Haid adalah suatu hal yang sudah diketahui oleh wanita balighah, mungkin ada yang belum mengenal istilah istihadhah. Jika haid tidak boleh shalat dan puasa atau yang dilarang syariat sedangkan istihadhah tetap melakukan hal tersebut. Para ulama mendefinisikan istihadhah sebagai berikut:
Imam An-Nawawi menjelaskan,
جريان الدم من فرج المرأة في غير اوانه وأنه يخرج من عرق
“Isihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita yang bukan pada waktunya dan keluar dari urat/pembuluh.”[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan,
استمرار الدم على المرأة بحيث لا ينقطعُ عنها أبدًا أو ينقطعُ عنها مدة يسيرة كاليوم واليومين في الشهر
“Darah yang terus menerus keluar dari seorang wanita dan tidak terputus selamanya atau terputus sehari dua hari dalam sebulan.”[2]
Jadi Istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita terus-menerus dengan (kondisi pertama) keluar terus menerus tanpa henti atau (kondisi kedua) keluar terus menerus dan berhenti sebentar
Dalil kondisi pertama:
Yaitu keluar terus menerus adalah hadits seorang sahabat wanita yang selalu istihadhah dan tidak pernah suci.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ. وفي رواية: أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُر
“Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci”.[3] Dalam riwayat lain “Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci. ”
Dalil kondisi kedua:
Yaitu darah terus-menerus keluar dan berhenti sebentar. Dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيْرَةً شَدِيْدَةً رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصحح، ونقل عن الإمام أحمد تصحيحه وعن البخاري تحسينه
“Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali.”[4]
Secara medis ini yang disebut dengan Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan tidak normal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon tanpa kelainan organ. Menurut penelitian sekitar 90% terjadi bukan pada siklus haid dan 10% pada siklus haid.
Penyebabnya masih belum diketahui secara jelas bisa jadi karena:
- Stres dan tekanan
- kegemukan atau terlalu kurus
- Pengginaan alat kontrasepsi atau alat kontrasepsi dalam rahim (spiral)
- Penyakit yang terkait rahim semisal tumor, infeksi dan kelainan pembekuan darah
Jadi istihadhah adalah murni perdarahan sebagaimana kita berdarah jika luka sedangkan haid adalah darah hasil peluruhan lapisan atas pada dinding rahim secara perlahan-lahan. Sehingga kita akan paham perbedaan darah tersebut
Ulama menjelaskan perbedaan darah haid dan istihadhah dengan cara tamyiz (membedakan)[5]:
- Warnanya: Darah haid umumnya hitam sedangkan darah istihadhah umumnya merah segar.
- Konsistensinya: Darah haid sifatnya keras dan kaku sedangkan istihadhah lunak/empuk.
- Baunya:. Darah haid beraroma busuk/tidak enak sedangkan istihadhah tidak busuk karena merupakan darah biasa karena terputusnya urat/pembuluh
- Membeku: Darah haid tidak membeku sedangkan darah istihadah membeku ketika keluar seperti darah biasa
- Kekentalannya: Darah haid kental sedangkan darah istihadlah kurang kental
Ulama menjelaskan ada dua cara membedakannya yaitu dengan tamyiz (membedakan) dan dengan aadat (mengetahui dari kebiasaan haid)
Karenanya ulama menjelaskan ada tiga keadaan wanita istihadhah[6]
Kondisi pertama:
Dia tahu kebiasaan siklus haid sebelumnya dan lama haidnya dengan teratur, maka dia berpatokan dengan kebiasaan tersebut.
