Tanggapan Syaikh Ali Tentang Fatwa Lajnah Dan Pembelaan Imam Dan Khatib Masjid Nabawi
Oleh : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary
Pertanyaan.
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary ditanya : Aku membaca sebuah buku yang berjudul ” Raf’ul la’imah ‘an fatwa lajnah ad-daimah karya Syeikh Muhammad Ibn Salim ad-Dausari, apa komentar anda tentang buku ini dan penulisnya?
Apa nasehat anda kepada kami penuntut ilmu dalam menyikapi fitnah irja’ yang membuat goncang pemikiran ?
Jawaban.
Buku ini penuh dengan kebatilan dari alif-nya hingga ya-nya (seluruhnya -peny), penuh kebatilan dari segi isinya dan penukilan-penukilan yang terdapat dalamnya, batil dari segi alur pikirannnya.
Adapun rincian bantahan ini di dalam bukuku yang hampir selesai dicetak yang kuberi judul” at-Tanbihat al-Mutawaimahfi nusrati al-ajwibati al-mutalaimah fi ar-raddi ‘ala raf’i al-laimah” Dalam buku ini kuterangkan dengan rinci berbagai macam tahrif / penyimpangan yang telah ditulis oleh penulis yang jahil ini baik dalam bentuk ucapan-ucapan maupun penukilan-penukilannya, setelah itu aku membantah berbagai macam bantahannya yang sebenarnya sedikitpun tidak memiliki bobot.
Semoga ikhwan mau sedikit bersabar berhubung waktu yang tidak memungkinkan terpaksa kuterangkan secara sangat global.
Adapun nasehatku kepada penuntut ilmu dalam menyikapi fitnah tuduhan murjiah (terhadap Syeikh al-Albani, -pent) belakangan ini yang membingungkan pikiran, sebenarnya sangatlah sederhana.
Pertama bahwa bantahan-bantahan kami dan bantahan dari ikhwan kami (ulama Jazirah, -pent)sangat kuat sekali dan seluruhnya berdiri diatas kaedah dasar keilmuan yang sangat tuntas. Kami para penuntut ilmu di Jordan yang berada di Markaz Imam al-Albani pernah menulis sebuah risalah yang kami beri judul” Mujmal Masail iman al-‘ilmiyyah fi Usul aqidah as-Salafiyyah”. Kami telah terangkan masalah ini ? yaitu oleh Syeikh Salim Hilali pada acara Daurah tahun lalu yang bertempat di Ma’had ini (al-Irsyad-Surabaya). Semoga Allah memberikan berkah kepada kalian dalam ilmu dan ijtihad kalian.
Adapun kedua aku bertanya kepada orang-orang yang selalu berbicara mengenai tuduhan murjiah ini dan hendaknya kalian juga bertanya kepada mereka, Apa sih sebenarnya makna dari murjiah itu? Dan apa kritikan kalian terhadap Syeikh al-Albani dan para Muridnya mengenai hal tersebut? Aku memastikan bahwa mereka pasti diantara dua jawaban.
Pertama, mereka pasti akan mengatakan tidak tahu, dan hal ini pernah terjadi di negeri kami (Jordan). Seseorang mengatakan dengan lantangnya “Al-Albani Murjiah, al-Albani Murjiah” lantas seseorang bertanya kepadanya : Apa maksudnya al-Albani Murjiah ?? dia menjawab : “Aku tidak tahu apa artinya yang penting al-Albani Murjiah.
Kedua, dia akan menjawab dalam hal ini ada dua pendapat, -pendapat pertama begini dan kedua begini -yang berdasarkan kejahilan atau mencampur adukkan permasalahan atau berkata dusta. Atau perkataan yang diterangkan oleh orang setelahnya yang lebih fasih dan lebih jelas daripada perkataan orang yang pertama yang.
Keadaan dan kebenaran juga yang akhirnya memutuskan agar perkataan yang lebih jelas dan lebih fasih mengadili perkataan yang masih umum. Sampai di sini dahulu salawat dan salam atas Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam [1]
Baca juga: Ada apa dengan Radio/TV Rodja?
PENDAPAT IMAM DAN KHATIB MASJID NABAWI DAN JUGA HAKIM MAHKAMAH TINGGI SYARI’AT DI MADINAH
Oleh: Syaikh Hussain bin Abdul-Aziiz Aalu asy-Syaikh
Syaikh Hussain bin Abdul-Aziiz Aalu asy-Syaikh (Imaam dan Khathib Masjid Nabawi, Madinah, dan juga Hakim Mahkamah Tinggi Syari’ah di Madinah) ditanya pada tanggal 5 Rabi’ul-Awwal 1422 H, selama konferensi QSS (Quran Sunnah Society) yang diadakan di Chicago, Illinois, dengan pertanyaan berikut:
“Fadhilatusy-Syaikh – semoga Allaah memberikan balasan kepada Anda –apa pandangan Anda mengenai fatwa yang dikeluarkan oleh Al-Lajnah Ad-Daaimah berkenaan dengan dua kitab yang ditulis oleh Syaikh Ali [Hasan al-Halabi], “at-Tahdziir” dan “Shaihatu Nadziir”, di mana keduanya menyerukan kepada madzhab Al-Irja’ yang mana perbuatan itu bukanlah termasuk kesempurnaan iman, sementara mengingat kembali bahwa kitab ini bahkan tidak memuat pembahasan mengenai persoalan akan syarat sahnya atau syarat sempurnanya iman?
Juga sudahkah Al-Lajnah membaca kitab-kitab Syaikh Ali tersebut atau cukupkah dengan pandangan atau penyelidikan orang lain? Jazaakumullahu khairan.
Jawaban
Pertama-tama, wahai saudaraku! Syaikh Ali dan Syaikh-syaikh yang lain (dari Al-Lajnah) adalah dalam kesatuan dan kesesuaian.
Dan Syaikh Ali adalah ikhwah senior dan dituakan, dari kebanyakan Masyaayikh, yang telah mengeluarkan putusan tersebut.
Dan beliau mengenal mereka dan mereka pun mengenal beliau, dan mereka saling mencintai.
Dan Syaikh Ali sungguh telah diberikan – Alhamdulillah – ilmu dan bashiirah yang memungkinkan beliau benar-benar menghadapi masalah yang terjadi antara beliau dengan Masyayaikh ini dengan berlandaskan ilmu, dan kebenaran akan hal ini sedang dijernihkan.
Mengenai Syaikh Ali dan guru beliau, Syaikh al-Albaani – semoga Allah memberikah rahmat kepadanya dengan rahmat yang luas, maka mereka adalah orang-orang yang berada di atas manhaj As-Sunnah dan tidak ada keraguan mengenai mereka, bahwa mereka berada di atas manhaj yang sesuai dan menyenangkan, Alhamdulillah.
Dan Syaikh Ali merupakan di antara orang-orang yang membela manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jamaaah – Alhamdulillah.
Fatwa tersebut (dari Lajnah Daaimah) tidaklah menyatakan bahwa Syaikh (Ali) adalah seorang Murji (penganut faham Murjiah) – Allah melarang untuk menyatakan seperti itu.
Lebih dari itu, fatwa tersebut membantah Syaikh Ali berkenaan dengan apa yang ada di dalam kitab (Syaikh Ali), dan juga menggugatnya berkaitan dengan hal ini.
Dan banyak orang yang berharap akan memperoleh hasil dari gugatan fatwa ini yakni vonis/keputusan atas Syaikh Ali bahwa beliau adalah seorang Murji.
Selama ini saya belum memahami akan hal ini dan saya juga berfikir bahwa saudara-saudara saya (para Masyayaikh) tidak memahami hal ini (harapan orang akan putusan tersebut).
Dan ini (yakni fatwa ini) tidak merubah apa yang ada di antara Syaikh Ali dan para Masyayaikh tersebut (yakni saling mencintai dan menghormati).
Karena mereka (para Masyaayaikh Al-Lajnah Ad-Daaimah) menghormati dan memuliakan beliau (Syaikh Ali).
Dan Syaikh Ali telah menulis jawaban ilmiah terhadap mereka “al- Ajwibat al-Mutalaaimah `alaa Fatwaa al-Lajnah ad-Daaimah”, yang sesuai dengan apa yang Salaf Hadzihil Ummah (Pendahulu Umat Ini) berada di atasnya, yang mana tidak ada seorangpun di antara kita kecuali bahwa ia seorang yang mengambil atau memberikan (ucapan) dan setiap orang dapat diambil atau ditinggalkan ucapannya, kecuali penghuni kubur ini, yakni Rasulullah (Shallallaahu alaihi wa sallam) – sebagaimana telah dikatakan oleh Asy-Syafi’i atau Imaam Maalik:
“Segala perkataan dapat diambil dan dapat ditolak, kecuali apa yang datang dari Rasulullah”
Dan saya menganggap bahwa Syaikh Ali akan setuju denganku bahwa Lajnah (Daimah) tidak mengatakan – sebagaimana yang sering dinyatakan mengenainya (yakni Syaikh Ali) bahwa Syaikh Ali adalah seorang Murji’ (penganut faham Murjiah)! Tidak sama sekali.
Mereka (Lajnah Daimah) tidaklah mengatakan hal ini. Mereka hanya menggugat apa yang ada di dalam buku tersebut!
