Type Here to Get Search Results !

 


WANITA BERCADAR TAPI SELFI


Muslimah bercadar berpose di balik layar mungil kamera. Fotonya pun tersebar ke belahan dunia dengan caption indahnya. Menarik mata, tidak hanya untuk membaca, namun menikmati anggunya gadis berhijab yang ditampilkan. Ternyata gambar tak cukup untuk menunjukkan dirinya kepada dunia, iapun mencoba memperdengarkan suara, berbagi gerak gerik tubuh di balik hijab seakan mengumumkan kepada dunia, “Inilah yang sudah kulakukan”. Pengakuan, keinginan untuk tampil dan dilihat di balik layar sosial media. Padahal, kepada siapa kita ingin membuktikan amal? Jika kepada Allah, maka Allah Maha Melihat bahkan yang tersembunyi di dalam hati. Namun, jika yang kita harapkan adalah pengakuan manusia, kita memang perlu menunjukkan diri, karena penglihatan manusia terbatas.

Sebagian berkata, “Tidak! kami ‘tampil’ untuk berdakwah, syiar islam dengan hijab dan cadar agar muslimah lainnya qqqikut berhijab sebagaimana perintah syariat. Bukan untuk pamer kepada manusia..”

Jika demikian, mari simak artikel berikut, semoga bermanfaat untuk kami dan saudariku sekalian..

Wanita bercadar berfoto selfie: Syiar Islam Dan Dakwah?

Saudariku.. berdakwah adalah jalan kebaikan, inilah kewajiban seorang muslim untuk saling nasehat menasehati dalam kebenaran. Namun, dakwah kepada syariat harus dilakukan atas landasan syariat pula, sebagaimana mengingkari kemungkaran tidak boleh menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي


“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Inilah jalanku, aku dan orangorang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah dengan bashirah.” (QS. Yusuf : 108)

Bashirah artinya ilmu, yaitu setelah ikhlas berdakwah, mengajak manusia kepada Allah, ia harus berbekal dengan ilmu tentang apa yang hendak ia dakwahkan. (Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah hal. 52-53).

Syaikh Bin Baz rahimahullah menambahkan, “Tujuan dakwah adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, membimbing mereka kepada kebenaran hingga mereka berpegang dengannya dan selamat dari neraka dan adzab Allah. Dakwah mengeluarkan orang yang bodoh dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu.” (Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah hal. 51).

Tidak mungkin tujuan dakwah dapat tercapai kecuali berlandaskan ilmu dan petunjuk yang lurus dari al-Qur’an dan Sunnah. Karena niat yang baik tidak diterima kecuali dengan cara yang benar atau minimal tidak melanggar atau bertentangan dengan syari’at.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kalimat

العلم قبل القول والعمل

‘Berilmu sebelum perkataan dan perbuatan.’ Dijelaskan oleh Ibnul Munayyir, ‘Maksud perkataan ini adalah bahwa ilmu merupakan syarat dibenarkannya ucapan dan perbuatan, sehingga ucapan perbuatan tidak akan teranggap kecuali dengan ilmu. Ilmu harusnya mendahului keduanya. Karena ilmu akan memperbaiki niat, dan niat akan memperbaiki amal.’ (Ma’alim fi Thariiqil Islah, hal. 8).

Mengajak muslimah untuk menyempurnakan hijab dengan cadar adalah ajakan kebaikan. Tapi, mengajak mereka dengan menyebarkan foto selfie cadar adalah ajakan tanpa ilmu dan bashirah, bahkan mengakibatkan munculnya banyak kemungkaran.

Kemungkaran menyebarkan foto muslimah bercadar

1. Menghilangkan esensi cadar

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا


“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab : 59).

Fungsi hijab untuk menutup aurat muslimah sehingga mereka tidak diganggu. Namun yang kita dapati, selfie cadar malah menjadikan muslimah sebagai objek yang bisa dinikmati, walaupun ia berhijab.