Misalnya: setiap bulan biasa haid teratur haid setiap tanggal 5 selama 7 hari, maka ketika istihadhah ia mengalami haid tanggal sekian
Dari Aisyah radihallahu ‘anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُر أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ؟ (( قَالَ: لاَ، إِنَّ ذَلَكَ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِيْ كُنْتَ تَحِيْضِيْنَ فِيْهَا ثُمَّ اغْتَسِلِيْ وَصَلِّيْ )) .. رواه البخاري
“Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat. “[7]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy,
امْكُثِيْ قَدْرَ مَا كَانَتْ تَحْبِسُكِ حَيْضَتُكِ ثُمَّ اغْتَسِلِيْ وَصَلِّيْ
“Diamlah (jalani haid) selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. ”[8]
Kondisi kedua:
Tidak diketahui kebiasaan siklus haid sebelumnya, kemudian mengalami istihadhah, maka gunakan tamyiz (membedakan) ciri darah haid dan istihadhah sebagaimana di atas
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Fatimah binti Abu Hubaisy,
إِذَا كَانَ دَمُ الحَيْضَةِ فَإِنَّهُ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِيْ عَن الصَّلاَةِ، فَإِذَا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِيْ وَصَلِّيْ فَإِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ … رواه أبو داود والنسائي وصححه ابن حبان والحاكم
“Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui, Maka tinggalkan shalat, tetapi jika selain itu cirinya maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit.”[9]
Kondisi ketiga
Tidak diketahui waktu yang jelas kebiasaan haid sebelumnya (mungkin karena hadi tidak teratur) dan tidak bisa juga membedakan apakah darah haid atau darah istihadhah. Maka ia mengikuti siklus kebiasaan haid wanita di keluarganya dan sekitarnya. Umumnya 6-7 hari
Berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy radhiallahu ‘anha bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيْرَةً شَدِيْدَةً فَمَا تَرَى فِيْهَا قَدْ مَنَعَتْنِي الصَّلاَةَ وَالصِّيَامَ، فَقَالَ: (( أَنْعَتُ لَكِ (أَصِفُ لَكِ اسْتِعْمَالَ) الكُرْسُفَ (وهو القطن) تَضَعِيْنَهُ عَلَى الفَرجِ فَإِنَّهُ يُذْهِبُ الدَّمَ )) قَالَتْ: هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ. وَفِيْهِ قَالَ: (( إِنَّمَا هَذَا رَكْضَةٌ مِنْ رَكَضَاتِ الشَّيْطَان، فَتَحِيْضِيْ سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةَ فِيْ عِلْمِ الله تَعَالَى، ثُمَّ اغْتَسِلِيْ حَتَّى إِذَا رَأَيْتِ أَنَّكِ قَدْ طَهُرْتِ وَاسْتَنْقَيْتِ فَصَلِّي أَرْبَعًا وَعِشْرِيْنَ أَوْ ثَلاَثًا وَعِشْرِيْنَ لَيْلَةً وَأَيَّامَهَا وَصُوْمِيْ )) .. رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصححه، ونقل عن أحمد أنه صححه وعن البخاري أنه حسنه.
“Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa? Beliau bersabda: “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan melekatkannya pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah”. Hamnah berkata: “Darahnya lebih banyak dari itu”. Nabipun bersabda: “Ini hanyalah salah satu usikan syetan. Maka hitunglah haidmu 6 atau 7 hari menurut ilmu Allah Ta’ala lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 3 hari, dan puasalah.”[10]
Catatan: perhatikan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan 6 atau 7 hari, maksudnya agar ia berijtihad dan menyesuaikan dengan adat kebiasaan wanita sekitarnya. Jika mereka umumnya biasa 6 hari maka 6 hari, jadi bukan dipilih seenaknya.
Darah setelah operasi rahim
Wanita bisa menjalani operasi rahim karena keadaan tertentu. Ini dibahas oleh syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan belaiu merincinya[11]:
- Wanita tidak mungkin lagi haid, misalnya menjalani operasi pengangkatan rahim secara total. Dan secara medis memang tidak mungkin haid karena rahim sudah tidak ada, maka hukum darah yang keluar adalah darah flek dan bukan darah istihadhah
- Darah keluar terus-menerus setelah operasi (bukan operasi pengangkatan total rahim)
Maka ini berlaku hukum darah istihadhah karena darah keluar secara terus-menerus.
Demikian semoga bermanfaat
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
____
Footnote:
[1] Syarh Shahih Muslim 4/17, Dar Ihya’ At-Turast, Syamila
[2] Risalah fid Dimaa’ At-thabi’iyyah hal 39, Kementrian Dakwah Saudi, Syamilah
[3] HR. Bukhari
[4] HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan menshahihkannya
[5] AL-Istihadhah karya syaikh Abdullah Hamud Al-Farih, sumber: http://www.alukah.net/sharia/0/89767/
[6] Rangkuman Risalah fid Dimaa’ At-thabi’iyyah hal 40, Kementrian Dakwah Saudi, Syamilah
[7] HR. Bukhari
[8] HR. Muslim
[9] HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim
[10] HR. Ahmad,Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan At-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut Al-Bukhari : Hasan
[11] Rangkuman Risalah fid Dimaa’ At-thabi’iyyah hal 45, Kementrian Dakwah Saudi, Syamilah
Sumber: https://muslimafiyah.com/