Type Here to Get Search Results !

 


DUSTA, DOSA BESAR YANG DI ANGGAP BIASA

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari 

Seorang Muslim yang menginginkan keselamatan harus menjaga lidahnya dari berbicara yang membawa kepada kecelakaan. Sesungguhnya diam dari perkataan yang buruk merupakan keselamatan, dan keselamatan itu tidak ada bandingannya. Tahukah anda jaminan bagi orang yang menjaga lidahnya dengan baik? Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ 

Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya[1] Beliau juga menjelaskan bahwa menjaga lidah merupakan keselamatan. 

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ 

Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, dia berkata: “Aku bertanya, wahai Rasûlullâh, apakah sebab keselamatan?” Beliau menjawab:  “Kuasailah lidahmu, hendaklah rumahmu luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu”. [2] 

Yaitu janganlah engkau berbicara kecuali dengan perkara yang membawa kebaikanmu! Merasa betahlah tinggal di dalam rumah dengan melakukan ketaatan-ketaatan, dan hendaklah engkau menyesali   kesalahanmu dengan cara menangis. [3] 

Imam an-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata,  “Ketahuilah, seyogyanya setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas ada mashlahat padanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama mashlahatnya, maka menurut Sunnah adalah menahan diri darinya (tidak mengucapkannya-red), karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Dan dalam kebiasaan (manusia-red) ini banyak sekali atau mendominasi, padahal keselamatan itu tiada bandingannya. Telah diriwayatkan kepada kami dalam dua kitab Shahih yaitu Shahih al-Bukhâri (no. 6475) dan Shahih Muslim (no. 47) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda: 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ 

Barangsiapa beriman kepada Allâh dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam  Aku katakan: hadits yang disepakati keshahihannya ini merupakan nash yang jelas bahwa sepantasnya seseorang tidak berbicara kecuali jika perkataan itu merupakan kebaikan, yaitu yang kemashlahatannya jelas tampak. Jika dia ragu-ragu tentang timbulnya mashlahat, maka dia tidak berbicara. Dan al-Imam asy-Syâfi’i rahimahullah telah berkata, “Jika seseorang mau berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir, jika tampak jelas mashlahatnya (maka) dia berbicara,  dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahatnya.”[4] 

BAHAYA DUSTA

 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk berkata yang baik, di antara bentuk berkata yang baik adalah jujur, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang dusta, yaitu memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya. Dusta adalah dosa besar, al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan di dalam kitab beliau, al-Kabâir, dosa besar ke-30 “Sering Berdusta” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dosa berdusta mengiringi dosa syirik  dan durhaka kepada orang tua. Ini menunjukkan bahwa berdusta termasuk dosa-dosa besar yang paling besar. 

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ z قَالَ قَالَ النَّبِيُّ n أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ 

Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallahu anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para Sahabat mengatakan, “Tentu wahai Rasûlullâh.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Syirik kepada Allâh, durhaka kepada kedua orang tua.”  Sebelumnya Beliau bersandar, lalu Beliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta)”, Beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya Beliau berhenti”. [5] 

Bahaya dusta banyak sekali, antara lain bahwa orang yang berdusta akan terhalang dari hidayah, Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ 

Sesungguhnya Allâh tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. [Al-Mukmin/Ghâfir/40: 28] 

Demikian juga orang yang suka dusta pasti akan mendapatkan celaka! Sebagaimana firman-Nya: 

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ ﴿١٠﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ 

Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai. [Adz-Dzâriyat/51: 10-11] 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan keutamaan jujur dan bahaya dusta, sebagaimana diriwayatkan di dalam hadits di bawah ini: 

عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا 

Dari ‘Abdullah, dia berkata: Rasulallâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalian wajib jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Jika seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allâh sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allâh sebagai seorang pendusta.”[6] 

Hadits ini menjelaskan bahwa dusta akan menyeret pelakunya ke neraka, maka hendaklah kita waspada. 

