إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya kita hidup di zaman yang penuh dengan fitnah. Fitnah berupa aqidah yang menyimpang, fitnah berupa syubuhat, fitnah berupa syahwat, dan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan yang lainnya. Fitnah-fitnah tersebut menyebabkan cahaya iman semakin pudar di hati seorang hamba.
Maka seorang mukmin agar selamat dari fitnah, ia diperintahkan oleh syariat kita untuk lari dari fitnah dan menjauhi darinya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يُوشَكُ أنْ يكونَ خيرَ مالِ المسلمِ غَنَمٌ يَتَّبعُ بها شَعَفَ الجبالِ، ومواقعَ القطرِ يَفِرُّ بدينِهِ من الفتنِ
“Hampir hampir sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang ia pelihara di puncak-puncak gunung dan di lembah-lembah, ia lari membawa agamanya (berusaha untuk menyelamatkan dirinya) dari fitnah.” (HR. Bukhari)
Adapun kemudian kita malah mendekati fitnah, mencampakkan diri kepada fitnah, dan membuka hati kita kepada setiap fitnah, demi Allah kita tidak akan selamat dari fitnah.
Seorang mukmin sangat khawatir apabila agama dan hatinya terfitnah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ketika mengabarkan akan munculnya fitnah:
تَجِيءُ فِتْنَةٌ فَيُرَقِّقُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ: هَذِهِ مُهْلِكَتِي، ثُمَّ تَنْكَشِفُ
“Datang fitnah, seorang mukmin berkata: ‘Ini yang akan membinasakanku.’ Lalu fitnah itu pergilah. Lalu datang lagi fitnah, seorang mukmin berkata lagi: ‘Ini yang akan membinasakanku.’ Lalu fitnah itu pergi…”
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ، وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Siapa yang ingin diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian mendatanginya dalam keadaan beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat.” (HR. Muslim)
Lihatlah si Mukmin ini, ketika dia melihat fitnah ia sadar itu adalah perkara yang bisa membinasakan agama dan keimanannya. Dia berkata: “Ini yang akan membinasakanku.” Maka segera ia lari, saudaraku.
Adapun kemudian kita mencampakkan diri kita kepada fitnah, lalu kita merasa bahwa iman kita tidak akan berkurang dan hati kita tidak akan tergoda, Subhanallah, ini adalah merupakan sikap orang-orang yang tidak menyadari tentang hakikat fitnah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits yang lain:
تُعْرَضُ الفِتَنُ علَى القُلُوبِ كالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا…
“Fitnah itu dijalin dalam hati seperti dijalinnya tikar, seutas demi seutas. Hati mana saja yang mengingkari fitnah tersebut, akan diberikan goresan yang putih. Hati mana saja yang menerima fitnah, maka akan diberikan goresan hitam. Sehingga menjadi dua hati; (1) hati yang hitam dan kelam bagaikan cangkir yang dibalikkan, dia sudah tidak lagi mengenal yang ma’ruf dan tidak lagi mengingkari yang munkar. (2) hati yang putih bersih, tidak dibahayakan oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada.” (HR. Muslim)
Itu hati orang-orang yang mengingkari fitnah, hati orang-orang yang lari dari fitnah, menyelamatkan hatinya, keimanannya dan agamanya. Karena modal kita menuju kuburan adalah hati, keselamatan kita pada hari kiamat adalah keselamatan hati kita. Allah berfirman:
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾
“Pada hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan membawa hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 88-89)
Ternyata keselamatan kita pada hari kiamat tergantung kepada keselamatan hati kita, saudaraku.