2. Menyelisihi wanita generasi terbaik

Saudariku.. Generasi terbaik Islam adalah generasi sahabat. Merekalah yang pertama menerima syariat, mengimani dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh di bawah bimbingan Rasulullah al-Musthafa. Namun, para sahabat wanita dengan hijab syar’inya, tidak lantas menjadikan mereka merasa aman dari fitnah dengan tampil dihadapan lelaki yang bukan mahramnya.

Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Beliau bersabda, “Tempat kalian di kediaman fulan.” Merekapun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan. (HR. Ahmad 7310).

Nafi’ meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Andai kita biarkan pintu ini untuk para wanita’.” Nafi melanjutkan, “Ibnu Umar tidak pernah masuk melalui pintu itu hingga wafat.” (HR. Abu Dawud, II/125, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).

Ketika beribadah sekalipun, shahabiyah berusaha untuk menjaga jarak dengan laki-laki. Ummul Mu’minin Aisyah thawaf (mengelilingi ka’bah) menjauh dari para lelaki dan tidak berbaur dengan mereka (HR. Bukhari).

3. Membuka pintu fitnah

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak meninggalkan satu fitnahpun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari No. 5096 dan Muslim no. 2740)

Syaikh Musthafa al-Bugha menjelaskan dalam ta’liqnya terhadap Sahih Bukhari tentang makna kata أضرّ; yaitu banyaknya bahaya dan kerusakan terhadap agama dan dunia mereka (laki-laki) (Shahih Al-Bukhari, hadits No. 5096).

Wanita memiliki fisik yang lemah dan akal yang kurang, namun tidak kita pungkiri begitu hebatnya fitnah (cobaan) wanita sehingga lelaki perkasapun bisa ‘tunduk’ kepada mereka. Saudariku.. Selfie cadar akan kembali membuka pintu fitnah yang sebagiannya sudah berusaha kita tutup dengan hijab.

4. Potensi tabarruj (berhias)

Ketika setan tak mampu menggoda muslimah untuk melepaskan hijabnya, setanpun menggiring muslimah untuk menjadikan hijabnya sebagai perhiasan. Orang yang tampil, tidak akan tampil kecuali dalam kondisi dan pose ‘terbaik’. Mulailah ia mengoleksi berbagai gamis terbaru, aksesoris hijab yang sedang hits, atau bahkan menghias matanya sehingga terlihat indah walaupun seluruh bagian tubuh lainnya tertutup. Setan akan terus mencari celah walaupun niat awalnya untuk berdakwah.

5. Milik publik

Kita tidak pernah tahu, foto-foto wanita yang tersebar bisa saja disalahgunakan orang yang tidak takut kepada Allah. Mereka bisa sepuasnya melihat, mengunduh, mencetak atau menempelnya di dinding kamar bahkan digunakan sebagai latar belakang poster untuk bahan ‘tontonan’. Walaupun asalnya foto tersebut milik kita, tidak ada yang bisa mencegahnya disalahgunakan, kecuali kita yang menahan diri dengan tidak mempublikasikannya.

6. Menjadi contoh dalam keburukan


Sikap latah dengan mengikuti tren kekinian adalah hal yang umum terjadi. Namun, muslimah yang berpegang dengan al-Qur’an dan Sunnah tidak latah dengan tren, tapi tunduk pada dalil, walaupun mayoritas muslimah melakukan demikian. Allah Ta’ala berfirman

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nuscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.” (QS. Al-An’am : 116)

Banyak yang beralasan, foto wanita bercadar untuk kepentingan dakwah. Sejatinya muslimah yang berdakwah dengan ‘selfienya’ tidak hanya mendakwahkan hijab tapi juga mendakwahkan perilaku selfie dengan hijab mereka.

7. Mencederai rasa malu

Hendaknya muslimah merasa malu dan risih jika ada lelaki ajnabi yang bisa melihat dengan jelas mata indahnya, lentik jarinya atau gerak-gerik tubuhnya. Adakah muslimah berani menampakkan sikap demikian di dunia nyata? Rasa malu harusnya mengahalanginya. Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam bersabda

الحياء لا يأتى الا بخير

“Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan ”.(HR. Bukhari 6117).

