid dan tiap jilidnya terdiri dari beratus-ratus halaman.

Oleh sebab itu seorang penimba ilmu harus mengenal berbagai tipe kitab para ulama. Ada diantara kitab ulama itu yang ditulis berdasarkan susunan ayat sehingga jadilah ia kitab tafsir. Ada diantara kitab ulama yang disusun berdasarkan susunan hadits sehingga jadilah ia kitab syarah hadits. Ada pula kitab ulama yang khusus membahas bidang ilmu tertentu semacam aqidah, tauhid, fikih, adab, akhlak, siroh, dan lain sebagainya.

Untuk bisa mengetahui tingkatan buku atau kitab ulama seorang penuntut ilmu mesti mencari keterangan buku-buku apakah yang semestinya dibaca bagi pemula dan buku-buku apa yang sifatnya sebagai rujukan dan buku-buku apa yang memang ditulis bagi yang ilmunya sudah mapan dan mendalam.

Diantara kitab yang bisa dibaca dalam hal ini misalnya Kitab al-’Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin rahimahullah atau Ma’alim fi Thariq Thalab al-’Ilmi karya Syaikh Abdul ‘Aziz As Sad-han hafizhahullah.

Kitab Matan dan Kitab Syarah

Diantara istilah yang perlu diketahui oleh para penimba ilmu adalah matan dan syarah. Matan adalah teks asli tanpa uraian penjelasan. Sepeti misalnya matan Shahih Bukhari, matan Shahih Muslim, matan ‘Umdatul Ahkam, matan Hadits Al Arba’in An Nawawiyyah, matan Kitab At Tauhid, dsb.

Adapun yang dimaksud dengan syarah adalah penjelasan terhadap matan-matan tersebut. Sehingga bisa kita temukan kitab-kitab yang berisi syarah terhadap Sahih Bukhari, Sahih Muslim, ‘Umdatul Ahkam, Hadits Al Arba’in An Nawawiyyah, ataupun Kitab At Tauhid.

Kitab syarah ini pun beraneka ragam. Ada diantara kitab syarah ini yang ringkas, dan biasa disebut dengan istilah ta’liq/komentar atau hasyiyah/catatan pinggir. Misalnya ta’liq terhadap Matan al-’Aqidah ath-Thahawiyah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dan kitab Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah.

Ada lagi yang berupa uraian panjang lebar, dan inilah yang sering disebut dengan istilah syarah. Semacam kitab syarah Sahih al-Bukhari yang berjudul Fat-hul Bari karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah atau kitab syarah ‘Umdatul Ahkam yang berjudul Taisir al-’Allam karya Syaikh Abdullah Al-Bassam rahimahullah.   

Koleksi Audio Ceramah Ulama

Tidaklah samar bagi kita di masa sekarang ini pesatnya kemajuan teknologi informasi. Diantaranya adalah berupa kemudahan untuk mendapatkan rekaman kajian dan ceramah/muhadharah para ulama dari berbagai negeri, baik yang disediakan di website mereka atau website dakwah lainnya.

Mendengarkan ceramah mereka -yang notabene berbahasa arab- tentu akan sangat membantu kita dalam memperkaya kosakata dan membiasakan diri mendengar keterangan berbahasa arab dari para ulama.

Hal ini akan sangat efektif apabila kita juga telah memiliki kitab atau materi yang dibahas dalam kajian atau ceramah mereka.

Tidak jarang juga ceramah mereka yang telah ditranskrip atau dibukukan dalam bentuk tulisan. Hal ini sangat membantu para penimba ilmu pemula yang belum terbiasa menyimak penjelasan berbahasa arab, sebab mereka bisa membandingkan suara yang didengarkan dengan hasil transkrip yang dibaca.

Apabila kita cermati, sebagian ulama lebih banyak menyampaikan ceramah daripada menulis kitab.

Meskipun demikian ternyata kita dapati banyak kitab karya beliau. Bagaimana bisa demikian? Tentu saja ini adalah hasil buah pena murid-muridnya yang menuliskan ulang penjelasan guru mereka kemudian diterbitkan dalam bentuk kitab.

Salah satu contoh yang populer dalam hal ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah. Banyak kitab beliau yang asalnya adalah pelajaran secara lisan yang kemudian dibukukan.

Contoh lain -yang sekarang masih hidup- adalah Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah dengan sejumlah kitab yang merupakan hasil transkrip dari pelajaran lisan yang beliau berikan. Misalnya, kitab al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad. Begitu pula kitab Durus fi Syarhi Nawaqidhil Islam, I’anat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid, dsb.

Contoh lainnya juga -yang sekarang masih hidup dan bisa diperoleh transkrip ceramah-ceramahnya di internet- adalah Syaikh Dr. Shalih bin Sa’ad as-Suhaimi hafizhahullah.

