Type Here to Get Search Results !

 


DUKUN SAKTI MENJELMA WALI


WALI ALLAH AZZA WA JALLA  SEJATI 

Kata wali (kekasih) lawan dari kata aduw (musuh), sementara kata wilayah (kedekatan) adalah lawan dari kata adâwah (permusuhan), sehingga makna wali menurut bahasa  tidak keluar dari arti  kalimat cinta (mahabbah), mengikuti (ittibâ`), kedekatan (qurb) dan pembelaan (wala`).[1] 

Imam Ibnu Hajar rahimahullah menjabarkan makna wali Allâh Azza wa Jalla  , ialah orang yang mengerti tentang Allâh Azza wa Jalla , terus-menerus berbuat ketaatan dan ikhlas dalam beribadah.[2] Dan semua definisi para ulama tentang wali Allâh Azza wa Jalla  tersebut kembali kepada satu hakikat, yaitu bentuk tafsir dari firman Allâh Azza wa Jalla:

 اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ – اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَۗ 

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." [Yûnus/10:62-63]. 

Derajat kewalian hanya bisa diraih dengan ketaatan, kecintaan kepada Allâh Azza wa Jalla   dan pembelaan terhadap agama-Nya, sehingga kewalian seorang hamba menuntut untuk beriman dan bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla   dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Itulah wali Allâh Azza wa Jalla   yang sejati meskipun selama hidupnya tidak pernah mempunyai karomah. Oleh sebab itu, tidak akan bisa menjadi wali Allâh Azza wa Jalla kecuali hamba yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad n serta mengikuti sunnahnya, baik secara zhahir maupun bathin. Barangsiapa yang mengklaim mencintai Allâh Azza wa Jalla dan menjadikan dirinya sebagai kekasih-Nya, sedangkan ia tidak mau mengikuti sunnah Rasul-Nya, maka ia bukanlah wali Allâh Azza wa Jalla , bahkan siapa yang menyelisihinya maka ia musuh Allâh Azza wa Jalla dan menjadi wali setan.[3] 

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ – وَاِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً قَالُوْا وَجَدْنَا عَلَيْهَآ اٰبَاۤءَنَا وَاللّٰهُ اَمَرَنَا بِهَاۗ قُلْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِۗ اَتَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ – قُلْ اَمَرَ رَبِّيْ بِالْقِسْطِۗ وَاَقِيْمُوْا وُجُوْهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۗ كَمَا بَدَاَكُمْ تَعُوْدُوْنَۗ         

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allâh menyuruh kami mengerjakannya”. Katakanlah: “Sesungguhnya Allâh tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji!” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui? Katakanlah: “Rabbku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap shalat dan ibadahi Allâh dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada–Nya)”. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allâh Azza wa Jalla  , dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.[al-‘Arâf/7:27-30]. 

Ketika seorang hamba telah mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai macam amalan nafilah setelah menyempurnakan perkara-perkara yang wajib kemudian mengenal Allâh Subhanahu wa Ta’ala secara khusus dalam hatinya, maka ia menjadi wali-Nya yang dekat dan akrab dengan-Nya serta akan meraih banyak keutamaan, yang diantaranya merasakan manisnya berdzikir, terkabulkan doanya, lezatnya bermunajat, berkhidmah di jalan Allâh Azza wa Jalla  dan mendulang bantuan, kemenangan dan pertolongan dari Allâh Azza wa Jalla  , sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi: 

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَ مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَ بَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَ يَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَ رِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَ لَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَ لَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ. 

"Barangsiapa mengejek wali-Ku berarti ia telah mengumumkan peperangan terhadap-Ku. Hamba-Ku akan senantiasa mendekat kepada-Ku dengan berbagai kewajiban yang diwajibkan atasnya dan senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga aku mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengaran yang dipakainya untuk mendengar, penglihatan yang digunakan untuk melihat, tangan yang digunakan untuk memukul, kaki yang digunakannya untuk melangkah. Dengan-Ku ia mendengar, dengan-Ku ia melihat, dengan-Ku ia memukul dan dengan-Ku pula ia melangkah. Apabila ia meminta niscaya akan Aku beri. Apabila memohon perlindungan niscaya Aku lindungi.[4] 

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Barangsiapa menegakkan kewajiban dan mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan perkara nafilah, maka doanya tidak ditolak, karena adanya janji Allâh Azza wa Jalla yang dikuatkan dengan sumpah”.[5] 

Allâh Azza wa Jalla berfirman : 

وَاللّٰهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ 

"Dan Allâh adalah pelindung semua orang-orang yang beriman." [Ali Imran/3:68]. 

Oleh sebab itu, syarat utama menjadi wali Allâh Azza wa Jalla harus berpegang teguh dengan al-Qur`ân dan as-Sunnah dan menimbang segala tindakannya dengan al-Kitab dan as-Sunnah, lurus akidahnya, serta istiqamah dalam pengabdiannya kepada Allâh Azza wa Jalla.

