Type Here to Get Search Results !

 


HUKUM MENGKHUSUSKAN HARI RAYA DAN HARI JUM'AT UNTUK ZIARAH KUBUR

 

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Bagaimanakah hukum mengkhususkan dua hari raya (yaitu, ‘idul fitri dan ‘idul adha) dan hari Jum’at untuk ziarah kubur? Apakah di dua kesempatan tersebut ziarah ditujukan kepada orang yang masih hidup ataukah yang sudah meninggal?

Jawaban:

Perbuatan tersebut tidak memiliki landasan (dari syari’at). Mengkhususkan ziarah kubur di hari ‘id dan meyakini bahwa perkara tersebut disyariatkan dinilai termasuk dalam perbuatan bid’ah. Hal ini karena perbuatan tersebut tidak berasal dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan aku tidak mengetahui satu pun ulama yang mengatakannya [1].

Adapun (ziarah kubur) pada hari Jum’at, sebagian ulama menyebutkan bahwa hendaknya melakukan ziarah kubur di hari Jum’at [2]. Meskipun demikian, mereka sama sekali tidak menyebutkan -berkaitan dengan anjuran tersebut- riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [3]

Di kesempatan yang lain, beliau rahimahullah mengatakan,

فإنه يجب على المؤمن أن يكون فيها متبعاً لا مبتدعاً متبعاً في هيئتها وفي زمنها وهذا الزمن الذي خصصه هؤلاء وهو ما بعد صلاة العيدين يخرجون إلى المقبرة هذا الزمن ليس وارداً عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يرد أنه صلى الله عليه وسلم يخص المقبرة بزيارةٍ بعد صلاة العيد وعلى هذا فتخصيصها بهذا اليوم أو الذهاب إلى المقبرة في هذا اليوم يعتبر من البدع التي لا يجوز للمرء أن يتقيد بها وإن كان الأصل أن الزيارة مشروعة ولكن تخصيصها في هذا اليوم أو فيما بعد الصلاة هو من البدع

“Wajib atas setiap mukmin untuk ittiba’, dan tidak berbuat bid’ah (menjadi mubtadi’). Ittiba’ (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), baik berkaitan dengan tatacara maupun waktu (pelaksanaan suatu ibadah). Adapun waktu yang mereka khususkan di antaranya adalah setelah shalat ‘id, mereka pun pergi menuju pemakaman. (Pengistimewaan atau pengkhususan) waktu semacam ini tidaklah berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan (mengistimewakan) makam untuk diziarahi setelah shalat ‘id. Berdasarkan hal ini, maka mengkhusukan ziarah kubur di hari itu atau pergi ke pemakaman di hari itu dinilai sebagai perbuatan bid’ah yang tidak boleh bagi seseorang untuk mengaitkannya. Meskipun pada asalnya, ziarah kubur itu disyariatkan. Akan tetapi, ketika ziarah kubur tersebut (yang pada asalnya disyariatkan) dikhusukan di hari itu (hari ‘id) atau setelah shalat ‘id, inilah sisi kebid’ahannya.” [4] 

Catatan penting dari perkataan beliau tersebut adalah bahwa yang kita ingkari adalah mengkhususkan ziarah kubur di waktu-waktu tertentu tanpa ada landasan dalil dari syraiat. Sedangkan ziarah kubur itu sendiri, termasuk perkara yang disyariatkan.

Penerjemah: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., Ph.D

____

Catatan kaki:

[1] Argumentasi lainnya adalah bahwa hari raya idul fitri dan idul adha adalah hari untuk bersenang-senang dan menampakkan kegembiraan, bukan untuk menunjukkan kesedihan dengan mendatangi pemakaman. Oleh karena itu, ah shalat ‘id merupakan kebiasaan yang tidak dibenarkan. 

[2] Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

استَحبَّ العُلَمَاءُ زِيَارَةَ القُبُورِ يَومَ الجُمعَةِ دونَ العِيدَينِ

“Para ulama menganjurkan ziarah kubur pada hari Jum’at, namun tidak pada hari raya.” (Irsyaad Uulil Bashaair, hal. 67)

 [3] Diterjemahkan dari kitab 70 Su’aalan fi Ahkaamil Janaaiz hal. 39-40; karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala.

[4] Fataawa Nuur ‘ala Darb, 3: 40. 

Sumber: https://muslim.or.id/