Type Here to Get Search Results !

 


SALAFIYYAH DAN POLITIK


Oleh: Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly

Sesungguhnya Salafiyyah meniadakan untuk uluran apa saja kepada Hizbiyah Siasiyyah (gerakan politik) yang menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai wasilah (perantara), mereka yang berusaha mencapai kekuasaan dengan segala makar, kelicikan dan tipu daya, serta menjadikan Islam sebagai syiar (simbol). Jika mereka telah mencapai apa saja yang diinginkan, merekapun berpaling dari jalan Islam !

Yang demikian itu karena makna politik didalam benak mereka adalah : “Kemampuan memperdaya dan menipu, dan seni membentuk jawaban-jawaban yang bermuatan (politis), serta perbuatan-perbuatan yang mempunyai halusinasi, yang diibaratkan dalam bentuk bejana yang diletakkan didalamnya baik itu warna, rasa dan baunya”.

Politik seperti ini dalam pandangan Salafiyyin (mereka yang mengikuti pemahaman Salafus Shalih) serupa dengan kemunafikan, karena dalam politik seperti ini ada sikap tidak konsisten pada aqidah, mereka mengotori jiwa Islam, merusak keimanan, melepaskan ikatan Al-Wala’ (loyalitas) dan Al-Bara’ (kebencian), serta menipu kaum muslimin, para dai yang fajir (jahat) tersebut menjadikan politik sebagai tangga saja, mereka menggembor-gemborkan dakwaan untuk menolak kedzaliman, menolong kaum muslimin, meringankan bahaya atau menghilangkan kemungkaran. Dan kami telah melihat kebanyakan mereka itu berubah dan tidak merubah. Dan orang yang berbuat seperti cara mereka, tidak akan keluar dengan selamat dari permainan politik, dan tidak akan kembali dengan kemenangan.

Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa Salafiyyah (dakwah yang menyeru kepada Al Qur’an dan sunnah dengan pemahaman sahabat nabi) tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, tidak memahami keadaan/kondisi mereka, tidak berusaha dengan sunguh-sungguh memulai kehidupan Islam yang berlandaskan kepada Manhaj Nubuwah (ajaran nabi), kemudian setelah itu mewujudkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dimuka bumi, agar agama itu seluruhnya menjadi milik Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada sekutu bagi-Nya, agar tersebar keadilan dimana-mana. Oleh karena itu salafiyah menjadikan hal diatas sebagai salah satu dari tujuan-tujuannya, berusaha merealisasikan, beramal untuk mencapainya, serta mengajak kaum muslimin, khususnya para da’i Salafi untuk bersatu diatasnya, agar kalimat mereka satu.

Meskipun demikian, kami melihat sebagian orang yang masih ingusan, menyangka/menuduh bahwasan dakwah Salafiyyah pada saat ini tidak ada politik didalam manhajnya ! dia beralasan bahwa memulai kehidupan Islam bukan dari tujuan mereka, yang tercantum pada sampul belakang kitab-kitab mereka.

Sesungguhnya tuduhan ini hanyalah untuk merobohkan dakwah Salafiyyah, sekalipun ia berusaha mengatakan akan mendirikannya, semua itu ia lakukan untuk mengelabui teman-temannya. Dibawah ini ada keterangan yang sepatutnya untuk diketahui:

1. Sesungguhnya memulai kehidupan Islam diatas Manhaj Nubuwah (Ajaran Nabi) dan menumbuhkan masyarakat Rabbani, dan merealisasikan hukum Allah Azza wa Jalla dimuka bumi adalah hal yang ditegaskan oleh dakwah salafiyah dengan (tiada rasa harap dan takut), karena dakwah salafiyah akarnya kembali kepada generasi sahabat, dan metodenya adalah dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh ulama Rabbani. Manhaj salafiyah dalam merubah adalah seperti para sahabat nabi dan ulama, yaitu dengan mengikuti sunnah bukan berbuat bid’ah. Dan manhaj seperti ini bertolak belakang dengan dakwah-dakwah masa kini yang mendakwahkan telah mendahului dalam segalanya dan dakwah-dakwah ini bagaikan tunas yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi tidak dapat tegak sedikitpun.