Junaid berkata, “Seorang hamba yang pergi meninggalkan keinginan nafsunya, selalu berusaha mengingat Rabbnya, menunaikan hak-hak Allâh Azza wa Jalla  , dan selalu memandang kepada-Nya dengan mata hatinya. Sehingga ketika berbicara hanya dengan Allâh Azza wa Jalla  , berucap dari Allâh Azza wa Jalla  , bergerak atas dasar perintah Allâh Azza wa Jalla  , berdiam diri bersama Allâh Azza wa Jalla  , sehingga ia dengan Allâh Azza wa Jalla  , demi Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan bersama Allâh Azza wa Jalla  “.[6] 

DUKUN SAKTI, BERKEDOK WALI 

Dukun atau paranormal ialah orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dan mamberikan kabar kepada manusia tentang kejadian yang ada di alam semesta. Di kalangan orang-orang Arab dahulu para dukun mengklaim dirinya mengetahui banyak perkara ghaib.[7] 

Perdukunan merupakan suatu bentuk pencarian suatu hakikat dengan perkara yang tidak ada dasarnya sama sekali yang landasan utamanya adalah spekulasi atau tebak-tebakan. Pada zaman jahiliyah banyak dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kontak khusus dengan setan-setan yang mencuri kabar langit kemudian menyampaikan kepada mereka. Sehingga para dukun mengambil kalimat tersebut melalui perantara setan dengan berbagai macam tambahan, lalu disampaikan kepada ummat manusia. Jika ada kecocokan, maka ummat manusia akan percaya dan menjadikan sang dukun sebagai rujukan konsultasi untuk menebak perkara yang akan terjadi. Jadi dukun adalah orang yang mengabarkan perkara yang akan terjadi pada masa mendatang.[8] 

Allâh berfirman: 

وَّلَاُضِلَّنَّهُمْ وَلَاُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ اٰذَانَ الْاَنْعَامِ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا  

"Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla ), lalu benar-benar mereka merubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allâh Azza wa Jalla  , maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata." [an-Nisâ`/4:119]. 

Sebetulnya istilah dukun sudah dikenal sejak lama. Bahkan, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dituduh sebagai dukun oleh orang-orang kafir Quraisy. Ada berbagai macam sebutan atau istilah dalam dunia perdukunan dan para pelakunya. Tapi yang pasti, semua itu tidak bisa merubah hakikat yang sebenarnya. Sebab beraneka ragam kemasan dan label yang dipakai untuk membungkus klenik dan perdukunan, pada hakikatnya semua sama, berasal dari satu sumber, yaitu pengaruh jahat setan dan pengajaran ilmu sesat yang diambil dari bangsa Jin, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla: 

هَلْ اُنَبِّئُكُمْ عَلٰى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيٰطِيْنُ ۗ – تَنَزَّلُ عَلٰى كُلِّ اَفَّاكٍ اَثِيْمٍ ۙ – يُّلْقُوْنَ السَّمْعَ وَاَكْثَرُهُمْ كٰذِبُوْنَ

"Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta." [asy-Syu’arâ/26:221-223]. 

Kedangkalan ilmu kaum muslimin membuat mereka mudah tertipu dan terkecoh dengan jimat yang dikira dari al-Qur`ân padahal bukan dari al-Qur`ân.  Walaupun mereka sebenarnya tahu bahwa mendatangi dukun itu tidak baik, tetapi ketika dikenalkan dan dipertemukan dengan Kyai, Ustadz, Habib yang membuka praktek pengobatan, ternyata mereka tidak bisa menolak dan senang menuruti apa kata sang kyai. Alasannya, semuanya berdasarkan agama, doa-doanya menggunakan lafazh dari al-Qur`ân dan syaratnya tidak menyuruh kepada kejahatan yang merugikan orang, dan orangnya bergelar Kyai, Habib atau Ustadz. Jadi mereka berkeyakinan bahwa apa yang disampaikannya adalah suatu kebenaran dan sesuai dengan ajaran syar’i, sehingga mereka meyakini dan menuruti perintahnya tanpa keraguan. Padahal semuanya adalah bentuk pengabdian kepada setan yang telah dilarang oleh Allâh Azza wa Jalla   dalam firman-Nya: 

وَلَىِٕنْ قُتِلْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ 

"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman."[Ali Imran/3:175]. 

Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif yang berbau mistik dan klenik cukup kuat dan sangat marak, tidak hanya jamu tradisional, herbal dan pijat refleksi, tapi pengobatan lewat makhluk halus dan dunia ghaib seperti  jin laris manis dan banyak digandrungi. Dan yang lebih meyakinkan lagi semua pakar dunia klenik ataupun petualang perdukunan menamakan dirinya dengan sebutan Kyai. Sebutan Kyai  menurut masyarakat awam adalah ahli agama yang sudah mencapai derajat wali. Menurut anggapan orang awam, kalau orang sudah mencapai derajat wali adalah orang yang telah memiliki ilmu laduni, yaitu menimba ilmu langsung dari Allâh Azza wa Jalla  , dan ciri mereka selalu memakai surban yang dikalungkan di lehernya atau yang dipakai di kepalanya. 