Diantara pembahasan sangat bermanfaat -dalam bab keimanan- yang beliau sampaikan adalah kajian kitab at-Taudhih wal Bayan li Syajarat al-Iman karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah; penulis kitab tafsir Taisir al-Karim ar-Rahman. Dan diantara pembahasan paling berharga lainnya yang dibawakan oleh Syaikh Shalih as-Suhaimi adalah kajian kitab Taisir al-Karim ar-Rahman karya Syaikh as-Sa’di yang juga bisa didownload di internet. Hanya saja untuk pembahasan kedua kitab ini kami belum menemukan transkripnya.

Penulis: Ari Wahyudi, S. Si

Sumber Pertama

Pelajarilah Bahasa Arab Agar Memahami Agama

Pelajarilah Bahasa Arab

Mempelajari bahasa Arab memiliki peranan penting dalam menuntut ilmu agama. Karena Al-Qur’an, hadis, perkataan para salaf, dan kitab-kitab para ulama, semuanya dalam bahasa Arab. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (QS. Az-Zukhruf: 3-4)

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا

“Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.” (QS. Maryam: 97)

Dan lisan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam juga merupakan lisan Arab yang jelas dan mudah dipahami, bagi yang memahami bahasa Arab. Allah Ta’ala berfirman,

لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ

“Padahal orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya ia berbahasa ‘Ajam, sedang Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (QS. An-Nahl: 103)

Sehingga tidak mungkin bisa memahami agama dengan sempurna kecuali dengan memahami bahasa Arab. Oleh karena itu, para ulama salaf (ulama terdahulu) maupun khalaf (ulama belakangan) memotivasi kita untuk mempelajari bahasa Arab.

Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata,

تعلَّموا العربيةَ؛ فإنها من دينِكم

“Pelajarilah bahasa Arab, karena itu adalah bagian dari agama kalian.”

Perkataan ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (11: 234), juga Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kabir (6: 209), namun sanadnya munqathi’ (terputus). Namun secara makna, perkataan ini sahih. Oleh karena itu, riwayat ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha Shiratil Mustaqim (hal. 470) ketika beliau membahas pentingnya belajar bahasa Arab.

Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

مَا جَهِلَ النَّاسُ، وَلاَ اخْتَلَفُوا إلَّا لِتَرْكِهِم لِسَانَ العَرَبِ، وَمِيلِهِمْ إِلَى لِسَانِ أَرْسطَاطَالِيْسَ.

“Tidaklah manusia itu menjadi jahil (dalam masalah agama), kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan lebih condong pada perkataan Aristoteles.” (Siyar A’lamin Nubala, 8: 268)

Beliau rahimahullah juga mengatakan,

من تبحّر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم

“Siapa yang mahir ilmu nahwu, maka dia akan mendapat petunjuk untuk memahami semua ilmu (agama).” (Syadzarat adz-Dzahab fi Akhbar min Dzahab, Ibnu ‘Imad Al Hambali, 2: 407)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Iqtidha Shiratil Mustaqim sangat tegas menjelaskan pentingnya belajar bahasa Arab. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Demikian juga, bahasa Arab itu sendiri adalah bagian dari agama. Dan hukum mempelajarinya adalah wajib. Karena memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah itu wajib, dan keduanya tidak bisa dipahami kecuali dengan memahami bahasa Arab. Kaidah mengatakan, “Jika suatu kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan (melakukan) suatu sarana, maka sarana tersebut hukumnya wajib“. Namun, (hukum) mempelajari bahasa Arab itu ada yang fardhu ‘ain dan ada yang fardhu kifayah. Inilah makna dari riwayat yang disebutkan Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah, Isa bin Yunus telah menuturkan kepada kami, dari Tsaur, dari Umar bin Yazid, dia berkata, Umar bin Khathab menulis surat kepada Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu yang isinya: “Amma ba’du, hendaknya kalian mempelajari as-Sunnah, hendaknya kalian mempelajari bahasa Arab, dan i’rab-lah Al Qur’an karena ia dalam bahasa Arab.” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, hal. 269 – 270)

Dengan mempelajari bahasa Arab, kita juga bisa menyelami penjelasan para ulama dalam kitab-kitab mereka. Dan terbuka pintu jutaan referensi-referensi ilmu yang telah dikaji para ulama. Sehingga dalam hal ini, keuntungan yang akan didapatkan dengan memahami bahasa Arab adalah:

    Kita membaca langsung penjelasan ulama dari referensi aslinya. Sehingga tidak terjadi distorsi informasi yang kadang terjadi ketika perkataan ulama disampaikan oleh orang lain (baca: membaca buku terjemah).

    Tidak taqlid pada terjemahan kitab, yang terkadang terjemahan kitab tergantung pemahaman dan kecenderungan dari penerjemahnya.

    Seolah sedang bicara dengan ulama penulis kitabnya.

    Lebih yakin dengan materi, karena tahu yang dibaca adalah perkataan ulama, bukan sekedar ustadz atau dai.

    Lebih menyelami makna-makna dari dalil dan penjelasan ulama karena kata dalam bahasa Indonesia terkadang tidak mewakili makna secara sempurna.

Dan masih banyak lagi keuntungan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya kita bersemangat untuk belajar bahasa Arab agar dapat memahami agama kita dengan baik.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Sumber: https://muslim.or.id/