Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya diantara penyakit hati yang sangat dan paling berbahaya di antara penyakit-penyakit lainnya adalah kesombongan. Penyakit ini tidak hanya menimpa iblis, mujrimin (para pelaku dosa), akan tetapi juga menimpa sebagian kaum muslimin. Penyakit kesombongan ini tentunya dapat mendatangkan penyakit yang buruk, dalam suatu hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah.” Seseorang bertannya, “Sesungguhnya seorang laki-laki menyukai pakaian yang indah dan sendalnya indah (apakah ini termasuk ekdombongan?)”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahanya. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim 1/93 no. 91)
Hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,
Sesungguhnya kesombongan menghalangi seseorang masuk ke dalam surga meskipun kesombongan tersebut hanya sebesar dzarrah. Dalam bahasa Arab dzarrah diartikan dalam beberapa makna, di antara maknanya adalah semut kecil yang tatkala kita meletakkannya pada sebuah timbangan, maka sangat sedikit beratnya bahkan hampir-hampir tidak ada. Di antara makna dzarrah yang lain yaitu satu butir tanah yang masih melekat pada tangan seseorang tatkala dia membersihkan telapak tangannya setelah ia memukulkan tangannya pada tanah. Di antara makna dzarrah yang lain adalah sebuah partikel-partikel kecil yang tampak tatkala cahaya matahari pagi menyinari jendela yang sedang dibuka. Semua makna dzarrah ini menunjukkan bahwa dzarrah itu adalah suatu yang sangat kecil, dan jika dinaikkan di atas timbangan, hampir-hampir tidak memiliki berat sama sekali.
Jika sekiranya seseorang kesombongan sekecil itu bisa menghalanginya masuk ke dalam surga, maka bagaimana lagi jika kesombongan di dalam hati seseorang itu sebesar batu, gunung, atau bahkan dadanya dipenuhi dengan kesombongan.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kesombongan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang bukti kesombongan tersebut dengan mengatakan,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
Maka pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan fokuskan pembahasan pada ciri orang yang sombong yaitu merendahkan orang lain.
Jika seseorang mendapati dalam dirinya sifat senang dan suka meremehkan orang lain, suka mencibir orang lain, dan suka merendahkan orang lain, maka ketahuilah bahwasanya itu bukti atu indikator terbesar bahwa hatinya telah terjangkiti kesombongan, maka hendaknya dia waspada.
Dalam hadits yang lain disebutkan, dari ‘Iyadh bin Himar radhiallahu ‘anhu berkata,
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ خَطِيبًا، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي، إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah di tengah-tengah kami lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’ (saling merendah diri) agar tidak seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zalim pada yang lain.” (HR. Muslim 4/2198 no. 2865)
Hadits ini sangat jelas menggambarkan bahwa di antara tawadhu’ adalah dia tidak merasa besar atau hebat dihadapan orang lain, melainkan dia senantiasa menghormati dan menghargai orang lain. Dalam suatu hadits disebutkan, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا »وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ« بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ} صحيح مسلم (4/ 1986{(
“Muslim yang satu dalah bersaudara dengan muslim yang lainnya. Maka tidak boleh saling menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya seraya mengucapkannya tiga kali). Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim 4/1986 no. 2564)
Apakah maksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa takwa itu letaknya di hati? Terdapat dua penafsiran akan hal ini. Penafsiran pertama adalah Rasulullah mengingatkan kepada kita agar jangan merendahkan dan meremehkan orang lain karena barometer kedudukan seseorang di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala adalah ketakwaaannya, dan ketakwaan itu letaknya di hati, dan tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka apakah sikap merendahkan tersebut adalah anggapan bahwa seseorang lebih bertakwa daripada yang lainnya? Memang benar seseorang dapat melihat amalan zahir seseorang, akan tetapi dia tidak bisa mengetahui isi hatinya.