KESAKTIAN DUKUN BUKAN KAROMAH 

Sehebat apapun kejadian luar biasa yang dipertontonkan para penipu dan orang-orang sesat dari kalangan dukun, tukang sihir dan paranormal tidak akan bisa dikatakan karomah dan pelakunya tidak termasuk wali Allâh Azza wa Jalla , bahkan Dajjal yang akan muncul pada akhir zaman yang keluar sebagai bentuk fitnah terbesar, kehebatannya tidak bisa disebut karomah, sehingga siapa saja yang sepaham dengan Dajjal kemudian mampu menghadirkan kejadian dan kehebatan luar biasa, mereka bukan wali Allâh Azza wa Jalla bahkan termasuk Dajjal La’natullâh yang harus diperangi seperti sabda Nabi: 

لَاتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُهُمْ المَسِيْحَ الدَّجَّالَ. 

Akan senantiasa ada dari umatku sekelompok kaum yang berperang di atas kebenaran, bersikap tegar terhadap setiap orang yang menentangnya hingga kelompok yang terakhir memerangi Masih Dajjal.[9] 

Pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah hidup seorang kâhin (paranormal) bernama Abdullâh bin Shayyad yang memiliki kehebatan luar biasa, dan sempat dikira Dajjal oleh para sahabat. Ia seorang Yahudi Madinah dan dikenal sebagai peramal hebat. Sekali waktu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecohkannya dan mengetahui cara-cara setan yang digunakan Ibnu Shayyad. Kehebatan yang dimiliki Ibnu Shayyad bisa saja terjadi pada wali setan yang lainnya, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

إِنَّ الـْمَلَائِكَةَ تَنْزِلُ فِي الْعَنَانِ وَهُوَ السَّحَابُ فَتَذْكُرُ الْأَمْرَ قُضِيَ فِي السَّمَاءِ, فَتَسْتَرِقُ الشَّيَاطِينُ السَّمْعَ فَتَسْمَعُهُ فَتُوحِيهِ إِلَى الْكُهَّانِ فَيَكْذِبُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ مِنْ عِنْدِ 

"Sesungguhnya para malaikat turun ke angkasa. Mereka membicarakan hal-hal yang diputuskan di atas sana. Setan-setan itu mencuri dengar (pembicaraan malaikat itu) dan memberitahukannya kepada kaahin. Lalu para kâhin itu (menambahkan) banyak kebohongan (atas berita itu) dari diri mereka sendiri.[10] 

Terkadang perkara ghaib memang ditunjukkan Allâh Azza wa Jalla  kepada sebagian orang beriman untuk memuliakan mereka, seperti yang terjadi pada Umar bin Khaththab. Namun keistimewaan yang demikian itu tidak bersifat tetap atau kontinyu. Seorang Mukmin yang jiwanya telah bersih karena iman dan takwanya yang tinggi, kebeningan jiwanya bisa menyentuh hatinya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan berikan sesuatu yang bersifat ghaib ke dalam hatinya. Hal itu pernah disinggung oleh al-Ghazali t dengan sebutan ilham.  Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah, bahwa ilham atau kasyaf seringkali mereka pastikan kebenarannya tanpa mencocokkannya terlebih dahulu kepada al-Qur`ân dan Sunnah yang shahîh. Tidak jarang mereka mengklaim bahwa kitab-kitab yang mereka anut sudah direstui oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat mimpi syaikh fulan atau lewat ilham si fulan. Padahal maksud Allâh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan para wali adalah untuk menegakkan agama-Nya, bukan untuk melawan-Nya, apalagi membuat syariat baru. Oleh sebab itu, Allâh Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya untuk menegaskan bahwa: 

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ 

"Bila kalian mencintai Allâh Azza wa Jalla , ikutilah aku (Muhammad)…"  [Ali Imran/3:31]. 

Mubarak bin Fudhalah dari Hasan berkata, “Ummat manusia pada zaman Nabi berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya kami sangat mencintai Rabb kami”. Allâh Azza wa Jalla hendak memberi tanda bukti kecintaan mereka kepada-Nya dengan menurunkan ayat di atas. [11] 

Kesaktian dukun yang dipertontonkan kepada kaum yang lemah imannya bukanlah karomah tetapi merupakan khurafat yang diperoleh dari bantuan Jin, padahal meminta bantuan  jin hukumnya haram. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ 

"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara Jin, maka jin- jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." [al-Jin/72:6]. 

Para kyai yang berprofesi dukun, dalam mengemas dan menjajakan barang kleniknya sering meminjam berbagai macam istilah, seperti: Tasbîh Mujarobat, Tasbih Maghrobi, Tasbih Karomah, Minyak Syamsyiah, Minyak Yasinan Akbar dan Minyak Tahlilan Kubro, Batu Raja Sulaiman, Rompi Rijalullâh, Batu Umroh, Dzikir Rejeki Sulaiman, Uang Khadam Karomah, Asma Mahabbah Akbar, Gelang Tangan Karomah, Kalung Karomah, Crem Yusufa, Sabuk Keramat Asma’ul-Husna, Sabuk Hujabul-‘Adzom, Susuk Hikmah, Hijab Poligami, Rajah Ghaib Anti Selingkuh, Minyak Asihan al-Maunah, Uang Rajah bil-Fulus, Mahkota Sayyidina Ali, Ilmu Hikmah Nurul-Qolbi, Air Suci Sunan Kalijogo, Air Karomah, Minyak Wangi Asmaul-Husna, Keris Nabi Adam, al-Qur`ân Istambul, Menikah dengan  jin Muslim, dan lain-lain. 

