Type Here to Get Search Results !

 


MEMAKAN HARTA ANAK YATIM DAN WAKAF

 

By Abu Fahri

Al-Habib ‘Abdullah bin Husain bin Thaahir Ba’alawiy berkata di dalam Sullamuttaufik:

وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ أَوْ الْأَوْقَافِ عَلىَ خِلاَفِ مَا شَرَّطَ الْوَاقِفِ وَالْمَأْخُوْذُ بِوَجْهِ الْحَيَاءِ

“Dan memakan harta anak yatim, atau memakan harta waqaf dengan cara yang menyelesihi syarat pewaqaf, dan (apa) yang diambil dengan wajah malu.”

Ancaman Bagi yang Memakan Harta Anak Yatim

Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا ١٠

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa`: 10)

Allah Ta'ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa…” (QS. al an’am 152)

Dari Abu Hurairah I, dari Nabi beliau bersabda,

«اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ»

“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan.’ Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa tujuh perkara itu?’ Maka Nabi menjawab, ‘Syirik (mensekutukan) Allah; sihir; membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan yang haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; lari dari hari medan peperangan; menuduh (zina) wanita yang menjaga diri, mukmin, lagi lalai dari kemaksiatan.”(2)

Dari Abu Hurairah I, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,

«أَرْبَعٌ حَقَّ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُدْخِلَهُمُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُذِيقُهُمْ نَعِيمًا: مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَآكِلُ رَبًا، وَآكِلُ مَالِ الْيَتِيمِ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَالْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ»

“Ada empat (golongan orang) berhak atas Allah untuk tidak memasukkan mereka ke dalam sorga, dan tidak merasakan kepada mereka sebuah nikmat; pecandu khomer; pemakan riba, pemakan harta anak yatim tanpa hak dan orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.” (3)

Disebutkan di dalam sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriy I, bahwa Rasulullah bersabda tentang mi’raj,

فَإِذَا أَنَا بِرِجَالٍ وَقَدْ وُكِلَ بِهِمْ رِجَالٌ يَفُكُّوْنَ لِحَاهُمْ وَآخَرُوْنَ يَجِيْئُوْنَ بِالصُّخُوْرِ مِنَ النَّارِ فَيَقْذِفُوْنَهَا بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَخْرُجُ مِنْ أَدْبَارِهِمْ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيْلُ مَنْ هَؤُلَاءِ قَالَ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا

“Maka tiba-tiba aku mendapati kaum laki-laki yang ditugaskan dengan mereka kaum laki-laki (lain) yang membuka rahang-rahang mereka, kemudian (laki-laki) yang lain datang dengan membawa bebatuan cadas dari api (neraka) lalu memasukkannya ke mulut-mulut mereka, kemudian keluar dari dubur-dubur mereka.’ Maka akupun bertanya, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka itu?’ Dia menjawab, ‘Orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya.’ (4)

Baca juga: Apakah mengikuti hawa nafsu termasuk syirik akbar?

Diriwayatkan juga di dalam sebuah riwayat dari Abu Barzah I, bahwa Rasulullah bersabda,

«يَبْعَثُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ قَوْماً مِنْ قُبُوْرِهِمْ تَخْرُجُ النَّارُ مِنْ بُطُوْنِهِمْ تَأَجَّجَ أَفْوَاهُهُمْ نَارًا» فَقِيْلَ مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ «أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ {إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ}»

“Allah akan membangkitkan satu kaum dari kuburan mereka. (Sementara) api keluar dari perut-perut mereka (dengan) mulut-mulut mereka menyemburkan api.” Maka dikatakan, ‘Siapakah mereka Wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah kalian mengetahui bahwa Allah telah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya..” (5)

As-Suddiy berkata,

يُحْشَرُ آكِلُ مَالِ الْيَتِيمِ ظُلْماً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَهَبُ النَّارِ يَخْرُجُ مِنْ فِيْهِ وَمِنْ مَسَامِعِهِ وَأَنْفِهِ وَعَيْنِهِ كُلُّ مَنْ رَآهُ يَعْرِفُهُ أَنَّهُ آكِلُ مَالِ الْيَتِيْمِ