Berbagai kemudharatan yang ada, sudah cukup menjadi alasan bagi kita meninggalkan selfie cadar dan memperingatkan kaum muslimah dari kemungkarannya.

Meninggalkan kebiasan selfie

Bagaimana jika foto sudah ‘terlanjur’ tersebar baik dengan cadar ataupun tidak? Bahkan kita sudah terbiasa berfoto tanpa hijab? Simak pembahasannya di artikel selanjutnya. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.



Melepaskan Diri dari Kecanduan Selfie

Artikel ini merupakan bagian kedua dari artikel berjudul “Wanita Bercadar Berfoto Selfie”. Setelah membahas tentang kebiasaan selfie yang dilakukan sebagian muslimah dan kemungkaran yang ditimbulkan, artikel kedua ini akan memberikan sebagian solusi dan tips untuk saudari-saudariku yang hendak melepaskan diri dari kebiasan selfie di sosial media. Semoga Allah memberikan taufiq-Nya sehingga memudahkan niat baik saudari-saudari sekalian.

Nasehat kami untuk yang sudah ‘terlanjur’ tersebar foto-fotonya, baik bercadar atau bukan, berhijab, lebih-lebih bagi yang belum menutup auratnya dengan sempurna:

Pertama, bertaqwalah kepada Allah


Sebaik-baik nasehat adalah nasehat taqwa, agar engkau menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana seluruh perintah dan laragan Allah telah Dia jelaskan kepada manusia melalui Rasul-Nya yang mulia.

Kedua, luruskan niat dan mulai berbenah

Niat yang ikhlas dan ittiba kepada Rasul-Nya adalah syarat diterimanya amal. Amal yang ikhlas hanya untuk-Nya tidak diterima jika tidak sesuai dengan contoh dari Rasulullah, sedangkan amal yang sesuai teladan Rasul, tidak diterima jika niatnya bukan karena Allah. Maka kami mewasiatkan kepada diri kami sendiri kemudian saudariku sekalian agar kita luruskan niat kita dalam berhijab sehingga manfaat hijab bisa kita capai. Kemudian, perhatikan rambu-rambu syariat agar hijab kita sesuai tuntunan Rasulullah.

Ketiga, hapus saja! akan Allah ganti

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363, Syaikh Syuaib al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Ganti yang Allah berikan beragam. Akan tetapi, ganti yang lebih besar yang diberi adalah kecintaan dan kerinduan kepada Allah, ketenangan hati, keadaan yang terus mendapatkan kekuatan, terus memiliki semangat hidup , juga kebanggan diri serta ridha terhadap Allah Ta’ala. (Al-Fawaid hal. 166).

Keempat, memahami dari esensi, bukan nama

Ketika kita memutuskan untuk hijrah, mari kita pandang hijrah dari esensinya, yaitu hijrah dari aqidah yang menyimpang, menuju aqidah yang lurus. Hijrah dari kebodohan menuju cahaya ilmu. Jika sebelum dan setelah bercadar, tetap pada hobi berselfie ria, maka kita belum hijrah kepada esensi hijab untuk menutup, kita hanya mengubah nama dengan esensi yang sama (yaitu): ingin tampil.

Kelima, sibukkan dirimu dengan ilmu

Maka tak ada tempat untuk hal yang tidak bermanfaat. Ibnu Hazm menasehatkan, “Seandainya tidak ada manfaat menuntut ilmu dan sibuk dengan ilmu kecuali untuk memutus berbagai macam was-was (kebingungan) yang membuat badan kurus, dan menjadi tempat berbagai macam angan-angan yang hanya mendatangkan kegalauan dan akan menghilangkan berbagai pikiran yang menyusahkan jiwa, maka alasan ini sudah cukup menjadi dorongan yang paling kuat agar seseorang menyibukkan dirinya dengan ilmu. Lantas bagaimana lagi jika ternyata manfaat menuntut ilmu jauh lebih banyak daripada itu?” (Al-Akhlaq was Siyar fii Mudaawatin Nufuus, hal. 48).