Dan untuk apakah jenis penggugatan di antara para Salaf ini, tidak lain untuk kecintaan akan ilmu As-Sunnah dan untuk menjaganya.
Lebih lagi, perselisihan ini hanya mengenai sebagian kecil dari buku tersebut.
Samahatusy-Syaikh Abdul-Aziiz Aalu asy-Syaikh adalah di antara orang- rang yang mencintai Syaikh Ali – dan saya mengetahuinya – dan beliau menghormatinya dan juga berdo’a baginya, dan bahkan setelah Syaikh Ali bertemu dengan Samahatusy-Syaikh.
Apabila orang menerima fatwa ini dan kemudian bergembira dengannya –karena sesuai dengan mereka – dan mereka tidak menerima apa yang idak bersesuaian dengan mereka, maka ini adalah cara Ahlul-Bid’ah.
(Disalin dari tanya jawab dalam konferensi QSS (Quran Sunnah Society) pada tanggal 5 Rabi’ul-Awwal 1422 H, yang diadakan di Chicago, Illinois, diterjemahkan dari bahasa inggris ke bahasa Indonesia oleh her_tris@yahoo.com)
_______
Footnote
[1]. Seri Soal Jawab DaurAh Syar’iyah Surabaya 17-21 Maret 2002. Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc
Sumber: https://almanhaj.or.id/1848-menyikapi-fitnah-dan-tuduhan-murjiah.html
Berikut ini Video Ustadz dzulqarnain yang begitu membabibuta dan menaruh kebencian kepada Syaikh Ali hafidzahullahu ta’ala.
Dzulqarnain pun mentahdzir buku “Manhaj Salafus Shalih” yang ditulis oleh Syaikh Ali, dimana buku ini yang menyadarkan salah satu JAMAAH TAHDZIR dari tahdzir serampangan, baca kisahnya di postingan ini
Beliau ini adalah mantan ustadz Jamaah Tahdzir yang belum terbukti tanda rujuknya, dimana beliau juga mengatakan bahwa Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas bukanlah salafi, tapi MUBTADI , pernyataan ustdz dzulqarnain ini bisa di lihat di postingan ini
Kesimpulan dari video di atas
Persoalannya pada Ustadz Dzulqarnaen mengenai fitnah ini:
1. Menganggap Ulama Lajnah Dai’mah lebih tinggi posisinya dari Syaikh Ali Hasan Al-Halabi padahal Syaikh Ali belajar langsung dari Syaikh Al-Albani lebih dari 20 tahun. Bandingkan dengan tiap ulama yang ada di Lajnah Da’imah.
2. Terlalu memposisikan Lajnah Da’imah dan Gurunya Syaikh Fauzan ucapan dan fatwanya pasti benar padahal kebenaran tetap diukur dengan dalil-dalil al-qur’an dan sunnah, mana yang lebih kuat argumentasi/dalil-dalilnya sebagaimana dipahami salafus shalih.
3. Memposisikan dirinya seakan-akan selevel dengan Syaikh Ali Hasan Al-Halabi padahal dengan guru-guru Ustadz Dzulqarnaen ini pun belum tentu selevel atau minimalnya sama
4. Menganggap bantahan balik terhadap Fatwa Lajnah Dai’mah adalah pelecehan/tidak layak karena tidak menghormati ulama, padahal Syaikh Ali Hasan adalah ulama juga yang dipuji-puji oleh Syaikh Al-Albani namun dicela-cela oleh Ustadz Dzulqarnaen ini.
5. Ustadz Dzulqarnaen membela kitab Raf’ul Laimah an Fatwal Lajnah Daimah berdasarkan rekomendasi Lajnah Daimah, padahal kitab yang ditahdzir oleh Lajnah direkomendasikan oleh Syaikh Al-Albani dan sebagian ulama kibar. Jadi secara tidak sengaja, Ustadz Dzulqarnaen sesungguhnya telah mengecilkan Syaikh Al-Albani
6. Ustadz Dzulqarnaen memberi kesan terlalu fanatiq pada guru-gurunya dan menyalahkan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengan gurunya
7. Ustadz Dzulqarnaen karena taqlid pada fatwa Lajnah Daimah kemudian menutup diri dari kitab-kitab yang ditulis oleh Syaikh Ali Hasan yang telah membantah dan meluruskan kekeliruan Fatwa Lajnah Daimah padahal bantahan Syaikh Ali Hasan seperti halnya gurunya, Syaikh Al-Albani adalah bantahan yang sangat kuat dan tegak di atas dalil-dalil dan perkataan para ulama salaf.
Sumber: https://aslibumiayu.net/