‘Pemakan harta anak yatim dengan zhalim akan dibangkitkan pada hari kiamat sementara jilatan api keluar dari mulutnya, pendengarannya, hidung, dan kedua matanya. Setiap orang yang melihatnya mengetahui bahwa dia pemakan harta anak yatim.’(6)

Para ulama berkata, ‘Maka setiap wali bagi anak yatim, jika dia adalah seorang faqir, lalu dia memakan bagian dari harta anak yatim itu dengan ma’ruf, sesuai dengan kadar kepengurusannya atas anak yatim itu dalam segala kemashlahatannya, dan pengembangan hartanya, maka tidak apa-apa. Dan apa yang melebihi perkara yang ma’ruf (dalam penggunaannya) maka itu adalah harta haram, karena firman Allah,

وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ

“Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut…” (QS, an-Nisa`: 6)(7)

Imam adz-Dzahabiy V berkata, ‘Tentang memakan harta anak yatim dengan cara ma’ruf, terdapat empat pendapat:

  • Pertama, mengambilnya sebagai hutang;
  • Kedua, memakannya sesuai dengan kadar kebutuhan tanpa israf (berlebih-lebihan);
  • Ketiga, mengambilnya dengan ukuran jika dia bekerja untuk si yatim satu pekerjaan;
  • Keempat, mengambilnya pada saat terpaksa, jika dia mendapatkan kemudahan untuk mengembalikan, maka dia mengambalikannya, dan jika dia tidak mendapatkan kemudahan, maka dia pada yang halal. Dan keempat pendapat ini disebutkan oleh Ibnul Jauziy dalam tafsirnya.(8)

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

Allah Ta'ala berfirman:

۞ لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,…” (QS. al-Baqarah: 177)

Allah Ta'ala berfirman:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ ٢١٥

“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 215)

Dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi , beliau bersabda,

«أَنَا وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَٰكَذَا» وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالوُسْطَىٰ

“Aku dan orang yang menyantuni (menanggung) anak yatim di sorga seperti ini.” Seraya beliau memberikan isyarat dengan dua jari beliau; yaitu jari telunjuk dan jari tengah. (9)

Dari Abu Hurairah I, dia berkata, Rasulullah bersabda,

«كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ» وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

“Penyantun (penanggung)(10) anak yatim miliknya(11), atau milik selainnya(12), maka aku dan dia seperti dua ini di sorga.” Seraya Malik mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah.” (13)

Dari Ibnu ‘Abbas L, bahwa Nabi H bersabda,

«مَنْ قَبَضَ يَتِيمًا مِنْ بَيْنِ المُسْلِمِينَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ أَدْخَلَهُ اللهُ الجَنَّةَ الْبَتَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ ذَنْبًا لَا يُغْفَرُ لَهُ»

“Barangsiapa mengambil (menggabungkan) seorang yatim dari antara kaum muslimin kepada makanan dan minumnya, maka Allah pasti akan memasukannya ke dalam sorga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.”(14)

Dari Abu Umamah I, bahwa Rasulullah bersabda,

«مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ، وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ، وَقَرَنَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى»

“Barangsiapa mengusap kepala seorang anak yatim, yang dia tidak mengusapnya kecuali karena Allah, maka ada baginya dengan setiap rambut yang tangannya melewatinya kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa berbuat baik kepada seorang anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada di sisinya, maka aku dan dia seperti ini di sorga.” lalu beliau menggandengkan antara dua jemari beliau; jari telunjuk dan jari tengah.”(15)

Seorang laki-laki berkata kepada Abu ad-Darda`,

أَوْصِنِيْ بِوَصِيَّةٍ ، قَالَ : ارْحَمْ الْيَتِيْمَ وَأَدْنِهِ مِنْكَ وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ أَتَاهُ رَجُلٌ يَشْتَكِيْ قَسْوَةَ قَلْبِهِ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ «إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِيْنَ قَلْبُكَ فَأَدْنِ الْيَتِيْمَ مِنْكَ وَامْسَحْ رَأْسَهُ وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ فَإِنَّ ذَلِكَ يُلِيْنُ قَلْبَكَ وَتَقْدِرُ عَلىَ حَاجَتِكَ»