Keenam, pilah-pilih teman duduk

Ada berbagai macam teman yang kita temui. Ada yang berteman hanya karena sekelas, atau karena satu majelis atau karena dekatnya tempat tinggal. Di antara mereka, ada orang-orang yang menjadi teman duduk kita, teman yang biasanya kita ajak ngobrol, diskusi, senang untuk bertemu dan berbagi dengannya. Inilah teman duduk yang disebutkan dalam al-Qur’an

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 67). Oleh karenanya, Rasulullah bersabda,

لا تصاحب إلا مؤمنا

“Janganlah engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hadits Hasan).

Telah menjadi kaidah umum bahwa teman itu saling mewarnai satu sama lain, baik mewarnai dalam kebaikan, bahkan dalam keburukan.

Nasehat kami, jika saudariku ingin istiqomah untuk tidak selfie lagi, hendaknya meninggalkan teman-teman yang juga hobi selfie jika ternyata mereka tidak rujuk setelah dinasehati. In syaa Allah, digantikan dengan teman yang lebih baik.


Ketujuh, selalu dalam bimbingan ahli ilmu yang berpegang teguh dengan sunnah

‘Amr bin Qais al-Malai pernah berkata,

إن الشباب لينسأ فإن آثر أن يجالس أهل العلم كاد أن يسلم وإن مال إلى غيرهم كاد أن يعطب

“Sesungguhnya pemuda itu terus tumbuh. Jika ia dikelilingi oleh orang yang berilmu maka kemungkinan besar ia akan selamat. Dan jika ia condong pada selain orang-orang yang berilmu hampir pasti ia akan rusak.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Bathah dalm Al-Inabah al-Kubra 1/204).

Kedelapan, foto bukan satu-satunya bukti

Jika alasan selfie cadar untuk foto dakwah atau bukti kegiatan dakwah dan semisalnya, maka alasan ini sejatinya sangat lemah, mengingat bukti foto tanpa mahluk bernyawapun masih memungkinkan untuk dilakukan. Kenapa pula wanita yang harus diekspos?

Ingatlah saudariku.. Jalan dakwah hanya satu, yaitu jalan yang ditempuh Rasulullah, dan jangan menyelisihi jalan dakwah beliau. Tidak mungkin kita mewujudkan kebaikan, namun mengorbankan kebaikan yang lebih besar dari itu. Menjadi muslimah yang terjaga izzah dan iffahnya lebih besar kebaikannya, tidak perlu dikorbankan untuk alasan dakwah.

Terakhir, tapi selalu mengiringi. Berdoalah!

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kita doa:

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah, yang mengarahkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu” (HR. Muslim no. 2654 dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash).

Tidak ada ketaatan tanpa kemudahan dan izin Allah, pun tidak ada kemaksiatan kecuali atas kehendak-Nya. Hati manusia ada di antara jari jemari Allah, Allah yang akan membolak-balikkannya antara ketaatan dan kemaksiatan. Maka tidak ada tempat meminta, menyampaikan harapan dan memohon pertolongan kecuali kepada Allah Ta’ala. Dan kami memohon pertongan kepada-Nya agar memperbaiki agama kita dan kaum muslimin, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertaqwa.

Demikian sedikit nasehat sekaligus solusi dan tips dari kami, semoga bermanfaat.

Penyusun: Titi Komalasari
____

Referensi:
  1. 40 Matan Hadits Wanita (terjemahan), 2018, Syaikh Muhammad Asy-Syarif, Cetakan pertama, Ummul Qura
  2. Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah Bin Baz hal. 52-53
  3. Ma’alim fi Thariiqil Islah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhmammad bin ‘Abdillah as-Sadhaan, hal. 8
  4. Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah
  5. Al-Akhlaq was Siyar fii Mudaawatin Nufuus, Ibnu Hazm al-Andalusiy, hal. 48, cet. Pertama 1431 H, Maktabah Ibnu Abbad
  6. Kumpulan Do’a dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, 2015, Cetakan ke-11, Pustaka Imam Syafi’
  7. Meninggalkan Sesuatu Karena Allah, Muhammad Abduh Tuasikal, Rumaysho.co
  8. Min Wasyaya Salaf Lis Syabab (terjemahan), Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr.