Berikut ini beberapa fatwa dan pendapat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah mengenai tata cara ruqyah syar’iyyah. Semoga bisa mengambil faedah dari fatwa-fatwa berikut ini.
Fatwa pertama
Soal:
Wahai Syaikh, apakah dibolehkan ruqyah syar’iyyah dengan menuliskan ayat-ayat Al Qur’an tentang sihir lalu membasahi tulisan ayat ini dengan air sampai basah, lalu mandi dengan air tersebut?
Syaikh Al Albani menjawab:
ما فيه رقية إلا بالتلاوة .السنة لا رقية إلا بالتلاوة .أما الكتابة ومحو الكتابة بالماء هذا يقول به بعض العلماء ولكن لم نجد له أثرا في السنة
“Tidak ada metode ruqyah yang disyariatkan kecuali dengan tilawah (membacakan Al Qur’an). Yang sesuai sunnah, tidak ada ruqyah kecuali dengan tilawah. Adapun dengan menuliskan ayat kemudian dibasahi air, ini memang pendapat sebagian ulama, namun kami tidak menemukan atsar (hadits) dari As Sunnah” (Majmu’ Fatawa Syaikh Al Albani, no. 28).
Fatwa kedua
Soal:
Ada yang berpendapat cara ruqyah dengan menuliskan ayat Qur’an di kertas lalu dibuat bubuk, lalu dicampur dengan air, kemudian diminum. Apakah ini dibolehkan?
Syaikh Al Albani menjawab:
أما كتابة القرآن وغسل هذه الكتابة وشرب الماء هذا يقول به بعض العلماء لكن لا نعلم لذلك أصلا من السنة الصحيحة التي وردت عن النبي صلى الله عليه واله وسلم ،
عندنا التعوذ ، قراءة القرآن، الترقية بالقرآن وبما جاء عن الرسول صلى الله عليه وسلم ، هذا ثابت أما ان يقرأ ويكتب في صحيفة ثم ينقع بالماء ويشرب هذا لا نعلم له أصلا في السنة
“Adapun menuliskan Al Qur’an lalu mencelupkan tulisan tersebut ke air, lalu meminumnya, ini memang pendapat sebagian ulama. Namun kami tidak menemukan landasan dalil dari As Sunnah yang shahih yang berasal dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Menurut kami, yang sesuai sunnah adalah dengan ta’awudz, membacakan Al Qur’an, intinya melakukan ruqyah dengan Al Qur’an sesuai dengan apa yang datang dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Inilah yang shahih. Adapun membacakannya dan menuliskannya di kertas kemudian dicelupkan ke air, lalu meminum air tersebut,kami tidak menemukan landasan dalilnya dari As Sunnah” (Majmu’ Fatawa Syaikh Al Albani, no. 81).
Fatwa ketiga
Soal:
Bagaimana tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai cara meruqyah jika cara pertama (dengan membacakan Al Qur’an) tidak berhasil?
Syaikh Al Albani menjawab:
يعني إذا ما صار نتيجة بتلاوة كلام الله راح يصير نتيجة بفضل الشيخ المزعوم .. ما في وسيلة غير الاستعاذة بالله من شر شياطين الإنس والجن والالتجاء إلى الله والتضرع إليه بكل قلب خاشع مقبل على الله ليعافيه الله ويشفيه هذا هو السبيل ليس إلا
“jika meruqyah dengan tilawah Al Qur’an dianggap tidak berhasil, maka nantinya akan diklaim keberhasilannya karena kehebatan sang Syaikh yang meruqyah tersebut! Tidak ada cara lain dalam meruqyah kecuali dengan meminta perlindungan dari Allah dari keburukan setan manusia dan setan jin, dan kembali kepada Allah dengan penuh perendahan diri, dengan hati yang khusyuk dan benar-benar meyakini bahwa Allah lah yang menyembuhkan dan yakin bahwa Allah akan menyembuhkannya. Inilah satu-satunya jalan, tidak ada yang lain” (Majmu’ Fatawa Syaikh Al Albani, no. 345).
Fatwa keempat
Soal:
Apa hukum meletakkan tulisan ayat Qur’an atau meletakkan Al Qur’an pada bagian tubuh yang terkena guna-guna, dengan dalih bolehnya membacakan ayat Qur’an pada bagian yang terkena guna-guna?
Syaikh Al Albani menjawab:
لا هذا ليس مشروعا . الرقية هي أن يتلو الإنسان على نفسه أو على موضع مرضه بما جاء في القرآن أو في بعض الأدعية الصحيحة من الرسول عليه الصلاة والسلام . أما أن يستعمل حجابا هذا من المحدثات . وبعض العلماء المتقدمين يعتبرونه تميمة ولو كان من كلام الله عز وجل . فكل ما يعلق فهو تميمة . لكن بين أن يكون هذا المعلق كلام لله عز وجل أو دعاء من الرسول عليه الصلاة والسلام وبين أن يكون من الكلام الغير مفهوم الذي قد يكون شركا وقد يكون ضلالا هذا هو الفرق لكن النتيجة كله تميمة إلا أنه بعض الشر أهون من بعض. لا يجوز إلا الرقية .أما تعليق آية أو حديث في مكان ما من الإنسان أو من الدار أو ما شابه ذلك هذا من محدثات الأمور .
“Tidak, ini tidak disyariatkan. Ruqyah yang benar adalah dengan membacakan Qur’an pada diri sendiri atau pada bagian tubuh yang sakit atau dengan beberapa doa yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Adapun yang menggunakan hijab (semacam jimat) ini adalah kebid’ahan. Sebagian ulama mutaqaddimin berpendapat hal itu termasuk tamimah, walaupun tulisannya adalah ayat Qur’an. Semua jimat yang digantungkan itu tamimah. Namun bedanya antara yang bertuliskan Al Qur’an atau bertuliskan doa-doa dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dengan jimat-jimat yang bertuliskan tulisan lainnya, adalah ada yang sampai kategori syirik ada yang hanya masuk kategori dhalal (kesesatan). Inilah bedanya. Namun tetap saja semuanya adalah tamimah. Walaupun tingkat keburukannya berbeda. Maka tidak boleh melakukan metode selain ruqyah. Walaupun itu dengan cara menggantungkan ayat Qur’an di tempat tertentu pada tubuh atau di tempat tertentu pada rumah, atau yang semisal itu. Ini semua adalah kebid’ahan”.
Penanya mengatakan: “Atsar Ibnu Umar bahwa beliau menggantungkan jimat bertuliskan ayat Qur’an apakah shahih?”
Syaikh Al Albani menjawab:
لا ما صح
“tidak, itu tidak shahih”
(Majmu’ Fatawa Al Albani, no. 485)
____
Sumber: http://majles.alukah.net/t121461/
Penerjemah: Yulian Purnama, S.Kom.
Sumber: https://muslim.or.id/