Dalil-Dalil tentang Kewajiban Shalat Berjamaah
Setelah mengetahui berbagai keutamaan shalat berjamaah, bisa jadi seseorang menganggapnya hanya sekedar sunnah. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini akan disebutkan rincian dalil yang menunjukkan bahwa shalat berjamaah di masjid hukumnya wajib bagi kaum lelaki.
Perintah Allah Ta’ala untuk ruku’ bersama-sama dengan orang yang ruku’
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah : 43)
Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’” adalah “shalatlah bersama-sama dengan orang-orang yang shalat” (yaitu dengan berjamaah, pent.).
Al-Qadhi Al-Baidhawi rahimahullah berkata, ”Maksudnya adalah dengan shalat berjamaah.”
Perintah untuk shalat jamaah dalam keadaan tidak aman
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka bersamamu dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisaa’ : 102)
Jika Allah memerintahkan shalat jamaah dalam keadaan ketakutan (yaitu ketika berperang, pent.), maka lebih-lebih lagi dalam keadaan aman.
Ibnul Munzir rahimahullah berkata, ”Ketika Allah Ta’ala memerintahkan shalat berjamaah dalam keadaan ketakutan, maka hal itu menunjukkan bahwa hal itu lebih wajib lagi ketika dalam keadaan aman.”
Larangan untuk keluar dari masjid setelah adzan dikumandangkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَسْمَعُ النِّدَاءَ فِي مَسْجِدِي هَذَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ، إِلَّا لِحَاجَةٍ، ثُمَّ لَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ إِلَّا مُنَافِقٌ
”Tidaklah seseorang mendengar azan di masjidku ini kemudian keluar dari masjid karena ada keperluan dan tidak kembali, kecuali seorang munafik.” (Al-Haitsami berkata tentang hadits ini, ”Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Ausath, dan para perawinya adalah para perawi yang digunakan dalam kitab shahih.)
Tak adanya keringanan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meninggalkan shalat jamaah
Terdapat dalam banyak hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan bagi ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu untuk meninggalkan shalat jamaah meskipun terdapat halangan-halangan berikut ini.
- Tidak adanya seseorang yang menuntunnya ke masjid.
- Rumahnya jauh dari masjid.
- Terdapat kebun kurma antara rumahnya dan masjid.
- Terdapat banyak binatang buas dan binatang pengganggu lain di Madinah.
- Umurnya yang sudah tua dan tulang-tulangnya tidak lagi sekuat dulu ketika muda.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu. Beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ، وَلِي قَائِدٌ لَا يُلَائِمُنِي فَهَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي؟
”Wahai Rasulullah, sesunguhnya aku adalah seorang yang buta, rumahku jauh dari masjid, dan penuntunku itu tidak cocok denganku, maka apakah aku mempunyai keringanan untuk shalat di rumah saja?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ
”Apakah engkau mendengar adzan?”
‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu anhu menjawab, ”Ya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
”Aku tidak mendapatkan keringanan bagimu.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang sahih)
Dalam hadits yang lain dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ
”Wahai Rasulullah, sesungguhnya terdapat banyak binatang buas dan binatang pengganggu di kota Madinah.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ؟ فَحَيَّ هَلًا
”Bukankah engkau mendengar ‘hayya ‘ala shalaat, hayya ‘alal falaah’? (suara adzan, pent.) Maka segeralah datang!” (HR. Abu Dawud, di-shahih-kan oleh Adz-Dzahabi)
Jika orang yang memiliki enam halangan ini saja tidak mendapat keringanan (untuk meninggalkan shalat jamaah di masjid, pent.), maka bagaimana lagi dengan orang yang terbebas dari halangan-halangan tersebut?
Orang yang meninggalkan shalat jamaah tanpa ada uzur, maka shalatnya tidak sempurna
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
”Barangsiapa yang mendengar adzan kemudian tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali bagi orang-orang yang mempunyai udzur.” (HR. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata,
لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد
”Tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuali jika melaksanakan shalat di dalam masjid.”
Ditanyakan kepada beliau, ”Wahai amirul mukminin, siapakah tetangga masjid itu?”
Beliau radhiyallahu ‘anhu menjawab,
من سمع النداء
”Yaitu orang-orang yang mendengar adzan.”