2. Sesungguhnya tujuan umum yang ditegaskan dakwah salafiyyah semuanya untuk merubah (kepada yang baik):

  • (a). Mengembalikan umat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman sahabat Nabi , ini adalah merubah kondisi umat.
  • (b). Membersihkan kotoran yang masih melekat pada kehidupan kaum muslimin berupa kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Memperingatkan mereka dari perbuatan bid’ah yang munkar dan pemikiran-pemikiran batil yang masuk, mensucikan sunnah dari riwayat-riwayat yang dha’if dan palsu yang mengotori kebersihan Islam dan menghalangi kemajuan kaum muslimin, ini dalam rangka merubah kondisi umat.
  • (c). Menyeru kaum muslimin untuk mengamalkan hukum-hukum Islam, berhias dengan keutamaan-keutamaan dan adab-adab agama yang membuahkan ridha Allah didunia dan akhirat, serta mewujudkan kebahagiaan dan kemuliaan bagi mereka : ini juga dalam rangka merubah kondisi umat.
  • (d). Dan sesungguhnya menghidupkan ijtihad yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah serta pemahaman sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghilangkan sikap fanatik madzhab, serta melenyapkan fanatik golongan agar kaum muslimin kembali bersaudara, dan bersatu diatas ajaran Allah Azza wa Jalla sebagai saudara, ini juga merubah kondisi umat.

3. Ini yang pertama, adapun hal lainnya, sesungguhnya tujuan-tujuan itu semuanya untuk memulai kehidupan Islam akan tetapi diatas manhaj Nubuwah (metode nabi), dan penyebutan masalah ini pada pembahasan setelahnya adalah termasuk dalam bab penyebutan hal yang khusus sesudah hal yang umum.

4. Adapun sesudah itu sesungguhnya Salafiyyin menempuh manhaj (metode) perubahan berdasarkan Al-Qur’an yang tidak terdapat kebatilan didalamnya yaitu firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka merubah diri-diri mereka.” [ar-Ra’d/13 : 11]

Maka medan perubahan ini adalah jiwa-jiwa manusia agar jiwa-jiwa itu tegak, istiqomah diatas manhaj Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan siap untuk menjadi pemimpin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk mengokohkan (Islam dan kaum muslimin) tapi dengan syarat mereka mau merubah diri-diri mereka sendiri :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Jika kalian menolong Allah niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian.” [Muhammad/47 : 7]

Oleh karena itu kami melihat guru kami Syaikh Al-Albani memuji kata-kata yang masyhur dibawah ini :

“Tegakkanlah daulah Islam dalam jiwa-jiwa kalian niscaya daulah Islam itu akan tegak dibumi kalian.”

Beliau memuji kalimat tersebut karena sesuai dengan Al Qur’an dalam metode memperbaiki masyarakat bukan lantaran beliau terpengaruh dengan pencetusnya.

Barangkali ada orang yang akan berkata : Sesungguhnya metode “Tasfiyah dan Tarbiyah” (mensucikan dan mendidik) itu tidak jelas. Untuk orang-orang seperti ini telah dikatakan : “Sesungguhnya manhaj ini lebih terang dari matahari akan tetapi terkadang mata mengingkari cahaya matahari karena tertutup dengan debu.”

Sesungguhnya manhaj ini adalah metode Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan melahirkan umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kebaikan serta melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah Azza wa jalla.

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya pada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (As-Sunnah).” [al-Jumu’ah/62 : 2]

Sesungguhnya ini adalah ilmu dan tazkiyah (pensucian) dan kita tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan tasfiyah (pemurnian), dan sekali-kali tidak akan bisa mewujudkan pensucian melainkan dengan tarbiyah (mendidik).

Ini adalah pemahaman para pewaris Nabi, umat yang adil, yang mana Allah menyingkapkan kekaburan dengan mereka dan menghilangkan serta menghancurkan kezaliman, sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits yang hasan, yang artinya ; “Ilmu ini akan dibawah oleh orang-orang yang adil, mereka meniadakan penyimpangan orang-orang yangmelampaui batas, melenyapkan orang-orang yang batil dan orang-orang yang bodoh.”

Manhaj Salaf menyelamatkan para pemuda/generasi umat dari jaring-jaring hizbiyyah, sebagaimana dalam hadits Bukhari dan Muslim (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mencabut ilmu sesudah Allah memberikan kepada kalian akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan kematian para ulama hingga jika tidak tersisa seorang ulama, manusia menjadikan pemuka-pemuka mereka orang-orang yang bodoh lalu mereka ditanya maka mereka berfatwa tanpa ilmu hingga mereka menyesatkan dan mereka sendiri tersesat.”