Adapun di dalam dunia paranormal dan perdukunan versi kejawen, lebih banyak lagi ajian dan jimat yang mereka gunakan, seperti Pelet Aji Jaran Goyang, Aji Penglarisan Semar Kuning, Aji Brojo Sewu, Mustika Pengasihan Semar Mesem, Ajian Mustika Ratu, Pelet Gendam Asmoro, Mahabbah Kharisma Bulan Purnama, Ilmu Ghaib Sukma Sejati, Ajian Ghaib Damai Perkasa, Ajian Putar Giling Sukma, Minyak Suci Penakluk Cinta, Berlian Merah Delima, Aji Naga Penyatu Jiwa, Peci Pengaribowo, Rajah, Tumbal, Akik Nabi Sulaiman, Besi Kuning, Jimat Jagat Perkoso, Baju Ontokusumo hingga Buku Mujarabat dan lain-lain. 

RITUAL SESAT DUKUN 

Secara umum status paranormal dan dukun dalam kacamata masyarakat awam Indonesia, dipandang sebagai sebuah status sosial yang sangat terhormat dan bergengsi. Terbukti, mulai dari kalangan pejabat, pengusaha kecil, konglomerat, pedagang asongan, petani, nelayan, kaum pelajar, politikus hingga pelacur, untuk melancarkan usahanya datang ramai-ramai ke paranormal, dukun atau kyai karomah. Itulah fenomena dan realitas yang tidak boleh dipandang dengan sebelah mata. Sebuah fakta yang sangat memprihatinkan dan tidak bisa dipungkiri. Siapapun da’i yang bertanggung jawab dan mempunyai kepedulian terhadap akidah ummat, tidak boleh membiarkan mereka terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan. Namun sungguh sangat ironis, mereka menganggap kesesatan yang mereka lakukan adalah kebenaran, perilaku mereka digambarkan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya: 

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالًا ۗ – اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا  

"Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." [al-Kahfi/18:103-104]. 

Sebagai dampak dari kebodohan umat terhadap agama Islam atau karena terlalu liciknya tipu muslihat seorang paranormal dalam menjalankan aksinya, dengan berkedok sebagai seorang ustadz, kyai, atau habib, maka praktek pengobatan dan ritual kesesatan semakin tumbuh subur di tengah masyarakat. Mereka terpedaya dengan godaan setan yang menjelma dalam bentuk manusia yang menipu ummat. Jimat mereka diklaim berasal dari al-Qur`ân, sementara al-Qur`ân berlepas diri dari hal tersebut. Kondisi mereka digambarkan  dalam sebuah atsar dari Abdullâh bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu, ia berkata: 

إِنَّ فِي الَبحْرِ شَيَاطِيْنُ مَسْجُوْنَةٌ أَوْثَقَهَا سُلَيْمَانُ. يُوْشِكُ أَنْ تَخْرُجَ فَتَقْرَأَ عَلَى النَّاسِ قُرْآنًا 

"Di dalam lautan ada setan-setan yang dipenjara dan ditali oleh Nabi Sulaiman, hampir-hampir akan keluar dan akan membacakan kepada umat manusia al-Qur`ân.[12] 

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Setan-setan itu membacakan sesuatu bukan dari al-Qur`ân, namun mereka katakan berasal dari al-Qur`ân untuk mengecoh orang-orang awam, maka janganlah terkecoh oleh mereka”.[13] 

Hampir semua paranormal menggunakan simbul-simbul dan amalan Islam, yang diambil dari ayat-ayat suci al-Qur`ân, sehingga kesesatan ritual mereka semakin tidak nampak. Apalagi penampilan mereka  bersorban, bergamis, berjenggot dan memenuhi ruang prakteknya dengan ayat-ayat al-Qur`ân atau tulisan asma’ul–husna yang dipajang di dinding. Ini membuat orang awam semakin percaya dan semakin sulit mengatakan bahwa paranormal menyimpang, karena bacaan yang diajarkan kepada pasien adalah lafazh-lafazh Islam, seperti: Bismillâh, Allâh Akbar, dan sebagainya. “Mereka berlandaskan ayat-ayat al-Qur`ân dan tidak merugikan orang! Bagaimana bisa dikatakan menyimpang?” 