Meninggalkan shalat jamaah termasuk tanda-tanda kemunafikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلْمُنَافِقِينَ عَلَامَاتٍ يُعْرَفُونَ بِهَا: تَحِيَّتُهُمْ لَعْنَةٌ، وَطَعَامُهُمْ نُهْبَةٌ، وَغَنِيمَتُهُمْ غُلُولٌ، وَلَا يَقْرَبُونَ الْمَسَاجِدَ إِلَّا هَجْرًا، وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا دَبْرًا، مُسْتَكْبِرِينَ، لَا يَأْلَفُونَ وَلَا يُؤْلَفُونَ، خُشُبٌ بِاللَّيْلِ، صُخُبٌ بِالنَّهَارِ
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu memiliki beberapa tanda. Penghormatan mereka adalah laknat, makanan mereka berasal dari hasil rampasan, dan ghanimah (harta rampasan perang) mereka berasal dari pengkhianatan. Mereka menjauhi masjid. Serta tidaklah mereka menunaikan shalat melainkan di akhir waktu karena penuh rasa sombong. Hati mereka tidak melunak dan tidak bisa dibuat lunak. Tidur di malam hari dan berteriak-teriak di siang hari.” (HR. Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir berkata,”Sanadnya hasan”)
Yang dimaksud dengan “tidur di malam hari” (khusyubun bil lail) adalah adalah tidur dan tidak mengerjakan shalat di malam hari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنَ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
”Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik melebihi shalat subuh dan isya’. Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat dalam kedua shalat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari)
Setan akan menguasai suatu kampung yang tidak ditegakkan shalat jamaah di dalamnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ، فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
”Tidaklah ada tiga orang yang berada di suatu kampung atau pedalaman yang shalat berjamaah tidak ditegakkan di dalamnya, kecuali setan akan menguasai mereka. Maka hendaklah kalian senantiasa melaksanakan shalat berjamaah karena serigala itu hanya memakan kambing yang sendirian.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Akibat yang buruk bagi orang yang meninggalkan shalat jamaah
Termasuk yang menunjukkan wajibnya shalat jamaah adalah firman Allah Ta’ala,
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
”Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (QS. Al-Qalam : 42-43)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan ayat ini, ”Mereka adalah orang-orang yang mendengar adzan untuk shalat, namun mereka tidak memenuhi panggilannya.”
Ka’ab Al-Ahbaar radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Demi Allah, tidaklah ayat ini diturunkan kecuali tentang orang-orang yang meningalkan shalat jamaah.”
Ancaman berupa kemurkaan dari Allah karena meninggalkan shalat jamaah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجَمَاعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ
”Hendaklah orang-orang itu menghentikan tindakan mereka meninggalkan shalat jamaah. Atau Allah akan mengunci mati hati-hati mereka kemudian mereka akan termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang lalai.” (HR. Ibnu Majah. Di-shahih-kan oleh Syaikh Albani)
Dan tidaklah diancam dengan ancaman tersebut kecuali karena meninggalkan kewajiban.
Keinginan Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat jamaah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ المُؤَذِّنَ، فَيُقِيمَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ، ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ، فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لاَ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ بَعْدُ
”Sungguh aku ingin memerintahkan muazin untuk mengumandangkan iqamah. Setelah iqamah aku perintahkan seseorang untuk menjadi imam. Setelah itu aku akan mengambil api untuk membakar orang-orang yang tidak mengerjakan shalat (jamaah).” (HR. Bukhari)
Jangan salah paham, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin membakar rumah mereka karena mereka melaksanakan shalat, namun di rumah, bukan karena mereka tidak shalat sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Al-Albani. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ، ثُمَّ آتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهَا عَلَيْهِمْ
”Sungguh aku memiliki keinginan untuk memerintahkan para pembantuku agar mereka mengumpulkan satu ikat kayu bakar, kemudian aku akan mendatangi orang-orang yang shalat di rumah-rumah mereka padahal mereka tidak mempunyai udzur, dan aku akan membakar rumah-rumah mereka itu.”
Seandainya shalat berjamaah itu tidak wajib, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mempunyai keinginan seperti itu.
Ancaman yang keras dari Allah Ta’ala dengan neraka
Allah Ta’ala berfirman,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ؛ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ؛ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al Maa’uun : 4-6)
Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata, ”Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Sedangkan orang yang meninggalkan shalat jamaah, kebanyakan mereka mengakhirkan shalat dari waktunya karena tidur atau sibuk dengan urusan dunia. Hal tersebut diperkuat dengan firman Allah Ta’ala,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
”Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui ghay.” (QS. Maryan : 59)
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, ”Mereka meninggalkan masjid dan sibuk dengan pekerjaannya.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa yang dimaksud dengan ghay dalam ayat tersebut adalah lembah yang dalam di neraka jahannam dengan makanan yang menjijikkan.
Orang yang meninggalkan shalat jamaah disamakan dan dikumpulkan bersama-sama dengan pemimpin kaum kafir pada hari kiamat
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari menjelaskan tentang shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ
”Barangsiapa yang menjaga shalat akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Barangsiapa yang tidak menjaganya, maka tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Pada hari kiamat nanti mereka akan bersama dengan Hamman, Qarun, Fir’aun, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad dengan sanad yang jayyid dan Thabrani)
Dan sudah kita ketahui bersama bahwa meninggalkan shalat jamaah termasuk tidak menjaga shalat.
Sumber: https://muslim.or.id/