Bisa jadi ada seseorang yang tampak amalan zahirnya lebih sedikit daripada diri kita, akan tetapi bisa jadi dia jauh lebih ikhlas dan jauh daripada ujub atau dia ternyata jauh lebih bertakwa dan takut kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya tatkala seseorang tidak bisa menilai batin seseorang, maka janganlah dia menghukumi bahwa orang tersebut jauh lebih rendah daripada dirinya. Dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi berkata,
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لرَجُلٍ عِنْدَهُ جَالِسٍ: «مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا» فَقَالَ: رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِ النَّاسِ، هَذَا وَاللَّهِ حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَنْ يُشَفَّعَ، قَالَ: فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ مَرَّ رَجُلٌ آخَرُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا» فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا رَجُلٌ مِنْ فُقَرَاءِ المُسْلِمِينَ، هَذَا حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ لاَ يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَنْ لاَ يُشَفَّعَ، وَإِنْ قَالَ أَنْ لاَ يُسْمَعَ لِقَوْلِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَذَا خَيْرٌ مِنْ مِلْءِ الأَرْضِ مِثْلَ هَذَا
“Seorang laki-laki melintasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang duduk di dekat beliau: “Apa pendapat kalian dengan laki-laki ini?” Maka seorang yang terpandang menjawab; ‘Demi Allah, bahwa dia dari seorang bangsawan, bila dia meminang pasti akan diterima, dan bila dimintai bantuan pasti akan dibantu.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian diam. Beberapa saat kemudian, lewatlah seorang laki-laki lain, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: ‘Apa pendapatmu dengan orang ini?’ Dia menjawab; ‘Wahai Rasulullah, menurutku; orang ini adalah orang termiskin dari kalangan kaum Muslimin, apabila ia meminang sudah pantas pinangannya untuk ditolak, dan jika dimintai pertolongan dia tidak akan ditolong, dan apabila berkata, maka perkataannya tidak akan didengar.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sungguh orang ini (orang yang terlihat miskin) lebih baik dari dunia dan seisinya daripada orang yang ini (yaitu orang yang kelihatanya bangsawan)’.” (HR. Bukhari 8/95 no. 6447)
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengingatkan bahwa janganlah kita menjadikan penilaian terhadap orang lain dari sisi dunianya. Tatkala orang tersebut adalah seorang pejabat, orang kaya, atau orang terkenal, maka serta merta kita pun menghormatinya dan kita tidak berani merendahkannya, padahal status tersebut bukanlah barometer yang dijadikan tolak ukur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi Allah menjadikan ketakwaan sebagai tolak ukur kedudukan seseorang. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (13)
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujurat : 13)
Adapun penafsiran yang kedua tentang larang merendahkan orang lain dan letak takwa itu di hati adalah isyarat bahwa jika seseorang suka merendahkan orang lain, suka mencibir orang lain, suka menjatuhkan orang lain, maka isi dada orang tersebut (kertakwaannya) bermasalah. Karena bagaimana mungkin seseorang dikatakan bertakwa akan tetapi masih merendahkan orang lain? Sesungguhnya orang yang suka merendahkan orang lain telah terjangkit penyakit kesombongan dan keangkuhan. Oleh karenanya tatkala Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ (1) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (2) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ (3) كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ (4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ (5) نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ (6) الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ (7) إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ (9)
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS. Al-Humazah : 1-9)
Sebagian ulama menjelaskan bahwa tatkala Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan ciri-ciri neraka, Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa api neraka itu membakar sampai ka hati, alasannya adalah karena tidaklah seseorang suka mengumpat, mencela, kecuali ada penyakit di dalam hatinya. Maka ini adalah indikasi yang sangat kuat bahwa di dalam hati seseorang tersebut ada kesombongan.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
Para hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,
Ketahuilah bahwa di antara sifat orang-orang munafik adalah suka mencibir, suka mencela, dan merendahkan orang lain. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (79)
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS. At-Taubah : 79)
Ayat ini turun tatkala ada dari sebagian para sahabat yang bersedekah yang banyak namun dikatakan oleh orang-orang munafik bahwa mereka adalah orang yang riya’. Kemudian tatakala para sahabat tidak menemukan yang bias disedekahkan kecuali sedikit, maka orang-orang munafik kemudian mengatakan bahwa sedekah mereka tidak diperlukan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala karena sedikit. Demikianlah orang-orang munafik yang pekerjaan mereka hanyalah mencela amalan orang lain.
Maka hendaknya seseorang berhati-hati, jangan sampai ia memiliki sifat-sifat orang-orang munafik yang kerjaannya menghina dan merendahkan orang lain. Ketahuilah bahwa jika kita mendapati orang yang memiliki amalan yang sedikit, hendaknya kita hargai dan jangan rendahkan dan hinakan. Dan janganlah kita terperdaya dengan diri kita, karena bisa jadi ada orang yang bersedekah dengan sedekah yang lebih sedikit daripada sedekah kita, namun lebih ikhlas daripada kita yang kita keluarkan. Dalam suatu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفٍ
“Satu dirham (pahalanya) bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” (HR. An-Nasa’i 5/59 no. 2528)
Maka bisa jadi sedekah yang sedikit mengalahkan sedekah yang banyak.
Kemudian ketahuilah bahwa kesombongan itu tidak selamanya terletak pada penampilan, karena bisa jadi ada seseorang yang berpenampilan indah namun tidak sombong. Karena sebagaimana telah kita sebutkan pada hadits sebelumnya,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah.” Seseorang bertannya, “Sesungguhnya seorang laki-laki menyukai pakaian yang indah dan sendalnya indah (apakah ini termasuk ekdombongan?)”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahanya. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim 1/93 no. 91)
Oleh karenanya bisa jadi seseorang mengenakan pakaian yang indah dan memiliki harta yang banyak, namun dia tidak sombong dengan semua itu dan tidak pula menghin dan merendahkan orang lain. Dan sebaliknya bisa jadi ada seseorang yang miskin dan secara penampilan memilki sikap zuhud, akan tetapi hatinya dipenuhi dengan kesombongan. Dan orang-orang dengan sikap seperti ini benar adanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ – وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، وَمَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Ada tiga orang yang Allah Subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat tidak akan mengajak mereka bicara dan tidak akan mencusikan mereka, dan tidak melihat kepada mereka, dan mereka mendapatkan siksa yang pedih. Mereka adalah orang tua pezina, pemimpin yang pendusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim 1/102 no. 1047)
Maka hendaknya seseorang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika seseorang menemukan di dalam dirinya sifat yang suka merendahkan orang lain, suka mencibir orang lain, suka menghina orang lain, maka ketahuilah bahwa hatinya telah terjangkiti dengan penyakit kesombongan. Dan berhati-hatilah karena kesombongan adalah sifat Iblis, dan neraka jahannam adalah tempatnya orang-orang yang sombong. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ (72)
“Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya” Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. Az-Zumar : 72)
Dan sesungguhnya orang-orang yang sombong akan dihinakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala tatkala dibangkitkan pada hari kiamat kelak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُحْشَرُ المُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الخَبَالِ} سنن الترمذي (4/ 655{(
“Orang-orang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut (kecil) namun bermuka manusia. Mereka diliputi kehinaan dari segala penjuru.” (HR. Tirmidzi 4/655 no. 2492)
Maka tatkala seseorang di dunia merasa tinggi dan merasa hebat, ujub dengan apa yang dia lakukan, maka kelak diakhirat Allah Subhanahu wa ta’ala akan hinakan dia dengan mengecilkan tubuhnya sebagai balasan akibat apa yang dia lakukan di dunia (kesombongan).
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينِنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ فِيهِ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sumber: https://firanda.com/