Type Here to Get Search Results !

 


BOLEHKAH BUDIDAYA LELE YANG MAKANANNYA DARI KOTORAN MANUSIA


Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Ustadz saya mau bertanya perihal beternak lele dan mengkonsumsinya. Karena simpang siurnya mengenai kehalalan ikan lele untuk dikonsumsi. Apakah beternak dan mengkonsumsi ikan lele halal dan diperbolehkan ustadz?

Sedangkan ada seorang kawan bercerita bahwa ikan lele dengan rasa yang enak adalah memberi makan ikan lele tersebut dengan kotoran manusia/hewan.

Mohon pencerahannya Ustadz,

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Ikan lele adalah salah satu hewan air, dan setiap hewan air adalah halal untuk dimakan, berdasarkan keumumam firman Allah Ta’ala:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ. المائدة ٩٦

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (Qs. Al Maidah: 96)

Para ulama’ menjelaskan bahwa maksud dari makanan laut ialah hewan laut yang mati dengan sendirinya, sehingga mengapung atau terhempas ke pantai.

Sebagaimana mereka juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan laut ialah bukan hanya laut yang dipahami oleh banyak orang. Sebutan laut dalam Al Qur’an mencakup sungai, rawa dan yang serupa dengannya. Hal ini nampak dengan jelas pada firman Allah Ta’ala berikut:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-Rum: 41)

Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang hukum air laut, maka beliau menjawab pertanyaan sahabatnya ini dengan bersabda:

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Laut adalah suci airnya dan halal bangkainya.” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy dan lainnya)

Bila demikian adanya, maka tidak ada alasan untuk mempermasalahkan kehalalan ikan lele atau yang serupa. Hanya tradisi sebagian masyarakat yang membudi dayakan ikan lele yang kurang baiklah yang layak dipermasalahkan:

Banyak dari masyarakat kita bila membuat kolam untuk membudi dayakan ikan, mereka menghubungkan kolamnya dengan septik tank miliknya. Dengan demikian, tidaklah ada orang yang buang hajat, melainkan akan masuk ke dalam kolam ikannya dan dimakan oleh ikan-ikan piaraannya.

Permasalahan ini menjadi parah bila ternyata mayoritas makanan ikan piaraannya ini adalah kotoran yang mengalir dari septik tank ini. Hal ini menyebabkan ikan tersebut dikatagorikan sebagai hewan jallalah, yaitu hewan yang mayoritas makanannya adalah barang-barang najis. Ketentuan ini berlaku, bukan hanya pada ikan, akan tetapi pada seluruh jenis hewan ternak.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا. رواه الترمذي وابن ماجة وغيرهما

“Dari sahabat Ibnu Umar, ia menuturkan: Rasulullah melarang umatnya dari memakan daging hewan jallalah dan meminum air susunya.” (Riwayat At-Tirmizy dan Ibnu Majah)

Berdasarkan hadits ini, para ulama’ terutama para penganut mazhab As-Syafii dan Hambali melarang kita untuk memakan daging atau minum, bahkan mengendarai hewan yang demikian ini halnya. Dan sebagian dari mereka dengan tegas menyatakan bahwa larangan ini bermaknakan haram.

Bila ditinjau dari larangan yang termaktub pada hadits di atas, maka pendapat yang mengharamkan inilah yang lebih benar. Menurut ulama’ ahli ilmu ushul fiqih: Pada asalnya, setiap larangan itu bermakanakan haram, kecuali bila ada dalil lain yang memalingkannya dari haram menjadi makruh atau mubah.

Solusinya: Bila anda telah terlanjur memiliki hewan jallalah, maka sebelum mengkonsumsi dagingnya atau air susunya, hendaknya terlebih dahulu hewan tersebut dikarantina dalam waktu tertentu. Menurut sebagian ulama’ minimal 3 hari. Akan tetapi menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, pendapat yang paling kuat ialah pendapat yang mengaitkan hukum karantina dengan keadaan daging dan susunya. Bila aroma, warna dan rasa pakan najis telah sirna dari hewan ternak, baik itu setelah dikarantina 3 hari atau kurang darinya, maka telah halal, untuk dikonsumsi. Akan tetapi walaupun telah dikarantina 3 hari, akan tetapi aroma, rasa atau warna najis masih melekat pada hewan itu, maka karantina harus diteruskan hingga tanda-tanda najis benar-benar hilang darinya.

Singkat kata: bila ikan lele dibudi daya dengan cara-cara yang baik, tidak diberi pakan najis, maka halal, dan bila dibudidaya dengan pakan najis, maka sebelum dikonsumsi atau dipasarkan, wajib dikarantina dengan diberi pakan yang bersih tidak najis hingga pengaruh pakan najis benar-benar bersih darinya.

Wallahu Ta’ala a’alam.

Read more: https://pengusahamuslim.com/

Pakan Lele dengan Ayam Tiren

Tanya:

Assalamu ‘alaykum, Ustadz. Saya mau tanya tentang hukum memberi pakan lele (pembibitan) dengan ayam tiren (ayam yang sudah mati).

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

1. Disebutkan dalam riwayat bahwa ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju perang Tabuk bersama para sahabat, beliau dan rombongan melewati sebuah lembah yang bernama Al-Hijr. Lembah ini dahulunya adalah daerah tempat tinggal kaum Tsamud, kaum Nabi Shaleh. Kaum ini dihancurkan Allah karena kekufurannya. Ketika melewati tempat tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk mengambil air di lembah tersebut, baik untuk wudhu maupun untuk diminum. Namun, sudah ada sebagian sahabat yang mengambil air tersebut dan dipakai untuk mengencerkan adonan. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar adonan tersebut diberikan kepada unta. Kisah ini ada di buku Ar-Rahiqum Makhtum (Sirah Nabawi) karya Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri.

Dari kisah ini bisa diambil kesimpulan bahwa makanan yang haram bagi manusia, boleh diberikan kepada binatang. Dengan demikian, darah yang haram tersebut boleh diberikan kepada lele.

2. Hewan yang makan bangkai, kotoran, atau benda najis lainnya.

Hewan yang diberi makan dengan kotoran, bangkai, darah, dan semacamnya disebut “jalalah“. Hewan “jalalah” itu haram dimakan, berdasarkan hadis dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging hewan jalalah. (Hr. Abu Daud dan yang lainnya; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/