Banyak contoh ritual paranormal yang berpenampilan sebagai ustadz, kyai, atau habib berkaromah, di antaranya adalah : 

  1. Terapi dengan amalan-amalan dzikir yang tidak ada tuntunannya dari al-Qur`ân maupun Sunnah Misalnya dengan membaca dzikir-dzikir aneh, seperti membaca ayat-ayat surat al-Ikhlas denga lafadz: kul kul kul…hu hu hu….dsb-nya dengan jumlah tertentu. 
  2. Terapi dengan menjalani ritual puasa, seperti: puasa mutih, puasa 40 hari, puasa 100 hari, dan sebagainya. 
  3. Ritual memindahkan penyakit pasien kepada hewan ternak (kambing), ayam, telur ayam, dan sebagainya. 
  4. Memberi minuman air putih yang sudah dibacakan doa dan wirid. 
  5. Memberikan rajah yang ditulis dalam kertas atau kain, yang dapat dikenakan atau dimasukkan dalam minuman untuk diminum oleh si pasien. 
  6. Memberikan jimat atau benda keramat, seperti: cincin, gelang, kalung, sabuk, susuk dan sebagainya. 
  7. Transfer energi atau tenaga dalam disertai dengan dzikir-dzikir atau amalan-amalan khusus. 
  8. Ruqyah jamaah yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang kurang paham tentang perbedaan sunnah dengan bid’ah. 
Dalam menjalani ritual pengobatan sang dukun meminta kepada pasien mengosongkan hati dan pikirannya untuk memohon kesembuhan. Pada saat pikiran dan hati kosong itulah khadam atau  jin yang bekerjasama dengan sang paranormal menjalankan aksinya. Karena  jin tidak akan masuk ke dalam tubuh manusia yang hati dan pikirannya penuh dengan keimanan dan senantiasa mengingat Allâh Azza wa Jalla. Sebenarnya tujuan inti dari pengobatan adalah memohon kesembuhan yang membuat si pasien hanya berkonsentrasi untuk sembuh tanpa mengingat Dzat yang bisa menyembuhkan, yaitu Allâh Azza wa Jalla , karena ia sudah terlanjur percaya kepada paranormal yang dimintai tolong, apalagi bila ia sering mendengar dan melihat banyak orang terpenuhi hajatnya atas pertolongan sang paranormal. 

SUMBER ILMU DUKUN 

Banyak cara dan langkah yang ditempuh tukang sihir atau dukun untuk mendapatkan ilmu perdukunan. Namun secara umum ilmu perdukunan didapat karena pengabdian tulus kepada jin dengan berbagai macam kekufuran, kesyirikan dan kemaksiatan. Sehingga di antara mereka ada yang menempelkan mushaf di kedua kakinya, kemudian ia memasuki WC. Ada pula yang menulis ayat-ayat al-Qur`ân dengan kotoran, atau menulis ayat-ayat al-Qur`ân dengan menggunakan darah haid. Ada juga yang menulis ayat-ayat al-Qur`ân di kedua telapak kakinya, menulis Surat al-Fâtihah terbalik, mengerjakan shalat tanpa berwudhu’, dan ada juga yang tetap dalam keadaan junub terus-menerus. Bahkan ada yang menggunakan mushaf al-Qur`ân sebagai alas kaki saat buang hajat, membaca mantra sihir sambil menduduki al-Qur`ân dalam keadaan junub, menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada setan dengan tidak menyebut nama Allâh pada saat menyembelih, lalu membuang sembelihan itu ke suatu tempat yang telah ditentukan setan. Bahkan ada yang menyerahkan tumbal, mencari darah perawan, mencuri kain kafan mayat, mengambil bagian-bagian tubuh mayat yang sudah dikubur, berbicara dengan binatang-binatang dan bersujud kepadanya, serta ada juga yang menulis mantra dengan lafazh-lafazh yang mengandung berbagai makna kekufuran. Adapun kesimpulan yang pasti adalah, banyak jalan menuju kesesatan! 

Para Ulama sepakat, bahwa paranormal dan dukun menimba ilmu dari setan, sebagaimana yang telah ditegaskan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

 وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَ ۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَ ۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۗ فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖ ۗ وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ ۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ  

"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan ijin Allâh Azza wa Jalla  . Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allâh Azza wa Jalla  ) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.[al-Baqarah/2:102]. 

Imam al-Bukhâri dalam shahîhnya meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha, Aisyah Radhiyallahu anha berkata, ”Orang-orang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang para dukun. Maka beliau menjawab: “Tidak punya pengaruh apa-apa,” maka mereka berkata: “Ya Rasûlullâh, mereka terkadang bisa menceritakan sesuatu yang benar kepada kami,” maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:  

تِلْكَ الْكَلِمَةُ الـْحَقُّ, يَخْطَفُهَا الْـجِنِّيُّ فَيَقْذِفُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ, فَيَخْلِطُوْنَ فِيهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ. 

"Kalimat tersebut berasal dari kebenaran yang dicuri dari Jin, kemudian dilemparkan ke dalam telinga walinya (dukun), maka mereka mencampurkan kalimat yang berisi satu kebenaran tersebut dengan seratus kebohongan." [Hadits nomor 5762]. 

