Hidup ini adalah sebuah perjalanan
Pernahkah kita memikirkan bahwa hidup ini hakekitnya adalah perjalanan? Pernahkah kita merenungkan hidup di dunia ini tidak lain adalah sebuah perjalanan menuju kepada Allah Ta`ala?
Tidakkah Anda mengingat sabda Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam:
كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها
“Setiap hari semua orang melakukan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya! Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya!” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Oleh karena itu Allah dalam firman-Nya menjelaskan,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (Asy-Syu’araa`: 88-89).
Dan Allah Ta’ala berfirman pula:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi: 110).
Memang demikianlah hidup ini, yang diharap dan yang dituju adalah Allah Ta’ala, berjumpa dengan-Nya, menghadap kepada-Nya dan melihat wajah-Nya serta untuk meraih ridha-Nya.
Jalan hidup yang benar hanya ada satu
Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dilarang manusia mengikutinya, yaitu {السُّبُلَ}, dalam rangka menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata tentang jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu {سَبِيلِهِ}. karena memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang. (Sittu Duror, hal.52).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dan ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang dapat sampai kepada-Nya, kecuali melalui jalan ini” (Sittu Duror, hal.53).
Baca juga: Jalan lurus
Mengenal jalan kebenaran yang satu
Jika Anda ingin tahu apa itu jalan kebenaran yang hanya ada satu tersebut? Jawabannya adalah jalan yang pernah ditempuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah satu-satunya jalan yang bisa mengantarkan seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah menjelaskan bahayanya tidak mengetahui jalan kebenaran ini, beliau mengatakan,
الجهل بالطريق و آفاتها و المقصود يوجب التعب الكثير، مع الفائدة القليلة
“Ketidaktahuan terhadap jalan kebenaran ini dan rintangan-rintangannya, serta tidak memahami maksud dan tujuannya, akan menghasilkan kepayahan yang sangat, disamping itu faedah yang didapatkanpun sedikit” (Sittu Duror, hal. 54). Karena begitu pentingnya mengenal jalan kebenaran tersebut, maka mari kita mempelajari jalan kebenaran yang hanya ada satu itu, yang semua kaum muslimin mensepakatinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan jalan yang lurus tersebut dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِيْ
“Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu. Jika kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku” (Diriwayatkan Imam Malik dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
Ya, jalan kebenaran yang hanya satu itu adalah jalan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya adalah jalan yang lurus. Sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
الصِّرَاطُ الْمُستَقـِيْمُ الَّذِي تَرَكَنَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ
“Jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditinggalkan Rasulullah untuk kami” (Atsar shahih, dikeluarkan Ath Thabari dan yang lainnya).
Mana dalilnya, bahwa Al-Quran dan As-Sunnah adalah jalan yang lurus?
Dalil Al-Quran adalah jalan yang lurus
Allah Ta’ala berfirman:
قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ
“Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus” (Al-Ahqaaf: 30).
Dalil As-Sunnah adalah jalan yang lurus
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Asy-Syuuraa: 52).
Dengan demikian Al-Quran dan As-Sunnah adalah jalan yang lurus, inilah satu-satunya jalan kebenaran, keduanya hakikatnya adalah satu kesatuan, sama-sama wahyu Allah Ta’ala.
Wajibnya berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah
Kita wajib berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah, karena kita diwajibkan mena’ati Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (-Nya), dan Ulil amri di antara kamu” (An-Nisaa’: 59).
Menaati Allah adalah dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berpegang teguh kepada sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Catatan:
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sumber hukum Islam
Al-Hadits adalah hujjah/dalil, sebagaimana Al-Quran, karena keduanya adalah sama-sama wahyu dari Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا إني أوتيت القرآن ومثله معه
“Ketahuilah sesungguhnya saya diberi (wahyu) Al-Quran dan (wahyu) yang semisalnya bersamaan dengannya (As-Sunnah)” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, sedangkan lafadz ini adalah lafadz riwayat beliau. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Hakikatnya berpegang teguh dengan sunnah adalah ketaatan kepada Allah dan mengamalkan Al-Quran, karena Allah berfirman di dalam Al-Quran:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,sesungguhnya ia telah mentaati Allah” [An-Nisaa`:80].
Fungsi As-Sunnah
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hakikatnya sama dengan Kitab Allah, yaitu sama-sama sebagai wahyu Allah. Fungsi sunnah itu sebagai penjelas bagi Kitab Allah ‘Azza wa Jalla. Bahkan, makhluk terbaik yang menafsirkan Al-Quran adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Aquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka” (An Nahl: 44).
As-Sunnah menjelaskan apa yang ada di dalam Al-Quran yang masih global dengan merincinya, seperti masalah salat, puasa, zakat, haji, dan yang lainnya. Jadi As-Sunnah yang shahih tidak akan pernah bertentangan dengan Al-Quran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan makna Al-Quran dan beliau pun telah memberi contoh bagaimana mengamalkannya, sehingga semua ayat Al-Quran menjadi jelas makna dan prakteknya bagi umat ini .