Maka apabila kita campakkan hati kita kepada fitnah, baik itu fitnah syubhat ataupun fitnah syahwat, bagaimana akan selamat hati kita, saudaraku? Bahkan seringkali fitnah itu menimbulkan penyakit di hati, fitnah menyebabkan seseorang menjadi cinta dunia, fitnah menyebabkan seseorang lupa kepada kehidupan akhirat, fitnah menyebabkan seseorang tercabut rasa takutnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, fitnah menjadikan seseorang kurang tunduk kepada Allah dan RasulNya. Itu saja sudah cukup sebagai sanksi yang berat buat dia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup segala macam pintu fitnah agar hati kita betul-betul terjaga. Di antara contohnya Allah menyuruh agar laki-laki ketika mau berbicara karena ada keperluan dengan wanita di belakang hijab. Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ
“Apabila kalian meminta kepada mereka sesuatu, maka mintalah dari belakang hijab.”
Lalu Allah menyebutkan alasannya:
ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Yang demikian itu lebih bersih untuk hati kalian dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab[33]: 53)
Kesucian hati itu yang sangat kita inginkan, saudaraku sekalian. Berapa banyak laki-laki yang tidak berusaha untuk menjaga dirinya dari wanita yang bukan mahramnya, dengan keyakinan bahwa dia tidak akan terpengaruh oleh wanita tersebut. Lalu kemudian ia berubah, lalu ia pun terkena fitnah wanita. Berapa banyak wanita yang merasa dia tidak akan terpengaruh oleh laki-laki? Tapi kemudian ternyata ia terfitnah dan tergoda.
Maka seorang muslim tidak akan pernah merasa aman dari makar Allah. Allah berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi saja.” (QS. Al-A’raf[7]: 99)
Maka seorang mukmin berjalan di muka bumi ini bagaikan seekor burung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Imam Ahmad mengumpamakan Mukmin bagaikan seekor burung. Kata para ulama burung itu hatinya selalu waspada. Bila ada sesuatu yang akan mengganggunya dia segera terbang. Demikian pula seorang Mukmin, hatinya selalu waspada. Jangan sampai ada sesuatu yang bisa merusak keimanan dan ketakwaannya kepada Allah, maka ia segera pergi meninggalkannya.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
Lari dari Fitnah
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
Salafunash Shalih, para sahabat Rasulullah, mereka diutamakan bukan karena banyaknya shalat, bukan karena banyaknya ibadah, akan tetapi karena kebeningan hati mereka.
Al-Hasan Al-Bashri berkata bahwa para sahabat tidaklah diberikan keistimewaan karena banyaknya shalat ataupun puasa mereka. Akan tetapi mereka diberikan keutamaan karena apa yang ada di dalam hati-hati mereka; berupa keimanan, keikhlasan, ketakwaan, rasa takut kepada Allah, rasa cinta kepada Allah. Dengan itulah mereka mendapatkan keutamaan yang agung, saudaraku.
Semakin takwa hati seorang hamba, amalan yang kecil pun menjadi besar pahalanya di sisi Allah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku, demi Dzat yang diriku berada di tanganNya, kalaulah di antara kalian ada yang berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, niscaya itu tidak akan sampai kepada infaknya sahabat dengan satu mud atau setengahnya.” (HR. An-Nasa’i)
Padahal satu gunung emas sangat banyak sekali, saudara. Akan tetapi itu tidak sampai kepada derajat infaknya sahabat satu mud. Apa yang menyebabkan para sahabat demikian? Yang menyebabkan adalah hati mereka yang penuh dengan keyakinan kepada Allah, yang penuh dengan keikhlasan, yang penuh dengan rasa cinta, takut dan berharap kepada Allah. Hati mereka bersih dan bening dari penyakit-penyakit hati. Sehingga akhirnya Allah berikan dengan amalan yang sedikit pahala yang sangat banyak.
Itulah keutamaan mereka yang senantiasa menjaga hatinya, saudaraku.
Seorang Tabi’in berkata: “Dahulu para salaf memandang bahwa orang yang paling utama adalah orang yang paling selamat lisan dan hatinya.”
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُوَّاتِنَا، أَبَدًا مَا أَحْيَيْتَنَا
اللَّهُمَّ نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ أَسْمَاعِنَا، وَشَرِّ أَبْصَارِنَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sumber: https://www.radiorodja.com/