Dari hadits di atas bisa dipetik beberapa pelajaran dan kesimpulan, yang antara lain: 

  1. Pertama, dukun terkadang benar, tapi kebohongannya jauh lebih banyak. 
  2. Kedua, jiwa manusia cenderung lebih mudah tergoda untuk menerima kebatilan, misalnya: sekali dukun terbukti benar, maka jiwa akan terpengaruh untuk selalu memegang satu kebenaran yang pernah terbukti, sementara ia tidak akan menganggap adanya sekian banyak kebohongan yang dilakukan para dukun. 
  3. Ketiga, apabila ada sesuatu yang berasal dari dukun pesan atau ramalan yang mengandung kebenaran, maka tidak berarti sesuatu itu seluruhnya benar. 
Dalam ash-Shahîh, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, yang artinya, “Jika Allâh menetapkan sebuah perkara di langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, seolah-olah rantai di atas batu yang keras. Apabila telah dihilang-kan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, “Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?” Mereka berkata, “Dia mengatakan al-Haq, dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar”, lalu itu didengar oleh pencuri dengar kabar langit dan pencuri dengar kabar langit seperti ini: sebagian di atas sebagian yang lain; -dan Sufyan menggambarkannya dengan tangannya, maka ia memiringkannya dan merenggangkan antara jari-jarinya- sehingga ia mendengar satu kalimat lalu menyampaikannya kepada yang ada di bawahnya, kemudian yang lain menyampaikannya kepada yang di bawahnya, hingga ia menyampaikannya kepada lisan tukang sihir atau dukun. Barangkali ia disambar meteor sebelum sempat melemparkannya, dan barangkali ia telah menyampaikannya sebelum meteor me-nyambarnya. Lalu ia berdusta bersamanya dengan seratus kedustaan. Maka dikatakan, “Bukankah ia telah mengatakan kepada kita pada hari ini, ini dan ini?” Dia pun dibenarkan dengan sebab satu kata yang didengarnya dari langit.[14] Berdasarkan hadits ini, maka tidak boleh meminta bantuan kepada  jin dan makhluk-makhluk lainnya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, tidak dengan berdoa dan merayu mereka, dan tidak pula dengan peramalan atau lainnya, bahkan itu adalah syirik, karena itu merupakan bagian dari jenis ibadah. Dan hadits ini juga menunjukkan bahwa sumber ilmu para dukun berasal dari pengabaran para setan yang mencuri kabar langit kemudian dicampuri dengan seratus kebohongan. Tapi sayang, orang lebih tertipu dengan satu kebenaran dan melupakan seratus kebohongan yang dikatakan oleh para dukun. 

RAHASIA SUKSES MENJADI DUKUN 

Banyak hal yang membuat seseorang tertarik untuk menggeluti dunia klenik dan perdukunan. Adapun faktor-faktor yang membuat seseorang bisa mendapatkan ilmu perdukunan sehingga menjadi dukun yang handal antara lain: 

1. Bersumber dari warisan nenek moyang secara turun-temurun. Ini biasanya karena jin- jin (khadam) yang dimiliki nenek moyangnya dan menjadi akrab kemudian menjadi pengasuh serta berkuasa atas anak keturunannya.

2. Bersumber dari apa yang mereka sebut kasyaf, ilham, wangsit atau renungan. Mereka beranggapan, bahwa dari sanalah mereka dapat mengetahui ilmu ghaib atau ilmu laduni. Dengan dasar itulah mereka mengklaim bahwa dirinya adalah wali yang mendapat karomah, dan makhluk halus yang berbicara dengan  dirinya  adalah  Akibatnya orang awam banyak yang datang untuk meminta berkah kepada mereka atau meminta agar kebutuhannya dapat dipenuhi. Ini jelas merupakan kebohongan yang nyata. Sesungguhnya mereka memang wali, tapi wali setan, sama sekali bukan wali Allâh Azza wa Jalla. Sedangkan daya linuwih (kelebihan) yang mereka sebut sebagai karomah atau ilmu laduni sebenarnya hanyalah sihir yang dibantu Jin. Dan makhluk halus yang disangka malaikat tidak lain hanyalah  jin dan setan. 

Allâh Azza wa Jalla menegaskan dalam firman-Nya: 

وَاِنَّ الشَّيٰطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلٰٓى اَوْلِيَاۤىِٕهِمْ لِيُجَادِلُوْكُمْ 

"Sesungguhnya setan itu membisikkan (wahyunya) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu." [al-An’âm/6:121]. 


Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata, ‘Wahyu itu ada dua macam, wahyu dari Allâh Azza wa Jalla dan wahyu dari setan. Wahyu Allâh Azza wa Jalla turun kepada Muhammad, sedangkan wahyu setan diberikan kepada kawan-kawannya”.[15] Bersumber dari benda-benda pusaka yang keramat. Atau istilah sekarang benda-benda mulia seperti batu mulia, kayu bertuah, wesi (besi) kuning, kulbuntet, merah delima, Qur`ân Istambul dan lain-lain. Benda-benda tersebut konon bisa didapatkan dari para nenek moyang atau dari makhluk halus melalui bertapa, semedi, atau membeli dari para dukun. 