‘Berikanlah wasiat kepadaku dengan sebuah wasiat!’ maka dia menjawab, ‘Kasihilah anak yatim, mendekatlah kepadanya, berikan dia makanan dari makananmu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah , datang kepadanya seorang laki-laki yang mengeluhkan kerasnya hati. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika engkau ingin hatimu lembut, maka dekatkanlah anak yatim kepadamu, usaplah kepalanya, berikanlah makan dari makananmu. Karena yang demikian itu akan melembutkan hatimu, dan kamu akan menguasai hajat keperluanmu.’(16)

Imam adz-Dzahabiy menyebutkan sebuah kisah dari sebagian salaf:

“Dia berkata, ‘Dulu, di awal perjalanan hidupku, aku terjerumus ke dalam kemaksiatan-kemaksiatan dan meminum khomer. Lalu suatu hari aku berhasil mendapatkan seorang anak yatim. Lalu aku mengambilnya, kemudian akupun berbuat baik kepadanya, kuberi dia makanan, kuberi dia pakaian, kumasukkan dia ke dalam kamar mandi, lalu aku hilangkan segala kotorannya. Kumuliakan dia, sebagaimana seorang laki-laki memuliakan anaknya; bahkan lebih. Akupun tidur di malam hari setelah itu. Lalu aku melihat di dalam tidurku, bahwa kiamat telah terjadi. Kemudian akupun dipanggil untuk penghisaban. Lalu akupun diperintah menuju neraka karena keburukan maksiat yang dulu aku berada di atasnya. Kemudian malaikat Zabaniyah pun menyeretku untuk kemudian mereka membawaku pergi menuju neraka. Sementara aku di hadapan mereka begitu rendah lagi hina. Mereka benar-benar menyeretku menuju neraka. Tiba-tiba anak yatim tersebut menghadangku di tengah jalan, seraya dia berkata, ‘Tinggalkan dia wahai para malaikat Tuhanku, hingga aku memohonkan syafaat untuknya kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia telah berbuat baik kepadaku, dan memuliakanku.’ Maka para malaikat berkata, ‘Sesungguhnya kami tidak diperintah dengan yang demikian.’ Kemudian datanglah seruan dari arah Allah , ‘Tinggalkan dia, aku hadiahkan untuknya apa yang berasal darinya karena sebab syafaat si Yatim, dan kebaikannya kepadanya.’ Dia berkata, ‘Maka akupun terjaga dari tidurku, lalu akupun bertaubat kepada Allah , kemudian akupun mencurahkan segala dayaku untuk menyampaikan rasa kasih sayang kepada anak-anak yatim.”

Oleh karena itulah pernah diriwayatkan bahwa Anas bin Malik I, pembantu Rasulullah pernah berkata,

خَيْرُ الْبُيُوْتِ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُحْسَنُ إِلَيْهِ وَشَرُّ الْبُيُوْتِ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُسَاءُ إِلَيْهِ وَأَحَبُّ عِبَادِ اللهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى مَنْ اصْطَنَعَ صَنْعاً إِلَى يَتِيْمٍ أَوْ أَرْمَلَةٍ

“Sebaik-baik rumah adalah sebuah rumah yang di dalamnya terdapat seorang anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuh-buruk rumah adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan buruk. Dan hamba-hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang bersusah payah membuat sesuatu untuk seorang yatim dan janda.” (17)

Dan telah diriwayatkan bahwa Allah Ta'ala telah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud,

يَا دَاوُدُ كُنْ لِلْيَتِيْمِ كَالْأَبِ الرَّحِيْمِ وَكُنْ لِلْأَرْمَلَةِ كَالزَّوْجِ الشَّفِيْقِ وَاعْلَمْ كَمَا تَزْرَعُ كَذَا تَحْصُدُ

‘Wahai Dawud, jadilah kamu bagi seorang yatim seperti seorang ayah yang penuh kasih sayang, dan jadilah bagi para janda seperti seorang suami penyayang, dan ketahuilah bahwa sebagaimana engkau menanam, maka seperti itu pulalah kamu akan memanen.’(18)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda,

“Orang yang mengurusi para janda dan orang-orang miskin, maka dia seperti orang yang berjihad di jalan Allah.’ Perawi berkata, ‘Dan aku beranggapan bahwa beliau bersabda, ‘Dan seperti seorang yang berdiri (shalat malam) tidak pernah putus, dan seperti orang yang berpuasa (sunnah) tanpa pernah berbuka.”(19)