DUSTA SIFAT ORANG MUNAFIK 

Demikian juga dusta merupakan sifat menonjol orang munafik, bukan sifat orang Mukmin. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ 

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga: Jika dia bercerita, dia berdusta; jika dia berjanji, dia menyelisihi; dan jika dia diberi amanah, dia berkhianat”. [7] 

HUKUMAN DUSTA DI AKHIRAT 

Selain berbagai keburukan di dunia, maka orang yang berdusta juga diancam dengan berbagai siksaan di akhirat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan kepada para Sahabat tentang mimpi yang Beliau alami, dan mimpi Nabi adalah haq. Beliau mengisahkan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh dua orang laki-laki yang membawanya melihat berbagai siksaan yang dialami oleh orang-orang yang berbuat dosa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

قَالاَ لِي انْطَلِقِ انْطَلِقْ ” قَالَ: ” فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوبٍ مِنْ حَدِيدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ 

Kedua laki-laki itu berkata, “Ayo berangkat, ayo berangkat!”. Kemudian kami berangkat, lalu kami mendatangi seorang laki-laki yang berbaring terlentang. Dan ada laki-laki lain yang sedang berdiri di dekatnya membawa gancu besi. Lalu laki-laki itu mendatangi satu sisi wajahnya lalu merobek ujung mulutnya sampai ke tengkuknya, dan merobek hidungnya sampai ke tengkuknya, dan merobek matanya sampai ke tengkuknya”.   Kemudian dua orang laki-laki itu menjelaskan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , tentang orang yang mendapatkan siksaan di atas: 

وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ، يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ، فَيَكْذِبُ الكَذْبَةَ تَبْلُغُ الآفَاقَ 

Adapun laki-laki yang engkau datangi,  ujung mulutnya disobek sampai ke tengkuknya, dan hidungnya dirobek sampai ke tengkuknya, dan matanya dirobek sampai ke tengkuknya, dia adalah orang yang keluar dari rumahnya, lalu dia berdusta dengan kedustaan yang mencapai segala penjuru.[8] Setelah kita memahami bahaya dusta sebagaimana di atas, maka kita harus berusaha selalu jujur dan menjauhi kedustaan dengan semua jenisnya. Semoga Allâh menjauhkan kita dari seluruh kemaksiatan dan membimbing kita dalam perkara yang Dia ridhoi dan cintai, sesungguhnya Allâh Maha Pemurah lagi Maha Mulia. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] 

_______ 

Footnote 

[1] HR. Al-Bukhâri, no. 6474; Tirmidzi, no. 2408; lafazh ini dari Shahih Al-Bukhâri 

[2] HR. Tirmidzi, no.2406; dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 890 dan 891 

[3] Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi 

[4] Al-Adzkâr, 2/713-714, karya al-Imam an-Nawawi, tahqiiq dan takhriij Syaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M 

[5] HR. Al-Bukhâri, no. 2654, 5976, dan Muslim, no. 143/87 

[6] HR. Muslim, no. 105/2607 

[7] HR. Al-Bukhâri, no. 33, 2682, 2749, 6095; Muslim, no. 107/59, 108/59 

[8] HR. Bukhari, no. 7047

Sumber: https://almanhaj.or.id/

TINGGALKANLAH DUSTA

Dalam berpuasa, kita dilarang keras berkata dusta. Walau dusta terlarang sepanjang waktu bukan hanya ketika puasa saja. Dusta pun tidak pernah membawa kebaikan, yang ada hanyalah keburukan.

Perintah meninggalkan dusta saat berpuasa telah disebutkan dalam hadits berikut ini,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Zuur yang dimaksud dalam hadits di atas adalah dusta. Berdusta dianggap jelek setiap waktu. Namun semakin teranggap jelek jika dilakukan di bulan Ramadhan. Hadits di atas menunjukkan tercelanya dusta. Seorang muslim tentu saja harus menjauhi hal itu.

Dusta merupakan tanda kemunafikan. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Bukhari no. 33)

Al Hasan Al Bashri berkata,

الكَذِبُ جِمَاعُ النِّفَاقُ

“Dusta dapat mengumpulkan sifat kemunafikan.” (Romadhon Durus, hal. 39).

Dusta juga merupakan cabang kekafiran. Dusta menunjukkan rendahnya diri seseorang dan jauh dari sifat terpuji.  Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607)

Dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1: 200, hasan shahih). Jujur adalah suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu kejelekan. Yang namanya kebaikan pasti selalu mendatangkan ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu membawa kegelisahan dalam jiwa.

Di antara faktor yang mendorong seseorang biasa berdusta, bisa jadi karena tidak takut akan siksa atau hukuman dari Allah, bisa juga karena ingin mendapatkan kebaikan yang cepat diperoleh di dunia. Dusta juga bisa terjadi pula karena jauh dari Allah dan tidak khawatir akan siksa-Nya. Dusta bisa muncul pula karena kebiasaan dan didikannya yang jelek.

Marilah jadikan bulan Ramadhan ini ajang untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Referensi:

Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber:.https://muslim.or.id/