Dakwah Salafiyyah tidak mengarahkan untuk bentrok (secara frontal) dengan para penguasa dan undang-undang karena dakwah ini menginginkan perbaikan dan bersungguh-sungguh dalam memperbaiki. Karena hukum dan penguasa bukanlah tujuan menurut dakwah Salafiyah tetapi hal itu adalah wasilah/sarana untuk beribadah kepada Allah semata dan agar agama ini menjadi milik Allah seluruhnya.

Bentrok dengan penguasa/kudeta dapat mengakibatkan urusan yang lebih besar, jika tidak percaya maka lihatlah fakta!

Demikian juga sesungguhnya peraturan Islam harus mempunyai penopang dan pembela dari rencana busuk musuh-musuh Islam dan para dai yang menghalangi jalannya :

هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ

“Dialah yang menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang yang beriman”. [al-Anfal/8 : 62]

Dan tidaklah kaum muslimin menjadi penopang para rasul sesudah Allah, melainkan jika mereka terdidik diatas manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabat beliau (semoga Allah meridhai mereka). (Contoh) “Jihad Afghanistan, jihad ini mempunyai pembela dan penopangnya dari rakyat Afghanistan… akan tetapi kaidah tasfiyah dan tarbiyah ini terlalaikan dengan perlawanan (terhadap musuh) sebelum tarbiyah, sehingga tatkala mencapai singgasana kekuasaan bercerai-berailah sesudah sebelumnya kuat, bermusuhan diantara mereka dan mereka menjadi lemah, dan hilang kekuatan mereka, runtuh dan hancur, dan para musuh pengintai mereka menunggu kesempatan”.

Jika demikian (kenyataannya) haruslah dilakukan tashfiyah (pembersihan) dan tarbiyah (pendidikan) diatas manhaj Nabawi yang bersih yang terlahirkan darinya generasi yang menjadikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebagai panutan.

Disamping itu sesungguhnya Salafiyyin tidak mengingkari orang-orang yang melakukan perubahan, akan tetapi mereka mengingkari metode perubahan, yang tidak bisa “mengenyangkan dan tidak bisa menghilangkan rasa lapar”, bahkan orang-orang yang tergesa-gesa dan orang-orang yang mengambil manfaat (dunia) menaiki metode itu untuk mengorbankan para pemuda muslim, mereka membuat kerusakan yang pada akhirnya mereka berguguran di sarang musuh dengan sebab ketergesa-gesaan mereka, dan sunnah Allah Azza wa jalla menimpa mereka sebagaimana yang dikatakan para ulama yang (artinya) : Barangsiapa tergesa-gesa sebelum waktunya maka diharamkan mendapatkannya.”

Salafiyyun menolak metode-metode yang mendukung ahli batil serta menghina kaum muslimin menjadikan kaum muslimin berpecah-pecah, berkelompok-kelompok (berpartai-partai), permusuhan diantara mereka sangat sengit. Kemudian dilecehkannya aqidah serta syariat Islam.

Inilah yang diingkari Salafiyyin, dan mereka selalu memperingatkan darinya, pendorong mereka dalam hal ini seluruhnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

"Aku tidak bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada petunjuk bagiku melainkan denga pertolongan Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali.” [Hud : 88]

Dan Allahlah yang menjanjikan ..

Sumber : https://almanhaj.or.id/


Membahas Politik Di Hadapan Masyarakat Awam

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Banyak majelis yang membicarakan masalah politik di dalamnya. Ketika mereka dinasehati agar tidak melakukan demikian, mereka mengatakan: “politik itu bagian dari agama“. Bahkan terkadang mereka terjatuh dalam perbuatan ghibah. Dan yang membedakan majelis mereka (dengan majelis politik lainnya) adalah di dalamnya terdapat dzikrullah. Bagaimana pendapat anda mengenai orang yang duduk dalam majelis tersebut?

Jawab:

Saya berpandangan bahwa berbicara mengenai politik di halaman masyarakat awam itu adalah sebuah kesalahan. Karena politik itu ada orang-orang khusus yang kompeten membahasnya. Yaitu orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan. Adapun menyebarkan masalah politik di kalangan orang awam dan di majelis-majelis, ini menyelisihi petunjuk salafus shalih. Tidak pernah Umar bin Khathab, dan juga khalifah sebelum beliau yaitu Abu Bakar radhiallahu’anhum, membahas masalah politik di hadapan masyarakat banyak, yang pembahasan tersebut diikuti oleh orang kecil, orang besar, orang pandai dan orang bodoh. Sama sekali tidak pernah! Dan tidak mungkin menjalankan politik dengan cara demikian. Politik itu memiliki orang-orang khusus yang berpengalaman di dalamnya, yang memahami masalah dan mereka dikenal kompetensinya. Mereka juga memiliki hubungan dengan luar negeri, juga dalam negeri, yang wawasan seperti ini tidak diketahui kebanyakan orang.