3. Melalui ritual khusus seperti: puasa ngrowot, pati geni, bertapa dan tirakatan. Seseorang bisa menjadi dukun terkadang melalui puasa ngrowot, yaitu tidak makan daging. Puasa pati geni, yaitu tidak makan dan minum serta tidak tidur sehari semalam atau lebih. Di antara mereka ada yang bertapa di atas kubangan kotoran hewan atau manusia, bertapa di tempat-tempat keramat, ada yang tirakatan dengan cara berjalan berkilo-kilo. Ada juga ritual yang dijalankan dengan cara puasa empat hari tidak makan dan minum sama sekali kecuali di awalnya dan di akhirnya. Kemudian selanjutnya tidak boleh makan makanan yang bernyawa alias daging hewan apapun. Dan setiap selesai shalat wajib dianjurkan berdzikir dengan membaca al-Fâtihah, membaca shalawat, membaca surat al-Ikhlas, dan membaca bismillah masing-masing dibaca tujuh kali dengan tidak bernafas. Dan ritual tersebut dijalankan untuk menghidupkan kekuatan lima yang ada dalam tubuh, yaitu adi ari-ari, sukma sejati, guru sejati, roh sejati dan kakang kawah. Tingkatan ilmu yang harus diraih 17 tingkatan sesuai dengan jumlah raka‘at shalat, dan untuk mencapai setiap tingkatan harus menjalani bai’at dengan membuat berbagai macam makanan yang telah ditentukan guru spiritual dan kemudian diharuskan untuk memakan dari makanan tersebut. 

5. Menjalani ritual khusus dengan melakukan pemujaan kepada setan dan penyerahan tumbal. Proses ini banyak dijalani oleh para dukun atau pelaku syirik dengan cara-cara yang kadang sangat ekstrim. Di beberapa daerah di pulau Jawa ada yang meyakini, bahwa seseorang yang mati pada tanggal satu Syura di hari Jum’at, maka mayatnya memiliki kekuatan magis. Bahkan di daerah Jawa Tengah, bila ada orang meninggal pada hari tersebut, keluarganya diharuskan untuk menjaga kuburannya selama tujuh hari tujuh malam agar si mayit yang dikubur tidak dicuri. Karena pencuri mayit akan mengambil kain kafan dan beberapa bagian tubuhnya untuk perlengkapan ritualnya. Dan ada seorang ikhwan mengatakan, bahwa kejadian itu benar-benar pernah terjadi di kampungnya, di daerah Kebumen. Dan kalau kita amati, kasus Sumanto yang menghebohkan itu, adalah salah satu contoh dari praktek sesat ini. 

RITUAL MENGHADIRKAN BANTUAN  JIN 

Rata-rata kesepakatan kerja sama antara dukun dengan  jin bisa terjadi karena dukun melakukan perbuatan syirik, amalan kufur, atau tindakan maksiat, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, dengan harapan setan mau berkhidmat atau memberi bantuan kepadanya. Namun secara rinci dukun mampu menghadirkan  jin dan bekerja sama agar memberi bantuan yang diinginkan dengan beberapa langkah dan cara sebagai berikut. 

1. Bersumpah dengan nama jin. Dukun mampu menghadirkan  jin dan bekerja sama dengannya untuk memperoleh bantuan dengan cara bersumpah kepada salah satu nama tokoh jin. Seorang dukun dalam menghadirkan  jin untuk mendapat bantuan, dengan cara mendatangi suatu tempat yang gelap dan dianggap angker dengan membakar kemenyan kemudian mengucapkan mantra-mantra dan bersumpah dengan nama salah satu tokoh Jin. 

2. Memberikan persembahan berupa sembelihan kepada jin. Cara lain yang ditempuh sang dukun atau paranormal agar  jin memberi bantuan kepadanya adalah, dia mempersembahkan sembelihan kepada  jin tersebut. Seorang dukun terkadang menyembelih burung hitam, ayam hitam (cemani), atau burung dara hitam, karena  jin menyenangi warna hitam. Kemudian daging dan darah atau kepala hewan tersebut ditanam atau dibuang ke tempat tertentu sesuai permintaan Jin. Dan terkadang menyembelih kambing, kerbau atau sapi, bahkan sebagian dukun tega menyembelih manusia dan kepalanya dipersembahkan kepada tokoh  jin dengan cara dikubur atau dibuang di suatu tempat sesuai dengan permintaan Jin; bisa di sungai, lautan, goa, jurang dan yang lainnya. 

3. Menghina simbol Islam. Boleh jadi dalam mengabulkan suatu permohonan,  jin menyuruh sang dukun untuk melakukan perbuatan atau ucapan kufur, seperti menjadikan mushaf al-Qur`ân berfungsi sebagai sandal, lalu digunakan untuk buang hajat atau mushaf al-Qur`ân diduduki sementara ia dalam keadaan junub, dalam keadaan demikian dia mengucapkan mantra-mantranya. Diantara mereka  ada yang menulis al-Qur`ân dengan kotoran atau darah haidh, atau membaca al-Qur`ân sambil melakukan perbuatan terhina atau menulis salah satu surat al-Qur`ân dengan cara terbalik. Suatu contoh, di kalangan para santri Jawa dikenal mantra qulhu sungsang (surat al-Ikhlas dibaca, yaitu surat al-Ikhlas dibaca dengan cara dibalik). Kalau orang yang mengolok-olok simbol Islam atau menghina ajaran al-Qur`an masuk dalam kekufuran, maka bagaimana dengan para dukun yang melakukan demo penghinaan dengan cara demikian dibiarkan dan tidak dianggap melakukan perbuatan kufur? Bahkan mereka lebih kufur daripada hanya sekedar mengolok-olok Islam. 