Bahkan seorang muslim tidak harus menunggu mengetahui dalil dari Al-Quran dalam melakukan sebuah ibadah, jika ia sudah mengetahui satu saja dalil dari hadits yang shahih, selama hadits tersebut sudah cukup menunjukkan kepada suatu bentuk/tata cara ibadah, maka bisa langsung mengamalkan hadits tersebut.
Kesimpulan
Jalan kebenaran hanya satu, yaitu jalan Al-Quran dan As-Sunnah. Karena keduanya sama-sama dari Allah dan fungsi As-Sunnah menjelaskan Al-Quran dan merinci yang global darinya, maka hakikat keduanya merupakan satu kesatuan, satu jalan kebenaran.
- Al-Quran dan As-Sunnah adalah jalan yang lurus.
- Kita wajib berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
- Al-Quran dan As-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, karena keduanya sama-sama sebagai wahyu Allah.
Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Pada artikel yang pertama sudah diketahui bahwa jalan kebenaran atau jalan yang lurus hanyalah satu saja, yaitu jalan yang ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan jalan yang lurus tersebut dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِيْ
“Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu. Jika kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku” (Diriwayatkan Imam Malik dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
Sekarang pertanyaannya, keutamaan apa yang Anda dapatkan jika Anda berpegang teguh dengan Al Quran dan As-Sunnah?
Jalan Al Quran dan As-Sunnah adalah jalan meraih kebahagiaan
Sesungguhnya banyak keutamaan dan faedah berpegang teguh dengan Al Quran dan As-Sunnah, namun dalam kesempatan ini cukup dua keutamaan saja yang bisa mewakili semua keutamaan yang lainnya.
- 1. Jaminan Allah bagi hamba-Nya yang berpegang teguh dengan Alquran adalah tidak sesat dan tidak celaka
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Thaha: 123).
- 2. Jaminan bagi orang yang mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah masuk Surga
كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan masuk Surga kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang enggan (masuk Surga), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Siapa yang mentaatiku, maka ia akan masuk Surga dan barangsiapa yang durhaka padaku, berarti ia enggan (masuk Surga)” (HR. Bukhari).
Sedangkan masuk Surga adalah kebahagiaan yang hakiki, sebagaimana firman Allah,
فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“ Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali ‘Imran: 185).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan firman-Nya,
{ عن النار وأدخل الجنة فقد فاز } أي: حصل له الفوز العظيم بالنجاة من العذاب الأليم، والوصول إلى جنات النعيم، التي فيها ما لا عين رأت، ولا أذن سمعت، ولا خطر على قلب بشر. ومفهوم الآية، أن من لم يزحزح عن النار ويدخل الجنة، فإنه لم يفز، بل قد شقي الشقاء الأبدي، وابتلي بالعذاب السرمدي.
“(Firman Allah :)“…(dijauhkan) dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga…”, yaitu ia mendapatkan keberuntungan yang besar, selamat dari adzab yang pedih dan berhasil masuk Surga yang penuh kenikmatan, yang di dalamnya terdapat kenikmatan yang tidak pernah dipandang oleh mata, tidak pernah di dengar oleh telinga dan tak pernah terlintas dalam hati manusia. Dan kandungan yang tersirat dari ayat ini adalah barangsiapa yang tidak dijauhkan dari Neraka dan tidak dimasukkan ke dalam Surga, maka ia tidaklah beruntung, bahkan ia sengsara dengan kesengsaraan yang abadi dan tertimpa adzab yang tak putus-putusnya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 158).
Agama Islam telah sempurna
Alquran dan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam telah lengkap dan sempurna, sehingga Agama Islam pun telah sempurna, Allah Ta’ala berfirman menjelaskan hal ini :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian” (Al-Maa`idah: 3).
Allah Ta’ala berfirman:
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”(Al-An’aam: 38).
Allah Ta’ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl:89).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ مِن شَيءٍ يُقَرِّبُكُمْ إِلى الجَنَّةِ إِلاَّ أَمَرْتُكُمْ بِهِ، وَلاَ مِن شيءٍ يُبعدُكُمْ عَنِ النَّارِ إِلاَّ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
“Tidak ada sesuatu apapun yang mendekatkan diri kalian ke Surga kecuali aku telah perintahkannya kepada kalian, dan tidak ada sesuatu apapun yang menjauhkan diri kalian dari Neraka kecuali aku larang kalian darinya.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan yang lainnya, berkata Syaikh Al-Albani: (Derajat) hadits ini minimalnya hasan).
Kesimpulan
Karena kedua wahyu ini sempurna, maka faedahnya adalah:
- Keduanya tidak perlu tambahan dan tidak boleh dikurangi.
- Sesuatu yang tidak terdapat didalam keduanya dan tidak dikandung keduanya atau tidak ditunjukkan oleh keduanya, maka bukanlah syari’at Islam.
- Kewajiban kita menjunjung tinggi setinggi-tingginya dan mengagungkan seagung-agungnya kedua wahyu tersebut, mendahulukan keduanya dari seluruh pendapat, madzhab atau aliran serta peraturan/hukum manusia yang bertentangan dengan keduanya.
Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Sikap Ulama Salafush Shaleh terhadap Al Qur’an dan As-Sunnah
Dari penjelasan tentang “Jalan Kebenaran Hanya Satu” dalam dua artikel sebelumnya, telah jelas bahwa jalan Al Qur’an dan As-Sunnah adalah satu-satunya jalan kebenaran dan telah sempurna, tidak membutuhkan penambahan dan pengurangan sama sekali.
Al Qur’an dan As-Sunnah yang sempurna ini, begitu agungnya di hati-hati para Ulama Salafush Shaleh, sehingga mereka benar-benar mendahulukan Al Qur’an dan As-Sunnah di atas seluruh ucapan makhluk. Berikut nukilannya :
Az Zuhri rahimahullah berkata:
كان من مضى من علمائنا يقول: الاعتصام بالسنة نجاة
“Para ulama kita terdahulu mengatakan, ‘Berpegang teguh dengan Sunnah adalah keselamatan’”.
Imam Malik rahimahullah berkata:
السنة سفينة نوح، من ركبها نجا و من تخلف عنها غرِق
“Sunnah itu seperti perahu Nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya, maka selamat. Dan siapa saja yang terlambat menaikinya, maka ia akan tenggelam (binasa)”.
Berkata Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya I’laamul Muwaqqi’iin:2/200,
وقد نهى الأئمة الأربعة عن تقليدهم، وذمّوا من أخذ أقوالهم بغير حجة
“Para Imam yang empat melarang taqlid kepada mereka (jika mampu-pent), dan mereka mencela orang yang mengambil ucapan-ucapan mereka tanpa dalil” (Tafsir Adwaa`ul Bayaan: 1621).
Berkata Ash-Shon’ani rahimahullah,
وأما الأئمة الأربعة؛ فإن كلاً منهم مصرح بأنه لا يقدم قوله على قول رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Dan adapun Imam yang empat , masing-masing mereka terang-terangan menyatakan bahwa tidak boleh ada satu ucapan makhluk pun yang didahulukan daripada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Irsyaadun Nuqqood ila taisiril Ijtihaad: 141).
Baca juga: Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Shahabat
Ucapan Imam yang empat rahimahumullah Ta’ala
- 1. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah, beliau berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي
“Jika telah shahih sebuah hadits, maka itu adalah madzhabku” (dinukil dari Shifah Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 50).
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم؛ فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ودعوا ما قلته
“Jika kalian mendapatkan di kitabku pendapatku yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berpeganglah dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tinggalkan apa yang telah aku katakan” (dinukil dari Shifah Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 50).
- 2. Imam Daril Hijrah, Malik bin Anas rahimahullah, beliau berkata:
إنما أنا بشر أخطىء وأصيب؛ فانظروا في رأيي؛ فكل ما وافق الكتاب والسنة؛ فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة؛ فاتركوه
“Sesungguhnya saya manusia, saya bisa salah dan bisa benar, maka perhatikanlah pendapatku, setiap yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka tinggalkanlah” (dinukil dari Shifah Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal.48).
- 3. Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit rahimahullah, beliau berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي
“Jika telah shahih sebuah hadits, maka itu adalah madzhabku” (dinukil dari Shifah Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 46).
- 4. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, beliau berkata:
لا تقلدني ولا تقلد مالكًا ولا الشافعي ولا الأوزاعي ولا الثوري، وخذ من حيث أخذوا
“(Jika mampu ) Janganlah kalian taqlid kepadaku, dan jangan pula kepada Imam Malik, Syafi’i, Auza’i dan Ats-Tsauri dan ambillah hukum dari sumber dalil yang mereka ambil (baca: dari Al Qur’an dan As-Sunnah)” (dinukil dari Shifah Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 53).
Imam Ishaq bin Raahawaih rahimahullah,
من بلغه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم خبرٌ يُقرُّ بصحته ثم رده بغير تقية فهو كافر
“Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ia akui keshahihannya, kemudian ia menolaknya tanpa sembunyi-sembunyi (baca: terang-terangan), maka ia kafir” (http://Islamqa.info/ar/115125).
Baca juga: Kewajiban mengikuti metode beragamanya para shahabat
Penutup
Demikianlah penjelasan tentang “Jalan Kebenaran Hanya Satu”, yaitu jalan Al Qur’an dan As-Sunnah yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As-Sunnah, hanya saja, tidak boleh kita memahami Al Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, haruslah dengan pemahaman Salafush Shaleh (Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in radhiyallahu ‘anhum), sebagaimana firman Allah,
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (An-Nisaa : 115).
Ketahuilah, sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di dalam ayat ini adalah para shahabat Rasulullah dan generasi pertama dari umat ini.
Dan Salafush Sholeh, generasi pertama dari umat ini, mereka memiliki keutamaan yang besar sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dari Hadits Ibnu Mas’ud رضي الله عنه bahwa sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم ، ثم الذين يلونهم
“Sebaik-baik manusia adalah kurunku (Sahabat), kemudian orang-orang yang setelahnya (Tabi’in), lalu orang-orang yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in)”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Wallaahu a’lam.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber: https://muslim.or.id/