Type Here to Get Search Results !

 


LETAK KEBAHAGIAAN BUKAN PADA KEMEWAHAN DUNIA

 

Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Namun banyak orang yang menempuh jalan yang salah dan keliru. Sebagian menyangka bahwa kebahagiaan adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Simak tulisan berikut ini.

Kebahagiaan untuk Orang yang Beriman dan Beramal Sholeh

Saudaraku … Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah yang sebenarnya merasakan manisnya kehidupan dan kebahagiaan karena hatinya yang selalu tenang, berbeda dengan orang-orang yang lalai dari Allah yang selalu merasa gelisah. Walaupun mungkin engkau melihat kehidupan mereka begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan harta. Namun jika engkau melihat jauh, engkau akan mengetahui bahwa merekalah orang-orang yang paling berbahagia. Perhatikan seksama firman-firman Allah Ta’ala berikut. 

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97). 

Ini adalah balasan bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang baik.

وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97). 

Sedangkan dalam ayat ini adalah balasan di akhirat, yakni alam barzakh. 

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.” (QS. An Nahl: 41)

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3). 

Kedua ayat ini menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang beriman dan beramal sholeh. 

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10) 

Inilah empat tempat dalam Al Qur’an yang menjelaskan balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh. Ada dua balasan yang mereka peroleh yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Itulah dua kebahagiaan yang nantinya mereka peroleh. Ini menunjukkan bahwa mereka lah orang yang akan berbahagia di dunia dan akhirat.

Salah Satu Bukti

Seringkali kita mendengar nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Namanya begitu harum di tengah-tengah kaum muslimin karena pengaruh beliau dan  karyanya begitu banyak di tengah-tengah umat ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, nama aslinya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah beliau adalah Abul ‘Abbas. 

Berikut adalah cerita dari murid beliau Ibnul Qayyim mengenai keadaannya yang penuh kesusahan, begitu juga keadaan yang penuh kesengsaraan di dalam penjara. Namun di balik itu, beliau termasuk orang yang paling berbahagia.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, 

“Allah Ta’ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua, aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun sering mengatakan berulang kali pada Ibnul Qoyyim, “Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya keindahan surga dan tamannya ada di hatiku.” 

Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan tatkala beliau berada di dalam penjara, padahal di dalamnya penuh dengan kesulitan, namun beliau masih mengatakan, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.” 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah mengatakan, “Sebenarnya orang yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah ‘azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan).”

Bahkan dalam penjara pun, Syaikhul Islam masih sering memperbanyak do’a agar dapat banyak bersyukur pada Allah, yaitu do’a: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, aku meminta pertolongan agar dapat berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik pada-Mu). Masih sempat di saat sujud, beliau mengucapkan do’a ini. Padahal beliau sedang dalam belenggu, namun itulah kebahagiaan yang beliau rasakan. 

Tatkala beliau masuk dalam sel penjara, hingga berada di balik dinding, beliau mengatakan,

فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al Hadid: 13)

Itulah kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan yang kokoh. Kenikmatan seperti ini tidaklah pernah dirasakan oleh para raja dan juga pangeran. 

Para salaf mengatakan,

لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ

“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”

Mendapatkan Surga Dunia

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.” 

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya. 

Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat. 

Itulah saudaraku surga yang seharusnya engkau raih, dengan meraih kecintaan Allah, senantiasa berharap pada-Nya, serta dibarengi dengan rasa takut, juga selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya.

Penutup

Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kita surga dunia yaitu dengan memiliki hati yang selalu bersandar pada-Nya.

Hati yang selalu merasa cukup itulah yang lebih utama dari harta yang begitu melimpah.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi  wa sallam.

Sumber rujukan: Shahih Al Wabilush Shoyyib, 91-96, Dar Ibnul Jauzi

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  

Sumber https://rumaysho.com/


Resep Hidup Bahagia

Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang. Orang mukmin ingin bahagia demikian juga orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang berprofesi sebagai pencuri pun ingin bahagia dengan profesinya. Melalui kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun ingin bahagia. Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya. Meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di dunia akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka. Terlebih lagi ketakutan terhadap kematian.

Allah berfirman dalam surat Al Jumu’ah ayat 8:

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah: 8)

Banyak orang yang beranggapan bahwasanya orang-orang barat adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan bahwasanya orang-orang barat hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan. Tetapi fakta berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa secara umum orang-orang barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri tentang kasus pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang lainnya, namun ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya. Merekalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada Allah dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Boleh jadi di antara mereka yang tidak memiliki kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan segala isinya.

Allah berfirman,

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)

Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya. Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan.

Terdapat berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas jalan yang benar dan tepat Allah berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’aam: 153)

Jika di antara kita yang bertanya bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka maka Allah sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ

“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Hud: 106-108)

Jika di antara kita yang bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawabannya dengan firman-Nya,

ٌّفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124)

Dan juga dalam firman-Nya,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan seorang mukmin semakin berkurang jika hal-hal di atas makin berkurang dari dirinya.

Seorang mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa didatangkan dari luar.

Tanda Kebahagiaan

Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:

1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.

Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:

  • Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
  • Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
  • Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
  • Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
  • Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.

Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan selamanya.

2. Sabar ketika mendapat cobaan.

Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar.

  • Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
  • Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
  • Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.

Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.

3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.

Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. 

Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”

Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu.”

Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat mengingat Allah.”

Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini.”

Ulama’ salaf yang lain mengatakan, “Aku berusaha memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya.”

Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun lamanya aku merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu malam dengan terbitnya fajar.”

Ibrahim bin Adham mengatakan, “Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang.” Ada ulama salaf yang lain mengatakan, “Pada suatu waktu pernah terlintas dalam hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu mereka dalam kehidupan yang menyenangkan.”

Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ‘Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak.’” Wallahu a’laam.

(Diterjemahkan dengan bebas dari As Sa’adah, Haqiqatuha shuwaruha wa asbabu tah-shiliha, cet. Dar. Al Wathan)

***

Disusun oleh: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, Ss., Mpi. 

Sumber: https://muslim.or.id/