Anda pernah mendengar nama Abdullah al-Qasimy? Dia terlahir di Buraidah Arab Saudi pada tahun 1907 dan meninggal tahun 1996.
Pada awalnya dia dikenal sebagai seorang ulama yang produktif menulis dan berdakwah.
Saking tinggi semangat ghirah dakwahnya serta cerdas analisisnya sampai-sampai dia dijuluki sebagai Ibnu Taimiyah kedua, disebabkan banyaknya tulisannya yang membela pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Abdul Wahabi.
Karyanya yang berjudul "As-Shira' baini al-Islam wa al-Watsaniyyah" (Pertentangan antara Islam dan Pemuja Berhala) mendapatkan banyak pujian dari kalangan para ulama Saudi Arabia.
Sampai-sampai salah seorang imam masjid al-Haramain memuji karya pemikirannya. Syekh Shaleh al-Munajjid berkata ada diantara para ulama yang berkata, "Al-Qasimi telah membayar mahar surga dengan karyanya tersebut."
Lantas apa yang terjadi kemudian?
Abdullah al-Qasimi menikahi seorang gadis di Beirut. Sejak saat itulah, dia terpikat pada gadisnya itu dan dia drastis berubah 180 derajat yang dari pada mulanya keukeh membela Islam berubah mulai membela paham sekuler, liberal, hingga membela kelompok atheis yang mengingkari adanya Tuhan.
Abdullah al-Qasimi menulis buku yang berjudul "Yakzibuna likai Yarallah Jamilaan" (Kebohongan Kita Melihat Allah yang Penuh Keindahan) dan buku lain yang berjudul "Hadzhihi al-Aghlal" (Inilah yang Membuat Kita Terbelenggu).
Buku-buku itu ditulis dalam rangka membela pemikiran kelompok Atheis. Hingga, pada akhirnya dia mengumumkan dirinya sebagai seorang Atheis dan murtad keluar dari Islam. Dia meninggal dunia pada tahun 1996 sebagai seorang yang murtad.
Pada periode yang sama, seorang mantan pendeta bernama Joseph Estes menyatakan keislamannya dan masih tetap berdakwah mengajak orang mengenali Islam sebagai agama yang benar. Demikianlah, Allah Swt membolak-balikkan hati seseorang.
Kita bermohon semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita dalam keimanan dan keislaman. Demikianlah hidayah itu mahal tak ternilai harganya. Wallahu 'alam.
Oleh: DR. Miftah El-Banjari, M. A
KISAH MURTAD DARI ISLAM KARENA SOMBONG DIMASA UMAR BIN AL-KHOTTOB
Semua orang mengharapkan hidayah…, namun rasa sombongnya menghalanginya untuk bisa merangkulnya. Tak terkecuali sombong karena penampilan. Dan saya rasa, banyak wanita enggan berjilbab dan menutup aurat adalah contoh yang paling layak untuk ini. Meskipun tidak tidak dipungkiri, lelaki juga memiliki sikap yang sama.
Tersebutlah seorang raja, Jabalah bin Aiham. Pengusaha kerajaan Ghassan.. Sangat tertarik dengan islam. Diapun menulis surat kepada Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu meminta izin untuk datang ke Madinah, memeluk islam. Spontan Umar dan kaum muslimin sangat senang dengan maksud si Raja yang dulunya nasrani ini. Beliaupun menulis balasan, “Silahkan datang untuk bergabung dengan kami. Kita memiliki dan kewajiban yang sama.” Datanglah Jabalah bersama 500 penunggang kuda dari pasukannya. Ketika sudah dekat kita madinah, dia memakai baju yang dipintal dengan emas.., dan memakai mahkota kepala dengan manik-manik permata.
Sementara pasukannya memakai baju yang sangat indah. Masuklah Jabalah bersama pasukannya ke kota Madinah. Tidak ada satupun penduduk Madinah, kecuali semua mata mereka terbelalak melihat raja Ghassan. Sampai anak-anak dan wanita. Setelah sampai di rumah Umar, beliau menyambutnya dan mengajaknya duduk mendekat…
Sang raja memang benar masuk islam.., hingga akhirnya datang musim haji.
Pada musim haji kali ini, Umar melaksanakan haji, demikian pula Jabalah. Di sinilah mulai muncul masalah. Ketika thawaf, tiba-tiba kain ihram Jabalah terinjak seorang yang fakir dari suku Fazarah. Melihat hal itu, Jabalah langsung marah besar dan menempeleng si fakir, hingga hidungnya terluka. Si fakirpun marah, dan dia hanya bisa mengadu kepada Umar bin Khatab, sang Khalifah yang adil nan bijaksana.
Setelah Jabalah menghadap Umar, terjadilah dialog,
“Apa sebabnya kamu menampar saudaramu ketika tahawaf?, wahai Jabalah.., sampai hidungnya terluka.” Tanya Amirul Mukminin.
“Dia menginjak kain ihramku. Andaikan bukan karena menghormati Ka’bah, ingin kupenggal kepalanya.” Jawab si raja.
“Nah, sekarang kamu sudah mengakui. Ada dua pilihan, bayar denda kepadanya yang membuat dia merelakan kesalahanmu atau qishas, dan aku akan menampar wajahmu.” Umar memutuskan.
“Saya diqishas?? … Padahal saya raja dan dia jongos!!” Jabalah keheranan.
“Wahai Jabalah, Sesungguhnya islam menyamakan statusmu dengan dia. Tidak ada yang membuat lebih mulia selain taqwa.” Jawab Umar.
“Kalau begitu, saya akan balik nasrani.” Tukas Jabalah.
“Siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka dia dibunuh… jika kamu kembali jadi nasrani, aku akan penggal kepalamu.” Jawab Umar tegas.
“Berikan aku waktu sampai besok, wahai amirul mukminin.” Pinta Jabalah
“Ya, kami tunggu.” Jawab Umar.
Malam harinya, Jabalah dan beberapa tentaranya keluar dari Mekah.., dia menuju Konstatinopel dan kembali nasrani.
Setelah berlalu waktu yang lama dia tinggal di negeri nasrani, kesempatan menikmati lezatnya dunia mulai berkurang.. seiring dengan berkurangnya kemampuan indera manusia untuk menikmati dunia.
Tinggallah kerugian. Jabalah masih mengingat kenangan indah ketika menjadi muslim. Dia ingat betapa lezatnya shalat dan puasa bersama kaum muslimin.
Suatu ketika dia melantunkan bait syair sambil menangis,
Orang terhormat menjadi nasrani karena tamparan *** Andaikan dia bersabar, itu tidak membahayakan dirinya
Aku terdorong melakukannya karena kebanggaan dan kehormatan *** yang saat ini kutukar dengan mata yang buta
Andaikan ibuku tidak melahirkanku, duh andaikan aku *** kembali pada keputusan Umar
Duh andaikan aku memperhatikan si fakir *** dan aku berjalan di suku Rabi’ah dan Mudhor
Andaikan aku di syam, dengan hidup yang lebih sengsara *** saya duduk bersama rakyatku, dengan tuli dan buta.
Jabalah tak kuasa untuk kembali masuk islam. Dia tetap masuk nasrani sampai mati.. mati di atas kekufuran karena sikap sombongnya untuk tunduk pada aturan Tuhan semesta alam.
(Sumber: Syabakah Al-MiSykah Al-Islamiyah)
Sumber: https://kisahmuslim.com/