4. Meramal telapak tangan anak kecil. Terkadang sang dukun menghadirkan  jin untuk meminta bantuan dan permohonan, dengan cara melihat telapak tangan anak kecil, terutama untuk mencari barang hilang atau mengembalikan barang yang dicuri maling. Maka sang dukun bekerja sama dengan  jin melalui cara tersebut. Setelah itu si anak disuruh bercerita siapa yang nampak pada telapak tangannya. Kemudian ia akan mengatakan siapa pencurinya atau menunjukkan tempat barangnya yang hilang. Atau terkadang sang dukun melihat melalui kuku anak yang belum baligh, kemudian dari kuku tersebut akan nampak gambar orang yang mencuri atau tempat barang yang hilang tersebut. Semuanya adalah tipuan setan untuk menggelincirkan ummat manusia. 5. Menggunakan bekas barang yang dikenakan manusia. jin membantu dukun untuk mengabulkan hajatnya terkadang dengan cara sang dukun menghadirkan beberapa barang bekas milik pasien yang hendak digarap, seperti sapu tangan bekas, celana dalam bekas, baju bekas atau BH bekas dan semisalnya. Suatu contoh, ketika dia ingin mengembalikan orang, dukun meminta baju atau pakaian apapun milik orang yang hilang dan baju tersebut diikatkan pada jeruji roda belakang sepeda. Lalu roda diputar ke arah belakang. Dalam sehari, ritual ini dilakukan sebanyak tiga kali pada waktu Subuh, Dzuhur dan Maghrib. Dilakukan terus-menerus sampai orang yang hilang pulang. Ada sebagian dukun yang meminta sepasang sandal atau sepatu milik orang yang hilang, ditangkupkan terbalik dan saling bertolak belakang. Ditengah tangkupan sepasang sandal ini, diselipkan sekuntum bunga cempaka mulya yang telah diikat benang lawe. Kemudian kedua benda tersebut diikat dengan tali dari gedebong (batang pisang) dan digantung di pintu masuk rumah. Selama sandal tersebut tergantung dan orang yang hilang belum kembali, ucapkanlah keinginan setiap hari. 6. Membakar burung gagak di daerah angker yang diyakini menjadi tempat bernaungnya Jin. Di suatu daerah di Yogyakarta, ada sebuah ritual khusus yang diyakini masyarakat, yaitu bila ingin bertemu dengan Jin, maka seseorang (dengan hanya seorang diri) harus membakar bangkai burung gagak waktu malam hari di tempat angker yang diyakini tempat bersemayamnya Jin. Maka  jin akan datang dengan penuh kemarahan, karena burung gagak, yang diyakini adalah binatang kesayangan  jin telah dibakar. Untuk menjalani ritual ini, seseorang haruslah pemberani, karena ia tidak boleh takut kepada kemarahan jin. Lalu setelah bertemu, terserah orang tersebut, akan membuat kesepakatan apa dengan sang jin. 

 _______ 

Footnote 

[1] Lihat Lisanul-Arab, 15/ 407 dan 

al-Furqan, Ibnu Taimiyah, hlm. 53. 

[2] Lihat Fathul-Bari, Ibnu Hajar, 11/ 387. 

[3] Lihat Tafsir Mahasinut-Takwil,  al-Qasimi, 4/ 262. 

[4] Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6502), Syarhus-Sunnah, (1248) dan Abu Nu’aim dalam Hilyah, (1) 1/34. 

[5] Lihat Fathul Bâri, 11/ 391. 

[6] Lihat Tahdzîb Madârijus Sâlikîn, Ibnu Qayyim, 2/ 813. 

[7] Lihat Ma’âlimus-Sunan, Abu Sulaiman al-Khaththabi, 3/501. 

[8] Lihat Majmû’ Fatâwâ Ibnu Utsaimin, 2/183. 

[9] Shahîh, diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya, no. 2484. 

[10] Shahîh, diriwayatkan Imam al-Bukhâri dalam Shahîhnya (3210). 

[11] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/ 25. 

[12] Shahih. Diriwayatkan Imam Muslim dalam Muqadimah Shahihnya, no.7, dan lihat Kitab al-Bida’ wan–Nahyu ‘anha, Ibnu Wadhdhah, hlm. 65. 

[13] Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 1/40. 

[14] HR al-Bukhâri, no. 4800; Kitab at-Tafsir (Surat Saba`). 

[15] Lihat Tafsir Ibnu Katsîr, 3/237.

Sumber: https://almanhaj.or.id/