( Makalah Kajian Syarah Sulamuttaufiq bersama Ustadz Muhammad Syahri di Prigen Pasuruan)

____________

Footnote:

1) Materi ini banyak mengambil faidah dari kitab al-Kaba`ir milik al-Imam adz-Dzahabiy, cetakan Dar Ibnu al-Haitsam dengan tahqiq dan takhrij oleh Sayyid ibn Ibrahim al-Huwaithiy , dan az-Zawajir ‘An Iqtiraafil Kaba`ir, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitsamiy, tahqiq Hazim al-Qadhiy, cet Nizar Musthafa al-Baz.

2) HR. al-Bukhari (2766), Muslim (145)

3) HR. al-Hakim (II/37) dan dia menshahihkannya; al-Baihaqiy dalam Syu’ab (5142), didha’ifkan oleh al-Albaniy dalam Dha’iful Jami’ (748)

4) Dha’if Jiddan, HR. Ibnu Jarir dari jalur ‘Abdurrazzaq, dan Ma’mar dari Harun al-‘Abdiy dari Abu Sa’id  secara marfu’ dengan sanad dha’if jiddan (sangat lemah). Dan bahwa Harun adalah seorang pemalsu hadits dan dituduh dusta. Disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabiy dalam al-Kaba`ir dan menisbahkannya kepada Imam Muslim, dan hadits ini sama sekali tidak terdapat di dalam shahih Muslim

5) Dha’if, HR. Ibnu Hibban, at-Thabraniy, Abu Ya’la (7440), disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma’ (VII/2), dan dia berkata, ‘Diriwayatkan oeh Abu Ya’la dan at-Thabraniy, dan didalamnya terdapat Ziyad bin al-Mundzir, dan dia adalah seorang pendusta.

6) al-Kaba`ir, 70

7) al-Kaba`ir, 70

8) al-Kaba`ir, 70

9) HR. al-Bukhari (5304), at-Turmudzi (1918), Abu Dawud (5150)

10) Yaitu dengan mengurus segala keperluannya, dan melakukan yang mashlahat untuknya, seperti memberinya makan, memberinya pakaian, serta mengembangkan hartanya jika dia punya. Jika tidak punya, dia menafkahinya dan memberinya pakaian karena berharap wajah Allah I.

11) Yaitu anak yatim memiliki hubungan kekerabatan dengannya; seperti kakeknya, saudara, ibu, paman, suami ibunya, paman dari pihak bibinya atau kerabat yang lain.

12) Yaitu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan

13) HR. Muslim (2983)

14) Dha’if, HR. at-Turmudzi (1917), at-Thabraniy dalam al-Kabir (11542), Abu Ya’la dalam al-Musnad (2457), disebutkan oleh al-Haitsamiy dalam al-Majma’ (VIII/182), dan dia berkata, ‘Didalamnya terdapat Hansy bin Qais ar-Rahbiy, dan dia matruk (ditinggalkan haditsnya).

15) Shahih Lighairihi tanpa bagian pertama tentang kisah mengusap rambut. Adapun riwayat dengan bagian pertama dari hadits ini maka Dha’if Jiddan, HR. Ahmad dalam al-Musnad (V/250, 256), at-Thabraniy dalam al-Kabir (VIII/202), al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubra (VI/283), Syu’ab (VII/472), al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ (VIII/160), ‘Di dalamnya terdapat ‘Aliy bin Yazid al-Alhaaniy, dan dia dha’if.

16) Hasan, disebutkan oleh al-Haitsamiy di dalam al-Majma’ (VIII/160), dan dia berkata, ‘Diriwayatkan oleh at-Thabraniy, dan didalamnya sanadnya ada yang tidak disebut namanya, dan sejumlah mudallis. Dihasankan oleh al-Albaniy karena penguatnya (as-Shahihah (854))

17) Dha’if, Dha’iful Jami’ (2905)

18) Shahih, HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (138), disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma’ (X/234), dan dia berkata, ‘Diriwayatkan oleh at-Thabraniy dengan dua sanad; dan para perawi salah satu dari keduanya adalah perawi as-Shahih.’

19) Shahih, HR. al-Bukhari (5353), Muslim (2982)

Sumber:https://www.attabiin.com/

Tags