Tidak semestinya para pemuda, dan juga yang selain para pemuda, mencurahkan dan menyia-nyiakan waktu mereka dalam al qiil wal qaal (baca: isu-isu politik) seperti ini, yang tidak faidahnya sama sekali. Dalam masalah politik, terkadang suatu action dari seseorang (dari pejabat, atau pemerintah, red.) itu tampak salah bagi kita namun bagi dia itulah action yang benar. Karena ia mengetahui apa yang kita tidak ketahui. Dan perkara yang demikian ini nyata dan fakta.

Dan orang-orang yang gemar membicarakan politik umumnya mereka menyimpulkan sesuatu dari sumber berita yang tidak ada asalnya dan tidak ada faktanya. Melainkan sekedar waham (imajinasi) yang pikiran mereka, kemudian mereka membangun pendapat dan pembicaraan di atasnya. Sehingga mereka pun mengikuti sesuatu dengan tanpa ilmu. Allah Ta’ala berfirman:

{وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً}

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al Isra: 36).

Adapun mengenai bermajelis dengan mereka, jika memang majelis mereka isinya adalah dzikrullah, maka silakan bermajelis dengan mereka. Namun jika mereka mulai membicarakan masalah ini (politik) yang tidak ada faidah di dalamnya, maka yang pertama dilakukan adalah menasehati mereka. Jika mereka mau mendengar nasehat, inilah yang diharapkan. Jika tidak, maka tinggalkan mereka.

Kemudian juga jika kehadiranmu dalam majelis mereka yang diklaim sebagai majelis dzikir, bisa membuat mereka tertipu dengan diri mereka sendiri atau bisa membuat orang-orang lain tertipu, sehingga dikatakan: “kalau majelis ini tidak baik, tentu si Fulan dan si Fulan tidak akan menghadirinya”, maka janganlah menghadiri majelis tersebut walaupun tujuanmu untuk menghadiri majelis dzikir. Karena pintu-pintu dzikir itu banyak walhamdulillah.

____

Teks fatwa:

أنا رأيي: أن الكلام في السياسة في عامة الناس خطأ؛ لأن السياسة لها رجال وأقوام، رجالها ذوو السلطة والحكم، أما أن تكون السياسة منثورة بين أيدي العوام وفي المجالس، فهذا خلاف هدي السلف الصالح، فما كان عمر بن الخطاب ومن قبله كـ أبي بكر رضي الله عنهما يبثون سياستهم في مجامع الناس يذوقها الصغير والكبير والسفيه والعاقل، أبداً! ولا يمكن أن تكون السياسة هكذا، السياسة لها أقوام متمرسون فيها يعرفونها ويعرفون مداخلها، ولهم اتصال بالخارج، واتصال بالداخل، لا يعرفه كثير من الناس.

ولا ينبغي للشباب وغير الشباب أن يمضوا أوقاتهم ويضيعوها في مثل هذا القيل والقال الذي لا فائدة منه، ثم إنه قد يبدو لنا مثلاً أن صنيع واحد من الناس خطأ وقد يكون الصواب معه؛ لأنه يعلم من الأمور ما لا نعلم نحن، وهذا شيء مشاهد مجرب، وغالب الذين يتكلمون بالسياسة إنما يستنتجونها من أشياء لا أصل لها ولا حقيقة لها، وإنما هي أوهام يتوهمونها ثم يبنون عليها ما يتكلمون به، فيقفون ما ليس لهم به علم، وقد قال الله تعالى: {وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً} [الإسراء:36] .

أما الجلوس معهم فما داموا على ذكر فاجلس معهم، وإذا قاموا يخوضون هذا الخوض الذي لا فائدة فيه فانصحهم أولاً، فإن اهتدوا فهذا هو المطلوب، وإلا ففارقهم، ثم إذا كان حضورك مجالسهم التي للذكر يؤدي إلى أن يغتروا بأنفسهم أو أن يغتر بمجيئك إليهم غيرهم فيقال: لولا أن هؤلاء على خير ما جاء إليهم فلان ولا فلان، فلا تأتي إليهم أيضاً حتى للذكر؛ لأن أبواب الذكر -والحمد لله- كثيرة.

Sumber: rekaman Liqaa Baabil Maftuh, no.96, dari laman: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=129921

Penerjemah: Yulian Purnama, S. Komp

Sumber: https://muslim.or.id/